Rabu, 06 Juni 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA BULI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA BULI

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA BULI

A. TINJAUAN TEORI
I. PENGERTIAN
Tomor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli.

II. ISIDEN
Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.

III. KLASIFIKASI
1. Staging dan klasifikasi
Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi :
1. T = pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui :
Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi.
Tis = carcinoma insitu (pre invasive Ca)
Tx = cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat dilakukan
To = tanda-tanda tumor primer tidak ada
T1. pada pemeriksaan bimanual didapatkan masa yang bergerak
T2 = pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli.
T3 = pada pemeriksaan bimanual indurasi atau masa nodular yang bergerak bebeas dapat diraba di buli-buli.
T3a = invasi otot yang lebih dalam
T3b= perluasan lewat dinding buli-buli
T4 = Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a= tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina
T4b= tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen.
2. N = Pembesaran secara klinis untuk pemebesaran kelenjar limfe
pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative
Nx = minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan
No = tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjar lymfe regional
N1 = pemebsaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral
N2 = pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang multiple
N3 = masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebeas antaranya dan tumor
N4 = pemebesaran lkelenjar lymfe juxta regional
3. M = metastase jauh termasuk pemebesaran kelenjar limfe yang jauh
Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia
Mx = kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat dilaksanakan
M1 = adanya metastase jauh
M1a= adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
M1b= metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
M1c= metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple
M1d= metastase dalam organ yang multiple
2. type dan lokasi
Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi.
1. efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli –squamosa cell., anaplastik, invasi yang dalam dan cepat metastasenya.
2. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus
3. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltasi, metastase cepat dan biasanya fatal
4. Primary Malignant lymphoma, neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan hipertensi selama kencing
5. Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi.


IV. GEJALA KLINIS
- Kencing campur dara yang intermitten
- Merasa panas waktu kencing
- Merasa ingin kencing
- Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing
- Nyeri suprapubik yang konstan
- Panas badan dan merasa lemah
- Nyeri pinggang karena tekanan saraf
- Nyeri pda satu sisi karena hydronephrosis

PATOFISOILOGI
BULI-BULI


Ca Buli-Buli

Ulserasi


Infeksi sekunder :
- panas waktu kencing
- merasa panas dan tubuh lemah
- kencing campur darah Metastase

Invasi pada bladder


Retensio urine :
- sulit/sukar kenicing Oklusi ureter/pelvic renal

Refluks

Hydronephrosis
- nyeri suprapubic
- nyeri pinggang

Ginjal membesar



Penatalaksanaan


Operasi
Kecemasan
Takut
Kurang pengetahuan Radiology
Defifsit ekonomi
Tidak adequatnya terapi Chemotherapy
Tidak adequatnya terapi
Efek samping chemotherapy
- panas tubuh dan lemah
- nafsu makan menurun
- intoleransi aktivitas
- depresi
- konsep diri

V. PENATALAKSANAAN
a. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau micros hematuria
Lukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine
RFT normal
Lymphopenia (N = 1490-2930)


2. Radiology
- excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya.
- Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor
- Fractionated cystogram adanya invasi tomor dalam dinding buli-buli
- Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe
3. Cystocopy dan biopsy
- cystoscopy hamper selalu menghasilkan tumor
- Biopasi dari pada lesi selalu dikerjakan secara rutin.
4. cystologi
Pengecatan sieman/papanicelaou pada sediment urine terdapat transionil cel daripada tumor
b. Terapi
1. Operasi
a) reseksi tranurethral untuk single/multiple papiloma
b) Dilakukan pada stage 0,A,B1 dan grade I-II-low grade
c) Total cystotomy dengan pegangkatan kel. Prostate dan urinary diversion untuk :
- transurethral cel tumor pada grade 2 atau lebih
- aquamosa cal Ca pada stage B-C
2. Radioterapy
- Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stage B2-C.
- RAdiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu, dosis 3000-4000 Rads. Penderita dievaluasi selam 2-4 minggu dengan iinterval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads selam 2-3 minggu.
3. Chemoterapi
Obat-obat anti kanker :
a. citral, 5 fluoro urasil
b. topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan ke dalam Buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam Buli-buli selama dua jam.

VI. PROGNOSIS
Penemuan dan pemeriksaan dini, prognosisnya baik, tetapi bila sudah lama dan adanya metastesi ke organ lebih dalam dan lainnya prognosisnya jelek.
VII. KOMPLIKASI
a. Infeksi sekunder bil atumor mengalami ulserasi
b. Retensi urine bil atumor mengadakan invasi ke bladder neck
c. Hydronephrosis oleh karena ureter menglami oklusi

B. KONSEP KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Identitas
Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.

b. Riwayat keperawatan
Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang intermitten, merasa panas waktu kening. Merasa ingin kencing, sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing, nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan merasa lemah, nyeri pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis

c. Pemeriksaan fisik dan klinis
Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pemebesaran suprapubic bil atumor sudah bear.
Palpasi, teraba tumor 9masa) suprapubic, pmeriksaan bimaual teraba tumpr pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau RT.
d. Pemeriksaan penunjang
Lihat kosep dasar.

II. Perencanaan
1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan :
- Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
- Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
- Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.


b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.
e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll.

f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
a. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
b. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.
c. Dapat menurunkan kecemasan klien.



d. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya.

e. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
f. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
g. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong.


2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan :
- Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
- Melaporkan nyeri yang dialaminya
- Mengikuti program pengobatan
- Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin
INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.

e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.




f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien
g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi.

c. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.

d. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.


e. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.
f. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.

g. Untuk mengatasi nyeri.

3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.
Tujuan :
- Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi
- Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
- Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.
b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.
c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.
d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.

f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.
g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.
i. Kolaboratif



j. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin
k. Berikan pengobatan sesuai indikasi
l. Phenotiazine, antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E dan B6, antacida
m. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.
a. Memberikan informasi tentang status gizi klien.

b. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.
c. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.

d. Kalori merupakan sumber energi.




e. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.
f. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.

g. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.

h. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).

i. Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
j. Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan status kesehatan klien.
k. Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal dan tepat sesuai kebutuhan.



4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
- Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap.
- Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.
- Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo- batan.
- Bekerjasama dengan pemberi informasi.
INTERVENSI RASIONAL
a. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.

b. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker.
c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan.
d. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya.
f. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
g. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi.

h. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
a. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.

b. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian.


c. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.


d. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.



e. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien.

f. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.

g. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman.
h. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.


5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi.
Tujuan :
- Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi
- Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.
- Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik.

b. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah.
c. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine.
d. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras.
e. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral.


f. Kolaboratif.

g. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi.

h. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash
i. preparation.
j. Kultur lesi oral. a. Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan.
b. Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman.


c. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.
d. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.


e. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.

f. Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi.
g. Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga mulut/infeksi sistemik.
h. Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat.


6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
Tujuan :
Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal.
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.
b. Timbang berat badan jika diperlukan.

c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil.


d. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien.

e. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu.
f. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie.
g. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah.

h. Kolaboratif

i. Berikan cairan IV bila diperlukan.
j. Berikan therapy antiemetik.
k. Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin
a. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia.



b. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan.
c. Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.
d. Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia.

e. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.

f. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.



g. Mencegah terjadinya perdarahan.


h. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
i. Mencegah/menghilangkan mual muntah.
j. Mengetahui perubahan yang terjadi.

7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif
Tujuan :
- Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi
- Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal
INTERVENSI RASIONAL
a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama.
b. Jaga personal hygine klien dengan baik.
c. Monitor temperatur.

d. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
e. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
f. Kolaboratif.

g. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
h. Berikan antibiotik bila diindikasikan.
a. Mencegah terjadinya infeksi silang.



b. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.
c. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.
d. Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.
e. Mencegah terjadinya infeksi.

f. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.
g. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi.


