Senin, 05 Agustus 2013

PERKEMBANGAN menurut DENVER II (DDST II)


Pengertian
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1997).
Perkembangan Menurut Denver II
Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit.
a. Aspek Perkembangan yang dinilai
Terdiri dari 125 tugas perkembangan.
Tugas yang diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar 25-30 tugas
Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai:
1) Personal Social (perilaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
3) Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan
4) Gross motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
b. Alat yang digunakan
Ø Alat peraga: benang wol merah, kismis/ manik-manik, Peralatan makan, peralatan gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian, buku gambar/ kertas, pensil, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, kertas warna (tergantung usia kronologis anak saat diperiksa).
Ø Lembar formulir DDST II
Ø Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilaiannya.
c. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu:
1) Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia:
3-6 bulan
9-12 bulan
18-24 3-24 bln
3 tahun
4 tahun
5 tahun
2) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.
d. Penilaian
Jika Lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity = NO).
CARA PEMERIKSAAN DDST II
§ Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun.
§ Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.
§ Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir DDST.
§ Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F.
§ Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Abnormal, Meragukan dan tidak dapat dites.
1) Abnormal
a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia .
2) Meragukan
a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih
b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
3) Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.
4) Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.
Pada anak-anak yang lahir prematur, usia disesuaikan hanya sampai anak usia 2 tahun:
Contoh perhitungan anak dengan prematur:
An. Lula lahir prematur pada kehamilan 32 minggu, lahir pada tanggal 5 Agustus 2006. Diperiksa perkembangannya dengan DDST II pada tanggal 1 April 2008. Hitung usia kronologis An. Lula!
Diketahui:
Tanggal lahir An. Lula : 5-8-2006
Tanggal periksa : 1-4-2008
Prematur : 32 minggu
Ditanyakan:
Berapa usia kronologis An. Lula?
Jawab:
2008 – 4 – 1 An. Lula prematur 32 minggu
2006 – 8 – 5 Aterm = 37 minggu
_________ - Maka 37 – 32 = 5 minggu
1 – 7 -26
Ø Jadi usia An. Lula jika aterm (tidak prematur) adalah 1 tahun 7 bulan 26 hari atau
1 tahun 8 bulan atau 20 bulan
Usia tersebut dikurangi usia keprematurannya yaitu 5 minggu X 7 hari = 35 hari, sehingga usia kronologis An. Lula untuk pemeriksaan DDST II adalah:
Ø 1 tahun 7 bulan 26 hari – 35 hari = 1 tahun 6 bulan 21 hari
Atau
1 tahun 7 bulan atau 19 bulan
Interpretasi dari nilai Denver II
Ø Advanced
Melewati pokok secara lengkap ke kanan dari garis usia kronologis (dilewati pada kurang dari 25% anak pada usia lebih besar dari anak tersebut)
Ø OK
Melewati, gagal, atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia antara persentil ke-25 dan ke-75
Ø Caution
Gagal atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia kronologis di atas atau diantara persentil ke-75 dan ke-90
Ø Delay
Gagal pada suatu pokok secara menyeluruh ke arah kiri garis usia kronologis; penolakan ke kiri garis usia juga dapat dianggap sebagai kelambatan, karena alasan untuk menolak mungkin adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu
Interpretasi tes
Ø Normal
Tidak ada kelambatan dan maksimum dari satu kewaspadaan
Ø Suspect
Satu atau lebih kelambatan dan/ atau dua atau lebih banyak kewaspadaan
Ø Untestable
Penolakan pada satu atau lebih pokok dengan lengkap ke kiri garis usia atau pada lebih dari satu pokok titik potong berdasarkan garis usia pada area 75% sampai 90%
Rekomendasi untuk rujukan tes Suspect dan Untestable:
Skrining ulang pada 1 sampai 2 minggu untuk mengesampingkan faktor temporer

Body Mass Index (BMI)


Body Mass Index (BMI)
DEFINISI
Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang menunjukkan hubungan antara berat badan dan tinggi badan.

BMI merupakan suatu rumus matematika dimana berat badan seseorang (dalam kg) dibagi dengan tinggi badan (dalam m²).
BMI lebih berhubungan dengan lemak tubuh dibandingkan dengan indikator lainnya untuk tinggi badan dan berat badan.

Seseorang dengan BMI 25-29,9 dikatakan mengalami kelebihan berat badan (overweight), sedangkan seseorang dengan BMI 30 atau lebih dikatakan mengalami obesitas.

BMI bisa memperkirakan lemak tubuh, tetapi tidak dapat diartikan sebagai persentase yang pasti dari lemak tubuh.
Hubungan antara lemak dan BMI dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Wanita lebih mungkin memiliki persentase lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan pria dengan nilai BMI yang sama. Pada BMI yang sama, orang yang lebih tua memiliki lebih banyak lemak tubuh dibandingkan orang yang lebih muda.

BMI yang sehat untuk dewasa adalah 18,5-24,9.
BMI yang tinggi merupakan suatu ramalan kematian karena penyakit jantung dan pembuluh darah.
Diabetes, kanker, tekanan darah tinggi dan osteoartritis juga merupakan akibat dari overweight dan obesitas yang sering ditemukan pada dewasa.
Obesitas sendiri merupakan faktor resiko yang kuat dari kematian dini.

