Rabu, 19 Oktober 2011

Penilaian Status Gizi Ibu Hamil, Sistem Rujukan, Konsep Dasar Kebidanan Komunitas

Penilaian Status Gizi Ibu Hamil

Status gizi pada dasarnya merupakan akibat jangka panjang dari keadaan konsumsi makanan kita setiap hari. Berapa besar kita memperhatikan kecukupan jumlah makanan serta mutu gizinya dengan jelas akan tercermin dalam status gizi. Status gizi ibu hamil menggambarkan kecukupan jumlah makanan serta mutu gizi yang dikonsumsi ibu selama hamil. Ibu hamil yang berada pada status gizi baik, sudah pasti ibu hamil tersebut memperhatikan jumlah dan mutu gizinya selama hamil (Herlina dan Djamilus, 2005).

Untuk mengetahui status gizi ibu hamil harus dilakukan pengukuran. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain: mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA), pertambahan berat badan dan mengukur kadar HB (Ayahbunda,2007).

Kelebihannya mengukur LILA jika dibandingkan dengan ukuran berat badan yaitu ukuran LILA lebih menggambarkan keadaan atau status gizi ibu hamil sendiri karena berat badan selama kehamilan merupakan berat badan komulatif antara pertambahan berat organ tubuh dan volume darah ibu serta berat janin yang dikandungnya. Kita tidak tahu pasti apakah pertambahan berat badan ibu selama hamil itu berasal dari pertambahan berat badan ibu, janin, atau keduanya. Selain itu, pembengkakan (oedema) yang biasa dialami ibu hamil, jarang mengenai lengan atas. Ini juga yang menyebabkan pengkuran LILA lebih baik untuk menilai status gizi ibu hamil ketimbang berat badan (Ayahbunda, 2007).

Status gizi ibu hamil akan sangat berperan dalam kehamilan baik terhadap ibu maupun janin, salah satu unsur gizi yang penting ketika hamil adalah zat besi. Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. jadi jika ibu hamil tidak memperhatikan status gizinya dengan baik maka akan mudah terkena anemia (Lubis, 2003).


SISTEM RUJUKAN

  1. A. PENDAHULUAN

Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Kita ketahui bersama bahwa tingginya kematian ibu dan bayi merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh bangsa kita. Pada pembelajaran sebelumnya, telah dibahas mengenai masalah 3T (tiga terlambat) yang melatar belakangi tingginya kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.

Dengan adanya system rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan ditunjukan pada kasus yang tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi factor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan.

Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika menghadapi penyulit. Jika bidan lemah atau lalai dalam melakukannya, akan berakibat fatal bagi keselamatan ibu dan bayi.

  1. B. TUJUAN INSTRAKSIONAL UMUM

Diharapakan mahasiswa melaksanakan manajerial asuhan kebidanan dikomunitas baik di rumah, posyandu, polindes dengan focus making pregnancy safer dan system rujukan.

  1. C. TUJUAN INSTRAKSIONAL KHUSUS
    1. Dapat memahami definisi system rujukan
    2. Dapat memahami tujuan system rujukan
    3. Dapat memahami jenis – jenis rujukan
    4. Dapat memahami jenjang tingkat tempat rujukan
    5. Dapat memahami jalur rujukan
    6. Dapat memahami mekanisme rujukan
  1. D. SUB POKOK BAHASAN / MATERI
    1. 1. Definisi

Rujukan adalah penyerahan tanggungjawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain

Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang timbul, baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi

  1. 2. Tujuan

Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan upaya kesehatan dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil guna

Tujuan system rujukan adalah Untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu

Tujuan system rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan AKI dan AKB

  1. 3. Jenis Rujukan
    1. Rujukan medic yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenangdan mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medic antara lain:

1) Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluaan diagnostic, pengobatan, tindakan opertif dan lain – lain.

2) Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lenih lengkap.

3) Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat.

  1. Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnyapencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan opersional
  1. 4. Jalur Rujukan

Dalam kaitan ini jalur rujukan untuk kasus gawat darurat dapat dilaksanakan sebagai berikut :

  1. Dari Kader

Dapat langsung merujuk ke :

1) Puskesmas pembantu

2) Pondok bersalin / bidan desa

3) Puskesmas / puskesmas rawat inap

4) Rumah sakit pemerintah / swasta

  1. Dari Posyandu

Dapat langsung merujuk ke :

1) Puskesmas pembantu

2) Pondok bersalin / bidan desa

3) Puskesmas / puskesmas rawat inap

4) Rumah sakit pemerintah / swasta

  1. Dari Puskesmas Pembantu

Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta

  1. Dari Pondok bersalin / Bidan Desa

Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta

  1. 5. Skema rujukan dan jenjang pelayanan kesehatan



  1. 6. Persiapan rujukan

Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan , disingkat “BAKSOKU” yang dijabarkan sebagai berikut :

B (bidang) : pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan

A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan – bahan yang diperlukan, seperti spuit, infus set, tensimeter, dan stetoskop

K (keluarga) : beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alas an mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima Ibu (klien) ke tempat rujukan.

S (surat) : beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat yang telah diterima ibu (klien)

O (obat) : bawa obat – obat esensial diperlukan selama perjalanan merujuk

K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat

U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di temapat rujukan

  1. 7. Keuntungan system rujukan
    1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga
    2. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing – masing
    3. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli
  1. 8. Mekanisme rujukan
    1. Menetukan kegawatdaruratan pada tingkat kader, bidan desa, pustu dan puskesmas

1) Pada tingkat Kader

Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena mereka belum dapat menetapkan tingkat kegawatdaruratan

2) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas

Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk

  1. Menetukan tempat tujuan rujukan

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

  1. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya perlu diberikan informasi tentang perlunya pendeerita segera dirujuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu
  2. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang ditunju melalui telepon atau radio komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
  3. Persiapan penderita

Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih dahulu. Keadaan umum ini perlu dipertahankan selama dalam perjalanan, Surat rujukan harus dipersiapkan si=esuai dengan format rujukan dan seorang bidan harus mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke tempat rujukan.

  1. Pengiriman penderita

Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/sarana transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita.

  1. Tindak lanjut penderita

1) Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak lanjut, dilakukan tindakan sesuai dengan saran yang diberikan.

2) Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor, maka dilakukan kunjungan rumah.

RUJUKAN KEBIDANAN

System rujukan dalam mekanisme pelayanan obtetrik adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbale-balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara vertical maupun horizontal.

Rujukan vertical maksudnya adalah rujukan dan komunikasi antara satu unit ke unit yang telah lengkap.

Indikasi perujukan ibu yaitu :

  1. Riwayat seksio sesaria
  2. Perdarahan per vaginam
  3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu)
  4. Ketuban pecah dengan mekonium yang kental
  5. Ketuban pecah lama (lebih kurang 24 jam)
  6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan
  7. Ikterus
  8. Anemia berat
  9. Tanda/gejala infeksi
  10. Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan
  11. TInggi fundus uteri 40 cm atau lebih
  12. Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin masuk 5/5
  13. Presentasi bukan belakang kepala
  14. Kehamilan gemeli
  15. Presentasi majemuk
  16. Tali pusat menumbung
  17. Syok
  1. E. RINGKASAN

Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang timbul, baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Yang bertujuan agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan AKI dan AKB.

Jenis system rujukan ada 2 macam yaitu rujukan medis dan rujukan kesehatan. Hal – hal yang harus dipersiapkan dalam rujukan yaitu “BAKSOKU”

  1. F. Evalusi dan kunci

Soal !!

  1. Sebutkan definisi system rujukan !
  2. Sebutkan dan jelaskan jenis system rujukan!
  3. Sebutkan langkah – langkah dalam mekanisme system rujukan !

Kunci !!

  1. Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang timbul, baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi
  2. - Rujukan medic yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenangdan mampu menangani secara rasional.

- Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap

  1. - Menentukan kegawatdaruratan penderita

- Menetukan tempat rujukan

- Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga

- Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju

- Persiapan penderita

- Pengiriman penderita

- Tindak lanjut penderita

  1. G. Referensi

Syafrudin & Hamidah, 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC

Meilani Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya


BAB I

KONSEP DASAR KEBIDANAN KOMUNITAS

  1. PENDAHULUAN

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangannya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di keluarga maupun di masyarakat. Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan pada ibu dan anak di komunitas diperlukan bidan komunitas yaitu bidan yang bekerja melayani ibu dan anak di suatu wilayah tertentu.

  1. TIU (Tujuan Instruksional Umum)

Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang konsep dasar kebidanan komunitas dengan baik dan benar.

  1. TIK(Tujuan Intruksional Umum) :
    1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi kebidanan komunitas.
    2. Mahasiswa mampu menjelaskan riwayat kebidanan komunitas di Indonesia.
    3. Mahasiswa mampu menjelaskan sasaran/ sasaran kebidanan komunitas.
    4. Mahasiswa mampu mejelaskan tujuan kebidanan komunitas.
    5. Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana bidan bekerja di komunitas.
    6. Mahasiswa mampu menjelaskan jaringan kerja kebidanan komunitas.
    7. Mahasiswa mampu menjelaskan visi Indonesia Sehat 2010.
  1. MATERI
    1. Definisi Kebidanan Komunitas

Konsep merupakan kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan berasal dari kata “bidan“. Menurut kesepakatan antara ICM; IFGO dan WHO tahun 1993, mengatakan bahwa bidan (midwife) adalah “seorang yang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang diakui oleh Pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat izin melakukan praktek kebidanan” (Syahlan, 1996 : 11).

