Senin, 27 Februari 2012

ASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITIS


ASKEP ANAK DENGAN ENCEPHALITIS

I. Pengertian
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.

II. Patogenesis Ensefalitis
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
• Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
• Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah
Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
• Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di
Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

Penyebab Ensefalitis:
Penyebab terbanyak : adalah virus
Sering : - Herpes simplex
- Arbo virus
Jarang : - Entero virus
- Mumps
- Adeno virus
Post Infeksi : - Measles
- Influenza
- Varisella
Post Vaksinasi : - Pertusis
Ensefalitis supuratif akut :
Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus,Streptokok,E.Coli,Mycobacterium dan T. Pallidum.

Ensefalitis virus:
Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes simpleks,variola.

Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :
- Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
- Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

III. PENGKAJIAN
1. Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
2. Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli ,dll.
6. Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
- Pertumbuhan dan Perkembangan

IV. POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a. Kebiasaan
sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
b. Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
a. Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi
Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh.,
b. Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai
Dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan.
.
c. Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.
Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A,berat badan kurang dari normal.
Menurutrumus dari BEHARMAN tahun 1992 ,umur 1 sampai 6 tahun
Umur (dalam tahun) x 2 + 8
Tinggi badan menurut BEHARMAN umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir.
Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang.
Pengetahuan tentang nutrisi biasanya pada orang tua anak yang kurang pengetahuan tentang nutrisi.
Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat badan normal.

3. Pola Eliminasi
a. Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
b. Kebiasaan Miksi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
Jika kebutuhan cairan terpenuhi.
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun ,konsentrasi urine pekat.

4. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.

5. Pola Aktivitas
a Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
b Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif.
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM

Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk .
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi ane
berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum ,gangguan pertumbuhan.
6. Pola Hubungan Dengan Peran
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
7. Pola Persepsi dan pola diri
Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri
Yang meliputi Body Image ,seef Eslum ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.
8. Pola sensori dan kuanitif
a. Sensori
- Daya penciuman - Daya rasa - Daya raba
- Daya penglihatan
- Daya pendengaran
9. Pola Reproduksi Seksual
Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada.
10. Pola penanggulangan Stress
Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran :
- Stress fisiologi  biasanya anak hanya dapat mengeluarkan
air mata saja ,tidak bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
- Stress Psikologi tidak di evaluasi
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Anak umur 3-4 tahun belumbisa dikaji

PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.


DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING TERJADI
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

DIAGNOSA KEPERAWATAN I.

Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
- tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi
endogen

Intervensi
1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan
Meningkosamia .
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN II

Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
- Tidak terjadi trauma

Kriteria hasil :
- Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Intervensi :
1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak
Tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3. Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4. Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN III

Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang

Tujuan :
- Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil :
- Tidak terjadi kekakuan sendi
- Dapat menggerakkan anggota tubuh

Intervensi

1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik ,
Terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau
Membantu program perawatan .
2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor
3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke
Jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila
Ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai
Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang

DAFTAR PUSTAKA

Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi,
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998
Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1997.
Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan
Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran
Salemba, Jakarta, 1986.
Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.
Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.


PATO FISIOLOGI ENSEFALISTIS
Virus / Bakteri


Mengenai CNS


Insevalitis



Tik Kejaringan Susu Non Saraf Pusat Panas/Sakit kepala


Muntah- muntah Kerusakan- kerusakan susunan Rasa Nyaman
Mual Saraf Pusat


BB Turun
- Gangguan Penglihatan Kejang Spastik
- Gangguan Bicara
Nutrisi Kurang - Gangguan Pendengaran Resiko Cedera
- Kekemahan Gerak Resiko Contuaktur


- Gangguan Sensorik
Motorik

PATO FISIOLOGI GIZI KURANG
Asupan Makanan Kurang


Defisiensi Protein Energi ( EDP ) Defisiensi Vitamin A




gangguan Penurunan keadaan aktivitas Hb sintensis ennim
pertumbuhan albumin fagosit


BB rendah oediem/asites Daya tahan thd anemia ganguan Pencernaan
Infeksi dan metabolisme
Gangguan
Pengankutan O2
Nutrisi gangguan integritas mudah infeksi gangguan nutrisi
Kurang kulit /terkena infeksi

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK “MARASMIK-KWASHIORKOR”


Pendahuluan
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah, 1997).

Klasifikasi

Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3) Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat)
4) Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat)
(Ngastiyah, 1997)
Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi protein.
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.

Patofisiologi dan Masalah Keperawatan yang Mungkin Terjadi

Status sosial ekonomi rendah —– + —– Kurang pengetahuan —– + —– Sistem dukungan sosial tidak memadai

Defisiensi Protein Defisiensi Sumber Kalori

Katabolisme Protein & Lemak ↑

Defisiensi Asam Amino Esensial Hipoproteinemia Defisiensi energi fisik
(hipoalbiminemia)
Gangguan Sintesis Sel Ggn pola aktivitas/bermain (cengeng, apatis)

Ggn pertumbuhan fisik Ggn perkembangan motorik-mental-sosial Edema
- ukuran antropometrik << – motorik kasar
- motorik halus Risiko gangguan integritas kulit
- kognitif dan bahasa
- sosial

Ggn sintesis sel-sel darah:
- Anemia gizi
- Gangguan imunitas seluler Risiko infeksi sistemik ↑

Pencernaan Pernapasan:
- mual/muntah - bronkhitis
← - gastroenteritis - brokhopneumonia → Ggn pola napas/bersihan jalan napas
- malabsorbsi - tuberkulosis)

Tindakan invasif:
- sonde/infus
Gambaran Klinik dan Diagnosis
Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997)

Gambaran Klinik Kwashiorkor:
Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar)
Tabel 1: Perkiraan Berat Badan (Kg)
1. Lahir 3,25
2. 3-12 bulan (bln + 9) / 2
3. 1-6 tahun (thn x 2) + 8
4. 6-12 tahun {(thn x 7) – 5} / 2
(Soetjiningsih, 1998, hal. 20)
Tabel 2: Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
1. 1 tahun 1,5 x TB lahir
2. 4 tahun 2 x TB lahir
3. 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
4. 13 tahun 3 x TB lahir
5. Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
(Soetjiningsih, 1998, hal. 21)
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy pavement dermatosis.
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan batas yang tegas)
Anemia akibat gangguan eritropoesis.
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya)

Gambaran Klinik Marasmus:
Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah kulit
Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
Vena superfisial tampak lebih jelas
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.

Konsep Asuhan Keperawatan Marasmik-Kwashiorkor
Riwayat Keperawatan
Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
Penurunan ukuran antropometri
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom karen
A adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.
Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan

Rencana Keperawatan

1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.

Kriteria:
Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.

Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.

Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.

Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.

Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.

Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.

Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.

Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.

Menilai perkembangan masalah klien.

2) Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.

Kriteria:
Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).

Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.

Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.

Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.

Hitung balans cairan.

Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.

Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.

Menilai perkembangan masalah klien.

Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.

3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.

Kriteria:
Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.

Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.

Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.

Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.

Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.

Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)

Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.

Menilai perkembangan masalah klien.

Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.

Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.

4) Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial (Carpenito, 2000, hal. 575-580).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien tidak mengalami aspirasi.

Kriteria:
Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami aspirasi.
Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.

Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.

Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-an/minuman.

Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.

Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.

Observasi tanda-tanda aspirasi.

Merupakan tindakan preventif, meminimalkan risiko aspirasi.

Penting untuk menilai tingkat kemampuan absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian makanan/minuman yang tepat.

Mencegah refluks yang dapat menimbulkan aspirasi.

Melibatkan keluarga penting bagi tindak lanjut perawatan klien.

Menilai perkembangan masalah klien.

5) Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.

Kriteria:
Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.

Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.

Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program terapi.

Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.

Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan sekret. Suction diperlukan selama fase hipersekresi trakheobronkhial.

Mukolitik memecahkan ikatan mukus; ekspektorans mengencerkan m,ukus.

Menilai perkembangan maslah klien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6, EGC, Jakarta.

Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN : PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
(IPD FKUI,1996 ;1134)

A. Pengertian
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)

B. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
 Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
 Ibu alkoholisme.
 Umur ibu lebih dari 40 tahun.
 Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
 Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor Genetik :
 Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
 Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
 Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
 Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF)
• Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
• Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
• Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
• Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
• Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
• Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
• Apnea
• Tachypnea
• Nasal flaring
• Retraksi dada
• Hipoksemia
• Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)

D. Pathways
Terlampir

E. Komplikasi
 Endokarditis
 Obstruksi pembuluh darah pulmonal
 CHF
 Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
 Enterokolitis nekrosis
 Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)
 Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
 Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
 Aritmia
 Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

F. Penatalaksanaan Medis
 Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
 Pembedahan : Pemotongan atau pengikatan duktus.
 Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
(Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat
2. Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
4. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
5. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
(Betz & Sowden, 2002 ;377)

H. Pengkajian
 Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas terbatas)
 Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (machinery mur-mur), edera tungkai, hepatomegali.
 Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
 Kaji adanya hiperemia pada ujung jari
 Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan
 Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
6. Resiko infeksi b.d menurunnya status kesehatan.
7. Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap penyakit anak.

J. Intervensi
1. Mempertahankan curah jantung yang adekuat :
• Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit
• Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing)
• Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali)
• Kolaborasi pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan teknik pencegahan bahaya toksisitas.
• Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload
• Berikan diuretik sesuai indikasi.

2. Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:
• Monitor kualitas dan irama pernafasan
• Atur posisi anak dengan posisi fowler
• Hindari anak dari orang yang terinfeksi
• Berikan istirahat yang cukup
• Berikan nutrisi yang optimal
• Berikan oksigen jika ada indikasi

3. Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat :
• Ijinkan anak untuk sering beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur
• Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan
• Bantu anak untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.
• Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin
• Hindarkan hal-hal yang menyebabkan ketakutan / kecemasan pada anak

4. Memberikan support untuk tumbuh kembang
• Kaji tingkat tumbuh kembang anak
• Berikan stimulasi tumbuh kembang, kativitas bermain, game, nonton TV, puzzle, nmenggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.
• Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat

5. Mempertahankan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang sesuai
• Sediakan diit yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat
• Monitor tinggi badan dan berat badan, dokumentasikan dalam bentuk grafik untuk mengetahui kecenderungan pertumbuhan anak
• Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama dan waktu yang sama
• Catat intake dan output secara benar
• Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering untuk menghindari kelelahan pada saat makan
• Anak-anak yang mendapatkan diuretik biasanya sangat haus, oleh karena itu cairan tidak dibatasi.

6. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
• Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
• Berikan istirahat yang adekuat
• Berikan kebutuhan nutrisi yang optimal

7. Memberikan support pada orang tua
• Ajarkan keluarga / orang tua untuk mengekspresikan perasaannya karena memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskudikan rencana pengobatan, dan memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan
• Ekplorasi perasaan orang tua mengenai perasaan ketakutan, rasa bersalah, berduka, dan perasaan tidak mampu
• Mengurangi ketakutan dan kecemasan orang tua dengan memberikan informasi yang jelas
• Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit
• Memberikan dorongan kepada keluarga untuk melibatkan anggota keluarga lain dalama perawatan anak.

K. Hasil Yang Diharapkan
1. Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung
2. Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru
3. Anaka akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat
4. Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan
5. Anaka akan mempertahankan intake makanan dan minuman untuk mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan
6. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
7. Orang tua akan mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.

L. Perencanaan Pemulangan
• Kontrol sesuai waktu yang ditentukan
• Jelaskan kebutuhan aktiviotas yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usia dan kondisi penyakit
• Mengajarkan ketrampilan yang diperlukan di rumah, yaitu :
- Teknik pemberian obat
- Teknik pemberian makanan
- Tindakan untuk mengatasi jika terjadi hal-hal yang mencemaskan tanda-tanda komplikasi, siapa yang akan dihubungi jika membutuhkan pertolongan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN : PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
(IPD FKUI,1996 ;1134)

A. Pengertian
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)

B. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
 Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
 Ibu alkoholisme.
 Umur ibu lebih dari 40 tahun.
 Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
 Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor Genetik :
 Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
 Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
 Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
 Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF)
• Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
• Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
• Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
• Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
• Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
• Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
• Apnea
• Tachypnea
• Nasal flaring
• Retraksi dada
• Hipoksemia
• Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)

D. Pathways
Terlampir

E. Komplikasi
 Endokarditis
 Obstruksi pembuluh darah pulmonal
 CHF
 Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
 Enterokolitis nekrosis
 Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)
 Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
 Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
 Aritmia
 Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

F. Penatalaksanaan Medis
 Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
 Pembedahan : Pemotongan atau pengikatan duktus.
 Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
(Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat
2. Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
4. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
5. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
(Betz & Sowden, 2002 ;377)

H. Pengkajian
 Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas terbatas)
 Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (machinery mur-mur), edera tungkai, hepatomegali.
 Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
 Kaji adanya hiperemia pada ujung jari
 Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan
 Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
6. Resiko infeksi b.d menurunnya status kesehatan.
7. Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap penyakit anak.

J. Intervensi
1. Mempertahankan curah jantung yang adekuat :
• Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit
• Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing)
• Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali)
• Kolaborasi pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan teknik pencegahan bahaya toksisitas.
• Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload
• Berikan diuretik sesuai indikasi.

2. Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:
• Monitor kualitas dan irama pernafasan
• Atur posisi anak dengan posisi fowler
• Hindari anak dari orang yang terinfeksi
• Berikan istirahat yang cukup
• Berikan nutrisi yang optimal
• Berikan oksigen jika ada indikasi

3. Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat :
• Ijinkan anak untuk sering beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur
• Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan
• Bantu anak untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.
• Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin
• Hindarkan hal-hal yang menyebabkan ketakutan / kecemasan pada anak

4. Memberikan support untuk tumbuh kembang
• Kaji tingkat tumbuh kembang anak
• Berikan stimulasi tumbuh kembang, kativitas bermain, game, nonton TV, puzzle, nmenggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.
• Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat

5. Mempertahankan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang sesuai
• Sediakan diit yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat
• Monitor tinggi badan dan berat badan, dokumentasikan dalam bentuk grafik untuk mengetahui kecenderungan pertumbuhan anak
• Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama dan waktu yang sama
• Catat intake dan output secara benar
• Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering untuk menghindari kelelahan pada saat makan
• Anak-anak yang mendapatkan diuretik biasanya sangat haus, oleh karena itu cairan tidak dibatasi.

6. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
• Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
• Berikan istirahat yang adekuat
• Berikan kebutuhan nutrisi yang optimal

7. Memberikan support pada orang tua
• Ajarkan keluarga / orang tua untuk mengekspresikan perasaannya karena memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskudikan rencana pengobatan, dan memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan
• Ekplorasi perasaan orang tua mengenai perasaan ketakutan, rasa bersalah, berduka, dan perasaan tidak mampu
• Mengurangi ketakutan dan kecemasan orang tua dengan memberikan informasi yang jelas
• Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit
• Memberikan dorongan kepada keluarga untuk melibatkan anggota keluarga lain dalama perawatan anak.

K. Hasil Yang Diharapkan
1. Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung
2. Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru
3. Anaka akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat
4. Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan
5. Anaka akan mempertahankan intake makanan dan minuman untuk mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan
6. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
7. Orang tua akan mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.

L. Perencanaan Pemulangan
• Kontrol sesuai waktu yang ditentukan
• Jelaskan kebutuhan aktiviotas yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usia dan kondisi penyakit
• Mengajarkan ketrampilan yang diperlukan di rumah, yaitu :
- Teknik pemberian obat
- Teknik pemberian makanan
- Tindakan untuk mengatasi jika terjadi hal-hal yang mencemaskan tanda-tanda komplikasi, siapa yang akan dihubungi jika membutuhkan pertolongan.

ASUHAN KEPERAWATAN MECONIUM ASPIRATION SYNDROME


DEFINISI
Aspirasi dari cairan amnion yang berisi mekonium pada trakhea janin atau bayi baru lahir saat di dalam uterus atau saat bernafas pertamakali.

PATOFISIOLOGI
Sindroma ini biasanya terjadi pada infant full-term. Mekonium ditemukan pada cairan amnion dari 10% dari keseluruhan neonatus, mengindikasikan beberapa tingkatan aspiksia dalam kandungan. Aspiksia mengakibatkan peningkatan peristaltik intestinal karena kurangnya oksigenasi aliran darah membuat relaksasi otot spincter anal sehingga mekonium keluar. Mekonium tersebut terhisap saat janin dalam kandungan.

