Jumat, 30 September 2011

KTI TINGKAT KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI MENARCHEKTI TINGKAT KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI MENARCHE

KARYA TULIS ILMIAH

TINGKAT KECEMASAN SISWA DALAM

MENGHADAPI MENARCHE

DI SLTPN 2 GENTENG KECAMATAN GENTENG

KABUPATEN BANYUWANGI






BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perjalanan hidup, normalnya wanita mengalami periode menstruasi atau haid mulai dari usia remaja hingga menopause Dra. Dini Kasdu, M. Kes, (2005 : 9) Haid atau menstruasi adalah proses keluarnya darah yang terjadi secara periodik atau siklik emdomestrium. Keluarnya darah dari vagina disebabkan luruhnya lapisan dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah dan sel telur yang tidak dibuahi.

Siklus menstruasi terdiri atas perubahan-perubahan di dalam ovarium dan uterus. Menstruasi berlangsung kira-kira lima hari, selama masa ini epithelium permukaan lepas dari dinding uterus dan perdarahan pun terjadi pada usia remaja haid pertama kira-kira usia 12 hingga 16 tahun. Panjang masa siklus menstruasi rata-rata 28 hari 14 hari persiapan untuk ovulasi dan 14 hari selanjutnya. Pendapat Sriyono, (2008 : 57).

Memasuki masa puber, pada perempuan diawali dengan terjadinya menstruasi. Hal ini menandai bahwa organ reproduksi telah aktif, yaitu dengan telah diproduksinya sel telur (ovum). Seseorang terjadi sejak awal menstruasi pada masa remaja sampai umur 40 atau 50 tahun.

Menarche adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan (deskuamasi ) endometrium. Sarwono, (2005 : 103).

Selanjutnya dijelaskan menarche ialah haid yang pertama terjadi yang merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita yang sehat dan tidak hamil. Erna, F. P, (2005 : 69). Proses menarche pada seorang wanita dimulai pada usia 10 – 14 tahun. Saat itu kelenjar hipofisis mulai berpengaruh, kemudian ovarium mulai bekerja menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Hormon ini akan mempengaruhi uterus pada dinding sebelah kanan dan terjadilah proses menstruasi. Maulana, (2009 : 15).

Premenarche adalah sekelompok gejala fisik maupun tingkah laku yang timbul pada pertengahan siklus menarche, dan disusul dengan periode tanpa gejala. Riset melaporkan Taylor, (1994) bahwa sekitar 10-30 % wanita produktif mengalami sindrom premenarche. Etiologi dan Perubahan sikap premenarche belum diketahui. Para peneliti beranggapan bahwa perubahan sikap premenarche adalah akibat dari faktor hormonal, psikologis, dan nutrisi.

Perubahan sikap premenarche yang terjadi sebelum berlangsungnya masa menarche diantaranya cemas, ketegangan dan kegugupan, cepat marah, berat badan bertambah, edema pada ekstrimitas, payudara sakit, abdomen terasa penuh, nafsu makan, ingin makan yang manis, depresi, cepat lupa cepat menangis dan bingung. Baradero, (2007 : 10).

Penanganan yang efektif dalam mengatasi kecemasan pada siswa akan mempengaruhi prognosis. Oleh karena itu bidan atau paramedis perlu memberikan konseling pada remaja tentang cara-cara mengatasi kecemasan saat menarche sehingga dapat mengurangi kecemasan pada remaja saat menarche selain itu untuk mengurangi kecemasan perlu mengatur pola yang memenuhi gizi seimbang dan olahraga.

Penelitian ini kecemasan dari siswa yang menghadapi menarche (premenarche) inilah yang perlu mendapatkan perhatian dari orang tua, oleh karena itu siswa premenarche diharapkan bersikap positif dalam menghadapi menarche agar tidak timbul masalah selama menarche. Oleh sebab itu penelitian ini ingin mengetahui tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi yang rata-rata siswa tersebut sudah mengalami menarche.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena - fenomena yang terdapat pada asumsi - asumsi diatas peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche di SLTPN 2 Genteng, banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada awal mengalami haid, maka peneliti merumuskan masalah dengan membatasi pada tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche seperti: “Bagaimana tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche di SLTPN 2 Genteng Kabupaten Banyuwangi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman nyata dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah sebagai penerapan dari mata kuliah.

2. Bagi Institusi

Sebagai pedoman dalam penelitian yang akan dilakukan dan hasilnya nanti diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan guna meningkatkan mutu pendidikan selanjutnya.

3. Bagi Responden

Untuk menembah pengalaman tentang menarche dan menangani keluhan - keluhan yang dirasakan.

4. Bagi Profesi

Sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Dasar Kecemasan

a. Pengertian

Kecemasan adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan gelisah dan aktifitas sistem saraf otonom dalam merespon terhadap ancaman yang tidak jelas, tidak spesifik.

b. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkatan yaitu :

1) Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.

2) Kecemasan Sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

3) Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan sehingga dapat memusatkan pada suatu objek lain.

4) Tingkat Panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya, karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Dengan panik, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu lama maka terjadi kelelahan yang berlebihan bahkan menyebabkan kematian.

c. Ciri-Ciri Kecemasan

Menurut Brenda Goodner ciri-ciri kecemasan adalah :

1. Kecemasan Ringan

- Meningkatkan kesadaran

- Terangsang untuk melakukan tindakan

- Termotivasi secara positif

- Sedikit mengalami peningkatan tanda-tanda vital

2. Kecemasan Sedang

- Lebih tegang

- Menurunnya konsentrasi dan persepsi

- Sadar, tapi fokusnya sempit

- Sedikit mengalami tanda-tanda vital

- Gejala-gejala fisik tidak berkembang : sakit kepala, sering berkemih, mual, palpitasi, letih.