Bidan di Indonesia (IBI) adalah “ seorang wanita yang mendapat pendidikan kebidanan formal dan lulus serta terdaftar di badan resmi pemerintah dan mendapat izin serta kewenangan melakukan kegiatan praktek mandiri” (50 Tahun IBI).

Kebidanan (Midwifery) mencakup pengetahuan yang dimiliki dan kegiatan pelayanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. (Syahlan, 1996 : 12).

Komunitas berasal dari bahasa Latin yaitu “Communitas” yang berarti kesamaan, dan juga “communis” yang berarti sama, publik ataupun banyak. Dapat diterjemahkan sebagai kelompok orang yang berada di suatu lokasi/ daerah/ area tertentu (Meilani, Niken dkk, 2009 : 1). Menurut Saunders (1991) komunitas adalah tempat atau kumpulan orang atau sistem sosial.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan definisi Kebidanan Komunitas sebagai segala aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan pasiennya dari gangguan kesehatan. Pengertian kebidanan komunitas yang lain menyebutkan upaya yang dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan Ibu dan Anak balita di dalam keluarga dan masyarakat. Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan (Spradly, 1985; Logan dan Dawkin, 1987 dalam Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 1)

Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat konsep utama dalam pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan, kesehatan dan pelayanan kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan dan paradigma sehat sehingga diharapkan tercapainya taraf kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani, Niken dkk, 2009 : 8).

  1. Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia

Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan di Indonesia dimana bidan sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kebidanan komunitas. Bidan yang bekerja melayani keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu disebut bidan komunitas (community midwife) (Syahlan, 1996 : 12). Di Indonesia istilah “bidan komunitas” tidak lazim digunakan sebagai panggilan bagi bidan yang bekerja di luar Rumah Sakit. Secara umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja di masyarakat termasuk bidan desa dikenal sebagai bidan komunitas.

Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan tenaga bidan yang bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini diarahkan untuk menghasilkan bidan yang mampu bekerja di desa.

Pendidikan tersebut adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B (PPB B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPB-B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan Akademi Perawat. PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun, berasal dari lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996. Kurikulum pendidikan bidan tersebut diatas disiapkan sedemikian rupa sehingga bidan yang dihasilkan mampu memberikan pelayanan kepada ibu dan anak balita di masyarakat terutama di desa. Disamping itu Departemen Kesehatan melatih para bidan yang telah dan akan bekerja untuk memperkenalkan kondisi dan masalah kesehatan serta penanggulangannya di desa terutama berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak balita. Mereka juga mendapat kesempatan dalam berbagai kegiatan untuk mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang bekerja di desa, puskesmas, puskesmas pembantu; dilihat dari tugasnya berfungsi sebagai bidan komunitas. (Syahlan, 1996 : 13)

  1. Masyarakat

    Fokus/ Sasaran Kebidanan Komunitas




Sasaran Utama

( Syahlan, 1996 : 16 )

Komuniti adalah sasaran pelayanan kebidanan komunitas. Di dalam komuniti terdapat kumpulan individu yang membentuk keluarga atau kelompok masyarakat. Dan sasaran utama pelayanan kebidanan komunitas adalah ibu dan anak.

Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya. ( Syahlan, 1996 : 16 )

Ibu : pra kehamilan, kehamilan, persalinan, nifas dan masa interval.

Anak : meningkatkan kesehatan anak dalam kandungan, bayi, balita, pra sekolah dan sekolah.

Keluarga : pelayanan ibu dan anak termasuk kontrasepsi, pemeliharaan anak, pemeliharaan ibu sesudah persalinan, perbaikan gizi, imunisasi dan kelompok usila (gangrep).

Masyarakat (community): remaja, calon ibu dan kelompok ibu.

Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat, sakit maupun yang mempunyai masalah kesehatan secara umum (Meilani, Niken dkk, 2009 : 9).

  1. Tujuan Pelayanan Kebidanan Komunitas

Pelayanan kebidanan komunitas adalah bagian dari upaya kesehatan keluarga. Kesehatan keluarga merupakan salah satu kegiatan dari upaya kesehatan di masyarakat yang ditujukan kepada keluarga. Penyelenggaraan kesehatan keluarga bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera. Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Jadi tujuan dari pelayanan kebidanan komunitas adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga sehingga terwujud keluarga sehat sejahtera dalam komunitas tertentu. ( Syahlan, 1996 : 15 )

  1. Bekerja di Komunitas

Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan di luar rumah sakit dan merupakan bagian atau kelanjutan dari pelayanan kebidanan yang di berikan rumah sakit. Misalnya : ibu yang melahirkan di rumah sakit dan setelah 3 hari kembali ke rumah. Pelayanan di rumah oleh bidan merupakan kegiatan kebidanan komunitas.

Pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas, kunjungan rumah dan melayani kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan kebidanan komunitas.

Sebagai bidan yang bekerja di komunitas maka bidan harus memahami perannya di komunitas, yaitu :

  1. Sebagai Pendidik

Dalam hal ini bidan berperan sebagai pendidik di masyarakat. Sebagai pendidik, bidan berupaya merubah perilaku komunitas di wilayah kerjanya sesuai dengan kaidah kesehatan. Tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan di komunitas dalam berperan sebagai pendidik masyarakat antara lain dengan memberikan penyuluhan di bidang kesehatan khususnya kesehatan ibu, anak dan keluarga. Penyuluhan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti ceramah, bimbingan, diskusi, demonstrasi dan sebagainya yang mana cara tersebut merupakan penyuluhan secara langsung. Sedangkan penyuluhan yang tidak langsung misalnya dengan poster, leaf let, spanduk dan sebagainya.

  1. Sebagai Pelaksana (Provider)

Sesuai dengan tugas pokok bidan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada komunitas. Disini bidan bertindak sebagai pelaksana pelayanan kebidanan. Sebagai pelaksana, bidan harus menguasai pengetahuan dan teknologi kebidanan serta melakukan kegiatan sebagai berikut :

1) Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pra perkawinan.

2) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas, menyusui dan masa interval dalam keluarga.

3) Pertolongan persalinan di rumah.

4) Tindakan pertolongan pertama pada kasus kebidanan dengan resiko tinggi di keluarga.

5) Pengobatan keluarga sesuai kewenangan.

6) Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi.

7) Pemeliharaan kesehatan anak balita.

  1. Sebagai Pengelola

Sesuai dengan kewenangannya bidan dapat melaksanakan kegiatan praktek mandiri. Bidan dapat mengelola sendiri pelayanan yang dilakukannya. Peran bidan di sini adalah sebagai pengelola kegiatan kebidanan di unit puskesmas, polindes, posyandu dan praktek bidan. Sebagai pengelola bidan memimpin dan mendayagunakan bidan lain atau tenaga kesehatan yang pendidikannya lebih rendah.

Contoh : praktek mandiri/ BPS

  1. Sebagai Peneliti

Bidan perlu mengkaji perkembangan kesehatan pasien yang dilayaninya, perkembangan keluarga dan masyarakat. Secara sederhana bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotersis dan hasil analisanya. Sehingga bila peran ini dilakukan oleh bidan, maka ia dapat mengetahui secara cepat tentang permasalahan komuniti yang dilayaninya dan dapat pula dengan segera melaksanakan tindakan.

  1. Sebagai Pemberdaya

Bidan perlu melibatkan individu, keluarga dan masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang terjadi. Bidan perlu menggerakkan individu, keluarga dan masyarakat untuk ikut berperan serta dalam upaya pemeliharaan kesehatan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.

  1. Sebagai Pembela klien (advokat)

Peran bidan sebagai penasehat didefinisikan sebagai kegiatan memberi informasi dan sokongan kepada seseorang sehingga mampu membuat keputusan yang terbaik dan memungkinkan bagi dirinya.

  1. Sebagai Kolaborator

Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain baik lintas program maupun sektoral.

  1. Sebagai Perencana

Melakukan bentuk perencanaan pelayanan kebidanan individu dan keluarga serta berpartisipasi dalam perencanaan program di masyarakat luas untuk suatu kebutuhan tertentu yang ada kaitannya dengan kesehatan. (Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 8)

Dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat bidan sewaktu – waktu bekerja dalam tim, misalnya kegiatan Puskesmas Keliling, dimana salah satu anggotanya adalah bidan.

  1. Jaringan Kerja

Beberapa jaringan kerja bidan di komunitas yaitu Puskesmas/ Puskesmas Pembantu, Polindes, Posyandu, BPS, Rumah pasien, Dasa Wisma, PKK. (Syahlan, 1996 : 235)

Di puskesmas bidan sebagai anggota tim bidan diharapkan dapat mengenali kegiatan yang akan dilakukan, mengenali dan menguasai fungsi dan tugas masing – masing, selalu berkomunikasi dengan pimpinan dan anggota lainnya, memberi dan menerima saran serta turut bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan tim dan hasilnya.

Di Polindes, Posyandu, BPS dan rumah pasien, bidan merupakan pimpinan tim/ leader di mana bidan diharapkan mampu berperan sebagai pengelola sekaligus pelaksana kegiatan kebidanan di komunitas. (Meilani, dkk, 2009 : 11)

Dalam jaringan kerja bidan di komunitas diperlukan kerjasama lintas program dan lintas sektor. Kerjasama lintas program merupakan bentuk kerjasama yang dilaksanakan di dalam satu instansi terkait, misalnya : imunisasi, pemberian tablet FE, Vitamin A, PMT dan sebagainya. Sedangkan kerjasama lintas sektor merupakan kerjasama yang melibatkan institusi/ departemen lain, misalnya : Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan sebagainya.