8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.
Tujuan :
- Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap seksualitas
- Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan
INTERVENSI RASIONAL
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya.
b. Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya.
c. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk.
a. Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka antara klien dengan pasangannya.

b. Membantu klien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya.

c. Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk mengekspresikan perasaan dan keinginan secara wajar.


9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
Tujuan :
- Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
- Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.

b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
c. Ubah posisi klien secara teratur.

d. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter. a. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.
b. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
c. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif

DAFTAR PUSTAKA


Black, Joyce M & Esther Matassarin-Jacobs. 1997. Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Continuity of Care, Edisi 5, W.B. Saunders Company, Philadelphia
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.
Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KARSINOMA RECTI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KARSINOMA RECTI

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN KARSINOMA RECTI

I. KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.


B. Insidens dan Faktor Risiko
Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang Recti terutama terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kebiasaan diet rendah serat.
2. Polyposis familial
3. Ulcerasi colitis
4. Deversi colitis

C. Patofisiologi
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker kolorektal.
Tumor-tumor pada Recti dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena.
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium lanjut.

D. Gambaran Klinis
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala sangat tergantung dari besarnya tumor.
Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.

E. Diagnosis Banding
1. Kolitis ulserosa
2. Penyakit Chron
3. Kolitis karena amuba atau shigella
4. Kolitis iskemik pada lansia
5. Divertikel kolon

F. Prosedur Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat diperlukan:
1. Anamnesis yang teliti, meliputi:
 Perubahan pola/kebiasaan defekasi baik berupa diare maupun konstipasi (change of bowel habit)
 Perdarahan per anum
 Penurunan berat badan
 Faktor predisposisi:
o Riwayat kanker dalam keluarga
o Riwayat polip usus
o Riwayat kolitis ulserosa
o Riwayat kanker pada organ lain (payudara/ovarium)
o Uretero-sigmoidostomi
o Kebiasaan makan (tinggi lemak rendah serat)
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada:
 Status gizi
 Anemia
 Benjolan/massa di abdomen
 Nyeri tekan
 Pembesaran kelenjar limfe
 Pembesaran hati/limpa
 Colok rektum(rectal toucher)
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan radiologis
5. Endoskopi dan biopsi
6. Ultrasonografi
Uraian tentang prosedur diagostik dijelaskan lebih lanjut dalam fokus pengkajian keperawatan.
G. Pengobatan
Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.
1. Pilihan utama adalah pembedahan
2. Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a. sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b. ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c. masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
3. Obat sitostatika diberikan bila:
a. inoperabel
b. operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil yang memuaskan.


II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan/keletihan
- Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari.
- Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.
2. Sirkulasi:
Gejala:
- Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
Tanda:
- Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah.
3. Integritas ego:
Gejala:
- Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (merokok, minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual)
- Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
- Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda:
- Menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi:
Gejala:
- Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi
Tanda:
- Perubahan bising usus, distensi abdomen
- Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah
5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet)
- Anoreksia, mual, muntah
- Intoleransi makanan
Tanda:
- Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot
6. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses penyakit
7. Keamanan:
Gejala:
- Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
Tanda:
- Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia
8. Interaksi sosial
Gejala:
- Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
- Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
9. Penyuluhan/pembelajaran:
- Riwayat kanker dalam keluarga
- Masalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
- Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
- Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari
B. Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Tujuan/Interpretasi Hasil

1. Pemeriksaan laboratorium:
 Tinja

 CEA (Carcino-embryonic anti-gen)
2. Pemeriksaan radiologis
3. Endoskopi dan biopsi
4. Ultrasonografi

Untuk mengetahui adanya darah dalam tinja (makroskopis/mikroskopis)
Kurang bermakna untuk diagnosis awal karena hasilnya yang tidak spesifik serta dapat terjadi psoitif/negatif palsu tetapi bermanfaat dalam mengevaluasi dampak terapi dan kemungkinan residif atau metastase.

Perlu dikerjakan dengan cara kontras ganda (double contrast) untuk melihat gambaran lesi secara radiologis.

Endoskopi dengan fiberscope untuk melihat kelainan struktur dari rektum sampai Recti. Biopsi diperlukan untuk menentukan jenis tumor secara patologi-anatomis.

Diperlukan untuk mengtahui adanya metastasis ke hati.
C. Prioritas Keperawatan
1. Dukungan proses adaptasi dan kemandirian
2. Meningkatkan kenyamanan
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal
4. Mencegah komplikasi
5. Memberikan informasi tentang penyakit, perawatan dan kebutuhan terapi.

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Peningkatan bunyi usus/peristaltik
 Peningkatan defekasi cair
 Perubahan warna feses
 Nyeri/kram abdomen
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk
 Peningkatan bunyi usus
 Konjungtiva dan membran mukosa pucat
 Mual, muntah, diare
3. Ansietas (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma)
Ditandai dengan:
 Eksaserbasi penyakit tahap akut
 Penigkatan ketegangan, distres, ketakutan
 Iritabel
 Fokus perhatian menyempit
4. Koping individu tak efektif b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat)
Ditandai dengan:
 Menyatakan ketidakmampuan menghadapi masalah, putus asa, ansietas
 Menyatakan diri tidak berharga
 Depresi dan ketergantungan
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Ditandai dengan:
 Mengajukan pertanyaan, meminta informasi atau kesalahan pernyataan konsep
 Tidak akurat mengikuti instruksi
 Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Bantu kebutuhan defekasi (bila tirah baring siapkan alat yang diperlukan dekat tempat tidur, pasang tirai dan segera buang feses setelah defekasi).
2. Tingkatkan/pertahankan asupan cairan per oral.
3. Ajarkan tentang makanan-minuman yang dapat memperburuk/mencetus-kan diare.
4. Observasi dan catat frekuensi defekasi, volume dan karakteristik feses.
5. Observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program terapi (antibiotika, antikolinergik, kortikosteroid).
Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda sehingga perlu diantisipasi dengan menyiapkan keperluan klien.
Mencegah timbulnya maslah kekurangan cairan.
Membantu klien menghindari agen pencetus diare.
Menilai perkembangan maslah.
Mengantisipasi tanda-tanda bahaya perforasi dan peritonitis yang memerlukan tindakan kedaruratan.

Antibiotika untuk membunuh/menghambat pertumbuhan agen patogen biologik, antikolinergik untuk menurunkan peristaltik usus dan menurunkan sekresi digestif, kortikosteroid untuk menurunkan proses inflamasi.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tirah baring selama fase akut/pasca terapi
2. Bantu perawatan kebersihan rongga mulut (oral hygiene).
3. Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk yang sesuai perkembangan kesehatan klien (lunak, bubur kasar, nasi biasa)
4. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (roborantia)
5. Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi parenteral.


Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.

Meningkatkan kenyamanan dan selera makan.

Asupan kalori dan protein tinggi perlu diberikan untuk mengimbangi status hipermetabolisme klien keganasan.


Pemberian preparat zat besi dan vitamin B12 dapat mencegah anemia; pemberian asam folat mungkin perlu untuk mengatasi defisiensi karen amalbasorbsi.

Pemberian peroral mungkin dihentikan sementara untuk mengistirahatkan saluran cerna.

3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma).

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.



2. Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.


3. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.

4. Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.

5. Kolaborasi pemberian obat sedatif.


6. Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang menunjukan kecemasan.

Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.

Mengidentifikasi faktor pencetus/pemberat masalah kecemasan dan menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien.

Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan menerima keadaanya.

Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan kecemsan.


Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.

Menilai perkembangan masalah klien.



4. Koping individu tak efektif (koping menyangkal/defensif/depresi/agresi) b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat).

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Bantu klien mengembangkan strategi pemecahan masalah yang sesuai didasarkan pada kekuatan pribadi dan pengalamannya.