Interpretasi nilai BMI untuk dewasa, tanpa memperhatikan umur maupun jenis kelamin:
  • Underweight (berat badan kurang) : BMI <>
  • Overweight (kelebihan berat badan) : BMI 25-29.9
  • Obesitas : BMI 30 atau lebih.

    Rumus BMI.
    BMI = Berat badan (kg) ÷ Tinggi badan (m²)
    atau
    BMI = Berat badan (kg) ÷ Tinggi badan (cm) ÷ Tinggi badan (cm) x 10.000

    Contoh : seseorang dengan berat badan 95,3 kg dan tinggi 182,9 cm memiliki
    BMI = 95,3 ÷ 182,9 ÷ 182,9 x 10.000 = 28,5


    Tabel BMI


    BMI berdasarkan usia.

    Sejalan dengan pertumbuhannya, maka lemak tubuh anak-anak berubah dari tahun ke tahun. Interpretasi BMI tergantung kepada usia anak. Selain itu, lemak tubuh anak perempuan dan anak laki-laki berbeda. Karena itu untuk anak-anak tersedia 2 grafik yang berbeda untuk perempuan dan laki-laki.

    Setiap grafik dari CDC untuk BMI berdasarkan umur terdiri dari serangkaian garis lengkung yang menunjukkan persentil tertentu.
    BMI menurun selama masa pra-sekolah, lalu meningkat pada masa dewasa.

    Grafik BMI berdasarkan usia untuk anak laki-laki

    Contoh 1
    Perhatikan BMI untuk anak laki-laki pada persentil 95
    Usia BMI Persentil
    2 tahun 19,3 95
    4 tahun 17,8 95
    9 tahun 21,0 95
    13 tahun 25,1 95

    Pada contoh diatas, kita dapat melihat bahwa BMI anak laki-laki pada masa pra-sekolah menurun dan sejalan dengan bertambahnya usia, BMInya meningkat, tetapi masih dalam persentil 95.

    Grafik BMI berdasarkan usia untuk anak perempuan

    Contoh 2
    Dengan menggunakan data berikut, kita akan melihat BMI untuk anak perempuan dalam masa pertumbuhannya dari usia 3 tahun sampai 9,5 tahun.
    Usia Tinggi (inci) Berat badan (pon) BMI Persentil
    3 37,2 31 15,7 50
    5 42,4 38,7 15,1 50
    7 47,8 50,2 15,4 50
    9,5 53,3 66,9 16,5 50

    Untuk menggambarkan BMI berdasarkan umur dengan menggunakan data diatas, carilah usia anak pada skala horisontal lalu ikuti skala vertikal untuk BMI. Akan tampak bahwa pertumbuhan anak tersebut pada persentil 50 adalah stabil.

    Mengartikan BMI berdasarkan usia pada anak-anak dan remaja:
  • Underweight : BMI <>
  • Resiko mengalami overweight : BMI > persentil 85
  • Overweight : BMI > persentil 95.

    60% anak-anak dan remaja dengan BMI > persentil 95 memiliki minimal 1 faktor resiko, sedangkan 20% memiliki 2 atau lebih faktor resiko untuk terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah.
    Anak-anak yang overweight cenderung menjadi dewasa yang overweight.
  • ASUHAN KEPERAWATAN ARITMIA / DISRITMIA


    ARITMIA / DISRITMIA

    1. PENGERTIAN

    Beberapa tipe malfungsi jantung yang paling mengganggu tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal tetapi karena irama jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut atrium tidak terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga atrium tidak lagi berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel.
    Aritmia adalah kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan system konduksi jantung. Aritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau penghantaran impuls. Terminology dan pemakaian istilah untuk aritmia sangat bervariasi dan jauh dari keseragaman di antara para ahli.
    Beberapa sifat system konduksi jantung dan istilah-istilah yang penting untuk pemahaman aritmia :
    • · Periode refrakter
    Dari awal depolarisasi hingga awal repolarisasi sel-sel miokard tidak dapat menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini disebut periode refrakter mutlak.
    Fase selanjutnya hingga hamper akhir repolarisasi, sel-sel miokard dapat menjawab stimulus yang lebih kuat. Fase ini disebut fase refrakter relative.
    • · Blok
    Yang dimaksud dengan blok ialah perlambatan atau penghentian penghantaran impuls.
    · Pemacu ektopik atau focus ektopik
    Ialah suatu pemacu atau focus di luar sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari sinus disebut kompleks sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari focus ektopik disebut kompleks ektopik, yang bias kompleks atrial, kompleks penghubung –AV atau kompleks ventricular.
    • · Konduksi tersembunyi
    Hal ini terutama berhubungan dengan simpul AV yaitu suatu impuls yang melaluinya tak berhasil menembusnya hingga ujung yang lain, tetapi perubahan-[erubahan akibat konduksi ini tetap terjadi, yaitu terutama mengenai periode refrakter.
    • · Konduksi aberan.
    Konduksi aberan ialah konduksi yang menyimpang dari jalur normal. Hal ini disebabkan terutama karena perbedaan periode refrakter berbagai bagian jalur konduksi.
    Konduksi aberan bias terjadi di atria maupun ventrikel, tetapi yang terpenting ialah konduksi ventricular aberan, yang ditandai dengan kompleks QRS yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.
    Konduksi atrial aberan diandai dengan P yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.
    • · Re-entri.
    Re-entri ialah suatu keadaan dimana suatu impulas yang sudah keluar dari suatu jalur konduksi, melalui suatu jalan lingkar masuk kembali ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan mengalami depolarisasi berulang.
    • · Mekanisme lolos.
    Suatu kompleks lolos ialah kompleks ektopik yang timbul karena terlambatnya impuls yang datang dari arah atas. Kompleks lolos paling sering timbul di daerah penghubung AV dan ventrikel, jarang di atria. Jelas bahwa mekanisme lolos ialah suatu mekanisme penyelamatan system konduksi jantung agar jantung tetap berdenyut meskipun ada gangguan datangnya impuls dari atas.