  1. Visi Misi Indonesia Sehat 2010
    1. Visi Indonesia Sehat 2010

Terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang mayoritas penduduknya hidup dalam lingkungan sehat, mempunyai perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah RI.

  1. Misi Indonesia Sehat 2010

Adapun Misi Indonesia Sehat 2010 adalah :

1) Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

2) Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3) Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.

4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya. ((Meilani, dkk, 2009 : 15)

Updating Visi & Misi Indonesia Sehat…..

  1. RINGKASAN

Kebidanan komunitas adalah memberikan asuhan kebidanan pada masyarakat baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang terfokus pada pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), kesehatan reproduksi termasuk usia wanita adiyuswa secara paripurna. Hubungan-hubungan individual dalam sebuah komunitas akan membangun dan mendukung terbentuknya suatu system kepercayaan atau keyakinan baik tentang arti keluarga, konsep sehat maupun sakit sehingga diperlukan bidan di masyarakat. Kebidanan komunitas merupakan konsep dasar bidan melayani keluarga dan masyarakat yang mencakup bidan sebagai penyedia layanan dan komunitas sebagai sasaran yang dipengaruhi oleh IPTEK dan lingkungan.

Komunitas digambarkan sebagai sebuah lingkungan fisik dimana seorang tinggal beserta aspek-aspek sosialnya. Hubungan-hubungan individual dalam sebuah komunitas akan membangun dan mendukung terbentuknya suatu system kepercayaan atau keyakinan baik tentang arti keluarga, konsep sehat maupun sakit.

Masyarakat setempat menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dimana factor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar diantara para anggotanya, dibandingkan dengan penduduk diluar batas wilayah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan social yang ditandai oleh suatu derajat hubungan social tertentu.

Pembangunan kesehatan yang dimaknakan sebagai proses yang terus menerus dan progresif untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat tertuang dalam Visi dan Misi Indonesia Sehat 2010 yang merupakan salah satu tanggung jawab bidan di komunitas. Salah satu program yang didalamnya termaktub mengenai kebidanan komunitas adalah program upaya kesehatan. Adapaun salah satu sasaran dalam upaya kesehatan yang berhubungan dengan peran dan fungsi bidan adalah upaya untuk meningkatkan prosentase pelayanan kesehatan dasar dan rujukan sesuai Quality Assurance, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 75 %, penanganan komplikasi obstetri 12%, pembinaan balita dan prasekolah menjadi 80 %, pelayanan antenatal, post natal dan neonatal menjadi 90 %.

  1. EVALUASI DAN KUNCI
    1. Jelaskan pengertian kebidanan komunitas !

Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan

  1. Jelaskan riwayat pendidikan kebidanan komunitas di Indonesia !

Pendidikan bagi bidan antara lain program pendidikan bidan A (PPB A), B (PPB B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPB-B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan Akademi Perawat. PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun, berasal dari lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996

  1. Sebutkan sasaran pelayanan kebidanan komunitas !

Individu (ibu dan anak), keluarga dan masyarakat.

  1. Jelaskan tujuan pelayanan kebidanan komunitas !

Tujuan dari pelayanan kebidanan komunitas adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga sehingga terwujud keluarga sehat sejahtera dalam komunitas tertentu

  1. Sebutkan peran bidan saat bekerja di komunitas !

Peran sebagai pendidik, pengelola, pelaksana, peneliti, pemberdaya, advokat, kolaborator dan perencana.

  1. Jelaskan jaringan kerja kebidanan komunitas !

Jaringan kerja kebidanan komunitas antara lain puskesmas/ puskesmas pembantu dimana bidan sebagai anggota tim, bisa juga di Polindes, Posyandu, BPS ataupun rumah pasien sebagai pemimpin tim sekaligus sebagai pengelola dan pelaksana.

  1. Jelaskan visi Indonesia Sehat 2010 !

Terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang mayoritas penduduknya hidup dalam lingkungan sehat, mempunyai perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah RI.

  1. Sebutkan misi Indonesia Sehat 2010 !
    1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
    2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
    3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.
    4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya
  1. DAFTAR PUSTAKA
    1. Varney H, Varneys Midwifery, Jones & Bartlet Publisher, London S:1997 (BA-1)
    2. Depkes RI, 1999. Bidan di Masyrakat, Jakarta (BA-3)
    3. Syahlan, J.H, 1996. Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan, Jakarta.
    4. Meilani, Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas. Fitramaya. Yogyakarta.
    5. Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. EGC. Jakarta.
    6. Walsh, Linda V. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. EGC. Jakarta

Penilaian Status Gizi Ibu Hamil, Sistem Rujukan, Konsep Dasar Kebidanan Komunitas

Penilaian Status Gizi Ibu Hamil

Status gizi pada dasarnya merupakan akibat jangka panjang dari keadaan konsumsi makanan kita setiap hari. Berapa besar kita memperhatikan kecukupan jumlah makanan serta mutu gizinya dengan jelas akan tercermin dalam status gizi. Status gizi ibu hamil menggambarkan kecukupan jumlah makanan serta mutu gizi yang dikonsumsi ibu selama hamil. Ibu hamil yang berada pada status gizi baik, sudah pasti ibu hamil tersebut memperhatikan jumlah dan mutu gizinya selama hamil (Herlina dan Djamilus, 2005).

Untuk mengetahui status gizi ibu hamil harus dilakukan pengukuran. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain: mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA), pertambahan berat badan dan mengukur kadar HB (Ayahbunda,2007).

Kelebihannya mengukur LILA jika dibandingkan dengan ukuran berat badan yaitu ukuran LILA lebih menggambarkan keadaan atau status gizi ibu hamil sendiri karena berat badan selama kehamilan merupakan berat badan komulatif antara pertambahan berat organ tubuh dan volume darah ibu serta berat janin yang dikandungnya. Kita tidak tahu pasti apakah pertambahan berat badan ibu selama hamil itu berasal dari pertambahan berat badan ibu, janin, atau keduanya. Selain itu, pembengkakan (oedema) yang biasa dialami ibu hamil, jarang mengenai lengan atas. Ini juga yang menyebabkan pengkuran LILA lebih baik untuk menilai status gizi ibu hamil ketimbang berat badan (Ayahbunda, 2007).

Status gizi ibu hamil akan sangat berperan dalam kehamilan baik terhadap ibu maupun janin, salah satu unsur gizi yang penting ketika hamil adalah zat besi. Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. jadi jika ibu hamil tidak memperhatikan status gizinya dengan baik maka akan mudah terkena anemia (Lubis, 2003).


SISTEM RUJUKAN

  1. A. PENDAHULUAN

Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Kita ketahui bersama bahwa tingginya kematian ibu dan bayi merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh bangsa kita. Pada pembelajaran sebelumnya, telah dibahas mengenai masalah 3T (tiga terlambat) yang melatar belakangi tingginya kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.

Dengan adanya system rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan ditunjukan pada kasus yang tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi factor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan.

Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika menghadapi penyulit. Jika bidan lemah atau lalai dalam melakukannya, akan berakibat fatal bagi keselamatan ibu dan bayi.

  1. B. TUJUAN INSTRAKSIONAL UMUM

Diharapakan mahasiswa melaksanakan manajerial asuhan kebidanan dikomunitas baik di rumah, posyandu, polindes dengan focus making pregnancy safer dan system rujukan.

  1. C. TUJUAN INSTRAKSIONAL KHUSUS
    1. Dapat memahami definisi system rujukan
    2. Dapat memahami tujuan system rujukan
    3. Dapat memahami jenis – jenis rujukan
    4. Dapat memahami jenjang tingkat tempat rujukan
    5. Dapat memahami jalur rujukan
    6. Dapat memahami mekanisme rujukan
  1. D. SUB POKOK BAHASAN / MATERI
    1. 1. Definisi

Rujukan adalah penyerahan tanggungjawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain

Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang timbul, baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi

  1. 2. Tujuan

Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan upaya kesehatan dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil guna

Tujuan system rujukan adalah Untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu

Tujuan system rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan AKI dan AKB

  1. 3. Jenis Rujukan
    1. Rujukan medic yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenangdan mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medic antara lain:

1) Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluaan diagnostic, pengobatan, tindakan opertif dan lain – lain.

2) Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lenih lengkap.

3) Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat.

  1. Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnyapencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan opersional
  1. 4. Jalur Rujukan

Dalam kaitan ini jalur rujukan untuk kasus gawat darurat dapat dilaksanakan sebagai berikut :

  1. Dari Kader

Dapat langsung merujuk ke :

1) Puskesmas pembantu

2) Pondok bersalin / bidan desa

3) Puskesmas / puskesmas rawat inap

4) Rumah sakit pemerintah / swasta

  1. Dari Posyandu

Dapat langsung merujuk ke :

1) Puskesmas pembantu

2) Pondok bersalin / bidan desa

3) Puskesmas / puskesmas rawat inap

4) Rumah sakit pemerintah / swasta

  1. Dari Puskesmas Pembantu

Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta

  1. Dari Pondok bersalin / Bidan Desa

Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta

  1. 5. Skema rujukan dan jenjang pelayanan kesehatan



  1. 6. Persiapan rujukan

Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan , disingkat “BAKSOKU” yang dijabarkan sebagai berikut :

B (bidang) : pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan

A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan – bahan yang diperlukan, seperti spuit, infus set, tensimeter, dan stetoskop

K (keluarga) : beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alas an mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima Ibu (klien) ke tempat rujukan.