Aspirasi mekonium menyebabkan obstruksi jalan nafas komplit atau partial dan vasospasme pulmonary. Partikel garam dalam mekonium bekerja seperti detergen, mengakibatkan luka bakar kimia pada jaringan paru. Jika kondisi berkelanjutan akan terjadi pneumothoraks, hipertensi pulmonal persisten dan pneumonia karena bakteri.

Dengan intervensi yang adekuat, gangguan ini akan membaik dalam beberapa hari, tetapi angka kematian mencapai 28% dari seluruh kejadian. Prognosis tergantung dari jumlah mekonium yang teraspirasi, derajat infiltrasi paru dan tindakan suctioning yang cukup. Suctioning termasuk aspirasi dari nasofaring selama kelahiran dan juga suctioning langsung pada trachea melalui selang endotracheal setelah kelahiran jika mekonium ditemukan.

Perencanaan berikut difokuskan pada perawatan infant yang mengalami aspirasi mekonium dan yang berresiko mengalami komplikasi pulmonary.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PENCETUS
• Asfiksia fetal
• Prolonged labour

MANIFESTASI SPESIFIK
• Noda mekonium saat lahir
• Takipnea
• Hipoksia
• Hipoventilasi

PENANGANAN
• Suction secara adekuat pada hipopharing saat kelahiran
• Intubasi dan suction pada trachea
• Tangani dengan penanganan distress pernafasan
• Cegah hipoksia dan acidosis

PENGKAJIAN FISIK
Riwayat antenatal ibu
• Stress intra uterin

Status infant saat lahir
• Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
• Apgar skor dibawah 5
• Terdapat mekonium pada cairan amnion
• Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen

Pulmonarry
• Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
• Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah mekonium dalam paru
• Cyanosis
• Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero posterior (AP)

PENGKAJIAN BEHAVIORAL
• Disminished activity

STUDY DIAGNOSTIK
• Rontqen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragma dan terdapatnya pneumothorax

DATA LABORATORIUM
• Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2

DIAGNOSA KEPERAWATAN
(1) Resiko tingi insufisiensi pernafasan berhubungan dengan aspirasi mekonium

Tujuan 1. Mencegah dan mengeluarkan mekonium yang teraspirasi pada saat lahir atau setelahnya

Intervensi :
• Observasi kebutuhan akan suctioning nasofaring saat kepala bayi lahir. Mekonium dalam cairan amnion merupakan indikasi dilakukan suction sebelum bayi baru lahir bernafas
• Lakukan suction pada trakhea infant dengan selang endotrakheal setelah kelahiran. Prosedur ini dilakukan sebelum menstimulasi infant jika ditemukan mekonium untuk mencegah aspirasi lebih lanjut
• Lanjutkan suction pada mulut bayi untuk mengeluarkan partikel mekonium yang lebih besar. Infant yang teraspirasi mekonium memerlukan resusitasi, khususnya infant yang mengalami disstress pernafasan
• Berikan istirahat dan ketenangan pada infant. Menangis atau agitasi dapat meningkatkan tekanan intra thorakal, menyebabkan pneumothorax

Tujuan 2. Identifikasi dan minimalkan kegagalan pernafasan setelah kelahiran

Intervensi :
• Kaji status respirasi yang mengindikasikan aspirasi mekonium dan memerlukan tindakan segera seperti :
- Frekuensi, kedalaman dan takipnea ( frekuensi nafas lebih dari 60 x/menit). Peningkatan frekuensi nafas menentukan peningkatan kebutuhan oksigen
- Grunting. Suara grunting terjadi karena penutupan glottis untuk menghentikan ekshalasi udara dengan desakan udara ke pita suara
- Nasal flaring.
- Retraksi dengan penggunaan otot bantu nafas. Retraksi mengindikasikan distensi paru yang tidak adekuat selama inspirasi
- Cyanosis. Cyanosis terjadi karena penurunan kadar oksigen dalam tubuh.
- Analisa gas darah menunjukkan peningkatan PCO2 dan penurunan PO2. Nilai tersebut mengindikasikan adanya acidosis
- Hasil serial ronqen dada. Dapat mengindikasikan atelektasis, hiperinflasi atau pneumothoraks
• Berikan therapi oksigen dan ventilasi mekanik dengan tekanan positif. Ventilasi mekanik kadang diperlukan kadang tidak. Tekanan positif diberikan setelah therapy bronkoskopi atau laringotrakheal untuk mencegah masuknya mekonium ke jalan nafas yang lebih kecil.
• Set ventilator mekanik untuk memberikan tekanan yang lebih tinggi dengan frekuensi nafas pendek (60 – 70 x /menit. Setting ini diperlukan untuk memberikan ventilasi alveoli bagian distal pada infant dengan aspirasi mekonium berat
• Pertahankan hiperoksigenasi dan nilai pH/AGD pada 7,45 – 7,55 dengan PCO2 22 – 30 mmHg. Hiperoksigenasi mencegah sirkulasi fetal persisten. Keadaan alkalosis respiratorik membentu menurunkan vasokontriksi paru pada infant dengan aspirasi mekonium.
• Berikan fisiotherapi dengan perkusi dan vibrasi setiap 1 – 2 jam. Gunakan percussor atau vibrator jika infant dapat mentoleransi treatment. Prosedur ini membantu mengeluarkan sekresi tapi prosedur ini dilakukan tergantung pada kondisi infant
• Cegah komplikasi infeksi (pneumonitis) dengan pemberian antibiotik IV sesuai pesanan (seperti ampicillin). Antibiotik menghancurkan bakteri dengan memecah dinding sel bakteri sehingga sel bakteri mati.
• Berikan aminoglycosides sesuai pesanan seperti kanamisin. Monitor kadar serum bayi. Aminoglycosides menghancurkan bakteri dengan menghambat sintesis protein sehingga sel bakteri mati. Berikan secara pelahan untuk mencegah toksisitas ginjal. Memonitor level serum memaksimalkan efeltifitas therapi obat.
• Jika dipesankan, berikan steroid untuk menurunkan respon inflamasi mekonium. Walaupun obat hidrokortison merupakan pilihan tetapi penggunaannya masih diperdebatkan.
• Siapkan infant untuk pembedahan dan pemasangan Extracorporeal Membrane Oksigenation (ECMO) Pump jika infant mengalami kerusakan fungsi paru yang berat. CCMD mempertahankan pertukaran dan perfusi gas. Pembedahan dilakukan untuk menanam dua tube kecil di leher dan menghubungkannnya dengan mesin ECMO yang memompakan darah melalui paru artificial. Prosedur ini memepertahankan infant tetap hidup sampai paru dapat didukung dengan ventilasi mekanik. Jika ECMO digunakan :
- Kaji intake dan output cairan infant. Mempertahankan keseimbangan cairan penting untuk mencegah overload cairan.
- Monitor PO2 atau nilai oksimetri. Nilai tersebut untuk mengevalusi oksigenasi jaringan
- Kaji status neurologik infant. Tanda neurologik menunjukkan perubahan status oksigenasi
- Suction saluran endotrakheal sesuai pesanan. Suctioning mempertahankan patensi jalan nafas dan membantu treatment.

Koping keluarga yang tidak efektif berhubungan dengan kecemasan, rasa bersalah dan kemungkinan perawatan jangka panjang

Tujuan : Meminimalkan kecemasan, rasa bersalah dan memberikan dukungan selama krisis situasi.