3. Kecemasan Berat

- Persepsi menjadi terganggu

- Perasaan tentang terancam atau takut meningkat

- Komunikasi menjadi terganggu

- Mengalami peningkatan tanda-tanda vital lebih dramatis, diare, palpitasi, nyeri dada, muntah

4. Panik

- Perasaan terancam

- Gangguan realitas

- Tidak mudah untuk berkomunikasi

- Kombinasi dari gejala-gejala fisik yang disebutkan diatas dengan peningkatan tanda-tanda vital akan lebih awal dari tanda panik, tetapi akan lebih buruk jika intervensi yang dilakukan gagal.

- Dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan

1) Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang berpikir dan bekerja. Semakin tua umur seseorang, makin konstruktiv dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi Menurut Hurlock, yang dikutip oleh Nursalam, (2001 : 133).

2) Status Perkawinan

Seseorang yang telah menikah akan lebih mempunyai rasa percaya diri dan ketenangan dalam melakukan kegiatan (menurut Dartkows, yang dikutip oleh Nursalam, (2001 : 133).

3) Pendidikan

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang diperkenalkan menurut Brower, yang dikutip oleh Nursalam, (2001 : 133).

4) Pendapatan

Penghasilan setiap bulannya juga berkaitan dengan gangguan pola psikiatri. Diketahui pula bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah prevalensi psikiatrinya lebih banyak. Jadi keadaan penghasilan yang rendah mempunyai peningkatan kecemasan Nursalam, (2001:133).

e. Cara Menilai Kecemasan

Pengukuran kecemasan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung yang dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan dengan pendapat responden. Notoadmojo, (2003 : 132) skala kecemasan disusun untuk mengungkapkan sikap pro dan kontra positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, sebagai obyek sosial. Dalam skala kecemasan, obyek sosial tersebut berlaku sebagai obyek kecemasan.

Kemudian data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis dan disajikan dalam bentuk presentase menggunakan rumus. Untuk menilai tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche menggunakan tingkat kecemasan Hars (Hamilton Anxiety Rating Scale) sebagai berikut :

1) Penilaian

0: Tidaka ada (tidak ada gejala sama sekali)

1: Ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)

2: Sedang (separuh dari gejala yang ada)

3: Berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada)

4: Sangat berat (semua gejala ada)

2) Penilaian Derajat Kecemasan

Skor <6>

6-14 (kecemasan ringan)

15-27 (kecemasan sedang)

>27 (kecemasan berat)

Sumber : (Nursalam, 2008).

2. Konsep Dasar Siswa

a. Arti Siswa

Siswa adalah wanita yang beranjak atau mulai dewasa. Cipta Karya, (2001 : 282).

Selanjutnya dijelaskan bahwa siswa ialah wanita yang mulai dewasa sudah sampai umur untuk kawin. Balai Pustaka, (2007 : 944).

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan variabel siswa yang berumur 12-16 tahun sesuai dengan pendapat Mirza Maulana yang mengatakan bahwa siswa menarche pertama kali pada usia 12-16 tahun. Maulana, (2009 : 18).

3. Konsep Dasar Premenarche

Premenarche adalah sekelompok gejala fisik maupun tingkah laku yang timbul pada pertengahan siklus menarche, dan disusul dengan periode tanpa gejala. Baradero, (2007 : 10).

4. Konsep Dasar Menarche :

a. Arti Menarche

1) Menarche adalah haid yang pertama kali yang baru datang setelah berumur 14 tahun. Siti, (2005 : 115).

2) Selanjutnya menurut Sarwono, (2005 : 103) menarche merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium.

3) Begitu juga pendapat lain menjelaskan bahwa menarche ialah haid yang pertama terjadi yang merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita yang sehat dan tidak hamil. Erna, (2005 : 69).

4) Menurut Maulana, (2009 : 19) menarche suatu proses pengeluran darah dari uterus disertai serpihan selaput dinding uterus pada wanita dewasa yang terjadi secara periodik.

b. Arti Siklus Menstruasi

1) Siklus menarche ialah suatu kejadian yang terjadi pada ovarium yang menghasilkan perubahan tidak hanya pada uterus, tetapi juga pada tubuh wanita secara keseluruhan. Sylvia, (2003 : 169).

2) Referensi lain mengatakan bahwa siklus menarche adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Sarwono, (2005 : 103).

Kemudian juga dijelaskan bahwa tujuan siklus menarche untuk melepas ovum dalam persiapan fertilisasi pada kira-kira jarak 4 minggu dan untuk mempersiakan uterus dan seluruh tubuh wanita untuk menerima dan mengembangkan hasil fertilisas ini. Siklus ini diatur terutama oleh glandula pituitari anterior, tetapi faktor-faktor yang menyebabkan glandula tersebut mengadakan stimulus (rangsangan) gonad pada saat pubertas belum seluruhnya dipahami.

Telah diketahui bahwa : 1). Terdapat pengendalian neurohormonal pada glandula pituitari anterior oleh hipotalamus dan siklus menarche tersebut dipengaruhi oleh faktor emosional, misalnya perubahan pekerjaan, berpindah dari tempat yang berbeda, kematian orang yang dicintai dan sebagainya. 2). Bila glandula pituitari anterior mengatur sekresi estrogen dan progesteron, maka glandula pituitari anterior itu sendiri diatur oleh kedua sekresi tersebut. Lamanya siklus menarche rata-rata adalah 28 hari. Verralls, (2003 : 169-170).

Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas saja, antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Panjang siklus haid dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata–rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari. Dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 hari. Jadi sebenarnya panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai. Dari pengamatan Hartman pada kera ternyata bahwa hanya 20% saja panjang siklus haid 28 hari. Panjang siklus yang biasa pada manusia ialah 25-32 hari, dan kira-­kira 97% wanita yang berevolusi siklus haidnya berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur biasanya siklusnya tidak berevolusi. Lama haid biasanya antara 3-5 hari. Ada yang 1-2 hari dikuti darah sedikit–sedikit kemudian ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama haid itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata–rata 33,2 ± 16 cc. Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak, pada wanita dengan anemi defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih 80 cc dianggap patologik. Sarwono, (2005 : 103).