S (surat) : beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat yang telah diterima ibu (klien)

O (obat) : bawa obat – obat esensial diperlukan selama perjalanan merujuk

K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat

U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di temapat rujukan

  1. 7. Keuntungan system rujukan
    1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga
    2. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing – masing
    3. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli
  1. 8. Mekanisme rujukan
    1. Menetukan kegawatdaruratan pada tingkat kader, bidan desa, pustu dan puskesmas

1) Pada tingkat Kader

Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena mereka belum dapat menetapkan tingkat kegawatdaruratan

2) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas

Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk

  1. Menetukan tempat tujuan rujukan

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

  1. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya perlu diberikan informasi tentang perlunya pendeerita segera dirujuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu
  2. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang ditunju melalui telepon atau radio komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
  3. Persiapan penderita

Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih dahulu. Keadaan umum ini perlu dipertahankan selama dalam perjalanan, Surat rujukan harus dipersiapkan si=esuai dengan format rujukan dan seorang bidan harus mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke tempat rujukan.

  1. Pengiriman penderita

Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/sarana transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita.

  1. Tindak lanjut penderita

1) Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak lanjut, dilakukan tindakan sesuai dengan saran yang diberikan.

2) Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor, maka dilakukan kunjungan rumah.

RUJUKAN KEBIDANAN

System rujukan dalam mekanisme pelayanan obtetrik adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbale-balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara vertical maupun horizontal.

Rujukan vertical maksudnya adalah rujukan dan komunikasi antara satu unit ke unit yang telah lengkap.

Indikasi perujukan ibu yaitu :

  1. Riwayat seksio sesaria
  2. Perdarahan per vaginam
  3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu)
  4. Ketuban pecah dengan mekonium yang kental
  5. Ketuban pecah lama (lebih kurang 24 jam)
  6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan
  7. Ikterus
  8. Anemia berat
  9. Tanda/gejala infeksi
  10. Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan
  11. TInggi fundus uteri 40 cm atau lebih
  12. Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin masuk 5/5
  13. Presentasi bukan belakang kepala
  14. Kehamilan gemeli
  15. Presentasi majemuk
  16. Tali pusat menumbung
  17. Syok
  1. E. RINGKASAN

Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang timbul, baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Yang bertujuan agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan AKI dan AKB.

Jenis system rujukan ada 2 macam yaitu rujukan medis dan rujukan kesehatan. Hal – hal yang harus dipersiapkan dalam rujukan yaitu “BAKSOKU”

  1. F. Evalusi dan kunci

Soal !!

  1. Sebutkan definisi system rujukan !
  2. Sebutkan dan jelaskan jenis system rujukan!
  3. Sebutkan langkah – langkah dalam mekanisme system rujukan !

Kunci !!

  1. Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang timbul, baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi
  2. - Rujukan medic yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenangdan mampu menangani secara rasional.

- Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap

  1. - Menentukan kegawatdaruratan penderita

- Menetukan tempat rujukan

- Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga

- Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju

- Persiapan penderita

- Pengiriman penderita

- Tindak lanjut penderita

  1. G. Referensi

Syafrudin & Hamidah, 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC

Meilani Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya


BAB I

KONSEP DASAR KEBIDANAN KOMUNITAS

  1. PENDAHULUAN

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangannya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di keluarga maupun di masyarakat. Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan pada ibu dan anak di komunitas diperlukan bidan komunitas yaitu bidan yang bekerja melayani ibu dan anak di suatu wilayah tertentu.

  1. TIU (Tujuan Instruksional Umum)

Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang konsep dasar kebidanan komunitas dengan baik dan benar.

  1. TIK(Tujuan Intruksional Umum) :
    1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi kebidanan komunitas.
    2. Mahasiswa mampu menjelaskan riwayat kebidanan komunitas di Indonesia.
    3. Mahasiswa mampu menjelaskan sasaran/ sasaran kebidanan komunitas.
    4. Mahasiswa mampu mejelaskan tujuan kebidanan komunitas.
    5. Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana bidan bekerja di komunitas.
    6. Mahasiswa mampu menjelaskan jaringan kerja kebidanan komunitas.
    7. Mahasiswa mampu menjelaskan visi Indonesia Sehat 2010.
  1. MATERI
    1. Definisi Kebidanan Komunitas

Konsep merupakan kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan berasal dari kata “bidan“. Menurut kesepakatan antara ICM; IFGO dan WHO tahun 1993, mengatakan bahwa bidan (midwife) adalah “seorang yang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang diakui oleh Pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat izin melakukan praktek kebidanan” (Syahlan, 1996 : 11).

Bidan di Indonesia (IBI) adalah “ seorang wanita yang mendapat pendidikan kebidanan formal dan lulus serta terdaftar di badan resmi pemerintah dan mendapat izin serta kewenangan melakukan kegiatan praktek mandiri” (50 Tahun IBI).

Kebidanan (Midwifery) mencakup pengetahuan yang dimiliki dan kegiatan pelayanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. (Syahlan, 1996 : 12).

Komunitas berasal dari bahasa Latin yaitu “Communitas” yang berarti kesamaan, dan juga “communis” yang berarti sama, publik ataupun banyak. Dapat diterjemahkan sebagai kelompok orang yang berada di suatu lokasi/ daerah/ area tertentu (Meilani, Niken dkk, 2009 : 1). Menurut Saunders (1991) komunitas adalah tempat atau kumpulan orang atau sistem sosial.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan definisi Kebidanan Komunitas sebagai segala aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan pasiennya dari gangguan kesehatan. Pengertian kebidanan komunitas yang lain menyebutkan upaya yang dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan Ibu dan Anak balita di dalam keluarga dan masyarakat. Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan (Spradly, 1985; Logan dan Dawkin, 1987 dalam Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 1)

Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat konsep utama dalam pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan, kesehatan dan pelayanan kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan dan paradigma sehat sehingga diharapkan tercapainya taraf kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani, Niken dkk, 2009 : 8).

  1. Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia

Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan di Indonesia dimana bidan sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kebidanan komunitas. Bidan yang bekerja melayani keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu disebut bidan komunitas (community midwife) (Syahlan, 1996 : 12). Di Indonesia istilah “bidan komunitas” tidak lazim digunakan sebagai panggilan bagi bidan yang bekerja di luar Rumah Sakit. Secara umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja di masyarakat termasuk bidan desa dikenal sebagai bidan komunitas.

Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan tenaga bidan yang bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini diarahkan untuk menghasilkan bidan yang mampu bekerja di desa.

Pendidikan tersebut adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B (PPB B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPB-B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan Akademi Perawat. PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun, berasal dari lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996. Kurikulum pendidikan bidan tersebut diatas disiapkan sedemikian rupa sehingga bidan yang dihasilkan mampu memberikan pelayanan kepada ibu dan anak balita di masyarakat terutama di desa. Disamping itu Departemen Kesehatan melatih para bidan yang telah dan akan bekerja untuk memperkenalkan kondisi dan masalah kesehatan serta penanggulangannya di desa terutama berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak balita. Mereka juga mendapat kesempatan dalam berbagai kegiatan untuk mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang bekerja di desa, puskesmas, puskesmas pembantu; dilihat dari tugasnya berfungsi sebagai bidan komunitas. (Syahlan, 1996 : 13)

  1. Masyarakat

    Fokus/ Sasaran Kebidanan Komunitas




Sasaran Utama

( Syahlan, 1996 : 16 )

Komuniti adalah sasaran pelayanan kebidanan komunitas. Di dalam komuniti terdapat kumpulan individu yang membentuk keluarga atau kelompok masyarakat. Dan sasaran utama pelayanan kebidanan komunitas adalah ibu dan anak.

Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya. ( Syahlan, 1996 : 16 )

Ibu : pra kehamilan, kehamilan, persalinan, nifas dan masa interval.

Anak : meningkatkan kesehatan anak dalam kandungan, bayi, balita, pra sekolah dan sekolah.

Keluarga : pelayanan ibu dan anak termasuk kontrasepsi, pemeliharaan anak, pemeliharaan ibu sesudah persalinan, perbaikan gizi, imunisasi dan kelompok usila (gangrep).

Masyarakat (community): remaja, calon ibu dan kelompok ibu.

Sasaran pelayanan kebidanan komunitas adalah individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat, sakit maupun yang mempunyai masalah kesehatan secara umum (Meilani, Niken dkk, 2009 : 9).

  1. Tujuan Pelayanan Kebidanan Komunitas

Pelayanan kebidanan komunitas adalah bagian dari upaya kesehatan keluarga. Kesehatan keluarga merupakan salah satu kegiatan dari upaya kesehatan di masyarakat yang ditujukan kepada keluarga. Penyelenggaraan kesehatan keluarga bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera. Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Jadi tujuan dari pelayanan kebidanan komunitas adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga sehingga terwujud keluarga sehat sejahtera dalam komunitas tertentu. ( Syahlan, 1996 : 15 )

  1. Bekerja di Komunitas

Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan di luar rumah sakit dan merupakan bagian atau kelanjutan dari pelayanan kebidanan yang di berikan rumah sakit. Misalnya : ibu yang melahirkan di rumah sakit dan setelah 3 hari kembali ke rumah. Pelayanan di rumah oleh bidan merupakan kegiatan kebidanan komunitas.

Pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas, kunjungan rumah dan melayani kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan kebidanan komunitas.