    2. KLASIFIKASI

    Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :
    1) Gangguan pembentukan impuls.
    a. Gangguan pembentukan impuls di sinus
    • · Takikardia sinus
    • · Bradikardia sinus
    • · Aritmia sinus
    • · Henti sinus
    b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial).
    • · Ekstrasistol atrial
    • · Takiakardia atrial
    • · Gelepar atrial
    • · Fibrilasi atrial
    • · Pemacu kelana atrial
    c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung).
    • · Ekstrasistole penghubung AV
    • · Takikardia penghubung AV
    • · Irama lolos penghubung AV
    d. Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular).
    • · Ekstrasistole ventricular.
    • · Takikardia ventricular.
    • · Gelepar ventricular.
    • · Fibrilasi ventricular.
    • · Henti ventricular.
    • · Irama lolos ventricular.
    2) Gangguan penghantaran impuls.
    • a. Blok sino atrial
    • b. Blok atrio-ventrikular
    • c. Blok intraventrikular.
    3. PENYEBAB

    Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
    • v Irama abnormal dari pacu jantung.
    • v Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
    • v Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung.
    • v Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
    • v Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung.

    Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan aritmia adalah :
    • · Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).
    • · Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
    • · Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.
    • · Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
    • · Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
    • · Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
    • · Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
    • · Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
    • · Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
    • · Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
    • · Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).

    4. TANDA/GEJALA
    DISRITMIA NODUS SINUS
    • Bradikardia sinus
    Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulasi vagal, intoksikasi digitalis, peningkatan tekanan intrakanial, atau infark miokard (MI). Bradikardi sinus juga dijumpai pada olahragawan berat, orang yang sangat kesakitan, atau orang yang mendapat pengobatan (propanolol, reserpin, metildopa), pada keadaan hipoendokrin (miksedema, penyakit adison, panhipopituitarisme), pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, dan setelah kerusakan bedah nodus SA.
    Berikut adalah karakteristik disritmia
    • · Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit
    • · Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal
    • · Kompleks QRS: biasanya normal
    • · Hantaran: biasanya normal
    • · Irama: reguler
    Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal, kecuali frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan perubahan hemodinamika yang bermakna, sehingga menimbulkan sinkop (pingsan), angina, atau disritmia ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi jantung diakibatkan oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat buang air besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus diusahakan untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Bila pasien mengalami intoksikasi digitalis, maka digitalis harus dihentikan. Obat pilihan untuk menangani bradikardia adalah atropine. Atropine akan menghambat stimulasi vagal, sehingga memungkinkan untuk terjadinya frekuensi normal.

    • Takikardia sinus

    Takiakrdia sinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan oleh demam, kehilangan darah akut, anemia, syok, latihan, gagal jantung kongestif, nyeri, keadaan hipermetabolisme, kecemasan, simpatomimetika atau pengobatan parasimpatolitik.
    Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :
    • · Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit.
    • · Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal.
    • · Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.
    • · Hantaran : Biasanya normal.
    • · Irama : Reguler.
    Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal kecuali frekeunsinya. Tekanan sinus karotis, yang dilakukan pada salah satu sisi leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi untuk sementara, sehingga dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya. Begitu frekuensi jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun, mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala sinkop dan tekanan darah rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel, pasien dapat mengalami edema paru akut.
    Penanganan takikardia sinus biasanya diarahkan untuk menghilangkan penyebabknya. Propranolol dapat dipakai untuk menurunkan frekwensi jantung secara cepat. Propranolol menyekat efek serat adrenergic, sehingga memperlambat frekwensi.

    DISRITMIA ATRIUM
    • Kontraksi premature atrium
    Penyebab :
    • · Iritabilitas otot atrium karena kafein, alcohol, nikotin.
    • · Miokardium teregang seperti pada gagal jantung kongestif
    • · Stress atau kecemasan
    • · Hipokalemia
    • · Cedera
    • · Infark
    • · Keadaaan hipermetabolik.

    Karakteristik :
    • · Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
    • · Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA.
    • · Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.
    • · Hantaran : Biasanya normal.
    • · Irama : Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan baisanya tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.
    Kontraksi atrium premature sering terlihat pada jantung normal. Pasien biasanya mengatakan berdebar-debar. Berkurangnya denyut nadi (perbedaan antara frekwensi denyut nadi dan denyut apeksi) bisa terjadi. Bila PAC jarang terjadi, tidak diperlukan penatalaksanaan. Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau terjadi selama repolarisasi atrium, dapat mengakibatkan disritmia serius seperti fibrilasi atrium. Sekali lagi, pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.