Pada tiap siklus haid dikenal tiga masa utama

1) Masa haid selama dua sampai delapan hari. Pada waktu itu endometrium dilepas, sedangkan pengeluaran hormon-hormon ovarium paling rendah (minimum).

2) Masa proliferasi sampai hari keempat belas. Pada waktu itu endometrium tumbuh kembali, disebut juga endometrium mengadakan proliferasi. Antara hari kedua belas dan keempat belas dapat terjadi pelepasan ovum dari ovarium yang disebut ovulasi.

3) Sesudahnya dinamakan masa sekresi. Pada ketika itu korpus rubrum menjadi korpus luteum yang mengeluarkan progesteron. Dibawah pengaruh progesteron ini, kelenjar endometrium yang tumbuh berkeluk-keluk mulai bersekresi dan mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan lemak pada akhir masa ini stroma endometrium berubah ke arah sel-sel desidual terutama yang berada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Sarwono, (2006 : 46).

4 Fase Endometrium Dalam Siklus Haid

1) Fase menstruasi atau deskuamasi, dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya startum basale yang tinggal utuh. Darah haid mengandung darah fena dan anteri dengan sel-sel darah merah dalam hemolisis atau aglotinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami disentegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, servik dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3 - 4 hari.

2) Fase pasca haid atau fase regenerasi luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagai besar berangsur–angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir yang baru tumbuh dari sel–sel epitel endometrium pada waktu ini tebal endomertium + 0,5 mm fase ini telah mulai sejak fase menarche dan berlangsung + 4 hari.

3) Fase Intermenstruum atau fase proliferasi dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal + 3,5 mm fase ini berlangsung dari hari kelima sampai hari keempat belas dari siklus haid. Fase proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase :

a) Fase Proliferasi Dini berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7, fase ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar-kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi sel-sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian masih menunjukkan suasana fase menarche dimana terlibat perubahan-perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboit strama padat dan sebagian menunjukkan aktifitas mitosis, sel-selnya berbentuk bintang dan didepan tonjolan-tonjolan, anestomosis nukleus sel stroma relatif besar sebab sitiplasma relatif sedikit.

b) Fase Proliferasi Madya berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10, fase ini merupakan bentuk transis dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk torok dan tinggi. Kelenjar berkeluk-keluk dan bervariasi sejumlah stroma mengalami edema tampak banyak mitosis dengan inti berbentuk telanjang.

c) Fase Proliferasi Akhir berlangsung hari ke-2 sampai hari ke‑14, fase ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi, stroma bertumbuh aktif dan padat.

4) Fase Prahaid atau Fase Sekresi berlangsung sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi untuk kelenjar berubah menjadi panjang berkeluk-keluk, dan mengeluarkan getah, yang makin lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan perubahan ini adalah untuk perubahan mempersiapkan endometrium menerima telur yang dibuahi.

Fase sekresi dibagi atas :

a) Fase Sekresi Dini, endometrium lebih tipis dari pada fase sebelumnya kerena kehilangan cairan.

Pada saat ini dapat dibedakan beberapa lapisan yaitu :

(1) Lapisan neometrium, yaitu lapisan ini tidak aktif, kecuali mitisis pada kelenjar.

(2) Stratum Sepongiosus, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spon ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang melebar dan berkeluk-berkeluk dan sedikit stroma diantaranya.

(3) Stratum Kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat saluran-­saluran kelenjar sempit ilumennya berisi sekret, dan stromanya edema.

b) Fase Sekresi Lanjut, Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi ini. Dengan endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk-keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel stroma bertambah menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan. Arwono, (2005 : 112).

c. Mekanisme menstruasi : Hormon Steroid estrogen dan progesteron mempengaruhi pertumbuhan endometrium dibawah pengaruh estrogen endometrium memasuki fase proliferasi, sesudah ovulasi, endomertium memasuki fase sekresi. Dengan menurunnya kadar estrogen dan progesteron pada akhir siklus haid, terjadi regresi endometrium yang kemudian diikuti oleh perdarahan. Mekanisme haid belum diketahui seluruhnya, akan tetapi sudah dikenal beberapa faktor, kecuali faktor hormonal, memegang peranan dalam hal ini yang penting ialah :

1) Faktor–faktor enzim dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpanya enzim-enzim histologik dalam endometrium serta merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut serta dalam pembangunan endometrium khususnya dengan pembentukan stroma dibagian bawahnya pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, dengan akibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian, lebih banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum, apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesteron, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan dan merusakkan bagian dari sel-sel yang berperan dalam sintesis protein. Karena itu, timbul gangguan dalam metabolisms endometrium yang mengakibatakan regresi endometrium dan pendarahan.

2) Faktor faktor muskular mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistim faskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endomertium itu tumbuh pula arteria-arteria fena-fena dan hubungan antaranya, seperti digambarkan diatas dengan regresi endometrium timbul statis dalam fena-fena serta saluran-saluran yang menghubungkan dengan arteri, dan akhirnya terjadi mekrosis dalam perdarahan dengan pembentukan hematom, baik dari arteri maupun dari fena. Sarwono, (2005 : 11).

d. Perubahan Masa Menstruasi.

1) Perubahan Fisik

a) Ovarium

Perubahan-perubahan yang terdapat pada ovarium pada siklus haid ialah sebagai berikut. Dibawah pengaruh FSH beberapa folikel mulai berkembang, akan tetapi hanya satu yang tumbuh terus menjadi matang. Sarwono, (2005 : 110).

b) Endometrium

Hampir sepanjang siklus haid pembuluh-pembuluh darah menyempit dan melebar secara ritmis, sehingga permukaan endometrium memuncak dan berwarna merah karena penuh dengan darah, berganti-ganti. Bila tidak terjadi pembuahan korpus luteum mengalami kemunduran yang menyebabkan kadar progesteron dan estrogen menurun. Penurunan kadar hormon ini mempengaruhi keadaan endometrium kearah regresi, dan pada satu saat lapisan fungsional endometrium terlepas dari stratu basale yang dibawahnya. Peristiwa ini menyebabkan pembuluh-­pembuluh darah terputus, dan terjadilah pengeluaran darah yang disebut haid. Sarwono, (2005 : 114).

c) Penambahan BB, payudara sakit, edema pada ekstrimitas, abdomen terasa penuh, nafsu makan bertambah, ingin makan yang manis-­manis. Baradero, (2007 : 11).