2. Mobilisasi dukungan emosional dari orang lain (keluarga, teman, tokoh agama, penderita kanker lainnya)

3. Kolaborasi terapi medis/keperawatan psikiatri bila klien mengalami depresi/agresi yang ekstrim.


4. Kaji fase penolakan-penerimaan klien terhadap penyakitnya (sesuai teori Kubler-Ross)

Penderita kanker tahap dini dapat hidup survive dengan mengikuti program terapi yang tepat dan dengan pengaturan diet dan aktivitas yang sesuai

Dukungan SO dapat membantu meningkatkan spirit klien untuk mengikuti program terapi.

Terapi psikiatri mungkin diperlukan pada keadaan depresi/agresi yang berat dan lama sehingga dapat memperburuk keadaan kesehatan klien.

Menilai perkembangan masalah klien.




5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.

2. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/faktor risiko, dan dampak penyakit terhadap perubahan status kesehatan-sosio-ekonomi, fungsi-peran dan pola interaksi sosial klien.

3. Jelaskan tentang terapi pembedahan, radiasi dan kemoterapi serta efek samping yang dapat terjadi

4. Tekankan pentingnya mempertahan-kan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.


Meningkatkan pengetahuan klien tentang masalah yang dialaminya.

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien untuk mengikuti program terapi.


Penderita kanker yang mengikuti program terapi yang tepat dengan status gizi yang adekuat meningkatkan kualitas hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

Askep cedera otak berat

Askep cedera otak berat

CEDERA KEPALA

A. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.


Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan
7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

C. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital
3. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

4. Pemeriksaan Penujang
• CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
• MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
• Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
• Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
• X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
• BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
• PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
• CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
• ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
• Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
• Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan
Konservatif:
• Bedrest total
• Pemberian obat-obatan
• Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

C. INTERVENSI

Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
• Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
• Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
• Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
• Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.


Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.

Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.

Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
• Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
• Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
• Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
• Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
• Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
• Ganti posisi pasien setiap 2 jam
• Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
• Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG

A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985)
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.

B. PATOFISIOLOGI
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.

Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.

Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.

Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.

2. hematoma subdural
hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.

3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma
hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.
Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak meliputi :
- Gangguan kesadaran
- Konfusi
- Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan
- Tiba-tiba defisit neurologik
- Perubahan TTV
- Gangguan penglihatan
- Disfungsi sensorik
- lemah otak


C. PATHWAYS






























D. TANDA DAN GEJALA
• Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar, dangkal.
• Kerusakan mobilitas fisik
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
• Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan TIK
• Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama sekali
• Kerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• CT Scan
• Ventrikulografi udara
• Angiogram
• Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
• Ultrasonografi

F. PENATALAKSANAAN
1. Air dan Breathing
- Perhatian adanya apnoe
- Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.
- Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
2. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
3. disability (pemeriksaan neurologis)
- Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal
- Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil

G. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.
c. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e. Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
H. PENGKAJIAN SKUNDER
- Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
- Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
- Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
- Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG
- Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
- Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain

I. DIAGNOASA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
2. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
3. Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
4. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas
5. Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada pusat pernafasan
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
7. Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran
8. Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer pada kandung kemih



J. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik
Intervensi :
- Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK
- Monitor status neurologis
- Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK
- Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya
- Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK
- Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi sesuai dengan indikasi

2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Tujuan : pola nafas pasien efektif
Intervensi :
- Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas
- Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala
- Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik
- Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi, wheezing)
- Catat pengembangan dada
- Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan indikasi
- Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif
- Lakukan program medik
3. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat
intervensi :
- Kaji irama atau pola nafas
- Kaji bunyi nafas
- Evaluasi nilai AGD
- Pantau saturasi oksigen

4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas
Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas
intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi
- Kaji frekuensi pernafasan
- Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi
- Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar
- Kolaburasi : monitor AGD

5. Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran
tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif
intervensi :
- Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau wajah
- Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan penghalang tempat tidur
- Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu
- Pasang pagar tempat tidur
- Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan pada area sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang
- Pertahankan tirah baring

6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
Intervensi :
- Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan memberikan makanan
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi
- Catat makanan yang masuk
- Kaji cairan gaster, muntahan
- Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan kondisi pasien
- Laksanakan program medik

7. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih
tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin
intervensi :
- Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis
- Periksa residu kandung kemih setelah berkemih
- Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk mencegah infeksi


A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985)
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.

B. PATOFISIOLOGI
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.

Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.

Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.

Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.

2. hematoma subdural
hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.

3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma
hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.
Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak meliputi :
- Gangguan kesadaran
- Konfusi
- Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan
- Tiba-tiba defisit neurologik
- Perubahan TTV
- Gangguan penglihatan
- Disfungsi sensorik
- lemah otak


C. PATHWAYS

D. TANDA DAN GEJALA
• Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar, dangkal.
• Kerusakan mobilitas fisik
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
• Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan TIK
• Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama sekali
• Kerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• CT Scan
• Ventrikulografi udara
• Angiogram
• Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
• Ultrasonografi

F. PENATALAKSANAAN
1. Air dan Breathing
- Perhatian adanya apnoe
- Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.
- Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
2. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
3. disability (pemeriksaan neurologis)
- Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal
- Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil

G. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.
c. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e. Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
H. PENGKAJIAN SKUNDER
- Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
- Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
- Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
- Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG
- Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
- Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain

I. DIAGNOASA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
2. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
3. Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
4. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas
5. Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada pusat pernafasan
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
7. Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran
8. Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer pada kandung kemih



J. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik
Intervensi :
- Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK
- Monitor status neurologis
- Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK
- Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya
- Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK
- Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi sesuai dengan indikasi

2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Tujuan : pola nafas pasien efektif
Intervensi :
- Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas
- Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala
- Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik
- Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi, wheezing)
- Catat pengembangan dada
- Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan indikasi
- Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif
- Lakukan program medik
3. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat
intervensi :
- Kaji irama atau pola nafas
- Kaji bunyi nafas
- Evaluasi nilai AGD
- Pantau saturasi oksigen

4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas
Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas
intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi
- Kaji frekuensi pernafasan
- Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi
- Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar
- Kolaburasi : monitor AGD

5. Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran
tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif
intervensi :
- Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau wajah
- Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan penghalang tempat tidur
- Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu
- Pasang pagar tempat tidur
- Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan pada area sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang
- Pertahankan tirah baring

6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
Intervensi :
- Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan memberikan makanan
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi
- Catat makanan yang masuk
- Kaji cairan gaster, muntahan
- Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan kondisi pasien
- Laksanakan program medik

7. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih
tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin
intervensi :
- Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis
- Periksa residu kandung kemih setelah berkemih
- Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk mencegah infeksi

Askep colorectal Ca

Askep colorectal Ca

COLORECTAL CANCER

1. Tinjauan Umum
Kanker dalam usus halus sangat jarang dan tidak dibahas dalam teks ini. Kanker colon dan rektum bagaimanapun kanker ini di USA terjadi paling banyak diantara laki-laki dan perempuan dan diantara keduanya ditetapkan secara bersama-sama ( American Cancer Society / ACS 1998 )
Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru ( ACS 1998 )
Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah.Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker colorektal.

2. Patofisiologi
Perubahan Patologi
Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian ( Sthrock 1991 a ) :
• 26 % pada caecum dan ascending colon
• 10 % pada transfersum colon
• 15 % pada desending colon
• 20 % pada sigmoid colon
• 30 % pada rectum
Gambar dibawah ini menggambarkan terjadinya kanker pada sigmoid dan colon kanan dan mengurangi timbulnya penyakit pada rektum dalam waktu 30 tahun ( Sthrock ).
Karsinoma colorektal sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terditeksi sampai gejala-gejala muncul secara berlahan dan tampak membahayakan.Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode.Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut,mencapai serosa dan mesenterik fat.Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya,kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa,setelah sel tumor masuk pada sistem sirkulasi,biasanya sel bergerak menuju liver. Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang lain termasuk :
- Kelenjar Adrenalin
- Ginjal
- Kulit
- Tulang

- Otak
Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limpa dan sistem sirkulasi,tumor colon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor belum dilakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor dihilangkan dan sel kanker dari tumor pecah menuju ke rongga peritonial.