    • Takikardia Atrium Paroksimal
    Adalah takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau alcohol. Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.
    Karakteristik :
    • · Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit.
    • · Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek (Kurang dari 0, 12 detik).
    • · Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran.
    • · Hantaran : Biasanya normal.
    • · Irama : Reguler.

    Pasien biasanya tidak merasakan adanya PAT. Penanganan diarahkan untuk menghilangkan penyebab dan menurunkan frekwensi jantung. Morfin dapat memperlambat frekwensi tanpa penatalaksanaan lebih lanjut. Tekanan sinus karotis yang dilakukan pada satu sisi, akan memperlambat atau menghentikan serangan dan biasanya lebih efektif setelah pemberian digitalis atau vasopresor, yang dapat menekan frekwensi jantung. Penggunaan vasopresor mempunyai efek refleks pada sinus karotis dengan meningkatkan tekanan darah dan sehingga memperlambat frekwensi jantung. Sediaan digitalis aktivitas singkat dapat digunakan. Propranolol dapat dicoba bila digitalis tidak berhasil. Quinidin mungkin efektif, atau penyekat kalsium verapamil dapat digunakan. Kardioversion mungkin diperlukan bila pasien tak dapat mentoleransi meningkatnya frekwensi jantung.

    • Fluter atrium
    Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat tetapi terhadap nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda penting dari disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls atrium yang dilepaskan 250 – 400 kali permenit akan mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu disritmia yang mengancam nyawa.
    Karakteristik :
    • · Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.
    • · Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1, 3:1 atua kombinasinya).
    • · Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang F.
    • · Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal.
    • · Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.
    Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atriuma dalah sediaan digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus AV, sehingga memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat diberikan untuk menekan tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan quinidin biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi medis lain yang berguna adalah penyekat kanal kalsium dan penyekat beta adrenergic.
    Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap kardioversi listrik.

    • Fibrilasi atrium
    Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital.
    Karakteristik :
    • · Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
    • · Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.
    • · Kompleks QRS : Biasanya normal .
    • · Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.
    • · Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
    Penanganan diarahkan untuk mengurangi iritabilitas atrium dan mengurangi frekwensi respons ventrikel. Pasien dengan fibrilasi atrium kronik, perlu diberikan terapi antikoagulan untuk mencegah tromboemboli yang dapat terbentuk di atrium.
    Obat pilihan untuk menangani fibrilasi atrium sama dengan yang digunakan pada penatalaksanaan PAT, preparat digitalis digunakan untuk memperlambat frekwensi jantung dan antidisritmia seperti quinidin digunakan untuk menekan disritmia tersebut.

    DISRITMIA VENTRIKEL
    • Kontraksi Prematur Ventrikel
    Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel. PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi katekolamin.
    PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien merasa berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan disritmia ventrikel yang lebih serius.
    Pada pasien dengan miokard infark akut, PVC bisa menjadi precursor serius terjadinya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel bila :
    • · Jumlahnya meningkat lebih dari 6 per menit
    • · Multi focus atau berasal dari berbagai area di jantung.
    • · Terjadi berpasangan atau triplet
    • · Terjadi pada fase hantaran yang peka.
    Gelombang T memeprlihatkan periode di mana jantung lebih berespons terhadap setiap denyut adan tereksitasi secara disritmik. Fase hantaran gelombang T ini dikatakan sebagai fase yang peka.
    Karakteristik :
    • · Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
    • · Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel.
    • · Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10 detik. Mungkin berasal dari satu focus yang sama dalam ventrikel; atau mungkin memiliki berbagai bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel.
    • · Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.
    • · Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.
    Untuk mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan penyebabnya dan bila mungkin, dikoreksi. Obat anti disritmia dapat dipergunakan untuk pengoabtan segera atau jangka panjang. Obat yang biasanya dipakai pada penatalaksanaan akut adalah lidokain, prokainamid, atau quinidin mungkin efektif untuk terapi jangka panjang.

    • Bigemini Ventrikel
    Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit artei koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi dimana setiap denyut adalah prematur.
    Karakteristik :
    • · Frekwensi : Dapat terjadi pada frekwensi jantung berapapun, tetapi biasanya kurang dari 90 denyut per menit.
    • · Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat tersembunyi dalam kompleks QRS.
    • · Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi lengkap.
    • · Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal, namun PVC yang mulai berselang seling pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
    • · Irama : Ireguler.
    Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka disebut trigemini, tiap denyut keempat, quadrigemini.
    Penanganan bigemini ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang sering mendasari adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus disingkirkan atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi digitalis diobati dengan fenitoin (dilantin).

    • Takikardia Ventrikel
    Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama ventrikuler yang dipercepat dan takikardia ventrikel mempunyai karakteristik sebagai berikut :
    • · Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit.
    • · Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak slealu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium.
    • · Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC- lebar dan anerh, dengan gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan denyut gabungan.
    • · Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
    • · Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel ireguler.
    Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya pasien bertoleransi terhadap irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas miokard harus dicari dan dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat digunakan. Kardioversi perlu dilakukan bila terdapat tanda-tanda penurunan curah jantung.