2) Perubahan Psikologis : Cemas, ketegangan dan kegugupan, cepat marah, depresi, cepat lupa, cepat menangis. Baradero, (2007 : 11).

3) Pengobatan Yang Tersedia :

a) Untuk rasa cemas, ketegangan dan kegugupan dan cepat marah kurangi asupan susu, keju, mentega dan gerak badan.

b) Untuk berat badan yang bertambah karena menarche, edema pada ekstrimitas, payudara sakit, abdomen terasa penuh, nafsu makan bertambah, ingin makan yang manis kurangi asupan garam, kopi, teh, cola, coklat, dan lemak hewan.

c) Untuk depresi, cepat lupa, cepat menangis tingkatkan asupan vitamin B dan sayur–sayuran hijau. Baradero, (2007 : 11).

d) Gizi kurang atau terbatas selain akan mempengaruhi pertumbuhan, fungsi organ tubuh, juga akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi, hal ini akan berdampak gangguan haid, tetapi akan membaik bila asupan gizinya baik. Seberapa jauh pengaruh status gizi terhadap terjadinya menarche belum ada, yang melakukan penelitian. Sebagai bahan perbandingan di bawah ini akan diuraikan tentang asupan energi total dan keragaman komponen diet. Asupan energi bervariasi sepanjang siklus haid, terjadi peningkatan energi pada fase luteal dibandingkan fase folikuler. Peningkatan konsumen energi premenstruasi dengan ekstra penambahan 87-500 Kkal/ hari. Kesimpulannya bahwa estrogen mengakibatkan efek penekanan atau penurunan terhadap nafsu makan Krummel, (1996). Identifikasi tentang jenis nutrisi yang dapat mengakibatkan perubahan asupan energi belum didapatkan data yang pasti. Ada yang berpendapat karbohidrat merupakan sumber peningkatan asupan kalori selama fase luteal, yang lain berpendapat bahwa konsumsi softdrink yang mengandung gula cenderung meningkat selama fase luteal. Selain itu juga ada, yang berpendapat bahwa asupan lemak dan protein akan meningkatkan pada fase luteal. Dengan demikian selama fase luteal terjadi peningkatan asupan makanan atau energi Krummel, (1996). Pada remaja perlu mempertahankan status gizi yang baik, dengan cara mengkonsumsi makanan seimbang, karena sangat dibutuhkan pada saat haid, terbukti pada saat haid tersebut terutama pada fase luteal akan terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi. Apabila hal ini diabaikan maka dampaknya akan terjadi keluhan-keluhan yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan selama siklus haid. Komposisi diet baik secara kuantitatif maupun kualitatif dianggap mempengaruhi siklus menarche serta penampilan reproduksi. Tetapi timbul pertanyaan seberapa sering faktor diet dipandang sebagai penyebab timbulnya menarce, masih jarang penelitian yang menggunakan diet sebagai metode perlakuan dan uraiannya sering tidak lengkap atau tumpang tindih. Siklus menarche bukan dipengaruhi oleh diet vegetarian tetapi diet yang bervariasi dalam hal lemak, serat dan nutrien lainnya Krummel, (1996).

Diet Vegetarian : Pengaruh diet vegetarian terhadap hormon sex telah diteliti, 9 orang vegetarian diberi diet yang mengandung daging, ternyata fase folikuler memanjang, rata-rata 4,2 hari juga, FSH meningkat, E2 menurun secara signifikan. Sebaliknya 16 orang diet biasa beralih kediet yang kurang daging selama 2 bulan mengalami pemendekan fase folikuler, rata-rata 3,8 hari, mengalami penurunan frekuensi puncak LH dan peningkatan pada LH. Setelah mengalami 2 x injeksi LHRH, terjadi hubungan antara diet dengan fungsi menarche. Pada wanita yang mengonsumsi diet vegetarian terjadi peningkatan frekuensi gangguan siklus menarche. Prevalensi ketidak teraturan menarche 26,5% pada vegetarian dan 4,9% pada non vegetarian.

Diet Rendah Lemak : Hasil penelitian pada diet rendah lemak dibanding tinggi lemak ternyata pada diet tinggi lemak tidak memberikan perbedaan kadar hormon dalam plasma dan urine, kesimpulannya tidak mempunyai pengaruh pada kadar hormon sex. Sedangkan pada diet rendah lemak akan menyebabkan 3 efek utama : panjang siklus menarche meningkat rata-rata 1,3 hari lamanya waktu menarche meningkat rata-rata 0,5 hari dan fase folikuler meningkat rata-rata 0,9 hari. Dengan demikian maka bagi wanita yang bukan vegetarian bila berubah kediet rendah lemak akan memperpanjang siklus menarche sebagai akibat dari memanjangnya fase menarche dan fase folikuler. Erna, (2005 : 70).

e. Selain kita harus memahami siklus menarche, lamanya menarche, keluhan serta pengobatan menarche kita juga harus mengerti gangguan-gangguan yang dapat terjadi saat menarche. Gangguan yang dapat terjadi karena menarche dan siklusnya diantaranya :

1) Hypermenorea (Menoragia) ialah perdarahan menarche yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan endometrium pada waktu menarche dan sebagainya. Terapi pada hipermenorea pada mioma uteri niscaya tergantung dari penanganan mioma uteri, sedang diagnosis dan terapi polip endometrium serta gangguan pelepasan endometrium terdiri atas kerokan. Sarwono, (2005 : 204).

2) Hipomenorea ialah perdarahan menarche yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa. Sebab-sebabnya dapat terletak pada konstitusi penderita, pada uterus (misalnya sesudah miomektomi), pada gangguan endokrin, dan lain-lain. Kecuali jika ditemukan sebab yang nyata, terapi terdiri atas menenangkan penderita.