Sebagai bidan yang bekerja di komunitas maka bidan harus memahami perannya di komunitas, yaitu :

  1. Sebagai Pendidik

Dalam hal ini bidan berperan sebagai pendidik di masyarakat. Sebagai pendidik, bidan berupaya merubah perilaku komunitas di wilayah kerjanya sesuai dengan kaidah kesehatan. Tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan di komunitas dalam berperan sebagai pendidik masyarakat antara lain dengan memberikan penyuluhan di bidang kesehatan khususnya kesehatan ibu, anak dan keluarga. Penyuluhan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti ceramah, bimbingan, diskusi, demonstrasi dan sebagainya yang mana cara tersebut merupakan penyuluhan secara langsung. Sedangkan penyuluhan yang tidak langsung misalnya dengan poster, leaf let, spanduk dan sebagainya.

  1. Sebagai Pelaksana (Provider)

Sesuai dengan tugas pokok bidan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada komunitas. Disini bidan bertindak sebagai pelaksana pelayanan kebidanan. Sebagai pelaksana, bidan harus menguasai pengetahuan dan teknologi kebidanan serta melakukan kegiatan sebagai berikut :

1) Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pra perkawinan.

2) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas, menyusui dan masa interval dalam keluarga.

3) Pertolongan persalinan di rumah.

4) Tindakan pertolongan pertama pada kasus kebidanan dengan resiko tinggi di keluarga.

5) Pengobatan keluarga sesuai kewenangan.

6) Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi.

7) Pemeliharaan kesehatan anak balita.

  1. Sebagai Pengelola

Sesuai dengan kewenangannya bidan dapat melaksanakan kegiatan praktek mandiri. Bidan dapat mengelola sendiri pelayanan yang dilakukannya. Peran bidan di sini adalah sebagai pengelola kegiatan kebidanan di unit puskesmas, polindes, posyandu dan praktek bidan. Sebagai pengelola bidan memimpin dan mendayagunakan bidan lain atau tenaga kesehatan yang pendidikannya lebih rendah.

Contoh : praktek mandiri/ BPS

  1. Sebagai Peneliti

Bidan perlu mengkaji perkembangan kesehatan pasien yang dilayaninya, perkembangan keluarga dan masyarakat. Secara sederhana bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotersis dan hasil analisanya. Sehingga bila peran ini dilakukan oleh bidan, maka ia dapat mengetahui secara cepat tentang permasalahan komuniti yang dilayaninya dan dapat pula dengan segera melaksanakan tindakan.

  1. Sebagai Pemberdaya

Bidan perlu melibatkan individu, keluarga dan masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang terjadi. Bidan perlu menggerakkan individu, keluarga dan masyarakat untuk ikut berperan serta dalam upaya pemeliharaan kesehatan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.

  1. Sebagai Pembela klien (advokat)

Peran bidan sebagai penasehat didefinisikan sebagai kegiatan memberi informasi dan sokongan kepada seseorang sehingga mampu membuat keputusan yang terbaik dan memungkinkan bagi dirinya.

  1. Sebagai Kolaborator

Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain baik lintas program maupun sektoral.

  1. Sebagai Perencana

Melakukan bentuk perencanaan pelayanan kebidanan individu dan keluarga serta berpartisipasi dalam perencanaan program di masyarakat luas untuk suatu kebutuhan tertentu yang ada kaitannya dengan kesehatan. (Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 8)

Dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat bidan sewaktu – waktu bekerja dalam tim, misalnya kegiatan Puskesmas Keliling, dimana salah satu anggotanya adalah bidan.

  1. Jaringan Kerja

Beberapa jaringan kerja bidan di komunitas yaitu Puskesmas/ Puskesmas Pembantu, Polindes, Posyandu, BPS, Rumah pasien, Dasa Wisma, PKK. (Syahlan, 1996 : 235)

Di puskesmas bidan sebagai anggota tim bidan diharapkan dapat mengenali kegiatan yang akan dilakukan, mengenali dan menguasai fungsi dan tugas masing – masing, selalu berkomunikasi dengan pimpinan dan anggota lainnya, memberi dan menerima saran serta turut bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan tim dan hasilnya.

Di Polindes, Posyandu, BPS dan rumah pasien, bidan merupakan pimpinan tim/ leader di mana bidan diharapkan mampu berperan sebagai pengelola sekaligus pelaksana kegiatan kebidanan di komunitas. (Meilani, dkk, 2009 : 11)

Dalam jaringan kerja bidan di komunitas diperlukan kerjasama lintas program dan lintas sektor. Kerjasama lintas program merupakan bentuk kerjasama yang dilaksanakan di dalam satu instansi terkait, misalnya : imunisasi, pemberian tablet FE, Vitamin A, PMT dan sebagainya. Sedangkan kerjasama lintas sektor merupakan kerjasama yang melibatkan institusi/ departemen lain, misalnya : Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan sebagainya.

  1. Visi Misi Indonesia Sehat 2010
    1. Visi Indonesia Sehat 2010

Terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang mayoritas penduduknya hidup dalam lingkungan sehat, mempunyai perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah RI.

  1. Misi Indonesia Sehat 2010

Adapun Misi Indonesia Sehat 2010 adalah :

1) Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

2) Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3) Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.

4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya. ((Meilani, dkk, 2009 : 15)

Updating Visi & Misi Indonesia Sehat…..

  1. RINGKASAN

Kebidanan komunitas adalah memberikan asuhan kebidanan pada masyarakat baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang terfokus pada pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), kesehatan reproduksi termasuk usia wanita adiyuswa secara paripurna. Hubungan-hubungan individual dalam sebuah komunitas akan membangun dan mendukung terbentuknya suatu system kepercayaan atau keyakinan baik tentang arti keluarga, konsep sehat maupun sakit sehingga diperlukan bidan di masyarakat. Kebidanan komunitas merupakan konsep dasar bidan melayani keluarga dan masyarakat yang mencakup bidan sebagai penyedia layanan dan komunitas sebagai sasaran yang dipengaruhi oleh IPTEK dan lingkungan.

Komunitas digambarkan sebagai sebuah lingkungan fisik dimana seorang tinggal beserta aspek-aspek sosialnya. Hubungan-hubungan individual dalam sebuah komunitas akan membangun dan mendukung terbentuknya suatu system kepercayaan atau keyakinan baik tentang arti keluarga, konsep sehat maupun sakit.

Masyarakat setempat menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dimana factor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar diantara para anggotanya, dibandingkan dengan penduduk diluar batas wilayah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan social yang ditandai oleh suatu derajat hubungan social tertentu.

Pembangunan kesehatan yang dimaknakan sebagai proses yang terus menerus dan progresif untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat tertuang dalam Visi dan Misi Indonesia Sehat 2010 yang merupakan salah satu tanggung jawab bidan di komunitas. Salah satu program yang didalamnya termaktub mengenai kebidanan komunitas adalah program upaya kesehatan. Adapaun salah satu sasaran dalam upaya kesehatan yang berhubungan dengan peran dan fungsi bidan adalah upaya untuk meningkatkan prosentase pelayanan kesehatan dasar dan rujukan sesuai Quality Assurance, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 75 %, penanganan komplikasi obstetri 12%, pembinaan balita dan prasekolah menjadi 80 %, pelayanan antenatal, post natal dan neonatal menjadi 90 %.

  1. EVALUASI DAN KUNCI
    1. Jelaskan pengertian kebidanan komunitas !

Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan

  1. Jelaskan riwayat pendidikan kebidanan komunitas di Indonesia !

Pendidikan bagi bidan antara lain program pendidikan bidan A (PPB A), B (PPB B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPB-B,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan Akademi Perawat. PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun, berasal dari lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996

  1. Sebutkan sasaran pelayanan kebidanan komunitas !

Individu (ibu dan anak), keluarga dan masyarakat.

  1. Jelaskan tujuan pelayanan kebidanan komunitas !

Tujuan dari pelayanan kebidanan komunitas adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak balita di dalam keluarga sehingga terwujud keluarga sehat sejahtera dalam komunitas tertentu

  1. Sebutkan peran bidan saat bekerja di komunitas !

Peran sebagai pendidik, pengelola, pelaksana, peneliti, pemberdaya, advokat, kolaborator dan perencana.

  1. Jelaskan jaringan kerja kebidanan komunitas !

Jaringan kerja kebidanan komunitas antara lain puskesmas/ puskesmas pembantu dimana bidan sebagai anggota tim, bisa juga di Polindes, Posyandu, BPS ataupun rumah pasien sebagai pemimpin tim sekaligus sebagai pengelola dan pelaksana.

  1. Jelaskan visi Indonesia Sehat 2010 !

Terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang mayoritas penduduknya hidup dalam lingkungan sehat, mempunyai perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah RI.

  1. Sebutkan misi Indonesia Sehat 2010 !
    1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
    2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
    3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.
    4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya
  1. DAFTAR PUSTAKA
    1. Varney H, Varneys Midwifery, Jones & Bartlet Publisher, London S:1997 (BA-1)
    2. Depkes RI, 1999. Bidan di Masyrakat, Jakarta (BA-3)
    3. Syahlan, J.H, 1996. Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan, Jakarta.
    4. Meilani, Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas. Fitramaya. Yogyakarta.
    5. Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. EGC. Jakarta.
    6. Walsh, Linda V. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. EGC. Jakarta

Senin, 17 Oktober 2011

PERUMUSAN INDIKATOR DALAM ILMU KESEHATAN

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menentukan keberhasilan suatu negara akan suatu proses pembangunannya diperlukan suatu indikator indikator secara menyeluruh dari berbagai aspek. Hal ini di lakukan karena proses pembangunan akan sangat berkaitan satu dengan yang lain yang akan membawa dampak secara menyeluruh.