    • Fibrilasi Ventrikel
    Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi.
    Karateristik :
    • · Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.
    • · Gelombang P : Tidak terlihat.
    • · Kompleks QRS : CEpat, undulasi iregulertanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar.
    • · Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.
    • · Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.
    • Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.

    ABNORMALITAS HANTARAN

    • Penyekat AV Derajat Satu
    Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung organic atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat pad apasien dengan infark miokard dinding inferior jantung.
    Karakteristik :
    • · Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit.
    • · Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi lebih besar dari 0, 20 detik.
    • · Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal.
    • · Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara jaringan penyambung dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya normal.
    • · Irama : Biasanya regular.
    Disritmia ini penting karena dapat mengakibatkan hambatan jantung yang lebih serius. Merupakan tanda bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat untuk setiap tahap lanjut penyekat jantung.
    • Penyekat AV Derajat Dua
    Penyekat AV derajat dua juga disebabkan oleh penyakit jantung organic, infark miokard atau intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan penurunan frekwensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung.
    Karakteristik :
    • · Frekwensi : 30 sampai 55 denyut per menit. Frekwensi atrium dapat lebih cepat dua , tiga atau empat kali disbanding frekwensi ventrikel.
    • · Gelombang P : Terdapat dua, tiga atau empat gelombang untuk setiap kompleks QRS. Interval PR yang dihantarkan biasanya berdurasi normal.
    • · Kompleks QRS : Biasanya normal.
    • · Hantaran : Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel.
    · Irama : Biasanya lambat dan regular. Bila terjadi irama ireguler, hal ini dapat diebabkan oleh kenyataan adanya penyekat yang bervariasi antara 2:1 sampai 3:1 atau kombinasi lainnya.
    Penanganan diarahkan untuk meningkatkan frekwensi jantung guna mempertahankan curah jantung normal. Intoksikasi digitalis harus ditangani dan seitap pengoabtan dengan fungsi depresi aktivitas miokard harus ditunda.
    • Penyekat AV Derajat Tiga
    Penyekat AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan dengan penyakit jantung organic, intoksikasi digitalis dan MI. frekwensi jantung berkurang drastic, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital, seprti otak, jantung, ginjal, paru dan kulit.
    Karakteristik :
    • · Asal : Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak dihantarkan ke serat purkinje. Mereka disekat secara lengkap. Maka setiap irama yang lolos dari daerah penyambung atau ventrikel akan mengambil alih pacemaker.
    • · Frekwensi : frekwensi atrium 60 sampai 100 denyut per menit, frekwensi ventrikel 40 sampai 60 denyut per menit bila irama yang lolos berasal dari daerah penyambung, 20 sampai 40 denyut permenit bila irama yang lolos berasal dari ventrikel.
    • · Gelombang P : Gelombang P yang berasal dari nodus SA terlihat regular sepanjang irama, namun tidak ada hubungan dengan kompleks QRS.
    • · Kompleks QRS : Bila lolosnya irama berasal dari daerah penyambung , maka kompleks QRS mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang normal, tetapi tidak berhubungan dengan gelombang P. kompleks QRS terjadi secara regular. Bila irama yang lolos berasal dari ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0, 10 detik lebih lama dan baisanya lebar dan landai. Kompleks QRS tersebut mempunyai konfigurasi seperti kompleks QRS pada PVC.
    • · Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat. Namun mereka disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dari daerah penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel bersifat ektopik dengan konfigurasi yang menyimpang.
    • · Irama : Biasanya lambat tetapi regular.
    • Penanganan diarahkan untuk meningkatkan perfusi ke organ vital. Penggunaan pace maker temporer sangat dianjurkan. Mungkin perlu dipasang pace maker permanent bila penyekat bersifat menetap.

    • Asistole Ventrikel
    Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut jantung, denyut nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera, asistole ventrikel sangat fatal.
    Karakteristik :
    • · Frekwensi : tidak ada.
    • · Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV dan ventrikel.
    • · Kompleks QRS : Tidak ada.
    • · Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium.
    • · Irama : Tidak ada.
    Resusitasi jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien tetap hidup. Untuk menurunkan stimulasi vagal, berikan atropine secara intravena. Efinefrin (intrakardiak) harus diberikan secara berulang dengan interval setiap lima menit. Natrium bikarbonat diberikan secara intravena. Diperlukan pemasangan pacemaker secara intratoraks, transvena atau eksternal.

    5. KOMPLIKASI
    6. PROSEDUR DIAGNOSTIK
    · EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan oabt jantung.
    · Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
    · Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.
    · Skan pencitraan miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
    · Tes stress latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
    · Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.
    · Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin dan lain-lain.
    · Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan /meningkatnya disritmia.
    · laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk disritmia.
    · GDA/Nadi Oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

    7. MANAJEMEN MEDIK
    Pada prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah (1) mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control), (2) menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control), dan (3) mencegah terbentuknya bekuan darah.
    Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Sebagian gangguan ini tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan obat-obatan. Jika kausa aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada yang lebih baik daripada menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya secara spesifik. Aritmia sendiri, dapat diterapi dengan beberapa hal di bawah ini;
    Disritmia umumnya ditangani dengan terapi medis. Pada situasi dimana obat saja tidak memcukupi, disediakan berbagai terapi mekanis tambahan. Terapi yang paling sering adalah kardioversi elektif, defibrilasi dan pacemaker. Penatalaksanaan bedah, meskipun jarang, juga dapat dilakukan.