3) Polimenorea ialah siklus menarche lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari menarche biasa. Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengkibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal dan sebagainya.

4) Oligomenorea

Disini siklus menarche lebih panjang, lebih dari 35 hari.

5) Amenorea ialah keadaan tidak adanya menarche untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorea, primer dan amenorea sekunder. Kita berbicara tentang amenorea primer terlebih dahulu apabila seorang wanita berumur 18 tahun keatas, tidak pernah dapat menarche; sedang pada amenorea sekunder penderita pernah mendapat menarche, tetapi kemudian tidak dapat lagi. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Adanya amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain. Sarwono, (2005:205).

Selanjutnya dijelaskan bahwa amenorea ialah tidak adanya menarche. Ada dua bentuk amenorea yaitu amenorea primer dan sekunder. Amenorea primer timbul apabila menarche pertama tidak terjadi pada umur 16 tahun. Amenorea primer bisa diakibatkan oleh kelainan genetik, endokrin, atau efek perkembangan kongenital. Amenorea sekunder timbul apabila seorang wanita yang sudah menarche berhenti menarchenya selama 3-6 bulan. Kadang-kadang tidak ada menarche, satu kali masih dianggap normal. Kehamilan adalah penyebab utama dari amenorea. Amenorea sekunder bisa juga timbul sebagai respon terhadap stres yang berat, perubahan fungsi hipotalamus, kelenjar hipofisis, ovarium, timid, dan kelenjar adrenal. Wanita yang memakai kontrasepsi oral bisa juga mengalami amenorea selama 6 bulan setelah berhenti memakai kontrasepsi oral. Amenorea sekunder bisa juga dialami oleh atlet yang terlalu banyak menghabiskan kalori, karena menarche yang normal memerlukan sekitar 17% lemak dari tubuh. Hilangnya 10-15% berat badan dapat menyebabkan amenorea. Amenorea bisa juga mempengaruhi kepadatan tulang yang mengakibatkan osteoporosis.

Terapi : Pengobatan bergantung pada penyebab amenorea. Terapi hormon bisa diberikan. Wanita dengan amenorea memerlukan konseling untuk manangani gangguan konsep diri dan infertilitas. Baradero, (2007 : 10).

6) Dismenorea atau nyeri menarche mungkin merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan. Karena gangguan ini sifatnya subyektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai. Walau frekuensi dismenorea cukup tinggi dan penyakit ini sudah lama dikenal, namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat dipecahkan dengan memuaskan. Oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama menarche dan sering kali mual maka istilah dismenorea hanya dipakai jika nyeri menarche demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari. Dismenorea dibagi atas : Dismenorea Primer yaitu nyeri menarche yang dijumpai tanpa kelainan pada alat genital yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena itu ­siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan menarche dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, dan sebagainya.

Etiologi : Beberapa faktor memegang peranan sebagai penyebab dismenorea primer, antara lain :

a) Primer Kejiwaan : Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apabila jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses menarche, mudah timbul dismenorea.

b) Faktor Konstitusi : Faktor ini yang erat hubungannya dengan faktor tersebut di atas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenorea.

c) Faktor Alergi : Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migrain atau asma. Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin menarche.

Selanjutnya menurut dr. Budi, dysmenorrhoe ialah nyeri saat menarche yang sering difikirkan oleh gadis-gadis yang mengalaminya. Dysmenorrhoe ini merupakan keluhan yang sering dirasakan di masyarakat sehingga menjadi penyebab yang paling banyak hilangnya waktu kerja atau absen masuk sekolah. Di Amerika Serikat pernah dilaporkan dysmenorrhoe menyebabkan hilangnya 600 juta jam kerja pertahun. Ada 2 jenis dysmenorrhoe :

1) Dysmenorrhoe primer yaitu nyeri pada saat menarche tanpa ada kelainan organ di rongga panggul, diperkirakan hanya berkaitan dengan faktor intrinsik. Karakteristiknya nyeri menarche muncul bersamaan dengan datangnya menarche dan berakhir beberapa jam kemudian, meskipun beberapa kasus nyeri berlanjut hingga beberapa hari. Keluhan nyeri mulai dari yang ringan seperti rasa mulas, kram pada perut, hingga ada yang berat seperti nyeri orang melahirkan. Beberapa kasus disertai dengan mual, muntah, tidak mau makan, diare, nyeri kepala, rasa lelah dan rasa tegang. Dysmenorrhoe primer akan berkurang dengan bertambahnya usia, yang sering adalah berkurang dan bahkan hilang saat setelah melahirkan bisa juga dengan mengkonsumsi obat penghilang nyeri.

2) Dysmenorrhoe sekunder adalah nyeri menarche dimana didapatkan kelainan organik, seperti endometriosis, mioma uteri, adenomiosis dan mungkin infeksi di rongga-rongga panggul. Karakteristik nyeri dysmenorrhoe sekunder lebih spesifik bergantung dari penyebabnya maka pengobatan berdasarkan kelainan yang ditemukan. Budi, (2007 : 36).

Menurut literatur lain dijelaskan bahwa dismenorea adalah nyeri uteri pada saat menarche. Dismenorea primer tidak dikaitkan dengan patologi pelvis dan bisa timbul tanpa penyakit organik. Intensitas dismenorea bisa berkurang setelah hamil atau pada umur sekitar 30 tahun. Dismenorea primer mengenai sekitar 50-75% wanita yang masih menarche. Sekitar 10% mengalami dismenorea berat sehingga mereka tidak bisa bekerja. Dismenorea sekunder timbul sebagai respon terhadap penyakit organik seperti endomertiosis, fibroit uteri, clan pemakaian IUD. Dismenorea primer biasa timbul pada hari pertama atau kedua dari menarche. Nyerinya bersifat kolik atau kram dan dirasakan pada abdomen bawah.