Intervensi :
• Kaji ekpressi verbal dan non verbal, perasaan dan penggunaan koping mekanisme. Data tersebut diperlukan untuk membantu perawat untuk membangun koping yang konstruktif pada keluarga
• Anjurkan orangtua mengungkapkan perasaannya tentang keadaan sakit anaknya, perawatan yang lama, dan prosedur yang dilakukan pada anaknya. Verbalisasi membantu mempertahankan rasa percaya, menurunkan tingkat kecemasan orangtua dan meningkatkan keterlibatan orangtua
• Berikan informasi yang konsisten dan akurat tetang kondisi dan perkembangan bayinya, perawatan di masa yang akan datang, dan potensial problem pernafasan. Informasi akan menurunkan kecemasan terhadap keadaan bayinya.
• Anjurkan keluarga berkunjung, ikut memberikan perawatan bila mungkin. Kunjungan, komunikasi dan partisipasi pada perawatan infant membantu proses bounding
• Informasikan kepada orangtua tentang kebutuhan setelah pulang dan intruksikan prosedur yang penting saat di rumah. Beberapa infant membutuhkan bantuan ventilator setelah pulang ke rumah.
• Rujuk orangtua pada perawat komunitas dan informasikan tentang fasilitas kesehatan yang bisa dihubungi. Rujukan memberikan support kepada keluarga untuk terus mengontrol keadaan bayinya.

b) DIAGNOSA KEPERAWATAN LAIN YANG MUNGKIN
• Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori.
• Kecemasan orangtua berhubungan dengan kemungkinan kematian pada infant, respon terhadap perawatan yang lama, dan pemberian bantuan ventilator di rumah
• Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan IWL dari peningkatan pernafasan
• Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pneumonia sebagai akibat mekonium pada paru
• Resiko tinggi injury berhubungan dengan komplikasi pneumothoraks, atelektasis
• Kegagalan pertukaran gas berhubungan dengan pneumonitis chemical dan kegagalan fungsi paru akibat aspirasi mekonium
• Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan aspirasi mekonium
• Deficit pengetahuan orangtua berhubungan dengan perawatan jangka panjang setelah kepulangan.

DAFTAR PUSTAKA
Melson, Kathryn A. & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Palnning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse, 1994
Wong, Donna L., Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby Year Book Inc, Missouri 1996.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TautanANGINA PEKTORIS


A. Konsep Dasar Medis

1) Definisi
Angina Pektoris merupakan nyeri dada sementara atau perasaan tertekan ( kontriksi ) didaerah jantung. ( Brenda Walters. 2003 ).
Angina Pektoris adalah nyeri dada yang disebabkan oleh tidak adekuatnya aliran oksigen terhadap miokardium. ( Maryllin E. Doengoes. 2002 Hal 73 ).
Angina Pektoris merupakan suatu penyakit berbahaya yang timbul karena penyempitan arteri yang menyalurkan darah ke otot-otot jantung. ( Dr.John F.Knight. 1997 ).
2) Anatomi fisiologi
Jantung adalah organ berongga, berotot yang terletak di tengah thoraks dan menempati rongga antara kedua paru yang disebut mediastinum. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, mensuplai O2 dan nutrisi sambil mengangkut CO2 dan sampah hasil metabolisme. Terdapat dua pompa jantung yang terletak di sebelah kiri dan kanan, keluaran jantung kanan didistribusikan seluruhnya ke paru-paru melalui arteri. Kerja pompa jantung dijalankan oleh kontraktilitas relaksasi ritmik dinding otot. Kontraksi otot disebut sistolik, kamar jantung menjadi lebih kecil karena darah disemburkan keluar. Relaksasi otot jantung disebut diastolik kamar jantung akan terisi darah sebagai persiapan untuk penyemburan berikutnya.
Jantung terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut perikardium. Lapisan luar disebut pericardium parietalis dan lapisan dalam disebut pericardium viceralis yang langsung melekat pada permukaan jantung. Kedua pericardium dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan selama kontraksi jantung. Jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu :
• Lapisan luar : epikardium.
• Lapisan tengah : miokardium, merupakan lapisan otot.
• Lapisan dalam : endokardium.
Impuls jantung dimulai dan berasal dari Nodus Sinatrialis (SA) yang berada di dinding posterior atrium kanan dekat muara vena kava superior. SA Node menghasilkan denyut jantung 60-100 x dalam 1 menit. Kemudian dihantarkan ke AV Node yang berada di atrium kanan dekat muara sinus coronaria. Jalur AV merupakan transmisi impuls atrium dan ventrikel. Penahanan yang terlalu lama atau gagalnya transmisi impuls pada AV Node dikenal sebagai blok jantung. Dari AV, impuls jantung dihantarkan ke berkas his/bundel his yang membelah menjadi cabang kiri dan kanan kemudian di serabut purkinje yang menyebar keseluruhan permukaan dalam ventrikel otot jantung dan akan mengkontraksi jantung. Serabut purkinje juga menghasilkan impuls 20-40 x/menit.

Sirkulasi Peredaran Darah
Darah yang berasal dari vena cava superior dan inferior masuk atrium kanan kemudian ke ventrikel kanan lalu menuju paru-paru melalui arteria pulmonalis. Di paru-paru terjadi difusi CO2 dan O2. Darah yang banyak mengandung O2 keluar melalui vena pulmonalis ke atrium kiri melewati katub bikuspidalis ke ventrikel kiri dan akhirnya dipompa ke seluruh tubuh melalui arcus aorta kemudian melewati pembuluh darah, arteriola, kapiler (di sini terjadi difusi nutrisi dan metabolik jaringan), venula, vena kemudian kembali lagi dengan membawa CO2 ke atrium kanan melalui vena cava superior-inferior.
Ventrikel kiri dan kanan sewaktu diastole akan menghisap darah dari atrium kiri dan kanan melalui katub trikuspidalis dan mitral untuk dilewati darah. Setelah pengisian darah penuh di ventrikel akan berkontraksi maka katup bikuspidalis dan mitral tertutup. Keadaan ini disebut sistolik. Tertutupnya katub trikuspidalis dan mitral menghasilkan bunyi jantung I sedangkan tertutupnya katub aorta dan pulmonal menghasilkan bunyi jantung II. Curah jantung (cardiac output) adalah sejumlah darah yang dipompa jantung ke seluruh tubuh tiap menit. Besarnya curah jantung berubah tergantung dari kebutuhan metabolisme tubuh. Curah jantung (CO) sebanding dengan volume sekuncup (SV) kali frekuensi jantung (HR).
CO = SV x HR.
Pengaturan Denyut Jantung
Frekuensi jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan system saraf otonom yaitu serabut parasimpatis mempersarafi node SA dan AV, mempengaruhi kecepatan dan frekuensi jantung sedangkan simpatis akan memperkuat denyut jantung.

Pengaturan Volume Sekuncup
Volume sekuncup tergantung dari tiga variabel :
- Preload yaitu peningkatan volume terakhir yang meningkatkan kekuatan kontraksi pada saat sistolik.
- Kontraktilitas yaitu kekuatan kontraksi dari jantung.
- After load yaitu besarnya tegangan yang dihasilkan oleh ventrikel selama fase systole agar mampu membuka katub semilunaris dan memompa darah keluar.
Ruang jantung terdiri atas empat ruang, dua ruang bagian atas disebut atrium, dua ruang di bagian bawah disebut ventrikel. Dinding yang memisahkan ruang kanan dan kiri disebut septum.
- Atrium kanan
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah, yang juga sebagai pengatur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel kanan kemudian ke paru-paru. Darah yang berasal dari pembuluh vena masuk atrium kanan melalui vena cava inferior dan superior dan sinus coronarius.
- Ventrikel kanan
Menghasilkan kontraksi tekanan darah yang cukup untuk memompa darah ke dalam arteri pulmonalis.
- Atrium kiri
Menerima darah yang sudah dioksigenisasi dari paru-paru melalui vena pulmonalis. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katub mitralis.
- Ventrikel kiri
Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik dan mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer, sekat pembatas kedua ventrikel disebut septum interventrikularis.