    OBAT-OBATAN
    Obat-obatan. Ada beberapa jenis obat yang tersedia untuk mengendalikan aritmia. Pemilihan obat harus dilakukan dengan hati-hati karena mereka pun memiliki efek samping. Beberapa di antaranya justru menyebabkan aritimia bertambah parah. Evaluasi terhadap efektivitas obat dapat dikerjkan melalui pemeriksaan EKG (pemeriksaan listrik jantung).

    KARDIOVERSI
    Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.

    DEFIBRILASI
    Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker.

    DEFIBRILATOR KARDIOVERTER IMPLANTABEL
    Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.

    TERAPI PACEMAKER
    Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.

    PEMBEDAHAN HANTARAN JANTUNG
    Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi radio.
    Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung.
    Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan.
    Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan.
    Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut, sehingga menghilangkan sumber disritmia.
    Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.

    ASUHAN KEPERAWATAN

    1. PENGKAJIAN DATA DASAR
    AKTIVITAS /ISTIRAHAT
    Gejala :
    1) Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.
    Tanda :
    2) Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.

    SIRKULASI
    Gejala :
    3) Riwatar IM sebelumnya/akut 90%-95% mengalami disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.
    Tanda :
    4) Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.
    5) Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah).
    6) Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
    7) Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
    8) Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung, syok).
    9) Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
    10) Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.

    INTEGRITAS EGO
    Gejala :
    · Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.
    · Stressor sehubungan dengan masalah medik.
    Tanda :
    · Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.

    MAKANAN/CAIRAN
    Gejala :
    · Hilang nafsu makan, anoreksia.
    · Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).
    · Mual/muntah.
    · Perubahan berat badan.
    Tanda :
    · Perubahan berat badan.
    · Edema
    · Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.
    · Pernapasan krekels.

    NEURO SENSORI
    Gejala :
    · Pusing, berdenyut, sakit kepala.
    Tanda :
    · Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.
    · Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.
    · Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).
    · Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup (takikardia ventrikel , bradikardia berat).

    NYERI/KETIDAKNYAMANAN
    Gejala :
    · Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bias hilang oleh obat anti angina.
    Tanda :
    · Perilaku distraksi, contoh gelisah.

    PERNAPASAN
    Gejala :
    · Penyakit paru kronis.
    · Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.
    · Napas pendek.
    · Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).
    Tanda :
    · Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.
    · Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.

    KEAMANAN
    Tanda :
    · Demam.
    · Kemerahan kulit (reaksi obat).
    · Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).
    · Kehilangan tonus otot/kekuatan.

    PENYULUHAN
    Gejala :
    · Faktor risiko keluarga contoh, penyakit jantung, stroke.
    · Penggunaan/tak menggunakan obat yang disresepkan, contoh obat jantung (digitalis); anti koagulan (coumadin) atau obat lain yang dijual bebas, contoh sirup batuk dan analgesik berisi ASA.
    · Adanya kegagalan untuk memeprbaiki, contoh disritmia berulang/tak dapat sembuh yang mengancam hidup.
    Pertimbangan :
    · DRG menunjukkan rerata lama di rawat : 3,2 hari.
    Rencana pemulangan :
    · Perubahan penggunaan obat.

    2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

    1) RISIKO TINGGI TERHADAP PENURUNAN CURAH JANTUNG.

    Faktor risiko meliputi :
    v Gangguan konduksi elektrikal.
    v Penurunan kontraktilitas miokardia.
    Kemungkinan dibuktikan oleh :
    v Tidak dapat diterapkan , adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual.
    Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :
    v Mempertahankan /meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.
    v Menunjukkan penurunan frekwensi/tak adanya disritmia.
    v Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
    INTERVENSI
    RASIONAL
    • Raba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekwensi, keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal atau defisit nadi.
    • Auskultasi bunyi jantung, catat frekwensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
    • Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. Laporkan variasi penting pada TD/frekwensi nadi, kesamaan, pernapasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat kesadaran/sensori, dan haluaran urine selama episode disritmia.
    • Tentukan tipe disritmia dan catat irama (bila pantau jantung /telemetri tersedia).
    • Takikardia
    • Bradikardia
    • Disritmia atrial
    • Disritmia ventrikel
    • Blok jantung
    • Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
    • Demonstrasikan /dorong penggunaan perilaku pengaturan stress, contoh tehnik relaksasi , bimbingan imajinasi, napas lambat/dalam.
    • Selidiki laporan nyeri dada, catat lokasi, lamanya, intensitas, dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal, contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD/frekwensi jantung.
    • Siapkan /lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.
    • Kolaborasi
    • Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit.
    • Kadar obat.
    • Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
    • Berikan obat sesuai indikasi.
    • Kalium,
    • Antidisritmia :
    • Kelompok Ia, contoh disopiramid (norpace), prokainamid (pronestly), quinidin (quinagulate).
    • Kelompok Ib contoh lidokain, fenitoin, tokainidin, meksiletine.
    • Kelompok Ic, contoh enkainid, flekainid, propafenon.
    • Kelompok II, contoh propranolol, nadolol, asebutolol, esmolol.
    • Kelompok III, contoh bretilium toslat, aminodaron.
    • Kelompok IV, contoh verapamil, nifedipin, diltiazem.
    • Lain-lain, contoh atropine sulfat, isoproterenol, glkosid jantung , digitalis.
    • Siapkan untuk/Bantu kardioversi elektif.
    • Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung.
    • Masukan/pertahankan masukan IV
    • Siapkan untuk prosedur diagnostic invasive/bedah sesuai indikasi.
    • Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioversi atau defibrilator (AICD) bila diindikasikan
    2) KURANG PENGETAHUAN TENTANG PENYEBAB/KONDISI PENGOBATAN.
    Dapat dihubungkan dengan :
    v Kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
    v Tidak mengenal sumber informasi.
    v Kurang mengingat.
    Kemungkinan dibuktikan oleh :
    v Pertanyaan
    v Pernyataan salah konsepsi.
    v Gagal memperbaiki program sebelumnya.
    v Terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
    Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :
    v Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan dan fungsi pacu jantung (bila menggunakan).
    v Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping merugikan dari obat.
    v Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan.
    v Menghubungkan dengan benar prosedur tanda gagal pacu jantung.