Indikator -indikator yang di tetapkan meliputi
.
BAB II
ISI
A. Definisi Indikator
· Indikator adalah variabel yang membantu kita dalam mengukur perubahan-perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung (WHO, 1981).
· Indikator adalah statistik dari hal normatif yang menjadi perhatian kita yang dapat membantu kita dalam membuat penilaian ringkas, komprehensif dan berimbang terhadap kondisi-kondisi atau aspek-aspek penting dari suatu masyarakat (Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika serikat, 1969).
Dari definisi tersebut jelas bahwa indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status yang memungkinkan dilakukannnya pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Indikator adalah ukuran yang bersifat kuantitaif, dan umumnya terdiri atas pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). Pembilang adalah jumlah kejadian yang sedang diukur sedangkan penyebut yang umum digunakan adalah besarnya populasi sasaran bersiko dalam kejadian yang bersangkutan.
B. Persyaratan Indikator
Persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan indikator meliputi
a. S (Simple) : Sederhana, artinya indikator yang ditetapkan sedapat mungkin sederhana dalam pengumpulan data maupun dalam rumus perhitungan.
b. M (Measurable) : Dapat diukur, artinya indikator yang ditetapkan harus mempresentasikan informasi dan jelas ukurannya.
c. A (Atributtable) : Bermanfaat, artinya indikator yang ditetapkan harus bermanfaat untuk kepentingan pengambilan keputusan.
d. R (Reliable) : Dapat dipercaya, artinya indikator yang ditetapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan data yang baik, benar, dan teliti.
e. T (Timely) : Tepat waktu, artinya indikator yang ditetapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan dan pengolahan data serta pengemasan informasi yang waktunya sesuai dengan saat pengambilan keputusan dilakukan.
C. Jenis Indikator
Jenis indikator meliputi:
1. Indikator absolut: Adalah indikator yang berupa pembilang saja, yaitu jumlah dari suatu hal atau kejadian, biasa digunakan untuk sesuatu yang sangat jarang.
2. Indikator Proporsi: Adalah indikator yang nilai resultantenya dinyatakan dengan persen karena pembilangnya merupakan bagian dari penyebut.
3. Indikator angka atau rasio adalah ukuran dasar yang digunakan untuk melihat kejadian penyakit karena angka merupakan ukuran yang paling jelas menunjukkan probabilitas atau resiko dari penyakit dalam suatu masyarakat selama periode tertentu.
4. Indikator komposit adalah indikator yang memiliki ukuran–ukuran yang multidimensional yang merupakan gabungan dari sejumlah indikator.
D. Klasifikasi Indikator
a. Indikator masukan dan proses
Indikator yang terdiri atas indikator-indikator pelayanan kesehatan, indikator-indikator sumber daya kesehatan, indikator-indikator manajemen kesehatan, dan indikator-indikator kontribusi sektor-sektor terkait.
b. Indikator hasil antara
Indikator ini terdiri atas indikator-indikator ketiga pilar yang mempengaruhi hasil akhir, yaitu indikator indikator keadaaan lingkungan , indikator-indikator perilaku hidup masyarakat, serta indikator-indikator akses dan mutu pelayanan kesehatan.
c. Indikator Hasil Akhir yaitu derajat kesehatan
Indikator hasil akhir yang paling akhir adalah indikator-indikator mortalitas, yang dipengaruhi oleh indikator-indikator morbiditas dan indikator-indikator status gizi.
1.Pelayanan
Kesehatan
2.Sumber daya
Kesehatan
3.Manajemen
Kesehatan
4.Kontribusi
Sektor
terkait
M
e
n
u
j
u Masukan & Hasil Antara
Derajat
Kesehatan

Morbi
ditas Mor
ta
Status li
Gizi tas
Keadaan
Lingkungan proses

Perilaku Hidup
Masyarakat
Akses & Mutu
Pelayanan
Kesehatan








Indikator keberhasilan suatu program meliputi :
· Indikator Internal
Indikator internal merupakan indikator yang meliputi input, proses, dan output.
a. Input meliputi :
- Men : suatu program dikatakan berhasil jika ada/tersedia sumberdaya manusia yang menjalankannya.
- Metode : suatu program dikatakan berhasil jika ada/tersedia cara/strategi yang terencana dengan baik untuk menjalankannya.
- Money : suatu program dikatakan berhasil jika ada/tersedia dana untuk menjalankannya.
- Material : suatu program dikatakan berhasil jika ada/tersedia alat dan sarana untuk menjalankannya.
b. Proses
Pelayanan atau interaksi yang benar antara penyelenggara dengan klien atau pasien yang didokumentasi. Proses menuju bagaimana seharusnya penyelenggara memperlakukan pasien atau kliennya (Sukarni, 1994).
c. Output
Kuantitas:
Berapa banyak konsep ibni digunakan untuk mengukur ketersediaan (availability), accessibility, dan kegunaan pelayanan (Sukarni, 1994).
Kualitas:
Sifat yang esensial. Kualitas untuk mengukur mutu struktur organisasi dan proses atau pelayanan (Sukarni, 1994).
· Indikator Eksternal
a. Outcome
Hasil akhir dari perawatan, diukur dalam istilah mati, penyakit, kurang gizi, tumbuh kembang, fertilitas, disability, discomfort, dissatisfection. Outcome mengukur nilai keberhasilan dari suatu sistem yang mempengaruhi kesehatan seseorang atau penduduk (Sukarni, 1994).
b. Impact
Dampak yang ditimbulkan secara tidak langsung dari hasil akhir yang telah didapatkan.
E. Human Develeopment Index ( HDI)
The human development index (HDI) adalah suatu indikator komposit yang mengukur rata-rata pendapatan pada suatu negara dalam tiga dimensi dasar pekermbangan manusia, yaitu status kesehatan, pendidikan, dan perekonomian (2005 Human Development Report, pp.214, United Nations).
Human Development Index (HDI) yang diterbitkan oleh United Nation Development Program setiap tahunnya, menempatkan Indonesia pada ranking yang ke 105 di antara 180 negara di dunia (1999). Saat ini Indonesia berada di ranking ke 110 di antara 162 negara (2002). Sedangkan Vietnam yang pada tahun 1995 berada di ranking ke 117, Sekarang berada di ranking ke 95 di antara 162 negara 4. HDI Vietnam saat ini lebih baik dari Indonesia.
Tiga domain utama yang dinilai pada HDI tersebut di atas, yaitu:
1. Kesehatan
2. Pendidikan
3. Ekonomi
Ketiga domain tersebut saling berinteraksi dan berinterrelasi satu dengan yang lainnya. Dapat dimengerti bahwa, tanpa kesehatan yang baik, pendidikan tidak mungkin dapat berjalan dengan baik, tanpa kesehatan yang baik dan pendidikan yang baik mustahil ekonomi keluarga masyarakat dapat membaik pula. Tanpa kesehatan dan pendidikan yang baik/prima, ekonomi kita kelak hanya merupakan “ekonomi kaki lima”. Namun sebaliknya pula, tanpa ekonomi yang kuat, kesehatan dan pendidikan keluarga/masyarakat pun tidak mungkin dapat membaik. Yang jelas disini bahwa HDI merupakan "cermin dari kecerdasan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa”. HDI merupakan tolak ukur dari masyarakat madani. Masyarakat yang kita idam-idamkan bersama, yaitu suatu tatanan masyarakat modern (masyarakat yang dapat menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana hidupnya), masyarakat yang berbudaya, masyarakat yang beradab (sehat fisik, mental dan sosialnya), dan masyarakat yang beragama.
1. Kesehatan
Kesehatan merupakan dan harus dapat menjadi salah satu tolak ukur utama dari pembangunan dan kesejahteraan nasional suatu bangsa. Bukan hanya sebagai tolak ukur marginal/sampingan dari pembangunan suatu bangsa dan negara. Karena kesehatan, hidup sehat adalah hak asasi manusia.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan, penilaian secara teratur dan terus menerus terhadap seluruh aspek pengelolaan program yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan secara mutlak perlu. Demikian pula pengawasan dan pengendalian. Kegiatan yang dimaksudkan antara lain, untuk membandinngkan kegiatan yang ada deengan keadaan yang seharusnya dicapai. Indikator indikator penilaian dikelompokkan sebagai berikut :
1. Indikator untuk perkembangan keadaan umum dan lingkungan
a. Indikator tentang kesepakatan kebijaksanaan (political will) untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan, antara lain adalah dicantumkannya bidang kesehatan dalam GBHN dan adanya peraturan perundang-undangan dibidang kesehatan. Disamping itu kebijaksanaan pembangunan dibidang kesehatan telah lebih mantap dan kerjasama internasional lebih meningkat.
b. Indikator tentang upaya di luar kesehatan yang berkaitan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan, antara lain adalah pemerataan pembangunan, tingkat kepandaian membaca dan menulis, pendapatan, peningkatan sumber daya biaya, dan besarnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan desa. Tingkat kecerdasan penduduk antara lain diukur dengan tingkat pendidikan wanita. Diharapkan terdapat penurunan angka buta huruf dari sekitar 50 persen pada tahun 1976 menjadi 25 % pada tahun 2000. Peningkatan pendidikan golongan wanita mempunyai kaitan dengan peningkatan kesehatan bayi dan anak.
2. Indikator yang berhubungan dengan derajat kesehatan
Indikator ini antara lain, umur harapan hidup waktu lahir, angka kematian bayi dan balita, status gizi dan angka kesakitan. Pada tahun 2000 indikattor- indikator ini dapat diperinci lebih lanjut sebagai berikut :
a. Umur harapan hidup waktu lahir sekurang-kurangnya 65 tahun
b. Angka kematian bayi setinggi-tingginya adalah 46,4 per 1000 kelahiran hidup sedang angka kematian anak balita setinggi-tinggintya adalah 9 per 1000 anak balita
c. Bayi yang dilahirkan dengan berat badan 2500 gram atau kurang berjumlah setinggi-tingginya 7%. Anak umur 3 tahun yang mempunyai berat badan dibawah 1,5 kg setinggi – tingginya 15%. Penderita KKP berjumlah sekitar 15%. Prevalensi xerophthalmia pada anak balita dan anak anemia gizi pada golongan rawan masing-masing turun sebanyak 70%. Jumlah penderita gondok endemik berkurang 80%. Jumlah anak sekolah dasar yang pada saat lulus berat badannya dibawah standar menurun sebanyak 50%
d. Angka kesakitan dan atau kematian yang disebabkan penyakit menular menurun menjadi 25-50% dari keadaan tahun 1980. Angka kesakitan karena diare setinggi-tingginya adalah 200 per 1000 penduduk. Daerah dengan kejadian malaria yang tinggi dipulau jawa dan bali akan berkurang 75%. Dengan demikian, tinggal sekitar 20 kecamatan mengalami kejadian malaria. Di daerah prioritas luar pulau Jawa dan Bali, dengan dilakukan tindakan penyemprotan dengan racun serangga dan pengobatan, diperkirakan angka kesakitan malaria menjadi 2%. Untuk daerah di luar pulau Jawa dan Bali, yang hanya mendapat tindakan pengobatan, angka kesakitan malaria menjadi sekitar 5-10 % pada tahun 2000
e. Angka kesakitan penyakit tuberkulosis paru-paru adalah kurang dari 2 per 1000 penduduk
f.Angka kesakitan dan kematian tetanus neonatorum adalah 1 per 1000 kelahiran
g. Jumlah penderita kelainan jiwa (psikosa) 1-3 per 1000 penduduk, dean jumlah penderita dengan gangguan jiwa yang relatif ringan (neurosa) dan gangguan perilaku 20-60 per 1000 penduduk.
3. Indikator yang berhubungan dengan upaya kesehatan. Indikator ini antara lain :
a. Tersedianya sumber tenaga, biaya dan perlengkapan
b. Penggunaan serta mutu pelayannan kesehatan
c. Pencakupan upaya kesehatan yang meliputi pencakupan imunisasi, pencakupan pertolongan persalinan, serta pencakupan penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran.
1) Angka pencakupan imunisasi untuk anak-anak dibawah 14 bulan adalah 89 %
2) Angka pencakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih adalah 89 %
3) Angka pencakupan penyediaan air bersih adalah 100 %. Seluruh penduduk telah terjangkau oleh pembuangan dan pengolahan kotoran dan bahan buangan rumah tangga.
4) Dalam peningkatan pelayanan rumah sakit diusahakan pada tahun 2000 peningkatan mutu dan jenis pelayanan serta cara menejemen Rumah Sakit.
5) Kebutuhan obat esensial dapat dipenuhi oleh pemerintah.
WHO menyarankan agar sebagai indicator kesehatan penduduk harus mengacu pada empat hal sebagai berikut:
a. Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang
b. Mengukur kemampuan fisik
c. Penilaian atas kesehatan sendiri
d. Indeks massa tubuhe (BMI)
Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan. Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan. Artinya program pembangunan nasional tersebut harus memberikan kontribusi yang positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap dua hal. Pertama, terhadap pembentukkan lingkungan sehat. Kedua, terhadap pembentukkan peilaku sehat.
2. Profesionalisme. Profesionalisme dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika.
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat. Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat, perlu digalang peran serta masyarakat yang seluas-luasnya, termasuk peran serta dalam pembiayaan. JPKM yang pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan dalam bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat, adalah wujud nyata dari peran serta masyarakat tersebut, yang apabila berhasil dilaksanakan akan mempunyai peranan yang besar pula dalam turut mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
4. Desentralisasi. Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah.
Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2007 diarahkan untuk mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat, terutama penduduk miskin, terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin pada beberapa indikator sebagai berikut:
1. Meningkatnya proporsi keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat;
2. Meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih;
3. Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;
4. Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal;
5. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke Puskesmas;
6. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke rumah sakit;
7. Meningkatnya cakupan imunisasi;
8. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam berdarah dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS;
9. Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita;
10. Meningkatnya pemerataan tenaga kesehatan;
11. Meningkatnya ketersediaan obat esensial nasional;
12. Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan;
13. Meningkatnya penelitian dan pengembangan tanaman obat asli Indonesia;
14. Meningkatnya jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang pembangunan kesehatan yang ditetapkan; dan
15. Meningkatnya jumlah penelitian dan pengembangan di bidang pembangunan kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Presiden No.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, telah ditetapkan bahwa sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pencapaian sasaran tersebut tercermin dari indikator dampak pembangunan kesehatan, yaitu :
a. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun
b. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup
c. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup
d. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak anak balita dari 25,8% menjadi 20%.