Katub Jantung
Katub jantung memungkinkan darah mengalir hanya satu arah ke dalam jantung. Ada dua katub yaitu :
- Atrioventrikularis
Memisahkan antara atrium dan ventrikel. Terdapat dua jenis yaitu katub trikuspidalis dan mitralis/bikuspidalis. Katub trikuspidalis memisahkan atrium kiri dan ventrikel kiri.
- Semilunaris
Katub semilunaris terletak di antara tiap ventrikel dan arteri yang bersangkutan. Katub antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katub pulmonalis. Katub antara ventrikel kiri dan aorta disebut katub aorta.
3) Etiologi
- Penyakit arteri koroner ( CAD ) : gagal jantung konghesif ( CHF ), spasme arteri koroner dipacu oleh latihan, stress, pemajanan terhadap dingin.
- Perokok dan pengkomsumsi Alkohol.
- Makanan yang banyak mengandung serat lemak dan gula.
- Factor genetic ( herediter ).
4) Patofisiologi
Denyut jantung sangat penting, karena apabila ada rangsangan pada bagian tubuh. Dengan demikian arus listrik sebagai pembuka jalan akan menimbulkan kontraksi yang mana akan terjadi denyutan jantung. Hal ini berjalan terus dengan irama yang teratur tanpa berhenti, menurut kecepatan yang disebut tadi, pada umumnya 70x/mnt.
Tetapi jantung selalu pompa, mempunyai 4 ruang sendiri. Yang masing-masing mempunyai peran penting. Karena darah itu dipompakan bukan hanya kepada satu peredaran, melainkan kepada dua peredaran yang sama sekali berbeda.
Yang besar adalah peredararan umum, mengalirkan darah keseluruh bagian tubuh, tetapi setelah tiba diujung perjalanannya darah itu kembali ke sumber semula, perjalanan ini lebih pendek dan melintasi paru-paru yang melintasi komponen darah itu.
Juantung ada dua yaitu jantung sebelah kiri dan jantung sebelah kanan yang masing-masing mempunyai dua ruang, ruang sebelah atas yang disebut atrium ( serambi ), dan bawah ruang sebelah yang disebut ventrikel ( bilik ) masing-masing ruang ini dihubungkan dengan system peredarannya sendiri.satu seri katup yang sederhana namun efisien mengatur perjalanan darah itu sehingga mengalir dengan bebas diantara pembuluh darah, pembuluh yang pada masing-masing ruangan.
Darah dikirim ke atrium disebelah kanan melelui pembuluh-pembuluh utama yang disebut vena ( vene cava ) ini adalah darah yang telah dikumpulkan dari seluruh tubuh pada saat itu, lalu dilimpahkan ke atrium ( serambi )
Pada denyutan jantung yang berikutnya, jantung berkontraksi, lalu darah yang ada di atrium dilimpahkan ke ventrikel. Disebelah kanan ketika katup penghubung itu terbuka. Ketika ventrikel sebelah kanan mengempis, darah besar yan menyalurkan ke jantung
Tanda dan Gejala
- Rasa nyeri didada sebelah kiri dan menjalar kebahu, lengan kiri dan punggung
- Shock ( pusing, lemah, berkeringat, muntah-muntah, pingsan dan pucat )
- Sesak nafas
- Denyut jantung tidak teratur.
5) Test Diagnostik
• EKG : keadan Istirahat EKG normal pada 25 % pasien angina pectoris
• Fhoto Thorax : biasanya normal, namun infiltrate mungkin ada menunjukan dekompesasi jantung atau paru-paru
• Angiografi koroner : cara yang paling akurat, untuk unutk menentukan beratnya penyakit koroner, dilakukan pada penderita angina stabil yang kronik.
• Test Lab : SGOT, SGPT, LDH, CKMB : tidak ada penyimpangan ( normal )
• Kadar lipid, trigliserid dan kolesterol : mungkin meningkat
• Pembedahan bypass modern
• Treadmill
o Kontra Indikasi : pada pasien usia lanjut, penderita cacat, penderita denga sakit lama .
o Indikasi : untuk diagnostic Angina dengan memprovakasi kelaianan iskemia dan nyeri dada
7) Penatalaksaan Medik
• Meningkatkan suplai O¬2 ke miocard
• Menghilangkan nyeri dada
• Istirahat
• Hilangkan atau kurangi emosi
• Uji latihan beban / treadmill test
• Pemeriksaan EKG dan rekam jantung
• Diet :
- Kendalikan kalori sesuai dengan berat badan yang ideal
- Diet meliputi : karbohidrat (terutama yang majemuk ): 50% dari kaloro harian, protein : 20% dari kalori harian, dan lemak ( kebanyakan nabati ) : 30 % dari kalori harian
- Hindari makanan asin
8) Komplikasi
- Oisritmia / aritmia
- Miocard infark
- Syok cardiogenik
- Dekompensatio cordis
- Insfisiensi koroner

A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat hipertensi dan penyakit paru.
- Riwayat anemia.
- Riwayat penyakit katub jantung, bedah jantung dan endokarditis.
b. Pola nutrisi metabolik
- Mual, muntah, anoreksia.
- Penambahan berat badan signifikan
- Edema, asites
- Makan makanan yang tinggi garam, lemak, gula dan kafein.
- Penggunaan obat diuretik.
c. Pola eliminasi
- Nokturia (berkemih pada malam hari)
- Penurunan berkemih, urine berwarna gelap
- Diare, konstipasi.
d. Pola latihan dan aktivitas
- Kelelahan terus menerus sepanjang hari.
- Gelisah
- Dyspnea
- Edema pada ekstremitas bawah.
- Batuk, nyeri dada pada saat aktivitas.
e. Pola tidur dan istirahat
- Insomnia
- Tidur menggunakan 2-3 bantal.
f. Pola persepsi dan kognitif
- Cemas
- Stres yang berhubungan dengan penyakit
- Kemampuan pasien mengatasi penyebab penyakit.
g. Pola hubungan dan peran dengan sesama
- Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
h. Pola reproduksi dan seksualitas
- Penurunan aktivitas seksualitas, penurunan libido dan impoten/ disfungsi orgasme sehubungan dengan kelelahan/beta blocker yang sering membuat penurunan sex.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokard, perubahan frekuensi, irama, konduksi dan listrik jantung.
b. Intoleransi aktivitas b/d penurunan curah jantung.
c. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan.
d. Kelebihan volume cairan b/d kegagalan curah jantung, retensi cairan.
e. Penurunan perfusi jaringan b/d penurunan cardiac output.
f. Resti kerusakan integritas kulit b/d penurunan perfusi jaringan, tirah baring lama.
g. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, aktivitas, diit dan pengobatan b/d kurang informasi.
3. Perencanaan Keperawatan
DP 1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokard, perubahan frekuensi, irama, konduksi dan listrik jantung.
HYD: Menunjukkan TTV dalam batas normal, tidak terjadi angina, dyspnea, tidak ditemukan gejala gagal jantung.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi dan irama jantung.
R/ Biasa terjadi takikardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas miokard.
2) Catat bunyi jantung tambahan.
R/ Bunyi tambahan menunjukkan lemahnya kerja jantung.
3) Pantau nadi perifer, TD
R/ Penurunan nadi dan TD menunjukkan penurunan curah jantung.
4) Kaji kulit terhadap pucat dan cyanosis.
R/ Menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder karena tidak adekuatnya curah jantung.
5) Kaji terhadap penurunan kesadaran.
R/ Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral.
6) Pantau dan catat keluaran urine.
R/ Ginjal berespon terhadap penurunan curah jantung dengan menahan air dan natrium.
7) Anjurkan istirahat cukup.
R/ Memperbaiki efisiensi kontraktilitas jantung dan menurunnya kebutuhan O2.
8) Kolaborasi dan dokter untuk pemberian obat (diuretik, vasodilator, captopril, morfin sulfat dan tranquilizer/sedatif).
R/ Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
DP 2. Intoleransi aktivitas b/d penurunan curah jantung.
HYD: Klien dapat berinteraksi sesuai tingkat toleransi.
Intervensi :
1) Observasi TTV sebelum dan sesudah beraktivitas terutama klien yang menggunakan obat vasodilator dan diuretic.
R/ Hipotensi orthostatik dapat terjadi karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan/pengaruh obat jantung.
2) Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dyspnea, pucat dan berkeringat.
R/ Penurunan miokardium untuk menaikkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menurunkan frekuensi jantung dan kebutuhan O2
3) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
R/ Dapat menunjukkan kenaikan dekompensasi jantung terhadap kelebihan aktivitas dengan periode istirahat.
4) Bantu penuh atau sesuai indikasi dan selingi aktivitas dengan periode istirahat.
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard.
5) Kolaborasi untuk program rehabilitasi jantung.
R/ Peningkatan aktivitas secara bertahap untuk mengurangi kerja jantung.
DP 3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan.
HYD: Pernapasan klien normal 12-20 x/menit, bunyi nafas normal.
Intervensi :
1) Beri posisi semifowler/fowler.
R/ Meningkatkan ventilasi dan mengurangi aliran balik vena ke jantung dan meningkatkan ekspansi paru.
2) Jelaskan dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam.
R/ Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2.
3) Auskultasi bunyi nafas, catat crackles, frekuensi pernapasan.
R/ Menyatakan adanya kongesti paru dan menunjukkan kebutuhan O2, informasi lanjut sebagai evaluasi terhadap respon terapi.
4) Kolaborasi dalam pemberian terapi O2.
R/ Menaikkan saturasi O2 dan mengetahui dyspnea dan fatigue.
5) Pantau nilai AGD.
R/ Monitor O2 dalam darah.
DP 4. Kelebihan volume cairan b/d kegagalan curah jantung, retensi cairan.
HYD: Edema berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi :
1) Kaji derajat edema dan ukur lingkar perut setiap hari.
R/ Pada gagal jantung, cairan dapat berkumpul di ekstremitas bawah, abdominal.
2) Pantau intake-output.
R/ Memantau balance cairan.
3) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler.
R/ Posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Timbang BB bila memungkinkan.
R/ Catat perubahan ada atau hilangnya edema sebagai respon terhadap terapi.
5) Kaji distensi leher dan pembuluh perifer serta adanya edema dengan/tanpa pitting (catat adanya edema tubuh umum).
R/ Retensi cairan berlebihan dapat dimanfaatkan dengan pembendungan vena dan pembentukan edema.
6) Kaji adanya keluhan dyspnea yang ekstrim dan tiba-tiba.
R/ Menunjukkan terjadinya komplikasi (edema paru/emboli).