3. Komplikasi
Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau melelui penyebaran metastase yang termasuk :
 Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis
 Pembentukan abses
 Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina
Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan.Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.
4. Etiologi
Penyebab dari pada kanker colorektal tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar ( Aliran depan feces ) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The National Cancer Institute, dan organisasi kanker lainnya.
Makanan-makanan yang pasti di jurigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar ( Tabel 56-1 ). Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan ( e.g Mormons,seventh Day Adventists ).
Tabel 56-1. Makanan yang menyebabkan resiko terhadap Ca Colorektal :


Makanan yang harus dihindari :
- Daging merah
- Lemak hewan
- Makanan berlemak
- Daging dan ikan goreng atau panggang
- Karbohidrat yang disaring(example:sari yang disaring)
. Makanan yang harus dikonsumsi:
- Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis ( seperti brokoli,brussels sprouts )
- Butir padi yang utuh
- Cairan yang cukup terutama air
Karena sebagian besar tumor colorektal menghasilkan adenoma,faktor utama yang membahayakan terhadap kanker colorektal menyebabkan adenoma. Ada tiga type adenoma colorektal : tubular,villous dan tubulo villous ( akan di bahas pada polips ).Meskipun hampir besar kanker colorektal berasal dari adenoma,hanya 5% dari semua adenoma colorektal menjadi manigna,villous adenoma mempunyai potensial tinggi untuk menjadi manigna.
Faktor yang menyebabkan adanya adenoma benigna atau manigna tumor tidak diketahui poliposis yang bergerombol bersifat herediter yang tersebar pada gen autosom dominan. Ini di karakteristikkan pada permulaan adematus polip pada colon dan rektum.Resiko dari kanker pada tempat femiliar poliposis mendekati 100 % dari orang yang berusia 20 – 30 tahun.
Orang-orang yang telah mempunyai ucerative colitis atau penyakit Crohn’s juga mempunyai resiko terhadap kanker colorektal. Penambahan resiko pada permulaan usia muda dan tingkat yang lebih tinggi terhadap keterlibatan colon. Resiko dari kanker colorektal akan menjadi 2/3 kali lebih besar jika anggota keluarga menderita penyakit tersebut
5. Kejadian.
Kira-kira 152.000 orang di amerika serikat terdiagnosa kanker colorektal pada tahun 1992 dan 57.000 orang meninggal karena kanker ini pada tahun yang sama ( ACS 1993 ). Sebagian besar klien pada kanker colorektal mempunyai frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Kanker pada colon kanan biasanya terjadi pada wanita dan Ca pada rektum biasanya terjadi pada laki-laki.
6. Alternatif Transcultural.
Kejadian Ca colorektal pada USA tampaknya mengalami kemunduran dari seluruh bangsa-bangsa lain kecuali pada laki-laki afrika dan amerika.Kejadian yang lebih besar terjadi terhadap kanker ini terjadi di daerah industri bagian barat dansebagian jepang firlandia dan afrika ini adalah pemikiran yang berhubungan dengan diet. Daerah yang penduduknya mengalami kejadian yang rendah terhadap Ca colon mempunyai diet tinggi terhadap buah-buahan,sayuran,ikan dan sebagian kecil daging.
COLABORATIF MANAGEMENT
PENGKAJIAN
1.Sejarah
Sejarah Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin,sejarah diet dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat :
1. Sejarah dari keluarga terhadap Ca colorektal
2. Radang usus besar
3. Penyakit Crohn’s
4. Familial poliposis
5. Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .
2. Pemeriksaan fisik.
Tanda-tanda Ca Colorektal tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang biasanya terjadi adalah :
• Perdarahan pada rektal
• Anemia
• Perubahan feces
Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau bright-red stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan kolon tetapi biasanya ( tetapi bisa tidak banyak ) tumor disebelah kiri kolon dan rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colorectal adalah :
• teraba massa
• pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
• perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri
Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.
3. Pemeriksaan psikososial.
Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena khawatir dengan diagnosa kanker. Kanker biasanya berhubungan dengan kematian dan kesakitan. Banyak orang tidak sadar dengan kemajuan pengobatan dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi dini adalah cara untuk mengontrol Ca colorectal dan keterlambatan dalam mencoba perawatan kesehatan dapat mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga klien.
Orang-oarang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti oedoman kesehatan mungkin merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini mungkin merasa kehilangan kontrol, tidak berdaya dan shock. Proses diagnosa secara umum meluas dan dapat menyebabkan kebosanan dan menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat membolehkan klien untuk bertanya dan mengungkapkan perasaanya selama proses ini.
4. Pemeriksaan laboratorium
Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase ( Tanaman lobak dan Gula bit ) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada menggumakan obat Non steroidal anti peradangan ( ibu profen ) Kortikosteroid atau salicylates. Kemudian perawat dapat konsul ke tim medis tentang gambaran pengobatan lain.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila sebenarnya tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif.
Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil yang negatif sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca colorektal. Carsinoma embrionik antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca colorektal, bagaimanapun ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit
5. Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.
.
6. Pemeriksaan Diagnosa lainnya.
Tim medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk mengidentifikasi tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur tersebut.
ANALISIS
1. Diagnosa keperawatan utama
.Pasien dengan tipe Ca colorektal mempunyai diagnosa keperawatan seperti dibawah ini:
a. Resiko tinggi terhadap luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
b. Ketidakefektifan koping individu s.d gangguan konsep diri.
2. Diagnosa keperawatan tambahan
a. Nyeri s.d obstruksi tumor pada usus besar dengan kemungkinan menekan organ yang lainnya.
b. Gangguan pemeliharaan kesehatan s.d kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, program diagnosa dan rencana pengobatan.
c. Ketidakefektifan koping keluarga : Kompromi s.d gangguan pada peran, perubahan gaya hidup dan ketakutan pasien terhadap kematian.
d. Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh s.d program diagnosa.
e. Ketakutan proses penyakit
f. Ketidakberdayaan s.d penyakit yang mengancam kehidupan dan pengobatannya.
g. Gangguan pola sexual s.d gangguan konsep diri.

PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
RESIKO TINGGI TERHADAP LUKA
Perencanaan : Tujuan Klien. Tujuan untuk klien adalah :
a. Pengalaman pengobatan atau memperpanjang kelangsungan hidup.
b. Pengalaman untuk meningkatkan kualitas hidup.
c. Tidak ada pengalaman tentang komplikasi kanker termasuk metastase.
Intervensi :
Pembedahan biasanya pengobatan untuk tumor di kolon atau rektal.Tetapi radiasi dan kemoterapi mungkin juga digunakan untuk membantu pembedahan, untuk mengontrol dan mencegah kekambuhan kanker.
Pelaksanaan tanpa pembedahan.
Tim medis dapat menilai kanker tiap pasien untuk menentukan rencana pengobatan yang baik dengan mempertimbangkan usia, komplikasi penyakit dan kualitas.
Terapi radiasi
Persiapan penggunaan radiasi dapat diberikan pada pasien yang menderita Ca kolorektal yang besar, walaupun ini tidak dilaksanakan secara rutin. Terapi ini dapat menyebabkan kesempatan yang lebih banyak dari tumor tertentu, yang mana terjadi fasilitas reseksi tumor selama pembedahan.
Radiasi dapat digunakan post operatif sampai batas penyebaran metastase. Sebagai ukuran nyeri, terapi radiasi menurunkan nyeri, perdarahan ,obstruksi usus besar atau metastase ke paru-paru dalam perkembangan penyakit.
Perawat menerangkan prosedur terapi radiasi pada klien dan keluarga dan memperlihatkan efek samping (contohnya diare dan kelelahan). Perawat melaksanakan tindakan untuk menurunkan efek samping dari terapi .
Kemoterapi
Obat non sitotoksik memajukan pengobatan terhadap Ca kolorektal kecuali batas tumor pada anal kanal. Bagaimanapun juga 5 fluorouracil (5-FU,Adrucil) dan levamisole (ergamisol) telah direkomendasikan terhadap standar terapi untuk stadium khusus pada penyakit (contoh stadium III) untuk mempertahankan hidup. Kemoterapi juga digunakan sesudah pembedahan untuk mengontrol gejala-gejala metastase dan mengurangi penyebaran metastase. Kemoterapi intrahepatik arterial sering digunakan 5 FU yang digunakan pada klien dengan metastasis liver.
Manajemen pembedahan
Reseksi kolon dengan atau tanpa kolostomi dan reseksi perineal abdomen adalah prosedur umum pembedahan terhadap Ca kolorektal.
Reseksi kolon
Tipe khusus terhadap reseksi dan keputusan untuk membuat kolostomi sementara atau permanen tergantung pada :
- Lokasi dan ukuran tumor
- Tingkat komplikasi (contoh obstruksi atau perforasi)
- Kondisi klien
Reseksi kolon melibatkan pemotongan pada bagian kolon dengan tumor dan meninggalkan batas area dengan bersih.
Perawatan Pre operatif
Perawat membantu klien untuk menyiapkan reseksi kolon dengan mempertegas keterangan dari dokter terhadap prosedur rencana pembedahan. Klien menanyakan kepastian tentang kemungkinan perubahan yang terjadi pada anatomi dan fisiologi setelah pembedahan sebelum evaluasi pembedahan tumor dan kolon, dokter mungkin tidak dapat menentukan apakah kolostomo diperlukan sementara atau permanen. Jika ini sebuah penyakit dokter memberikan pertolongan pada klien tentang kemungkinan kolostomi. Ketika dokter memastikan kolostomi akan diperlukan, klien bertanya tentang kolostomi sebelum pembedahan. Jika kolostomi pasti direncanakan, perawat mengkonsulkan terapi enterostomal untuk menasehati penempatan ostomi yang optimal dan mengintruksikan kepada klien tentang fungsi umum ostomi dan rasionalnya. Terapi enterostomal adalah perawat yang recatat mempunyai latihan spesialisasi yang lengkap dan disahkan dalam perwatan ostomi.
Tidak berfungsinya alat sexual adalah suatu masalah yang potensial untuk laki-laki dan wanita yang mengalami Ca bedah rektal.Pembicaraan dokter ini tentang resiko terhadap klien,dan yang mendukung klien dalam usaha ini.Perawat mempersiapkan klien untuk bedah abdomen dengan anestesi umum.
Jika usus tidak obstruktif atau perforasi,rencananya adalah bedah elektif. Klien menerima dengan sungguh-sungguh pembersihan dari usus, atau ‘persiapan pembersihan usus ‘, untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya komplikasi, untuk persiapan pembersihan usus klien mengintruksikan untuk menentukan diet mereka untuk membersikan cairan cairan 1-2 hari sebelum pembedahan. Pembersihan mekanik akan sempurna dengan pencuci perut dan pemasukan cairan ke dalam poros usus atau dengan melavement seluruh isi perut. Untuk melavement seluruh isi perut, kuantitas besar makanan klien pada sodium sulfat dan poliyethilene glycol solution. Solusi yang melebihi kapasitas absobsi pada usus kecil dan colon bersih dari feces. Untuk mengurangi bahaya infeksi, para ilmuwan memberikan antibiotik oral atau intravena untuk di berikan pada hari sebelum pembedahan
Prosedur Operatif
Ahli bedah membuat insisi dalam perut dan memeriksa rongga abdomen untuk menentukan letak reseksi dari tumor tersebut. Bagian dari colon dengan tumor adalah menghilangkan dan terkhir membuka dua pada usus yang di irigasi sebelum hubungannya dengan colon. Jika hubungan ini tidak dapat dijalankan karena lokasi pada tumor atau kondisi pada usus.( Contoh inflamasi) ,kolostomi meningkat. Ahli bedah membuat colostomi dengan membuat pembukaan dalam lubang. Pada kolon ( Lubang kolostomi ) atau dengan membagi kolon dan terakir membawa keluar satu ( Akhir terminal kolostomi ), sisa setoma adalah sisa lubang menjahit luka untuk kulit pada abdomen. Kolostomi mungkin dapat meningkat pada kolon ascending,transversum,descending atau kolon sikmoit
Prosedur Hartman sering kali di lakukan ketika kolostomi sementara yang menghendaki untuk istirahat dan beberapa bagian usus. Kolon proksimal di gunakan untuk membuat kolostomi. Ahli bedah menjahit ujung distal dari kolon dan tempat dalam rongga abdomen atau eksterior pada mucus fitula.
Perawatan post operatif
Klien yang mempunyai kerusakan kolon tanpa menerima perawatan kolostomi sejenis, untuk klien yang menderita sedikit bedah abdomen.
Pasien yang mempunyai kolostomi dapat kembali dari pembedahan dengan sebuah sistem kantung ostomi pada tempatnya. Bila tidak ada sistem kantung pada tempatnya, Perawat meletakkan pembalut petrolatum tipis pada seluruh setoma untuk menjaganya untuk tetap lembab. Kemudian, stoma ditutup dengan pembalut steril yang kering. Perpaduan dengan terapi enterostomal (ET), perawat meletakkan sistem kantung sesegera mungkin. Sistem kantung kolostomi membuat lebih nyaman dan pengumpulan feces lebih bisa di terima dari pada dengan pembalutan.
Perawat mengobserfasi untuk :
- Nekrosis jaringan
- Perdarahan yang tidak biasa
- Warna pucat, yang mengindikasikan kurang sirkulasi
Stoma yang sehat berwarna merah muda-kemerahan-dan lembab. Sejumlah kecil perdarahan pada stoma adalah biasa tetapi perdarahan lain dilaporkan pada dokter bedah. Perawat juga secara berfrekuensi memeriksa sistem katung untuk mengetahui kondisinya tetap baik dan tanda-tand kebocoran.
Colostomi harus mulai berfungsi 2 – 4 hari setelah operasi. Ketika colostomi mulai berfungsi , kantung perlu dikosongkan secara berfrekuensi untuk menghilangkan gas yang terkumpul. Kantung harus di kosongkan bila sudah 1/3 –1/2 nya sudah penuh feces. Feces berbentuk cair sesudah operasi, tetapi menjadi lebih padat, tergantung pada di mana stoma diletakkan pada kolon. Sebagai contoh feces dari kolostomi dalam kolon bagaian atas yang naik adalah cair, feces di kolostomi dalam kolon melintang berbentuk pasta ( mirip dengan feces seperti biasanya yang dikeluarkan dari rektum ).
Aspek penting yang lain dari kolostomi adalah perawatan kulit. Barier pelindung di letakkan pada kulit sebelum kantung di pasang. Perawat mengamati kulit di sekitar stoma, untuk kulit kemerahan atau kerusakan kulit dan memberitahukan pada dkter atau ahli terapi atau fisik bila terjadi iritasi kulit.
Pemindahan Abdominal – Perineal
Bila ada tumor rektal, struktur pendukung rektum dan rektal dapat perlu di pindahkan. Pemindahan abdominal perineal biasanya membutuhkan kolostomi yang permanen untuk evaluasi. Bagaimanapun dengan improfisasi pada teknik pembedahan, banyak pasien dapat menjalani pemindahan kolon dengan spincter rektal dibiarkan utuh. Dengan demikian kebutuhan kolostomi dapat di hindari.
Perawatan pra operasi
Perawatan pra operasi untuk pasien yang menjalani pemindahan A/P sama dengan yang diberikan pada pasien yang menjalani pemindahan kolon ( lihat bagian awal ).