2. Pendidikan
Dalam laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada Kamis (29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Education development index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965). Rendahnya mutu modal manusia Indonesia terutama disebabkan sistem pendidikan Indonesia yang miskin visi dan lemah konsep.
a. Mutu dan Relevansi Pendidikan
Dalam kaitan dengan mutu dan relevansi pendidikan, beberapa indikator keberhasilan pendidikan perlu dimonitor sebagai kinerja Dewan Pendidikan. Mutu dapat diukur dari seberapa efektif pengelolaan sistem pendidikan, melalui MBS, dapat memberikan efek terhadap prestasi belajar siswa secara optimal. Yang paling tepat untuk mengukur mutu pendidikan sebenarnya adalah hasil evaluasi ujian akhir yang diukur melalui Ujian Akhir Nasional, namun kegiatan monitoring yang dilakukan ini tidak secara langsung mengukur output pendidikan dalam pengertian prestasi belajar siswa secara akademis. Yang dimaksud dengan relevansi adalah, seberapa jauh hasil-hasil pendidikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dalam berbagai bidang, misalnya, penghasilan lulusan, keterampilan lulusan, pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan sebagainya.
Namun, sistem ini mungkin lebih tepat untuk memantau sejauh mana Dewan Pendidikan dapat memberikan pengaruh atau dorongan terhadap situasi belajar yang kondusif bagi peningkatan mutu serta relevansi pendidikan.
Beberapa indikator mutu dan relevansi pendidikan yang dapat dipantau oleh sistem ini antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Peningkatan persentase lulusan terhadap jumlah murid tingkat akhir yang
mengikuti ujian
(2) Pendayagunaan sarana-prasarana belajar yang lebih optimal di sekolah-
sekolah (seperti buku pelajaran, perpusatakaan, alat pelajaran, media
pendidikan, dan pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar.
(3) Peningkatan kualitas guru yang diukur dari rata-rata tingkat pendidikan
guru dan jumlah penataran yang diikuti.
(4) Persentase siswa pendidikan pra sekolah terhadap jumlah penduduk usia
pra sekolah.
b. Indikator Pemerataan dan Perluasan
Pemerataan dan perluasan pendidikan sebaiknya bukan hanya diukur dari seberapa banyak jumlah sarana-prasarana belajar tetapi juga menyangkut persebaran sarana-prasarana pendidikan antarsekolah dan antardaerah. Hal ini akan menyangkut prinsip keadilan di dalam pendidikan di mana setiap anak-anak di manapun dapat memperoleh akses terhadap sarana pendidikan yang sama. Pemerataan dan perluasan pendidikan juga akan berkaitan dengan tingkat partisipasi pendidikan bagi semua anak usia sekolah dalam satuan-satuan pendidikan yang ada. Partisipasi pendidikan itu merupakan indikator pendidikan yang digunakan oleh semua negara, sehingga dapat dibandingkan antardaerah dan bahkan antar negara.
Beberapa indikator pemerataan dan perluasan pendidikan yang dapat dipantau Dewan Pendidikan adalah sebagai berikut.
(1) Peningkatan angka partisipasi kasar (APK), yaitu persentase jumlah murid pada suatu satuan pendidikan terhadap jumlah penduduk usia yang berkaitan, baik secara agregat maupun menurut karakteristik siswa.
(2) Angka partisipasi Murni (APM), yaitu persentase jumlah murid pada usia sekolah tertentu terhadap jumlah penduduk usia sekolah pada suatu satuan pendidikan yang bersangkutan, baik secara agregat maupun menurut karakteristik siswa.
(3) Angka Partisipasi Sekolah (APS) yaitu jumlah siswa pada kelompok usia tertentu yang terrepresentasikan pada beberapa satuan pendidikan, baik secara agregat maupun menurut karakteristik siswa.
(4) Jumlah penerima beasiswa pada suatu satuan pendidikan atau suatu daerah tertentu, dengan tanpa membedakan beberapa variabel karakteristik siswa seperti: jenis kelamin, daerah, status sosial-ekonomi, dan sejenisnya.
(5) Kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan pada setiap satuan pendidikan, baik yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan dari masyarakat.
c. Indikator Manajemen Pendidikan
Sampai saat ini masalah yang paling mendasar dalam sistem pendidikan nasional adalah efisiensi dalam manajemen pendidikan. Oleh karena itu berbagai ukuran efisiensi dan optimasi dalam manajemen pendidikan perlu dipantau dan dievaluasi secara terus-menerus dan dalam waktu yang teratur. Mengingat Dewan Pendidikan berkaitan secara langsung dengan manajemen pendidikan baik pada satuan pendidikan maupun pada daerah-daerah otonom, maka ukuran-ukuran efisiensi dan efektivitas pendidikan perlu dijadikan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja badan-badan tersebut.
Beberapa indikator manajemen pendidikan yang dapat dipantau secara terus-menerus adalah sebagai berikut.
1) Besarnya (kenaikan) anggaran pendidikan (sekolah dan daerah otonom) yang diperoleh dari sumber-sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat termasuk sumber lain seperti dunia usaha.
2) Kemampuan pengadaan sarana-prasarana pendidikan di sekolah yang diperoleh dari masyarakat.
3) Kemampuan pengadaan sumberdaya manusia (guru dan tenaga kependidikan) yang diperoleh dari sumber masyarakat.
4) Perubahan dalam tingkat efisiensi pendayagunaan tenaga guru di sekolah yang diukur dengan tingkat “turn-over”.
(5) Penurunan persentase mengulang kelas rata-rata pada suatu satuan pendidikan tertentu
(6) Penurunan persentase putus sekolah rata-rata pada suatu satuan pendidikan
(7) Peningkatan angka melanjutkan sekolah (transition rate) dari suatu sekolah ke sekolah pada jenjang pendidikan berikutnya.
3. Ekonomi
a. APBN
Penentuan target penerimaan pajak dalam APBN selama ini tidak memadai lagi untuk menghadapi kondisi pengeluaran negara yang meningkat lebih cepat sehingga mengakibatkan semakin besarnya fiscal gap dan defisit anggaran. Untuk mengimbangi peningkatan pengeluaran negara tersebut maka diperlukan peningkatan penerimaan pajak dimana hal ini masih dimungkinkan mengingat angka tax ratio Indonesia masih rendah dan dibawah rata-rata tax ratio negara-negara berkembang di dunia.
Perhitungan potensi PPh menggunakan data : (i) Penghasilan rumah tangga Indonesia yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005, (ii) Laba usaha perusahaan BUMN dan perusahaan listing, (iii) Produk Domestik Bruto (PDB); dan (iv) Tabel Input-Output (I-O). Penggunaan data Susenas 2005 dan laba usaha perusahaan diperlukan untuk menghitung penghasilan kena pajak per lapisan dan tax base per lapisan sehingga dapat dihitung potensi PPh tiap lapisan.
· Suku Bunga
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari Selasa, 5 September 2006, memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 bps dari 11,75% menjadi 11,25%. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan pembahasan yang mendalam selama dua hari berturut-turut, pada tanggal 4 dan 5 September 2006 yang mengevaluasi kondisi makroekonomi, hasil-hasil berbagai survei ekspektasi konsumen dan produsen, prospek ekonomi moneter dalam dan luar negeri. Kondisi kestabilan makroekonomi ini diantaranya diperkuat oleh terjaganya inflasi yang masih dalam tren menurun dan pada Agustus 2006 tercatat 0,33% (mtm) atau 14,90% (yoy).
· Kurs Rupiah
Kurs Rupiah merupakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang berarti menjelaskan kedudukan ekonomi Indonesia terhadap negara lain di dunia.
· Harga Minyak
Harga rata-rata basket minyak OPEC pada bulan Agustus mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun. Pada awal Juli 2006 minyak OPEC diperdagangkan di level US$69,97/barel, dan sempat mengalami kenaikan ke level US$72.67/barel pada 8 Agustus 2006, di akhir Agustus menurun ke level US$65,18/barel bahkan pada perdagangan tanggal 5 September kembali menurun ke level US$63,54/barel. Sementara itu, harga minyak dunia menurut Nymex pada tanggal 1 Agustus 2006 diperdagangkan pada level US$74,91/barel. Sempat mengalami peningkatan ke level US$76,98/barel pada 8 Agustus yang merupakan harga tertinggi selama perdagangan Agustus, dan kemudian mengalami penurunan mencapai level US$70,26/barel pada akhir Agustus bahkan pada tanggal 5 September diperdagangkan di level US$67,50/barel.
· IHSG
Indeks mengalami kenaikan antara lain dipengaruhi oleh: (1) kondisi perekonomian yang semakin kondusif yang antara lain diindikasikan dengan: nilai tukar yang relatif stabil di level Rp9.000-an/US$, inflasi yang relatif rendah, pertumbuhan ekonomi kuartal II yang relatif membaik sebesar 5,2% dari 4,6% di kuartal I, dan penurunan tingkat suku bunga BI Rate (2) krisis Timur Tengah yang telah berlalu dengan ditandai oleh penurunan harga minyak dunia.
· Cadangan Devisa
Tercapainya stabilitas nilai tukar terutama ditopang oleh membaiknya indikator makroekonomi, masih menariknya imbal hasil rupiah, terjaganya faktor risiko, serta berkurangnya tekanan kenaikan suku bunga di AS. Perkembangan positif pada faktor-faktor tersebut, telah menjadi pendorong masuknya aliran dana asing ke pasar keuangan domestik, meskipun diwarnai terjadinya pergeseran penanaman asing dari SBI ke SUN dan saham. Dengan perkembangan yang positif ini cadangan devisa meningkat pada bulan ini.
· Inflasi
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok-kelompok barang dan jasa sebagai berikut : kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 0,35 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar 0,30 persen, kelompok sandang 0,35 persen, kelompok kesehatan 0,33 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 4,77 persen dan kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan 0,01 persen. Sedangkan kelompok bahan makanan mengalami penurunan indeks sebesar 0,34 persen. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga selama bulan Agustus 2006 antara lain: beras, uang sekolah SLTA, uang kuliah Akademi/PT, uang sekolah SD dan SLTP, ikan segar, minyak goreng, buku bacaan/pelajaran, kacang panjang, ketimun, tempe, melon, mie, nasi dengan lauk, sate, rokok kretek filter, kayu lapis, tarif kontrak rumah, pasir, tarif sewa rumah, upah tukang bukan mandor, minyak tanah, biaya keamanan, emas perhiasan, tarif rumah sakit dan uang sekolah TK. Komoditas yang mengalami penurunan harga adalah: bawang merah, cabe merah, bawang putih, cabe rawit, telur ayam ras, tomat sayur, bayam, jeruk, kelapa, semen dan bensin.
· Ekspor Impor
Penjualan barang ke luar negeri akan meningkatkan penghasilan devisa Indonesia. Dengan demikian, ekomoni Indonesia akan menguat. Sedangkan bila Indonesia terlalu banyak membeli dari luar negeri, maka devisa Indonesia akan menurun.