7) Berikan diit rendah sodium dan natrium serta batasan cairan.
R/ Mengurangi retensi cairan.
8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat digitalis, diuretik dan tambahan kalium.
R/ Meningkatkan tugas jantung, meningkatkan keluaran urine dan menghambat reabsorpsi natrium.
DP 5. Penurunan perfusi jaringan b/d penurunan curah jantung.
HYD: Pasien mengatakan perasaan nyaman atau tidak ada nyeri saat istirahat.
Nadi perifer teraba dan kuat.
Keluhan pusing berkurang sampai dengan hilang.
Warna kulit tidak pucat, suhu tubuh hangat.
Intervensi :
1) Kaji keluhan pasien (nyeri dada, pusing).
R/ Pengkajian yang tepat diperlukan untuk memberikan intervensi yang tepat.
2) Monitor TTV dan irama jantung setiap 4 jam.
R/ Nadi yang cepat dan reguler dapat menyebabkan penurunan curah jantung yang mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
3) Periksa nadi perifer setiap 4 jam.
R/ Nadi perifer teraba dan kuat mengindikasikan aliran arterial yang baik.
4) Kaji warna kulit, suhu dan tekstur kulit tiap 4 jam, catat dan laporkan bila ada perubahan.
R/ Penurunan perfusi jaringan dapat menyebabkan kulit menjadi dingin dan tekstur berubah.
DP 6. Risti kerusakan integritas kulit b/d penurunan perfusi jaringan, tirah baring lama.
HYD: Kerusakan kulit tidak terjadi pada daerah edema atau tertekan.
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda edema pada daerah scrotum, tumit dan maleolus.
R/ Mengidentifikasi area edema dan rencana tindakan selanjutnya.
2) Pijat area yang tertekan.
R/ Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
3) Ubah posisi sering di tempat tidur dan bantu latihan rentang gerak aktif pasif (tiap 2-4 jam sekali).
R/ Memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
4) Berikan perawatan kulit dan menjaga kelembaban.
R/ Terlalu kering atau lambat merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
5) Jaga kebersihan alat tenun dan bebas kerut.
R/ Penurunan tekanan pada kulit memperbaiki sirkulasi.
DP 7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan pengobatan b/d kurang informasi.
HYD: Secara verbal pasien memahami tentang penyakitnya dengan baik, ketentuan diet dan penatalaksanaan pengobatan.
Intervensi :
1) Diskusikan fungsi jantung normal dan jelaskan tentang fisiologinya.
R/ Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
2) Jelaskan tentang program pengobatan dan pentingnya menjalankan diet.
R/ Pengertian dalam pengobatan dapat meningkatkan motivasi klien.
3) Diskusikan tentang pentingnya istirahat.
R/ Aktivitas fisik yang berlebihan dapat berlanjut menjadi kelemahan jantung.
4) Diskusikan dalam pemberian obat dan efek samping obat.
R/ Pemahaman kebutuhan terapeutik pentingnya upaya pelaporan efek samping dapat mencegah terjadinya komplikasi obat.
5) Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.
R/ Dapat memahami tentang proses perjalanan penyakit.
.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long, 1989. Medical Surgical Nursing. St. Louis. CV. Mosby Company.
Brunner and Suddarth. 1999. Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 2, Alih bahasa: Monica Ester, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Donna D. Ignatavicius, 1991. Medical Surgical Nursing, WB. Saunders Company, Philadelphia.
Joyce M. Black, 1997. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Continuity of Care. Fifth Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia.
Lewis, Sharon Mantik, 2000, Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Missouri: Mosby Inc.
Luckmann and Sorensen’s, 1993. Medical Surgical Nursing A Psychophysiologic Approach. Fourth edition.
Mansjoer, Arif dkk (editor), 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga, Jilid 2. Penerbit FKUI: Jakarta.
Marilynn E. Doengoes, 1993. Nursing Care Plan. Edition 3, Philadelphia: F.A. Davis Company.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1990. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Penerbit FKUI. Jakarta.
Internet www. Googgle.id. com. Angina Pektoris

Asuhan Keperawatan Anak dengan DHF

A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty (betina). ( Effendy Christantie, 1995 ).
Dengue Haemorrhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit yang terdapat pada anak dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniquet akan positif disertai ruam, tanpa ruam dan beberapa atau semua gejala perdarahan. (Hendarwanto, IPD, 1999 )
Dengue Haemorrhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (betina). Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak , serta sering menimbulkan kejadian luar biaa atau wabah. ( Suroso Thomas, FKUI, 2002 )

2. Anatomi dan fisiologi darah
Darah adalah medium transport tubuh. Darah terdiri dari komponen cair dan komponen padat. Komponen cair darah disebut plasma, berwarna kekuning-kuningan yang terdiri dari:
a. Air : terdiri dari 91 – 92 %
b. Zat padat yang terdiri dari 7 – 9 %. Terdiri dari :
1) Protein ( albumin, globulin, fibrinogen )
2) Bahan anorganik ( natrium, kalsium, kalium, fosfor, besi dan iodium )
3) Bahan organic ( zat-zat nitrogen non protein, urea, asam urat, kreatinin, xantin, asam amino, fosfolipid, kolesterol, gluksa dll )
Komponen padat darah terdiri dari :
a. Sel darah merah
Eritrosit adalah cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 8,6 µm. eritrosit tidak memiliki nucleus. Eritrosit terdiri dari membrane luar, hemoglobin ( ptotein yang mengandung besi ) dan karbon anhidrase ( enzim yang terlibat dalam transport karbndioksida ). Pembentukan eritrosit dirangsang oleh glikoprotein dan eritropoetin dari ginjal. Jumlah eritrosit nrmal yaitu : laki-laki : 4,5 – 5,5 106 / mm3 dan perempuan : 4,1 – 5,1 106 / mm3. funsi eritrosit adalah mengangkut dan melakukan pertukaran oksigen dan karbondioksida. Pada orang dewasa umur eritrosit adalah 120 hari.

b. Sel darah putih
Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peranan utama sel darah putih. Jumlah normalnya adalah 4.000 – 11.000 / mm3. 5 jenis sel darah putih yaitu :
1) Neutrofil 55 %
2) Eosinofil 2 %
3) Basofil 0,5 – 1 %
4) Monosit 6 %
5) Limfosit 36 %
c. Trombosit
Trombosit bukan merupakan sel melainkan pecahan granular sel, berbentuk piringan dan tidak berinti, berdiameter 1 – 4 mm dan berumur kira-kira 10 hari. Sekitar 30 – 40 % berada dalam limpa sebagai cadangan dan sisanya berada dalam sirkulasi. Trombosit sangat penting peranannya dalam hemostasis dan pembekuan. Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000 / mm3.
Fungsi darah secara umum yaitu :
a. Respirasi yaitu transport oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru
b. Gizi, transport makanan yang diabsorpsi
c. Ekskresi, transport sisa metablisme ke ginjal, paru-paru, kulit dan usus untuk dibuang
d. Mempertahankan keseimbangan asam basa
e. Mengatur keseimbangan air
f. Mengatur suhu tubuh
g. Transport hormon

Gibson, John 2002 : Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi . Jakarta : EGC.