Prosedur Operasi
Dokter bedah membuka kolon sigmoit, kolon rekto sigmoid, rektum dan anus melalui kombinasi irisan pada abdominal dan perineal. Di buat akiran yang permanen dari kolostomi sigmoid.
Perawatan pasca operasi
Perawatan pasca operasi setelah pemindahan A/P adalah sama dengan perawatan yang diberikan setelah pemindahan kolon dengan pembuatan kolostomi sigmoid. Perawat bekerja sama dengan dokter ET untuk menyediakan perawatan kolostomi dan pasien serta pendidikan untuk keluarga.
Ada 3 metode dalam pembedahan untuk menutup luka :
• Luka dibiarkan terbuka, kasa diletakkan pada luka, dibiarkan pada tempatnya selama 2-5 hari. Bila ahli bedah melakukan pendekatan ini, irigasi luka dan kasa absorben digunakam sampai tahap penyembuhan.
• Luka dapat sebagian saja ditutup karena penggunaan jahitan luka atau bedah penrose yang diletakkan untuk pengeringan cairan yang terkumpul didalam luka.
• Luka dapat ditutup seluruhnya , kateter diletakkan melalui luka sayatan sepanjang sisi luka perineal dan dibiarkan selama 4-6 hari. Satu kateter digunakan untuk irigasi luka dengan salin isotoni yang steril dan kateter yang lain dihubungkan pada pengisapan yang bawah.
Pengeringan dari luka parineal dan rongga perut adalah penting karena kemungkinan infeksi dan pembentukan abses. Pengeringan copius serosa nguineous dari luka perineal adalah diharapkan penyembuhan luka perineal dapat memerlukan 6-8 bulan. Luka dapat menjadi sumber rasa tidak nyaman pada irisan abdominal dan ostomi. Dan perlu perawatan yang lebih baik dan intensif. Pasien dapat dihantui rasa sakit pada rektal karena inerfasi simpatik untuk kontrol rektal tidak diganggu. Sakit dan rasa gatal kadang-kadang bisa terjadi srtelah penyembuhan. Tidak ada penjelasan secara fisiologis untuk rasa ini. Intervensi dapat termasuk pengobatan anti puritis seperti bezocain dan sitz baths. Perawat : - Menjelaskan fisiologi dari sensasi perineal pada pasien
-Secara berkelanjutan menilai tanda infeksi, nanah atau komplikasi lainnya.
-Metode pelaksanaan menbentuk pengeringan luka dan kenyamanan ( Bab 56-2 ).
PENAANGGULANGAN SECARA INDIVIDUAL YANG TAK EFEKTIF
Rencana: Tujuan pasien
Tujuannya adalah bahwa pasien akan mengidentifikasi, mengembangkan dan menggunakan metode penanggulangan yang efektif dalam persetujuan dengan meluhat perubahan dan takut kehilangan pengalaman.
INTERVENSI
Pasien dan keluarganya dihadapkan dengan isu atau rumor penyakit kanker kemungkinan kehilangan fungsi tubuh dan perubahan fungsi tubuh.
Perawat mengamati dan mengidentifikasi :
• Metode baru penanggulangan pasien dan keluarganya
• Sumber dukungan atau semangat yang efektif digunakan pada saat setelah krsisis
POKOK-POKOK ILMU KEPERAWATAN LUKA PERINEAL
* Perawatan luka
irigasi luka dengan normal salin povidon iodin ( betadin ) atau larutan peroksida sering seringnya diperintahkan oleh dokter menggunakan tehnik steril dengan teliti.
- Letakkan kasa penghisap diatas luka
- Ajarkan klien bahwa dia boleh :
1. Menggunakan serbet wanita sebagai pembalut .
2. Memakai celana dalam tipe joki dari petinju
3. Mencukur rambut perineal sering-sering
* Langkah-langkah kenyamanan
@ Rendam daerah luka dalam air ukuran 10 – 20 minimal 3 atau 4 kali per hari.
@ Berikan obat sakit sesuai perintah dan taksiran yang efektif
@ Ajarkan pasien tentang aktifitas yang diperbolehkan. Klien boleh :
- Mengambil posisi berbaring menyamping di tempat tidur, menghindari duduk untuk waktu lama.
- Menggunakan bantal busa atau bantal yang lembut untuk duduk sewaktu-waktu dalam posisi duduk.
- Menghindari penggunaan alat cincin udara tau kue karet
* Pencegahan komplikadsi
a. Pertahankan keseimbangan larutan dan elektrolit dengan melihat kemasukan dan pengeluaran serta melihat pengeluaran dari luka perineal.
b. Observasi intregitas barisan jahitan, perhatikan eritema, edema, perdarahan ,drainage purulent, bau yang luar biasa dan berlebihan atau perasaan sakit yang teru-menerus.
Klien dan keluarganya memperkenalkan ajaran tentang masalah kesehatan ke klien
Perawat mendorong pasien untuk mengungkapkan dengan kata-kata perasaan tentang ostmi. Perawat mengatakan bahwa kesedihan, kemarahan, perasaan kehilangan dan depresi adalah respon normal untuk perubahan fungsi tubuh.
Hal itu dapat menolong diskusi tentang kolostomi sebagai satu aspek perawatan pasien dari pada membuat hal itu sebagai dari perawatan, seperti defekasi hanya satu aspek fungsi fisiologi pasien. Perawat mendorong pasien untuk melihat dan menyentuh stoma. Waktu tenaga jasmani klien mampu, perawat mendorong pasien berpartisipasi dalam perawatan kolostomi. Perawat membantu pasien dan keluarganya dalam merumuskan pertanyaan dan menungkapkan dengan kata-kata. Perwat mengobserfasi apakah pasien mempunyai informasi penting dan mempunyai kemampuan psikomotor yang di pelajari utuk perawatan kolostomi. Partisipasi dalam membantu untuk memulihkan perasaan pasien dalam mengontrol gaya hidup dan memudahkan peningkatan menghargai diri sendiri.
PERENCANAAN PERAWATAN
* Persiapan perawatan rumah
Perawat menilai semua pasien mempunyai kemampuan melakukan perawatan insisi dan aktifitas hidup sehari-hari ( ADL ) dalam batas-batas tertentu.
Untuk pasien yang menjalani kolostomi, perawat menimbang situasi rumah untuk membantu pasien dalam pengaturan perawatan. Jadi ostomi akan berfungsi secara tepat, pasien dan keluarga harus menjaga persediaan ostomi di daerah ( kamar mandi lebih disukai ) dimana temperatur tidak panas juga tidak dungin ( rintangan kulit dapat menjadi keras atau meleleh dalam temperataur ekstrim ).
Tidah ada perubahan yang di butuhkan dalam akomodasi tidur. Beberapa pasien pindah ke ruangan tersendiri atau ke tempat tidur kembar. Ini dapat menuntun jarak fisik dan emosionil dari suami atau istri dan yang penting lainnya. Penutup karet pada awalnya dapat di tempatkan di atas kasur tempat tidur jika pasien merasa gelisah tentang sistem kantung.
* Pengajaran kesehatan
Pasien yang menjalani reseksi kolon tanpa kolostomi menerima instruksi untuk kebutuhan spesifik di berokan sama pada pasien yang menjalani bedah abdomen. Di samping informasi ini, perawat mengajar semua pasien dengan reseksi kolon untuk melihat dan manifestasi laporan klinik untuk opstruksi usus dan perforasi.
Rehabilitasi sesudah bedah ostomi mengharuskan pasien dan keluarga belajar prinsip perawatan kolostomi dan kemampuan psikomotor untuk memudahkan perawatan ini. Memberikan informasi adalah penting, tetapi perawat juga harus memberikan kesempatan yang cukup kepada pasien untuk belajar kemampuan psikomotor yang terlibat dalam perawatan ostomi sebelum pelaksanaan. Waktu latihan yang cukup direncanakan untuk pasien dan keluarga atau yang penting lainnya. Sehingga mereka dapat mengurus, memasang dan menggunakan semua perawatan ostomi. Perawat mengajar pasien dan keluarga :
• Tentang stoma
• Pengunaan, perawatan dan pelaksanaan sistem kantung
• Pelindung kulit
• Kontrol diet atau makanan
• Kontrol gas dan bau
• Potensial masalah dan solusi
• Tips bagaimana melanjutkan aktifitas normal, termasuk bekerja, perjalanan dan hubungan seksual.
Pasien dengan kolostomi sigmoit mungkin beruntung dari irigasi kolostomi untuk mengantur eliminasi. Perawat mendiskusikan teknik ini dengan pasien dan keluarga untuk menentukan itu dikerjakan dan dirasakan berharga. Jika metode ini di pilih, perawat mengajar pasien dan keluaraga bagaimana melakukan irigasi kolostomi. Berbagai macam alat ajar dapat di gunakan. Instruksi tertulis menolong sebab clien dapat mengambil contoh ini sebagai acuan untuk waktu yang akan datang. Reposisin sangat diperlukan dalam mengajarkan pada pasien tentang kemampuan ini. Kegelisahan, ketakutan, rasa tidak nyaman dan semua bentuk tekanan mengubah pasien dan kemampuan keluarga pasien untuk belajar dan mengumpulkan informasi.
Dalam rangka menginstruksikan pada pasien tentang manifestasi klinis dari gangguan penyumbatan dengan dibuatnya lubang. Perawat juga menyarankan pada pasien dengan kolostomi untuk melaporkan adanya demam ataupun adanya serangan sakit yang timbul mendadak atau pun rasa berdenyut/ bergelombang pada sekitar stoma.
Persiapan Psikososial
Diagnosa kanker dapat menghentikan emosional klien dan keluarga atau orang penting lainnya, tetapi pengobatan di sambut sebab itu memberikan harapan dalam mengontrol penyakit. Perawat memeriksa reaksi sakit pasien dan persepsi dari interfensi yang di rencanakan.
Reaksi pasien terhadap pembedahan ostomi,yang mana mungkin termasuk pengrusakan dan melibatkan :
• Perasaan sakit hati terhadap yang lain
• Perasaan kotor, dengan penurunan nilai rasa
• Takut sebagai penolakan
Perawat mengijinkan pasien untuk mengungkapkan dengan kata-kata perasaannya. Dengan mengajarkan pasien bagaimana fisiknya mengatur ostomi, perawat membantu pasien dalam memperbaiki harga diri dan meningkatkan body image, yang mana memiliki peranan penting dalam hubungan yang kokoh dengan yang lain. Pemasukan keluarga dan orang lain yang penting dalam proses rehabilitasi, juga menolong mempertahankan persahabatan dan meningkatkan harga diri pasien.

Sumber Perawatan Kesehatan
Sumber sementara di sediakan untuk melengkapi kerja perawat, meliputi perawatan lanjutan di lingkungan rumah. Dan mendukung keperluan pasien di saat perawat tidak dapat menemui pasien.
Social Services Department
Perawat membuat referensi kerja untuk :
• Mendukung kemajuan konseling emosionalpada pasien dan keluarganya serta orang lain yang berkepentingan
• Menolong dalam mengatur masalah mengenai keuangan yang mungkin di miliki pasien dan keluarganya
• Mengatur perawatan rumah ataupun perawatan pencegahan penyebaran bila di perlukan
Terapi Enterostomal
Perawat membuat referensi untuk terapi enterostomal ( ET ) untuk :
• Menolong memberi pengetahuan dan pengertian agar pasien tenang sebelum operasi
• Evaluasi dan memberi tanda pada tempat yang akan dibuat stoma
• Menolong dengan perawatan setelah operasi dan memberikan pengajaran
• Menyediakan konsultasi mengenai masalah perawatan
• Bersedia membantu dalam proses pelepasan
Asosiasi Perkumpulan Ostomi
Perawat menyediakan informasi tentang United Ostomy Assosiation, sebuah badan pembantu bagi orang-orang dengan ostomies. Literatur seperti publikasi organisasi dan informasi mengenai penerbit-penerbit lokal di berikan kepada pasien. Organisasi ini membawa program kunjungan yang mendatangkan pelatih kusus ( juga memiliki ostomi ) untuk bicara dengan pasien. Setelah memperhatikan klien, perawat membuat referensi untuk program pemeriksaan lalu fisitor dapat memantau pasien preoperatif sampai post operatif. Dokter mengijinkan untuk kunjungan.
American Cancer Society
Difisi lokal atau unit dari amerika cancer society dapat menyediakan peralatan obat dan supli yang penting, pelayanan kesehatan di rumah, akomodasi, dan sumber-sumber lain untuk pasien yang dalam perawata kanke ataupun operasi ostomi. Perawat menginformasikan pada pasien dan keluarganya tentang progaram yang di sediakan melalui difisi lokal ataupun unit-unit.
Home Health Agency
Perawat ataupun manager kasus membuat rujukan ke agen kesehatan rumah untuk menyediakan perawatan lanjutan. Sumber ini membantu dalam perawatan fisik, pengajaran dan dukungan emosional ketika pasien kembali ke lingkungan rumah.
Lokal Pharmacy
Perawat menginformasikan pada pasien dan keluarganya apakah yang di butuhkan dari suplai ostomi dan di mana mereka bisa membeli. Harga dan lokasi di jelaskan sejelasnya sebelum rekomendasi di buat untuk pasien.
EVALUASI
Perawat mengevaluasi penyediaan perawatan untuk pasien dengan kanker colorektal. Hasil yang di harapkan adalah meliputi bagaimana pasien akan :
• Mendemonstrasikan penyembuhan dari proses operasi dengan mengembalikan fungsi gastrointestinal dengan pernafasan yang stabil, sistem kardiovaskuler dan sistem ginjal kembali normal.
• Mendemonstrasikan perawatan luka, dan apabila di aplikasikan perawatan kolostomi dengan bantuan yang minimal.
• Mendemonstrasikan cara koping yang efektif dengan merasionalkan diagnosa kanker dan perawatannya.

PEMECAHAN MASALAH SPESIAL DALAM PENGGUNAAN KOLOSTOMI
Problem : Bau.
• Makanan : Produks susu ( susu mendidih, telur dan beberapa keju ), ikan, bawang putih, kopi, alkohol, kacang-kacangan, prunes, buncis, kubis, asparagus, lobak, brokoli, lobak cina, makanan yang banyak sekali bumbunya.
• Obat : Antibiotik, vitamin,zat besi.
Solusi :
• Bayam, jus berry, yogurt, susu, sayuran hijau, meningkatkan vitamin C pada makanan atau persediaan vitamin.
• Obat oral :
- Tablet klorofil untuk bau fecal (menyerap gas)
- Tablet chorcoal
- Bismuth bicarbonat
- Bismuth subgallate(Devrom atau biscaps) 1 atau 2 tablet dengan makanan dan 1 tablet hs
• Persiapan kantong :
- Kantong tahan bau atau kantong dengan mekanisme kontrol bau
- Persediaan pabrik (tempat sejumlah kecil kantong ) : Banish II atau superbanish (united),odor- guard (marlan), ostobon (pettibonelaps), aktivated charcoal, ostomi deodorant (sween), nilodor, devko tablets (partenon Co), D-odor, M-9 (masonlab).
- Larutan sodium bicarbonat (merendam bola kapas dalam kantong)
- Vanila, papermint, lemon atau sari almond (letakkan 10 tetes ke dalam kantong atau merendam bola kapas ).
- Bumbu favorit, cengkeh atau kayu manis
- Obat kumur (contoh : cepacol, listerine). Beberapa tetes dalam kantong atau bola kapas direndam dalam kantong.
• Kebersihan kantong :
- Wisk dan air (larutan 1 : 1)
- Baking soda dan air (larutan 1 : 1)
- Cuka putih ramah tangga dan air (larutan 1 :1 )
- Produk pabrik :uri- klin, uni- wash (united), periwash (sween), skin care cleaner (bard).
- Baking soda (sesudah mengeringkan kantong, bubuk dalam baking soda ).
Problem : Gas dalam perut
• Aktivitas : makan cepat dan berbicara diwaktu yang sama, permen karet, merokok, mendengkur, gangguan emosional.
• Makanan : jamur, bawang ,buncis, kubis, kubis brussel, keju, telur, bir, minuman karbonat, ikan, makanan yang banyak bumbunya, beberap minuman buah, jagung, daging babi, kopi, makanan tinggi lemak.
Solusi :
• Menghindari aktivitas itu, makan padat sebelum mengambil yang cair
• Adaptasi kantong : pergunakan kantong dengan gas atau penyaring bau.
Problem : Iritasi kulit
• Alergi : eritema, erosi , edema, tangisan, pendarahan , kegatalan, panas, perih, iritasi dengan bentuk yang sama sebagai alergi bahan tertentu
• Pembongkaran bahan kimia : stool, urin, lem, pelarut, sabun, detergen, proteolitic,enzim digestif.
• Hiperplasia epidermal : meningkatkan pembentukan sel epidermal yang menyebabkan bahan pengental diratakan diluar kulit.
• Trauma mekanik : tekanan, pergeseran, pengelupasan kulit (contoh : bahan perekat , plester, ikat pinggang).
Solusi :
• Cream : sween cream, unicare crem atau holister skin.
Conditioning cream (gunakan jumlah kecil dan gosokkkan, plester akan melekat waktu kering).
• Bubuk (karaya gung, stoma hesive, corn starch) digunakan dengan jel kulit (skin prep, skin gel).
• Antacids: alumuniun hidroksida (ampho gel, maalox) digunakan dengan skin sealant (skin prep, skin gel).
• Skin sealant alone (untuk kulit yang agak memerah).
• Skin barrier : satu aplikasi selama 24 hari atau lebih panjang yang dapat membersihkan iritasi dengan cepat.
• Lem/perekat (holister premium , stoma hesive) digunakan untuk mengisi lipatan dan tempat.
• Pengering rambut dalam keadaan dingin untuk menurunkan kelembaban.
• Jangan menempeli atau membocorkan ,perbaiki masalah kebocoran segera.

PROSEDUR IRIGASI
1. Siapakan alat yang di perlukan :
- Alat irigasi berserta lengan irigasi.
- Selang beserta klem
- Kateter
- Botol untuk larutan irigasi
- Perawatan kulit
- Kantung baru yang siap pakai
2. Memindahkan kantong yang lama dan membuangnya
3. Bersihkan daerah stoma dan kulit
4. Pasangkan lengan irigator dan tempatakn pada akhir lengan yang masuk ke toilet
5. Mengisi botol irigasi dengan 500 – 1000 ml air hangat
6. Menggantung botol irigasi dengan dasar botol setinggi bahu
7. Biarkan cairan mengali terus ke dalam selang untuk mengeluarkan atau memudahkan udara keluar dari dalam selang
8. Masukkan dengan hati-hati kateter 2-4 inci ke dalam stoma jangan di paksakan, masukkan caiaran pelan-pelan.
9. Berikan kira-kira 15-20 menit.Kemudian feces sebagian besar keluar, tangan di bilas, keringkan pantat, gulung sleeve dan untuk yang terakhir tutup.Anda bisa melakukan aktivitas lain 30-40 menit kemudian.
10. Kemudian kosongkan feces seluruhnya, pindahkan lengan irigator, bersihkan stoma dan pasang kantong yang baru
11. Bersihkan lengan irigator kemudian keringkan dan simpa
Spesial Tips
1. Irigasikan sedikitnya sekali dalam 24 jam.
2. Anda boleh berharap untuk memakai tutup stoma kecil dari suatu kantong di antara irigator.
3. Jika kram terjadi sementara anda sedang mengirigasi, hentikan irigasi dan tunggu.Setelah kram redah dan anda siap untuk menjalankan prosedur, cobalah hal berikut : Pelankan aliran cairan, rendahkan botol atau hangatkan air.
4. Pastikan bahwa udara keluar dari selang sebelum menempatkannya pada stoma.
5. Jika airtidak mengalir dengan lancar, cobalah merubah posisi dari kateter, cek selang apabila ada hambatan dan jumlah air dan relaksasi dengan beberapa napas dalam.
6. Jika tidak ada kembalian yang terjadi, cobalah masase dengan lembut abdomen atau meminum cairan.

Pendekan Terhadap Masalah yang Biasanya Terjadi
1. Jika terjadi tumpahan atau bocor pada irigator cobalah :
a. menurunkan jumlah cairan infus
b. Menurunkan jumlah irigan yang digunakan
c. Membatasi seberapa jauh kateter dimasukkan kedalam bowel
d. Memperbolehkan waktu yang lebih lama untuk evakuasi
2. Jika anda menahan untuk membuang air setelah irigasi coba :
a. Rubah posisi
b. Jalan-jalan didaerah sekitar
c. Masase abdomen pelan-pelan
d. Minum sesuatu yang hangat
3. Jika terjadi kembalian anda mungkin butuh pakaian untuk kantong
4. Jika terjadi kembalian setelah terjadi irigator bersih, turunkan frekuensi irigator
5. Jika anda merasa lemah atau letih selama irigasi, hentikan prosedur dan berbaringlah. Apabila kelemahan berkurang, Rrubahlah posisi untuk memudahkan evakuasi
6. Panggil dokter jika kelemahan dan jika masih ragu.
7. Jika anda masih lemah selama irigasi, pakai air hangat pelan-pelan dan coba sisipkan kateter kurang dalam dari stoma, kemudian anda irigasi lain waktu.
8. Jika kelemahan atau letih adalah masalah berkurang, beritahukan dokter anda.

TABEL 56 – 2.Prosedur pembedahan untuk Ca Colorektal diberbagai lokasi
Lokasi tumor : Tumor disisi kanan kolon
Prosedur :
a. Hemikolectomy kanan untuk lesi yang kecil
b. Kolostomi atau Ilestomi ascending kanan untuk lesi yang menyebar luas
c. Cecostomy ( pembukaan dalam sekam untuk menekan usus besar )
Lokasi tumor : Tumor di sisi kiri kolon
Prosedur :
a. Hemikolectomi kiri untuk lesi yang lebih kecil
b. Kolostomy descending kiri untuk lesi yang lebih besar ( Contoh prosedur Hartman )
Lokasi tumor : Tumor kolon sigmoid
Prosedur :
a. Kolectomi sigmoid untuk lesi yang lebih kecil
b. Kolostomi sigmoid untuk lesi yang lebih besar ( contoh prosedur Hartman )
c. Reseksi perineal abdomen besar,tumor sigmoid rendah ( dekat dengan anus ) dengan kolostomi ( rektum dan anus) sama sekali di gerakkan, meninggalkan luka perineal.
Lokasi tumor : Tumor rektal
Prosedur :
a. Reseksi dengan anastomosis / melalui prosedur ( melindungi spicter anus). Dan perlu ekliminasi normal.
b. Reseksi kolon dengankolostomi permanen
c. Reseksi perineal abdomen dengan kolostomi.