Terapi dismenorea primer dapat diatasi dengan obat ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen sedangkan dismenorea sekunder diatasi dengan memperbaiki penyebab organik. Baradero, (2007 : 9).

f. Perempuan paling rentan pada kesehatan organ reproduksi karena bentuk organ reproduksi utama bersifat menerima atau dalam bentuk lubang yang agak besar, sehingga pengaruh luar mudah masuk, baik secara sengaja dengan hubungan seksual atau proses seksualitas yang lain, maupun secara tidak sengaja melalui media tertentu. Oleh karena itu organ reproduksi perempuan paling penting untuk diperhatikan.

B. Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual di gambarkan sebagai berikut :




Keterangan :




: Di teliti




: Tidak di teliti

Sumber : (Nursalam, 2008)

Gambar 2.1 : Gambar konsep tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche di SLTPN 2 Genteng.


BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancang Bangun Penelitian

Dalam penelitian ini adalah suatu metode penelitian deskriptif peristiwa dilakukan secara sistematik dan lebih menekankan pada data faktual dari pada penyimpulan. Fenomena disajikan secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi, oleh karena itu penelitian jenis ini tidak perlu adanya suatu hipotesis. Nursalam, (2003 : 83).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain deskriptif yaitu penelitian ingin mengetahui Tingkat Kecemasan Siswa dalam menghadapi Menarche di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi. Karena siswa di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi belum pernah mendapatkan pelajaran mengenai pendidikan seksual baik secara informal maupun non formal.

B. Variabel

Istilah “variabel” merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap jenis penelitian.

Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche.

Definisi Operasional Variabel

Variabel

Definisi Operasional

Kriteria

Skala

Tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche.

Seberapa besar tingkat kecemasan siswa saat menghadapi menarche, meliputi:

· Umur

· Status Perkawinan

· Pendidikan

· Pendapatan

· Gizi

Tingkat kecemasan berat >27, sedang 15-27, ringan 6-14, dan tidak ada kecemasan <6.>

Ordinal

Sumber : (Nursalam, 2008).

C. Populasi

Arikunto berpendapat bahwa populasi ialah keseluruhan subyek penelitian. Arikunto, (2006:130). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas satu usia 12–16 khususnya di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 60 orang. Jumlah siswa kelas VII adalah 280 siswa, siswa perempuan sebanyak 120 siswa diambil secara acak dengan setiap kelas di wakili 8 sampai 9 siswa.

D. Sampel

Jika kita hanya akan meneliti sebagian dari populasi studied sampel, maka penelitian ini tersebut disebut penelitian sampel. Sampel sendiri adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Arikunto, (2006 : 131). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara random dengan total siswa kelas satu usia 12-16 tahun yang bersekolah di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi sejumlah 60 orang. Dengan rincian sampel dari kelas 7 A, kelas 7 B, kelas 7 C, kelas 7 D, kelas 7 E, kelas 7 F, dan 7 G.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian dilaksanakan di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi. Penelitian di daerah tersebut didasarkan pada tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi Menarche oleh karena siswa kelas satu usia 12-16 tahun belum pernah mendapatkan pelajaran mengenai pendidikan seksual baik secara informal maupun non formal.

2. Waktu

Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Juli sampai Agustus 2009.

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Tehnik Pengumulan Data

Pengumpulan data dengan menggunakan data primer yaitu setelah lembar kuesioner dibagikan kepada responden, lembar tersebut akan diambil pada hari itu juga.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner dan inform consent. Kuesioner sendiri mempunyai pengertian sejumlah pertanyaan tertulis yang dipergunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui. Arikunto, (2006 : 151).

Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan ialah check list atau sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai dan rating scale (skala bertingkat) yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan–tingkatan, misalnya mulai dari benar dan salah.

G. Teknik Analisis Data

1. Editing

Peneliti mengumpulkan dan memeriksa kembali kebenaran yang telah diperoleh dari responden. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ialah menjumlahkan dan melakukan korelasi.

2. Coding

Merupakan tahap kedua setelah editing dimana peneliti memberikan kode pada setiap kuesioner yang disebarkan untuk memudahkan dalam pengolahan data.

3. Scoring

Peneliti memberikan skor untuk tiap-tiap pertanyaan, bila pertanyaan favorable nilai 2 untuk jawaban (benar), nilai 1 untuk jawaban (salah), dan apabila pertanyaan unfavorable nilai 1 untuk jawaban (benar), nilai 2 untuk jawaban (salah).

4. Tabulating

Kemudian data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis dan disajikan dalam bentuk prosentase menggunakan rumus :

N =

Keterangan:

N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan (ketepatan yang diujikan (0,05).

Selanjutnya dimasukkan pada kriteria objektif sebagai berikut :

Positif : 50 – 100%

Negatif : <>

Sedangkan kriteria untuk menilai tingkat kecemasan saat menarche diantaranya sebagai berikut :

Skor <6>

6-14 (kecemasan ringan)

15-27 (kecemasan sedang)

>27 (kecemasan berat)

Sumber : (Nursalam, 2008)

H. Etika Penelitian

Penelitian ini melibatkan obyek manusia maka tidak boleh bertentangan dengan etika agar responden dapat terlindungi untuk itu perlu adanya Surat Izin dari Kepala Sekolah SLTPN 2 Genteng, Kepala Desa Kaligondo Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi dan rekomendasi dari Ketua Program Studi D3 Kebidanan Poltekkes Majapahit Mojokerto. Setelah mendapatkan persetujuan penelitian dilakukan dengan menggunakan etika sebagai berikut :

a. Lembar Kuesioner

Diberikan kepada siswi kelas VII SLTPN 2 Genteng sebelum penelitian agar dapat mengetahui maksud peneliti.

b. Tanpa Nama

Tanpa lembaran pengumpulan data, nama responden tidak dicantumkan hanya diberi kode.

c. Kerahasiaan

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

I. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa hambatan seperti minimnya buku sumber yang kami miliki dikarenakan ada batasan minimal untuk tahun penerbitan sebuah judul buku yang berkaitan dengan penelitian ini, sehingga kami harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk mencari di daerah luar kota. Disamping itu peneliti masih sulit memahami pedoman penyusunan Karya Tulis Ilmiah karena kurangnya contoh referensi dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian tentang studi deskriptif tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi pada bulan Juli 2009.

SLTPN 2 Genteng terletak di Dusun Sumber Wadung, Desa Kaligondo, Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi. Sekolah yang luasnya 15.000.000 m dengan jumlah siswa 736 anak, dengan sarana dan prasarana yang cukup lengkap, sekolah ini juga mempersiapkan diri menuju sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional).

Hasil penelitian mengenai pengetahuan remaja putri tentang tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi diperoleh melalui kuesioner yang berisikan 8 pertanyaan yang diberikan kepada 60 siswa remaja putri secara random di SLTP Negeri 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi.

Berikut akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data terdiri dari data umum dan data khusus yang selanjutnya dilakukan proses analisa data.

1. Data Umum.

Tabel 4.1 Distribusi Umur Siswa (12-16 tahun) di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 15 Juli 2009.

No

Umur (Tahun)

Jumlah

Prosentase (%)

1

12

6

10,00

2

13

50

83,33

3

14

3

0,05

4

15

1

0,016

5

16

0

0

TOTAL

60

100

Sumber : Data primer hasil kuesioner yang diolah peneliti.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa siswa yang berumur 12 tahun sebanyak 6 orang (10,00 %), siswa yang berumur 13 tahun sebanyak 50 orang (83,33 %), siswa yang berumur 14 tahun sebanyak 3 orang (0,05 %), siswa yang berumur 15 tahun sebanyak 1 orang (0,016 %), siswa yang berumur 0 tahun sebanyak 0 orang (0 %).

Tabel 4.2 Distribusi Gizi Siswa di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 15 Juli 2009.

No

Gizi

Jumlah

Prosentase (%)

1

Baik

12

20,00

2

Cukup

46

76,67

3

Kurang baik

2

3,33

TOTAL

60

100,00

Sumber : Data primer hasil kuesioner yang diolah peneliti.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa siswa yang mempunyai gizi baik sebanyak 12 orang (20,00 %), siswa yang mempunyai gizi cukup sebanyak 46 orang (76,67 %), siswa yang mempunyai gizi kurang baik sebanyak 2 orang (3,33 %).

Tabel 4.3 Sumber Informasi Yang Di Dapat Siswa Tentang Menarche di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi pada tanggal 15 Juli 2009.

No

Pendidikan

Jumlah

Prosentase (%)

1

Televisi

12

20,00

2

Majalah

3

0,05

3

Orang Tua

45

75,00

TOTAL

60

100,00

Sumber : Data primer hasil kuesioner yang diolah peneliti.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat informasi dari televisi 12 orang (20,00 %), yang mendapat informasi dari majalah 3 orang (0,05 %), yang mendapat informasi dari orang tua 45 orang (75,00 %).

2. Data Khusus

Tabel 4.4 Distribusi Umur Siswa Terhadap Tingkat Kecemasan pada tanggal 16 Juli 2009.

No

Umur

(th)

å

Baik

Cukup

Kurang Baik

Tidak Baik

Total

å

%

å

%

å

%

å

%

å

%

1

12

6

-

-

-

-

1

1,67

5

8,33

6

10,00

2

13

50

-

-

7

11,66

15

25,00

28

46,67

50

83,33

3

14

3

-

-

3

5,00

-

-

-

-

3

0,05

4

15

1

-

-

1

1,67

-

-

-

-

1

0,016

5

16

0

-

-

-

-

-

-

-

-

0

0

Total

60

-

-

11

18,33

16

26,67

33

55,00

60

100

Sumber : Data primer hasil kuesioner yang diolah peneliti.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa siswa yang berusia 12 tahun 6 orang yang berpengetahuan kurang baik 1 orang (1,67 %), yang mempunyai pengetahuan tidak baik 5 orang (8,33 %), siswa yang berumur 13 tahun 50 orang yang mempunyai pengetahuan cukup 7 orang (11,66 %) mempunyai pengetahuan kurang baik 15 orang (25,00 %) mempunyai pengetahuan tidak baik 28 orang (46,67 %), siswa yang berusia 14 tahun 3 orang, yang mempunyai pengetahuan cukup (5,00 %), siswa yang berusia 15 tahun 1 orang, mempunyai pengetahuan cukup (1,67 %).

Tabel 4.5 Distribusi Gizi SiswaTerhadap Tingkat Kecemasan pada tanggal 16 Juli 2009.

No

Gizi

å

Baik

Cukup

Kurang Baik

Tidak Baik

Total

å

%

å

%

å

%

å

%

å

%

1

Baik

12

-

-

12

20,00

-

-

-

-

12

20,00

2

Cukup

46

-

-

10

16,66

34

56,67

2

3,33

46

76,67

3

Kurang

2

-

-

-

-

-

-

2

3,33

2

3,33

Total

60

-

-

22

36,66

34

56,67

4

6,66

60

100

Sumber : Data primer hasil kuesioner yang diolah peneliti.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa siswa gizi baik berjumlah 12 orang dengan kriteria cukup 12 orang (20,00 %), siswa gizi cukup hampir dominan yaitu berjumlah 46 orang dengan kriteria cukup 10 orang (16,66 %), yang berkriteria kurang baik 34 orang (56,67 %), yang berkriteria tidak baik 2 orang (3,33 %), siswa gizi kurang berjumlah 2 orang dengan kriteria tidak baik 2 orang (3,33 %).

Tabel 4.6 Tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche pada tanggal 16 Juli 2009.

No

Tingkat Kecemasan siswa dalam menghadapi menarche.

Jumlah

Prosentase (%)

1

Baik

-

-

2

Cukup

11

18,33

3

Kurang Baik

33

55,00

4

Tidak Baik

16

26,67

TOTAL

60

100,00

Sumber : Data primer hasil kuesioner yang diolah peneliti.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche dengan kriteria baik tidak ada, cukup 11 orang (18,33 %), kurang baik 33 orang (55,00 %) tidak baik 16 orang (26,67 %).

B. Pembahasan

Dalam pembahasan ini akan dibahas dari hasil analisa tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi tahun 2009. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Juli 2009 didapatkan 33 siswa (55,00 %) memiliki pengetahuan kurang baik. Hal ini dipengaruhi oleh minimnya informasi yang diterima. Informasi yang diterima dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan usia. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sosial budaya, lingkungan fisik, lingkungan sosial (Notoatmojo, 2003 : 120-121).

Di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi merupakan komunitas siswa-siswa yang beragam latar belakang. Tidak adanya sumber informasi yang benar, hal ini dipengaruhi oleh lingkungan sosial sekitar individu mempengaruhi perilaku dan penampilan seseorang (Notoatmojo, 2003 : 120).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi menarche meliputi: umur, status perkawinan, pendidikan, pendapatan, dan gizi, tetapi dalam penelitian ini subjek peneliti adalah siswa kelas 1 di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi sehingga faktor-faktor yang digunakan oleh peneliti yaitu umur dan gizi saja.

Tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi menarche di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi paling banyak terdapat pada kelompok umur 13 tahun seperti pada tabel 4.4 sebanyak 50 orang (83,33 %). Semakin cukup usia, tingkat pengetahuan atau kematangan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan menerima informasi (Latipun, 2001 : 232).

Kebutuhan gizi siswa ternyata sangat berpengaruh terhadap tingkat kecemasan dalam menghadapi menarche, terbukti pada tabel 4.5 tentang distribusi gizi siswa terhadap tingkat kecemasan, semakin baik gizi siswa tersebut semakin baik pula kondisi siswa dalam menghadapi menarche.

Sumber informasi yang di dapat siswa tentang menarche di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi dari orang tua, teman, guru dan media massa seperti majalah, TV dan internet. Orang tua sangat berperan penting dalam hal pemberian bimbingan karena lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat dekat dengan siswa, ini dapat dilihat pada tabel 4.3 dimana yang lebih dominan dalam pemberian sumber informasi yaitu berasal dari orang tua yang berjumlah 45 (75,00 %), yang ke dua adalah lingkungan masyarakat.

Yang tidak kalah pentingnya adalah media elektronika yaitu televisi. Faedah alat bantu seperti pemutaran video kaset adalah mempermudah penerimaan informasi, karena 75%-87% pengindraan melalui mata (Notoatmojo, 2003 : 64).

Sedangkan bentuk komunikasi dimana seorang komunikan dan komunikator dapat langsung tatap mata sehingga stimulus yaitu pesan/ informasi yang disampaikan komunikan dapat langsung direspon pada saat itu juga. Apabila tidak jelas dapat langsung diklarifikasi kepada komunikator (Notoatmojo, 2002 : 75).

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini peneliti merasa masih banyak kekurangan karena keterbatasan waktu dan pengalaman dalam melakukan penelitian. Semoga peneliti selanjutnya lebih sempurna.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data analisis dapat disimpulkan sebagai berikut :

Mayoritas siswa 83,33 % yang dipengaruhi umur, meliputi : 7 siswa dengan tingkat kecemasan cukup (11,66 %), 15 siswa dengan tingkat kecemasan kurang baik (25,00 %), 28 siswa dengan tingkat kecemasan tidak baik (46,67 %); Mayoritas siswa 76,67 % yang dipengaruhi gizi, meliputi: 10 siswa dengan tingkat kecemasan cukup (16,66 %), 34 siswa dengan tingkat kecemasan kurang baik (56,67 %), 2 siswa dengan tingkat kecemasan tidak baik (3,33 %); Mayoritas siswa 55,00 % memiliki tingkat kecemasan yang kurang baik karena karena dipengaruhi umur siswa, tingkat gizi, dan sumber informasi yang didapat siswa.

B. Saran

1. Bagi Tempat Penelitian

Agar pihak sekolah dapat memasukkan materi mengenai tingkat kecemasan dalam menghadapi menarche dalam mata pelajaran yang diajarkan di sekolah seperti dalam pelajaran biologi atau melalui kegiatan ekstra kurikuler lain guna memberikan tambahan pengetahuan dan informasi mengenai tingkat kecemasan dalam menghadapi menarche bagi siswanya terutama remaja putri dalam masa pubertas serta melakukan pembinaan secara periodik pada siswa tentang pengetahuan kesehatan reproduksi.

2. Bagi AKBID Poltekkes Mojopahit Mojokerto.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan bacaan di perpustakaan.

3. Bagi Siswa

Agar para remaja putri khususnya remaja putri kelas 1 di SLTPN 2 Genteng Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi untuk dapat lebih aktif dalam menggali pengetahuan tentang tingkat kecemasan dalam menghadapi menarche.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Mighwar, 2000. Psikologi Remaja, Jakarta : Rineka Cipta

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Brenda, Goodner. 1995. Panduan Tindakan Keperawatan Klinis Praktis. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Jual1. 1999. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Dorland. 2000. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC

Hadi, Sutrisno. 2002. Metodologi Research Jilid 2. Yogyakarta : Andi Offset

Kasdu, Dini. 2005. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta : Puspa Swara

Lie, Stephen. 2004. Terapi Vegetarian Untuk Penyakit Kewanitaan. Jakarta : Prestasi Pustaka

Lioni, ida. 2008. Hamilton Anxiety Range Scale. http://idalioniells.multiply.com. 8 Maret 2009

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ihnu Keperawatan Edisi I. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ihnu Keperawatan Edisi II. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam @ Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV. Agung Seto

Okparasta. 2008. Dismenorea. http://fkunsri.wordpress.com , 8 Maret 2009

Owen, Elizabeth. 2005. Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Widya Medika

Raybun, William. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika

Santoso, Budi dr. 2007. Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : SKP

Stuart & Sundden. 1998. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Sugiono. 2002. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabet

Sulaiman, Sastrawinata. 2004. Ginekologi. Bandung : Elstar Offset.