3. Etiologi
Virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang terdiri dari 4 tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (baca : virus dengue tipe 1-4). infeksi oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang bersangkutan pada masa yang akan datang. Namun, hanya memberikan imunitas yang sementara dan parsial terhadap infeksi virus lainnya. Wabah dengue juga telah dissertai Aedes albopictus, Aedess polinienssiss, Aedess sscuttellariss tetapi vector tersebut kurang efektif dan kurang berperan karena nyamuk-nyamuk tersebut banyak terdapat didaerah perkebunan dan semak-semak, sedangkan Aedes aegypti banyak tinggal di sekitar pemukiman penduduk.
Adapun ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah
a. Berbadan kecil, warna hitam dan belang-belang
b. Menggigit pada siang hari, yaitu rentang waktunya antara Pkl 08.00 – 10.00 pagi.
c. Gemar hidup di tempat yang gelap dan lembab dan di baju-baju yang bergantungan
d. Badannya mendatar saat hinggap
e. Jarak terbangnya kurang dari 100 meter
f. Banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, bak mandi, ban bekas dan sebagainya.

4. Klasifikasi
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain tanpa perdarahan spontan, uji rumpeleede positf dan mudah memar.
b. Derajat II
Tanda pada derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit berupa ptekiae dan ekimosis, epistaksis, muntah darah (hematemesis), melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, gelisah.
d. Derajat IV
Syok berat dimana nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur, kulit lembab dan dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru. Merupakan manifestasi syok dan seringkali berakhir dengan kematian.

5. Patofisiologi
Virus dengue ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti yang mempunyai 4 tipe yaiyu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, dimana keempat jenis ini dapat menyebabkan manifestasi klinis yang bermaca-macam dari asimptomatis sampai fatal. Dengue fever merupakan manifestasi klinis yang ringan, sedang Dengue Haemorrhagic Fever merupakan manifestasi klinis yang berat.
Setelah virus masuk ke dalam tubuh, maka akan terjadi replikasi virus kemudian akan terjadi viremia yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh , sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot dan sendi, ruam atau bintik merah pada kulit, hiperemi tenggorokan dan pada keadaan yang lebih berat mungkin akan terjadi pembesaran kelenjar getah bening, hepatomegali dan splenomegali.
Gigitan nyamuk yang pertama mungkin tidak menimbulkan gejala atau dapat juga terjadi dengue fever yaitu reaksi tubuh ringan yang merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi akan berat jika penderita mengalami infeksi berulang (ke-2) terutama jika oleh virus yang berbeda pada infeksi yang pertama sehingga terjadi reaksi antigen-antibody dan akan menimbulkan kompleks antigen-antibody (kompleks virus-antibody). Keadaan ini dapat menyebabkan beberapa hal yaitu:
a. Aktivasi system komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilatoxin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dindingpembuluh darah dan terjadinya perembesan plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular. Perembesan plasma ini menyebabkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan (syok).
b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepakan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami metamorfosis akan dimusnahkan oleh system retikuloendotel dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan
c. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadipembekuan intravascular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukkan anafhilatoxin dan penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Kemudian meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga terjadinya perembesan plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular
.
6. Tanda dan gejala
a. Demam tinggi dan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan : uji rumpeleede positif, ptekiae, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena
c. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, nyeri ulu hati
d. Nyeri sendi , nyeri kepala, nyeri otot, rasa sakit di daerah belakang bola mata (retro orbita), hepatomegali, splenomegali
e. Kadang ditemui keluhan batuk pilek dan sakit menelan.

7. Pemeriksaan diagnostik
a. Labotatorium
1) Darah
a) Trombosit
b) Hemoglobin
c) Hematokrit
d) Elektrolit serum
e) Pemeriksaan gas darah
2) Urine
b. Pemeriksaan radiology
c. USG

8. Penatalaksanaan medis
a. Pemberian minum 1- 2 liter per hari, pemberiaan oralit, jus buah juga baik untuk mengatasi kekurangan volume cairan
b. Antipiretik
c. Kompres hangat
d. Monitor TTV dan tanda-tanda perdarahan
e. Antibiotic
f. Diazepam, jika kejang
g. Pemberian cairan intravena (Ringer Lactat, Nacl 0,9 %, Dextrose 5 %)
h. Bila hematokrit meningkat beri cairan plasma (Dekstran, albumin 5 %)
i. Pemberian tranfusi darah
j. Jika asidosis metabolic beri natrium Bikarbonat

9. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Anoksia jaringan
c. Asidosis metabolic

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat demam dengue, dengan minum penurun panas dan istirahat demam tidak dirasakan lagi
- Lingkungan rumah yang berdempet, banyak air tergenang, pembuangan barang-barang bekas dan kaleng-kaleng bekas sembarangan
- Riwayat demam kembali dengan tanda-tanda perdarahan (tanda-tanda perdarahan yang khas dari demam berdarah dengue)
b) Pola nutrisi metabolic
- Intake menurun karena mual dan muntah
- Adakah penurunan BB?
- Adakah kesulitan menelan?
- Demam tinggi yang tiba-tiba sampai kadang menggigil selama 2-7 hari
c) Pola eliminasi
- Konstipasi
- Diare
- Tinja berwarna hitam pada perdarahan hebat
- Produksi urine menurun (kurang dari 1cc/KgBb/jam) pada syok
d) Pola aktivitas dan latihan
- Badan lemah, nyeri otot dan sendi
- Tidak bisa beraktivitas, pegal-pegal seluruh badan
e) Pola istirahat dan tidur
- Istirahat dan tidur terganggu karena demam, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, gelisah
f) Pola persepsi kognitif
- Apakah yang diketahui klien dan keluarga tentang penyakitnya?
- Apakah yang diharapkan klien/keluarga terhadap sakitnya
g) Pola persepsi dan konsep diri
- Apakah klien merasa puas terhadap keadaan dirinya?
- Adakah perasaan malu terhadap penyakitnya?
h) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Adanya perasaan cemas, takut terhadap penyakitnya
- Ingin ditemani orang tua atau orang terdekat saat sakit

i) Pola reproduksi seksual
- Pada anak perempuan apakah ada perdarahan pervagina (bukan menstruasi)?
j) Pola sistem kepercayaan
- Menyerahkan penyakitnya kepada Tuhan / pasrah
- Menyalahkan Tuhan kaerna penyakitnya
- Memanggil pemuka agama untuk mendoakan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi yang berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan vascular yang berhubungan dengan pindahnya cairan dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular
c. Risiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan perdarahan
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
f. Kebutuhan pembelajaran mengenai kondisi, prognosis dan program pengobatan mengenai penyakit DHF yang berhubungan dengan kurangnya pemajanan informasi

3. Rencana Keperawatan
a. Hipertermi yang berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : hipertermi dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Sasaran :
1) Suhu tubuh normal (36-370 C)
2) Pasien mengatakan tidak panas lagi
Rencana tindakan :
1) Observasi TTV : suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
Rasional : keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan pasien di rumah sakit
3) Beri kompres hangat di daerah ketiak dan dahi
Rasional : kompres hangat memberikan efek vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui pori-pori
4) Anjurkan klien banyak minum ± 1-2 liter / hari
Rasional : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
5) Anjurkan klien untuk istirahat di tempat tidur / tirah baring
Rasional : mencegah terjadinya peningkatan metabolisme tubuh dan membantu proses penyembuhan

6) Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
Rasional : pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh
7) Monitor dan catat intake dan output dan berikan cairan intravena sesuai program medik
Rasional : karena IWL meningkat 10 %setiap peningkatan suhu tubuh 10C, maka peningkatan intake cairan perlu untuk mencegah dehidrasi
8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik
Rasional : antipiretik berfungsi dalam menurunkan suhu tubuh

b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan vascular yang berhubungan dengan pindahnya cairan dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular
Tujuan : kekurangan volume cairan tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Sasaran :
1) Klien tidak mengalami kekurangan volume cairan vaskuler yang ditandai dengan TTV stabil dalam batas normal
2) Produksi urine 1 cc/KgBb/jam
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Rencana tindakan :
1) Observasi TTV : suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Kaji tanda dan gejala kurang volume cairan (selaput mukosa kering, rasa haus dan produksi urine menurun)
Rasional : deteksi dini kurang volume cairan
3) Monitor dan catat cairan yang masuk dan keluar
Rasional : mengetahui keseimbangan cairan yang masuk dan keluar
4) Beri minum yang cukup dan sesuaikan dengan jumlah cairan infuse
Rasional ; minum cukup untuk menambah volume cairan dan sesuaikan dengan cairan infuse untuk mencegah kelebihan cairan
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan intravena
Rasional : program cairan intravena sangat penting bagi pasien yang mengalami deficit volume cairan dengan keadaan umum yang jelek karena cairan yang masuk langsung ke pembuluh darah
6) Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan trombosit, hematokrit dan hemoglobin
Rasional : mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah

c. Risiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Sasaran :
1) TTV stabil dalam batas normal
2) Hematokrit dalam batas normal ( L : 40-52 %, P : 35-47 % )
3) Hemoglobin dalam batas normal ( L : 11,5-16,5 g/dL, P : 13-17,5 g/dL )
4) Trombosit dalam batas normal (150.000-400.000 /mm3 )
5) Tidak terjadi tanda-tanda syok
Rencana tindakan :
1) Observasi TTV : suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Monitor tanda-tanda perdarahan
Rasional : perdarahan yang tepat diketahui dapat segera diatasi sehingga pasien tidak sampai ke tahap hipovolemik akibat perdarahan hebat
3) Observasi perkembangan bintik-bintik merah di kulit, keringat dingin, kulit lembab dan dingin serta tanda-tanda sianosis
Rasional : mengetahui tanda-tanda terjadinya syok sehingga dapat menentukan intervensi secepatnya
4) Bila terjadi syok hipovolemik, baringkan pasien dalam posisi datar
Rasional : menghindari kondisi yang lebih buruk
5) Segera puasakan pasien bila terjadi perdarahan saluran pencernaan
Rasional : mengistirahatkan saluran pencernaan untuk sementara selama perdarahan dari saluran cerna
6) Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk segera melapor jika ada tanda-tanda perdarahan
Rasional : keterlibatan keluarga sangat membantu tim perawatan untuk segera melakukan tindakan yang tepat
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tranfusi dan cairan parenteral
Rasional : untuk menggantikan volume dan komponen darah yang hilang dan untuk memenuhi keseimbangan cairan tubuh
8) Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan trombosit, hematokrit dan hemoglobin
Rasional : mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Sasaran :
1) Klien mengalami peningkatan selera makan dan mampu menghabiskan 1 porsi makanan yang disediakan
2) Mual, ¬muntah hilang
3) Berat badan dalam batas normal
Rencana tindakan :
1) Kaji keluhan mual, muntah dan anoreksia yang dialami pasien
Rasional : untuk menentukan intervensi yang sesuai dengan kondisi pasien
2) Kaji pola makan pasien, catat porsi makan yang dihabiskan setiap hari
Rasional : mengetahui masukan nutrisi pasien
3) Timbang berat badan pasien setiap hari
Rasional : mengetahui kecukupan nutrisi pasien
4) Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makan dalam porsi kecil tetapi sering
Rasional : mencegah pengosongan lambung
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy antiemetik dan vitamin
Rasional : antiemetik untuk mengatasi mual dan muntah, vitamin untuk meningkatkan selera makan dan daya tahan tubuh pasien

e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : pasien mampu untuk beraktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan

Sasaran :
1) Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya
2) Klien dapat mandiri untuk mandi, makan, eliminasi dan berpakaian
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas
Rasional : mengetahui kemampuan pasien dalam beraktivitas
2) Libatkan keluarga/orang tua dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien
Rasional : memberikan dorongan kepada pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
3) Anjurkan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien
Rasional : agar klien berpartisipasi dalam perawatan diri
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari jika pasien belum mampu sendiri
Rasional : bantuan yang tepat perlu dilakukan agar pasien tidak memaksakan diri beraktivitas sementara dirinya belum mampu sehingga kelelahan pasien dapat dihindari

f. Kebutuhan pembelajaran mengenai kondisi, prognosis dan program pengobatan mengenai penyakit DHF yang berhubungan dengan kurangnya pemajanan informasi
Tujuan : pengetahuan pasien/ keluarga tentang penyakit DHF bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan
Sasaran :
1) Pasien/keluarga dapat mengerti mengena pengertian, penyebab, prose terjadinya penyakit, tanda dan gejala, cara pencegahan dan pengobatan dan komplikasi DHF
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuann pasien dan keluarga tentang penyakit DHF
Rasional : memberikan infrmasi kepada pasien / keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan tentang penyakit pasien serta kebenaran informasi yang telah didapatkan pasien / keluarga sebelumnya
2) Kaji latar belakang pendidikan pasien dan keluarga
Rasional : agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan mereka sehingga penjelasan dapat dipahami dan tujuan yang direncanakan tercapai
3) Jelaskan tentang pengertian, sebab, proses penyakit, tanda dan gejala, cara pencegahan dan pengobatan serta komplikasi dengan menggunakan gambar dan leaflet dan dengan kata-kata yang mudah dipahami
Rasional : agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dan dengan menggunakan leaflet dan gambar penjelasan yang diberikan dapat dibaca dan dilihat berulang-ulang
4) Berikan kesempatan kepada pasien / keluarga untuk bertanya sehubungan dengan penyakit yang dihadapinya dan jawab pertanyaannya
Rasional : mengurangi kecemasan dan memotivasi pasien untuk kooperatif selama masa perawatan atau penyembuhan

4. Evaluasi
a. Suhu tubuh normal (36-370 C).
b. Kekurangan volume cairan vascular tidak terjadi dan pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan.
c. Syok hipovolemik tidak terjadi, pasien tidak mengalami perdarahan yang berlebihan seperti hematemesis, melena, perdarahan gusi, epistaksis dan ptekiae.
d. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
e. Aktivitas dan latihan pasien dapat dilakukan secara mandiri
f. pengetahuan pasien / keluarga tentang kondisi, prognosis dan program pengobatan penyakit DHF bertambah

Patoflow
Infeksi virus dengue I
(tidak ada gejala , dengue fever ringan membaik)

Infeksi virus dengue berulang
(oleh tipe virus dengue yang berbeda dengan infeksi I)

Replikasi virus Kompleks antigen – antibody

Viremia
Aktivasi system agregasi Aktivasi faktor Hageman
Komplemen trombosit (faktor XII)
 Demam (Dp 1)
 Mual, muntah (Dp 4) Dikeluarkannya zat ADP Plasminogen
anafilatoxin dilepaskan menjadi plasmin
 Anoreksia (Dp 4)
 Lemah (Dp 5) Peningkatan permeabilitas metamorfosis Penghancuran fibrin
Kapiler trombosit dan pembentukan
 Nyeri otot anafilatoxin
 Nyeri kepala Perembesan plasma dari trombosit di
ruang intra ke ekstravaskular musnahkan oleh RES Peningkatan
 Hepatomegali permeabilitas
 Splenomegali kapiler
Trombositopenia
Perembesan plasma
 Kadang diare dari ruang intra
konstipasi, Tanda-tanda perdarahan ke ruang ektra
sakit menelan, ringan : ptekiae,perdarahan vascular (Dp 2)
batuk,pilek gusi, mimisan (Dp 3)

Tidak teratasi

Perdarahan hebat
( dapat terjadi di seluruh bagian tubuh)
Saluran pencernaan : hematemesis, melena
Saluran perkemihan : hematuri (Dp 3)

 Hemokonsentrasi
 Volume plasma berkurang
 Efusi
 Syok

 Anoksia jaringan
 Asidosis metabolic

Kematian

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Jual-Moyet.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC.
Effendi, Christantie. 1995. Perawatan Pasien DHF edisi 1. Jakarta : EGC
Ginanjar, Genis. 2008. Demam Berdarah. Yogyakarta : PT Bentang Pustaka
Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2. Jakarta ; EGC
Mansjoer, Arif et all. 2000. Kapita selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media aesculapius
Monica, Ester. 1999. Demam Berdarah Dengue ( Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian. Jakarta : EGC
Syaifuddin. 2001. Fisiologi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta : Widya Medika
Suyono, Slamet. 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 3. Jakarta ; FKUI