F. Perolehan Data
1. Jenis Data Menurut Cara Memperolehnya
· Data Primer
Data primer adalah secara langsung diambil dari objek / obyek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi. Contoh : Mewawancarai langsung penonton bioskop 21 untuk meneliti preferensi konsumen bioskop.
· Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial. Contohnya adalah pada peneliti yang menggunakan data statistik hasil riset dari surat kabar atau majalah.
2. Macam-Macam Data Berdasarkan Sumber Data
· Data Internal
Data internal adalah data yang menggambarkan situasi dan kondisi pada suatu organisasi secara internal. Misal : data keuangan, data pegawai, data produksi, dan lain sebagainya.
· Data Eksternal
Data eksternal adalah data yang menggambarkan situasi serta kondisi yang ada di luar organisasi. Contohnya adalah data jumlah penggunaan suatu produk pada konsumen, tingkat preferensi pelanggan, persebaran penduduk, dan lain sebagainya.
3. Klasifikasi Dara Berdasarkan Jenis Datanya
· Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang dipaparkan dalam bentuk angka-angka. Misalnya adalah jumlah pembeli saat hari raya idul adha, tinggi badan siswa kelas 3 ips 2, dan lain-lain.
· Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna. Contohnya seperti persepsi konsumen terhadap botol air minum dalam kemasan, anggapan para ahli terhadap psikopat dan lain-lain.
4. Pembagian Jenis Data Berdasarkan Sifat Data
· Data Diskrit
Data diskrit adalah data yang nilainya adalah bilangan asli. Contohnya adalah berat badan ibu-ibu pkk sumber ayu, nilai rupiah dari waktu ke waktu, dan lain-sebagainya.
· Data Kontinyu
Data kontinyu adalah data yang nilainya ada pada suatu interval tertentu atau berada pada nilai yang satu ke nilai yang lainnya. Contohnya penggunaan kata sekitar, kurang lebih, kira-kira, dan sebagainya. Dinas pertanian daerah mengimpor bahan baku pabrik pupuk kurang lebih 850 ton.
5. Jenis-jenis Data Menurut Waktu Pengumpulannya
· Data Cross Section
Data cross-section adalah data yang menunjukkan titik waktu tertentu. Contohnya laporan keuangan per 31 desember 2006, data pelanggan PT. angin ribut bulan mei 2004, dan lain sebagainya.
· Data Time Series / Berkala
Data berkala adalah data yang datanya menggambarkan sesuatu dari waktu ke waktu atau periode secara historis. Contoh data time series adalah data perkembangan nilai tukar dollar amerika terhadap euro eropa dari tahun 2004 sampai 2006.
















DAFTAR PUSTAKA
Timmreck, C Thomas. Epidemiologi suatu pengantar edisi 2 .). jakarta: EGC,2005

http://dpjp.wordpress.com/2007/04/28/indikator-kinerja-dewan-pendidikan/
file:///D:/kuliah/Tugas%20kuliah%20ulis/Midwifery/epidemiologi/human+development+index.htm