    INTERVENSI
    RASIONAL
    • Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.
    • Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/orang terdekat.
    • Identifikasi efek merugikan/komplikasi disritmia khusus, contoh kelemahan, edema dependen, perubahan mental lanjut, vertigo.
    • Anjurkan /catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan (tindakan yang dibutuhkan), bagaimana dan kapan minum obat, apa yang dilakukan bila dosis terlupakan (informasi dosis dan penggunaan), efek samping yang diharapkan atau kemungkinan reaksi merugikan, interaksi dengan obat lain/obat yang dijual bebas atau substansi (alcohol, tembakau), sesuai dengan apa dan kapan melaporkan ke dokter.
    • Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.
    • Kaji ulang kebutuhan diet individu/pembatasan, contoh kalium dan kafein.
    • Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/orang terdekat untuk dibawa pulang.
    • Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat. Dorong pencatatan nadi harian sebelum minum obat/latihan. Identifikasi situasi yang memerlukan intervensi medis cepat.
    • Kaji ulang kewaspadaan keamanan, tehnik untuk mengevaluasi/mempertahankan pacu jantung atau fungsi AICD dan gejala yang memerlukan intervensi medis.
    • Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus maneuver. Valsalva bila perlu.


    DAFTAR PUSTAKA

    1. Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999, American Heart Association.
    2. Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga, 1996, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
    3. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg
    4. http://www.ce5.com/ekg101.htm
    5. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0305/07/112208.htm
    6. http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg
    7. Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi 8 , EGC, Jakarta.
    8. Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC, Jakarta.
    9. http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2004/3/7/ink1.html
    10. Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.
    11. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta.

    PAP SMEAR



    PENGERTIAN
    Pap smear merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan yang bersifat prekanker pada daerah leher rahim.
    PENTINGYNA PAP SMEAR
    Gambaran paling akhir yang ada untuk kanker leher rahim memperlihatkan bahwa sebanyak 4467 kasus yang dicatat pada tahun 1988 sekitar 1800 kasus berakhir fatal. Dari keseluruhan kasus, 85 % dari wanita yang menderita kanker leher rahim tersebut tidak pernah melakukan pemeriksaan Pap Smear.
    SEMENTARA ITU, APABILA KELAINAN PADA LEHER RAHIM TERSEBUT DITERAPI, KANKER TIDAK AKAN BERKEMBANG.
    Jenis karsinoma
    Menurut jenis karsinoma ( kanker ) terdapat karsinoma in situ dan karsinoma in vasif.
    ◊Karsinoma in situ berarti bahwa perubahan yang ditemukan cukup ekstensif tetapi belum ”menyerbu” dan oleh karena itu belum bersifat kanker. Pada stadium ini, anda dapat diterapi dengan mudah, tetapi keadaan tersebut harus mendapat terapi pada saat itu juga untuk menghindari masalah yang lebih serius. Karsinoma insitu berarti bahwa sel-sel yang abnormal masih secara aman terkurung pada permukaan kulit dari leher rahim.
    Karsinoma invasif berarti bahwa sel-sel abnormal telah menyebar melebihi permukaan leher rahim dan perawatan yang diterima akan jauh lebih sulit dibandingkan pada saat stadium yang masih bersifat prakanker
    Adalah benar bahwa pemeriksaan pap smear tidak menyembuhkan penyakit karena leher rahim, akan tetapi dengan deteksi lebih awal kanker dapat lebih dikendalikan dan menjadi lebih aman daripada dibiarkan sampai pada stadium invasif sehingga penanggulanganya menjadi terlambat
    MENCEGAH DAN MENDETEKSI DINI LEBIH BAIK DARIPADA MENUNGGU SUDAH PARAH
    Bagaimana Pap Smear Dilakukan
    Pap Smear dilakukan dengan mengusap spatula atau semacam kuas celak berbulu lembut untuk mengambil sel-sel dinding leher rahim yang nantinya akan dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop untuk melihat kondisi sel-sel dinding leher rahim. Proses tindakan tidak menyakitkan dan tidak rumit, namun membuat sedikit tidak nyaman bagi wanita.
    Siapa saja yang perlu dilakukan Pap Smear ?
    Semua wanita mulai usia 18 tahun dan < 18 tahun apabila sudah melakukan aktivitas seksual secara aktif seperti sudah menikah
    Waktu pemeriksaan
    3 tahun sekali apabila hasil test normal atau tidak melakukan aktivitas seksual secara aktif.
    2 tahun sekali bagi wanita dengan usia 65 tahun keatas dan setiap tahun apabila didapatkan hasil pap smear yang abnormal.
    1 tahun sekali bagi wanita yang sudah diangkat rahimnya dengan hasil pap smear abnormal atau terdapat kanker saluran genital bawah lainya.
    Apabila terdapat hasil yang abnormal, dilakukan pemeriksaan ulang dalam 4 bulan.
    Manfaat Pap Smear
    Dapat mendeteksi secara dini adanya kondisi tidak normal dari sel-sel dinding leher rahim ( prekanker ) yang dapat berkembang menjadi sel kanker sehingga dapat dilakukan terapi secepatnya dan diharapkan dapat mengurangi angka kematian akibat kanker leher rahim ( ca cervic )
    Sumber
    Evennett, Kanker.2003. Pap Smear. Apa yang perlu anda ketahui ? Jakarta : Arcan.

    Asuhan Keperawatan Klien dg DISPEPSIA


    A. Konsep Dasar Medik
    1. Pengertian
    Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
    a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
    b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
    2. Anatomi dan Fisiologi
    a. Anatomi
    Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung.
    Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
    1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
    2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
    a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus.
    b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
    c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
    3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe.
    4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
    Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.
    Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.
    Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta.
    Berikut ini adalah gambar anatomi lambung.











    b. Fisiologi
    Fisiologi Lambung :
    1. Mencerna makanan secara mekanikal.
    2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.
    3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi polipeptida
    4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
    5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.
    6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.
    3. Etiologi
    a. Perubahan pola makan
    b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
    c. Alkohol dan nikotin rokok
    d. Stres
    e. Tumor atau kanker saluran pencernaan
    4. Insiden
    Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 – 30 % orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 – 41 % tetapi hanya 10 – 20 % yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 – 8 % (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Menurut Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 – 20 % (Kusmobroto H, 2003)
    5. Manifestasi Klinik
    a. nyeri perut (abdominal discomfort)
    b. Rasa perih di ulu hati
    c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
    d. Nafsu makan berkurang
    e. Rasa lekas kenyang
    f. Perut kembung
    g. Rasa panas di dada dan perut
    h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
    6. Patofisiologi
    Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
    7. Pencegahan
    Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
    8. Penatalaksanaan Medik
    a. Penatalaksanaan non farmakologis
    1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
    2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
    3) Atur pola makan
    b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
    Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
    Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)
    9. Test Diagnostik
    Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
    a. Laboratorium
    Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
    b. Radiologis
    Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
    c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
    Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
    d. USG (ultrasonografi)
    Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
    e. Waktu Pengosongan Lambung
    Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.
    B. Konsep Asuhan Keperawatan
    1. Pengkajian
    Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)
    2. Dampak Dispepsia Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
    3. Diagnosa Keperawatan
    Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan dispepsia.
    a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
    b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.
    c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah
    d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
    4. Rencana Keperawatan
    Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.
    a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
    Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri
    INTERVENSI
    RASIONAL
    1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10)
    2. Berikan istirahat dengan posisi semifowler
    3. Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan kerja asam lambung
    4. Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya
    5. Observasi TTV tiap 24 jam
    6. Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi
    7. Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik
    1. Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan
    2. Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang
    3. dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan aktivitas peristaltik
    4. mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium
    5. sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya
    6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol
    7. Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain
    b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.
    Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
    INTERVENSI
    RASIONAL
    1. Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat
    2. Timbang BB klien
    3. Berikan makanan sedikit tapi sering
    4. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
    5. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.
    6. Monitor intake dan output secara periodik.
    7. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
    1. Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang diharapkan
    2. Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat
    3. meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster
    4. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan
    5. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.
    6. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
    7. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
    c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah
    Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
    INTERVENSI
    RASIONAL
    1. Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor kulit
    2. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat
    3. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif/diuretik
    4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan
    5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV
    1. Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
    2. Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit
    3. Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan atau penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut
    4. Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki keseimbangan untuk berhasil
    5. Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan elektroli
    d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
    Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.
    INTERVENSI
    RASIONAL
    1. Kaji tingkat kecemasan
    2. Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan pikiran dan dengarkan semua keluhannya
    3. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
    4. Berikan dorongan spiritual
    1. Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh klien sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya
    2. Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien merasa aman dalam segala hal tundakan yang diberikan
    3. Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga mau bekejasama dalam perawatannya.
    4. Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
    5. Evaluasi
    Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung respon dalam keefektifan intervensi
    DATAR PUSTAKA
    Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC
    Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.
    Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus
    Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI
    Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC
    Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC
    Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI