Senin, 07 Oktober 2013

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TETRALOGI FALLOT(TF)

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
TETRALOGI FALLOT(TF)

Diajukan Guna Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Anak









Dosen Pengampu:
Hj. Iftikhatun Afifah S.Kep






AKADEMI KEPERAWATAN  AL HIKMAH 02
BENDA SIRAMPOG
2012
KATA PENGANTAR



Terima kasih yang setulus-tulusnya kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa  karena dengan izin-Nya,maka kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu nya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan  makalah ini tidak sedikit masalah yang di hadapi,namunberkat kerja keras serta bantuan dari berbegai pihak,semua masalah bisa teratasi dengan baik .Oleh karena itu penyusun mengucapkan  terima kasih  semua pihak yang membantu penyelesaian makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah luas cakrawala.


Benda,   Maret  2013


Penyusun










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tetralogi fallot (TOF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral  akibat adanya pirau kanan ke kiri.
Dari banyaknya kasus kelainan jantung  serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan  yang tepat (Staf IKA, 2007).

B.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan antara lain:
1.    Apa definisi dari penyakit tetralogi fallot?
2.    Apa saja etiologi dari penyakit tetralogi fallot?
3.    Bagaimana patofisiologi penyakit tetralogi fallot?
4.    Apa gejala dan tanda penyakit tetralogi fallot?
5.    Apa saja komplikasi dari penyakit tetralogi fallot?
6.    Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit tetralogi fallot?
7.    Bagaimana pengobatan penyakit tetralogi fallot?

C.    Tujuan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:
1.    Agar dapat menjelaskan definisi dari penyakit tetralogi fallot
2.    Agar dapat menjelaskan etiologi dari penyakit tetralogi fallot
3.    Agar dapat menjelaskan patofisiologi penyakit tetralogi fallot
4.    Agar dapat menjelaskan gejala dan tanda penyakit tetralogi fallot
5.    Agar dapat menjelaskan komplikasi dari penyakit tetralogi fallot
6.    Agar dapat menjelaskan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit tetralogi fallot
7.    Agar dapat menjelaskan pengobatan penyakit tetralogi fallot





















BAB II
KONSEP DASAR

A.    PENGERTIAN
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi Defek septum ventrikel, Stenosis pulmonal, Overriding aorta, dan Hipertrofi ventrikel kanan.
1.    Defek septum ventrikel : adanya lubang di sekat pemisah bilik kiri (ventrikel kiri) dengan bilik kanan (ventrikel kanan)
2.    Stenosis pulmonal : penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan
3.    Overriding Aorta : pembuluh darah utama yang keluar dari bilik kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan
4.    Hipertrofi ventrikel kanan :,penebalan otot bilik kanan akibat kerja keras (karena jalan keluarnya terhambat) dan tekanan dalam rongga ini meningkat.
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat.


B.    ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor – factor tersebut antara lain :
    Faktor Endogen
1.    Berbagai jenis penyakit genetik : Kelainan kromosom
2.    Anak yang lahir sebelumnya menderita  penyakit jantung bawaan
3.    Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung  atau kelainan bawaan

Faktor eksogen : Riwayat  kehamilan  ibu
1.    Sebelumnya  ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu)
2.    Ibu menderita penyakit infeksi :  Rubella
3.    Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen  tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai

C.    PATOFISIOLOGI
Tetralogi fallot merupakan kelainan “Empat Sekawan“ yang terdiri dari defek septum ventrikel, overriding aorta, stenosis infundibuler dan hipertrofi ventrikel kanan. Secara anatomis sesungguhnya tetralogi fallot merupakan suatu defek ventrikel subaraortik yang disertai deviasi ke anteriol septum infundibuler (bagian basal dekat dari aorta). Devisiasi ini menyebabkan akar aorta bergeser ke depan (dekstroposisi aorta), sehinnga terjadi overriding aorta terhadap septum interventrikuler, stenosis pada bagian infundibuler ventrikel kanan dan hipoplasia arteri pulmonal. Pada tetralogi fallot, overriding aorta biasanya tidak melebihi 50 %. Apabila overriding aorta melebihi  50 %, hendaknya dipikirkan  kemungkinan adanya suatu outlet ganda ventrikel kanan.
Devisiasi septum infindibuler ke arah anteriol ini sesungguhnya merupakan bagian yang paling esensial pada tetralogi fallot.Itulah sebabnya suatu defek septum ventrikel dan overriding aorta yang disertai stenosis pulmonal valvuler misalnya, tidak bisa disebut sebagai tetralogi fallot apabila tidak terdapat devisiasi septum infundibuler ke anteriol. Kadang-kadang tetralogi fallot disertai pada adanya septum antrium sekunder dan kelompok kelainan ini disebut sebagai tetralogi fallot
Betapapun tekanan dalam ventrilel kanan meninggi karena obstruksi infundibuler, tapi dengan adanya defek septum ventrikel pada tetralogi fallot, daerah didorong ke kiri masuk ke aorta, sehingga tekanan dalam ventrikel kanan, ventrikel kiri dan aorta relative menjadi sama. Itulah sebabnya mungkin mengapa pada tetralogi fallot jarang terjadi gagal jantung kongestif, berbeda dengan stenosis pulmonal yang berat tanpa disertai defek septum ventrikel, gagal jantung kongestif bisa saja melebihi tekanan sistemik
Sianosis merupakan gejala tetralogi fallot yang utama.Berat ringanya sianosis ini tergantung dari severitas stenosis infindibuler yang terjadi pada tetralogi fallot dan arah pirau interventrikuler.Sianosis dapat timbul semenjak lahir dan ini menandakan adanya suatu stenosis pulmonal yang berat atau bahkan atresia pulmonal atau bisa pula sianosois timbul beberapa bulan kemudian pada stenosis pulmonal yang ringan. Sianosis biasanya berkembang perlahan-lahan dengan bertambahnya usia dan ini menandakan adanya peningkatan hipertrofi infindibuler pulmonal yang memperberat obstruksi pada bagian itu
Stenosis infindibuler merupakan beban tekanan berlebih yang kronis bagi ventrkel kanan, sehingga lama-lama ventrikel kanan mengalami hipertrofi. Disamping itu, dengan meningkatnya usia dan meningkatnya tekanan dalam ventrikel kanan, kolateralisasi aorta pulmonal sering tumbuh luas pada tetralogi fallot, melalui cabang-cabang mediastinal, brokhial, esophageal, subklavika dan anomaly arteri lainya. Kolateralisasi ini disebut MAPCA ( major aorta pulmonary collateral arteries )

D.    TANDA DAN GEJALA
a.    Sianosis
Obstruksi aliran darah keluar ventrikel kanan  hipertropi infundibulum meningkat  obstruksi meningkat disertai pertumbuhan yang semakin meningkat  sianosis.
b.    Dispnea
Terjadi bila penderita melakukan aktifitas fisik.
c.    Serangan-serangan dispnea paroksimal (serangan-serangan anoksia biru)
Semakin bertambah usia, sianosis bertambah berat  umum pada pagi hari.

d.    Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan pada pertambahan tinggi badan terutama pada anak, keadaan gizi kurang dari kebutuhan normal, pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.
e.    Denyut pembuluh darah normal
Jantung baisanya dalam ukuran normal, apeks jantung jela sterlihat, suatu getaran sistolis dapat dirasakan di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal 3 dan 4.
f.    Bising sistolik
Terdengar keras dan kasar, dapat menyebar luas, tetapi intensitas terbesar pada tepi kiri tulang dada

E.    KOMPLIKASI
Komplikasi dari gangguan ini antara lain :
1.    Penyakit vaskuler pulmonel
2.    Deformitas arteri pulmoner kanan
3.    Perdarahan hebat terutama pada anak dengan polistemia
4.    Emboli atau thrombosis serebri, resiko lebih tinggi pada polisistemia, anemia, atau sepsis
5.    Gagal jantung kongestif  jika piraunya terlalau besar
6.    Oklusi dini pada pirau
7.    Hemotoraks
8.    Sianosis persisten
9.    Efusi pleura
10.    Trombosis Pulmonal
11.    Anemia relative

F.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan  adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH. Pasien dengan Hg dan Ht normal atau rendah  mungkin menderita defisiensi besi.
2.    Radiologis
Sinar  X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3.    Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P  pulmonal
4.    Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
5.    Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah

G.    PENATALAKSANAAN
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
1.    Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
2.    Morphine  sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu.
3.    Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB  IV untuk mengatasi asidosis
4.    Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian
5.    Propanolo l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/ bolus diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya
6.    Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative
7.    Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru  bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
    Lakukan selanjutnya
1.    Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik
2.    Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
3.    Hindari dehidrasi




   
   








BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.    Anamnesa
a.    Riwayat kehamilan :
Ditanyakan apakah ada faktor endogen dan eksogen.
Faktor Endogen
1)    Berbagai jenis penyakit genetik : Kelainan kromosom
2)    Anak yang lahir sebelumnya menderita  penyakit jantung bawaan
3)    Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung  atau kelainan bawaan
Faktor eksogen : Riwayat  kehamilan  ibu
1)    Sebelumnya  ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine. aminopterin, amethopterin, jamu)
2)    Ibu menderita penyakit infeksi :  Rubella
3)    Pajanan terhadap sinar –X
b.    Riwayat  tumbuh
Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
c.    Riwayat psikososial/ perkembangan
1)    Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
2)    Mekanisme koping anak/ keluarga
3)    Pengalaman hospitalisasi sebelumnya



d.    Pemeriksaan fisik
1)    Akivitas dan istirahat
Gejala    : Malaise, keterbatasan aktivitas/ istirahat karena kondisinya.
Tanda    : Ataksia, lemas, masalah berjalan, kelemahan umum,
              keterbatasan dalam rentang gerak.
2)    Sirkulasi
Gejala    : Takikardi, disritmia
Tanda    : adanya Clubbing finger setelah 6 bulan, sianosis
          pada membran muksa, gigi sianotik
3)    Eliminasi
Tanda    : Adanya inkontinensia dan atau retensi.
4)    Makanan/ cairan
Tanda    : Kehilangan nafsu makan,kesulitan menelan, sulit menetek
Gejala    : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa
     kering
5)    Hiegiene
Tanda    : ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
6)    Neurosensori
Tanda    : Kejang, kaku kuduk
Gejala    : Tingkat kesadaran letargi hingga koma bahkan kematian
7)    Nyeri/ keamanan
Tanda    : Sakit kepala berdenyut hebat pada frontal, leher kaku
Gejala    : Tampak terus terjaga, gelisah, menangis/ mengaduh/
mengeluh
8)    Pernafasan
Tanda    : Auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah
pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya
derajat obstruksi
Gejala    : Dyspnea, napas cepat dan dalam


9)    `Nyeri/ keamanan
Tanda    : Sianosis, pusing, kejang
Gejala    : Suhu meningkat, menggigil, kelemahan secara umum,
2.    Pemeriksaan penunjang
a.    Pemeriksaan laboratorium :Peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah
b.    Radiologis    :Sinar  X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu
c.    Elektrokardiogram ( EKG)    : Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P  pulmonal
d.    Ekokardiografi : Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
e.    Katerisasi jantung    : ditemukan adanya defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer
f.    Gas darah : adanya penurunan saturasi oksigen dan penurunan PaO2

B.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.
Tujuan: penurunan cardiac output tidak terjadi.   
Kriteria hasil: tanda vital dalam batas yang dapat diterima, bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung, urine output adekuat: 0,5 – 2 ml/kgBB.




Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi    Rasional
•    Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
•    Catat bunyi jantung.

•    Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.



•    Pantau intake dan output setiap 24 jam.


•    Batasi aktifitas secara adekuat.



•    Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.    •    Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.

•    Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
•    Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
•    Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium.
•    Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
•    Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yangmeningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.

b.    Intolerans aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh.
Tujuan: Pasien akan menunjukkan keseimbangan energi yang adekuat.
Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti aktifitas sesuai kemampuan, istirahat tidur tercukupi.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi    Rasional
•    Ikuti pola istirahat pasien, hindari pemberian intervensi pada saat istirahat.

•    Lakukan perawatan dengan cepat, hindari pengeluaran energi berlebih dari pasien.
•    Bantu pasien memilih kegiatan yang tidak melelahkan.

•    Hindari perubahan suhu lingkungan yang mendadak.

•    Kurangi kecemasan pasien dengan memberi penjelasan yang dibutuhkan pasien dan keluarga.
•    Respon perubahan keadaan psikologis pasien (menangis, murung dll) dengan baik.    •    •   Menghindari gangguan pada istirahat tidur pasien sehingga kebutuhan energi dapat dibatasi untuk aktifitas lain yang lebih penting.
•    Meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dan menghemat energi paisen.

•    Menghindarkan psien dari kegiatna yang melelahkan dan meningkatkan beban kerja jantung.
•    Perubahan suhu lingkungna yang mendadak merangsang kebutuhan akan oksigen yang meningkat.
•    Kecemasan meningkatkan respon psikologis yang merangsang peningkatan kortisol dan meningkatkan suplai O2.

•    Stres dan kecemasan berpengaruh terhadap kebutuhan O2 jaringan.




c.    Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak adekuat, kebutuhan nutrisis jaringan tubuh, isolasi social.
Tujuan: Pertumbuhan dan perembangan dapat mengikuti kurca tumbuh kembang sesuai dengan usia.
Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sesuia dengan usia, pasien terbebas dari isolasi
social.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi    Rasional
•    Sediakan kebutuhan nutrisi adekuat.


•    Monitor BB/TB, buat catatan khusus sebagai monitor.

•    Kolaborasi intake Fe dalam nutrisi.    •    Menunjang kebutuhan nutrisi pada masa pertumbuhan dan perkembangan serta meningkatkan daya tahan tubuh.
•    Sebagai monitor terhadap keadaan pertumbuhan dan keadaan gizi pasien selama dirawat.
•    Mencegah terjadinya anemia sedini mungkin sebagi akibat penurunan kardiak output.

d.    Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.
Tujuan: Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: Bebas dari tanda – tanda infeksi.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi    Rasional
•    Kaji tanda vital dan tanda – tanda infeksi umum lainnya.
•    Hindari kontak dengan sumber infeksi.


•      Sediakan waktu istirahat yang adekuat.

•    Sediakan kebutuhan nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan.
    •    Memonitor gejala dan tanda infeksi sedini mungkin.

•    Menghindarkan pasien dari kemungkinan terkena infeksi dari sumber yang dapat dihindari.
•    Istirahat adekuat membantu meningkatkan keadaan umum pasien.
•    Nutrisi adekuat menunjang daya tahan tubuh pasien yang optimal























BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai tetralogi fallot antara lain defek septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmoner, dan hipertrofi ventrikel kanan. Penyebab tetralogi fallot terdiri dari 2 faktor, yaitu endogen dan eksogen. Anak dengan tetralogi fallot umumnya akan mengalami keluhan sesak saat beraktivitas, berat badan bayi yang tidak bertambah, clubbing fingers, dan sianosis. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan darah, foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.

B.    Saran
1.    Hindari penggunaan alkohol atau obat yang membahayakan pada masa kehamilan
2.    Makanan ibu haruslah mencukupi nilai gizi serta nutrisi yang dibutuhkan
3.    Lakukan tindakan operasi untuk mempertahankan hidup anak
4.    Pemberian oksigen sangat diperlukan saat anak sesak napas

















DAFTAR PUSTAKA


Delp, Mohlan H. 1996. Major Diagnosis Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. 2006. BukuAjar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapicus FKUI.
Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta: Infomedika.
Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

MEDICAL SURGICAL PERAWATAN PRE OPERATI

MEDICAL SURGICAL

PERAWATAN PRE OPERATIF

PENGKAJIAN

Point penting dalam riwayat keperawatan preoperative :
    Umur
    Alergi terhadap obat, makanan
    Pengalaman pembedahan
    Pengalaman anestesi
    Tembakau, alcohol, obat-obatan
    Lingkungan
    Kemampuan self care
    Support system

PEMERIKSAAN FISIK

Pengkajian dasar  preop dilakukan untuk :
    Menentukan data dasar
    Masalah pengobatan yang tersembunyi
    Potensial komplikasi s.d. anestesi
    Potensial komplikasi post op.

Fokus : Riwayat dan sitem tubuh yang mempengaruhi prosedur pembedahan.

System kardiovaskuler

Untuk menentukan kekuatan jantung dan kemampuan untuk menttoleransi pembedahan dan anestesi.
Perubahan jantung  39 % kematian perioperatif.

Sisten pernapasan

Lansia, smoker, PPOM  resiko atelektasis, kolap jaringan paru.
 Mencegah pertukaran oksigen/CO2
 Intoleransi karena perubahan dalam dada dan paru.
 Regiditas cavum thoraks dan menurunnya ekspansi paru  efisiensi ekskresi paru terhadap anestesi menurun.

Renal system

Abnormal renal fungsi menurunkan rata ekskresi obat dan anestesi
Skopolamin, morphin   konfusi disorientasi

Neuorologi system :
Kemampuan ambulasi ??
Muskulussceletal
Defomitas   mempengaruhi posisi intra dan post-operasi
Artritis  menerima posisi  nyeri post-operasi oleh karena immobilisasi
Status Nutrisi
Malnutrisi,obesitas  resiko tinggi pembedahan
Vit. C , vit.B diperlukan untuk penyembuhan luka dan pembentukan fibrin.
Obesitas  wondhiling menurun oleh karena jaringan lemak tinggi



Psikososial asesment
Tujuan : menentukan kemampuan coping
       Informasi
       Support


Laboratorium

Analisis:
1.    Pengetahuan kurang sehubungan dengan pengalaman pre-op
2.    Kecemasan sehubungan dengan pengalaman pre-op

Planning :
Pengetahuan kurang ( knowledge defisite )
Tujuan : Klien mengatakan dan mematuhi prosedur pre-op
       Mendemostrasikan teknik untuk mencegah komplikasi post-op

Intervensi
Fokus         : Edukasi pre-operasi
Informasi    :  Informed consent, pembatasan diit, pre-operatip preparation, post-op  
    exersice.

Informed consent :
-    alasan pembedahan
-     pilhan dan resikonya
-    resiko pembedahan
-    resiko anestesi

        
Pembatasan diit  NPO (nothing per oral ) 6 – 8 jam sebelum pembedahan
GI (gastro intestinal ) preparasi :
-    mencegah perlukaan colon
-    melihat jelas area
-    mengurangi bacteri intestinal

Skin preparasi
Tube, drain, I V  line
Post – op  exercise :
-    diaphragmatic breating
-    incestive spirometri
-    cougling and spinting the surgical wound
-    turning and leg exercise
Kecemasan :
Tujuan : kecemasan clien menurun , menunjukkan relaksasi saat istirahat

Intervensi :
-    preoperatip teaching
-    comunikatip
-    rest.

INTERVENSI KLIEN INTRA OPERATIF

A.    Anggota Tim Pembedahan
Tim pembedahan terdiri dari :
    Ahli bedah
Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli bedah yang sudah melakukan operasi.
    Asisten pembedahan (1orang atau lebih) asisten bias dokter, riside, atau perawat, di bawah petunjuk ahli bedah. Asisten memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi.

    Anaesthesologist atau perawat anaesthesi.
Perawat anesthei memberikan obat-obat anesthesia dan obat-obat lain untuk mempertahankan status fisik klien selama pembedahan.
       
    Circulating Nurse
Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan.
Tugas :    
    Set up ruangan operasi
    Menjaga kebutuhan alat
    Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan
    Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.
    Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental, orientasi klien.

Selama pembedahan :
-    Mengkoordinasikan aktivitas
-    Mengimplementasikan NCP
-    Membenatu anesthetic
-    Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll.
    Surgical technologist atau Nurse scrub; bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan peralatan steril dan instrumen, kepada ahli bedah/asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan.

B. Penyiapan kamar dan team pembedahan.

Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi. Dua factor penting yang berhubungan dengan keamanan kamar pembedahan : lay out kamar operasi dan pencegahan infeksi.
1). Lay Out pembedahan.
Ruang harus terletak diluar gedung  RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung ( bank darah, bagian pathologi dan radiology, dan bagian logistik).


Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan terkontaminasi  design (protektif, bersih, steril,dan kotor).
Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya :
    Kamar terima
    Ruang untuk poeralatan bersih dan kotor.
    Ruang linen bersih.
    Ruang  ganti
    Ruang umummuntuk pembersihan dan sterilisasi alat.
    Scrub area.
    Ruang operasi terdiri dari :
    Stretcher atau meja operasi.
    Lampu operasi.
    Anesthesia station.
    Meja dan standar instrumen.
    Peralatan suction.
    System komunikasi.


2). Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan.
Sumber utama kontaminasi bakteri  teammpembedahan yang hygiene  dan kesehatan  ( kulit, rambut, saluran pernafasan).
Pencegahan kontaminasi :
    Cuci tangan.
    Handscoen.
    Mandi.
    Perhiasan (-).
3). Pakaian bedah.
Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK.
Tujuan: Menurunkan kontaminasi.
4). Surgical Scrub.
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :
    Ahli Bedah    
    Semua asisten
    Scrub nurse.
     sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril.
Alat-alat:
    Sikat cucin tangan reuable / disposible.
    Anti microbial : betadine.
    Pembersih kuku.
Waktu : 5 – 10 menit  dikeringkan dengan handuk steril.

B.    ANASTHESIA.

Anasthesia ( Bahasa Yunani)  Negatif Sensation.
Anasthesia menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara partial atau total, dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran.
Tujuan: Memblok transmisi impuls syaraf, menekan refleks, meningkatkan relaksasi otot.
Pemilihan anesthesia oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan factor klien.

1). Type Anasthesia:
Perawat perlu mengenal cirri farmakologic terhadap obat anesthesia yang digunakan dan efek terhadap klien selama dan sesudah pembedahan.
 a). Anasthesia umum.
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena inhibisi impulse saraf otak.
     Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak kooperatif.
       Stadium Anesthesia.
-    Stadium I : Relaksasi
-    Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahab.
-    Stadium II: Excitement.
-    Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan  pernafasan yang iregulair dan pergerakan anggota badan tidak teratur.
-    Stadium III : Ansethesi pembedahan..
-    Ditandai dengan relaksasi rahang ,respirasi teratur, penurunan pendengaran dan sensasi nyeri.
-    Stadium IV : Bahaya.
-    Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.
Metode Pemberian
Inhalasi , IV injection. Instilasi rectal
Inhalasi
Metode yang paling dapat  dapat dikontrol karena intak dan eliminasi secara primer oleh paru.
Obat anesthesia inhalasi yang diberikan :
1. Gas: Nitrous Axida ( N20).
Padling sering digunakan gas yang tidak b erwarna, tidak berbau. Non iritasi dengan masa induksi dan peulihan yang cepat.

2.    Folatile: Cairan yang dapat menguap.
a.    Halotan : non iritasi terhadap saluran pernafasan dan menghasilkan mual dan muntah yang minimal pada post op. Halotan dapat menekan pada system cardiovaskuler ( Hypotensi dan Bradicardia). Dan berpengaruh terhadap hypotalanus.
b.    Ethrane. Anasthesi inhalasi yang menghasilkan relaksasi otot yang adekwat. Ethrane mengurangi vintilasi klien.dan menurunkan tekanan darah.
c.    Penthrane. Pelemas otot yang efektif dan memberikan efek analgetik pada konsentrasi rendah, toksik pada ginjal dan hanya digunakan untuk pembedahan waktu pendek.
d.     Forane. Muscle relaksan, cardio vascular tetap stabil.

Anesthesi Injeksi IV.
Memberikan perasaan senang., cepat dan pelepasan obat secara pelan.
a.    Barbiturat. Sering digunakan, bekerja langsung pada CNS dari sedasi sedang sampai kehilangan kesadaran, sedikit mengurangi nyeri.
Thiophental sodium;
-    Skart acting
-    Suplement N20 pada operasi singkat.
-     Hipnotik pada anesthesia regional.
-     Depresan paten terhadap sistem jantung dan paru
b.    Narcotik:
-    Suplement anesthesia inhalasi
-    Narkotik yang sering digunakan morphin sulfat, meperidine, dan Fentanil Sitrate.
-    Analgesia post op yang adekwat.
-    Menurunkan ventilasi alveolar dan depresan pernafasan.
c.    Inovar.
-    Kombinasi Fentonil sitrat dan Tranguilizer Dropreridol.
-    Digunakan dosis kecil untuk supplement N20 dan anesthesia regional.
-    Durasi panjang depresi pernafasan, hypoventilasi, apnea, hypotensi selama posat op.
d.    Ketamine:
-    Obat anesthesia yang tersendiri.
-    Bekerja pada bagian syaraf teretentu.
-    Diberikan pada IV atau IM.
-    Menyebabkan penurunan kesadaran secara cepat, analgetika tanpa depresi pernafasan atau kehilangan tonus otot.
-    Merangsang sitem cardiovascular.
-    Digunakan : Diagnostik, pembedahan singkat, supplement N20.
-    Selama pemberian: mimpi buruk, halusinasi, tindakan irrational.
e. Neuromusculer  brochler. 
-    muscle relaksan selama pembedahan.
-    Mempermudah pemasangan GT Tube
-    Bekerja pada garis otot tubuh dengan mempengaruhi impuls pada motor end plate.
Komplikasi anesthesia umum:
Komplikasi jarang tetapi dapat mengancam jiwa.
-    Komplikasi sebagian besar minor sebagai akibat tehnik intubasi seperti gigi patah atau trauma vocal cord. Dapat terjadi akibat hyperektensi leher, rongga mulut kecil, sendi mandibuler yang kaku.
-    Anesthesia overdosis pada orang tua atau kelainan klien.
-    Hypertermia Maligna.  Kerusakan pada membran sel otot  circulasi calcium ,  rata-rata mertabolisme meningkat dan suhu tubuh  46 derajad  celcius. Terjadi pada klien yang  sensitip pada halothane, penthran, succinyl clorida .
Gejala : tacicardi, peningkatan suhu tubuh yang kontinus, sianosis , hipotensi, kaku otot, aritmia .
Tindakan :
-    Operasi dihentikan, pendinginan dengan cairan es IV.
-    Lavage es nasogastric
-    Secara simultan diberikan diuretic, oksigen 100 %.
b). Anestesi local atau regional
    Anestesi local atau regional secara sementara memutus transmisi impuls  saraf menuju  dan dari lokasi khusus. Luas anestesi tergantung :

-    Letak aplikasi
-    Volume total anestesi
-    Kosentrasi dengan kemampuan penetrasi obat

Penggunaan regional anestesi :
-    Kontra indikasi general anestesi
-    Klien mengalami reaksi yang merugikan dengan general anestesi
-    Pilihan klien

Komplikasi :
-    Over dosis
-    Teknik pemberian yang salah
-    Sensitifitas klien terhadap anestesi

Tanda :
Stimulasi CNS diikuti depresi CNS dan cardio:
Gelisa, pembicaraan incoherent, sakit kepala, mata kabur, rasa metalik, mual, muntah, tremor,konfulsi dan peningkatan nadi respirasi , tekanan darah
Komplikasi local : Edema,peradangan, abses, necrosis,ganggren.


Teknik pemberian
Anestesi Topikal
Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianestesi
Bentuk: Salep atau spray.
Sering digunakan : prosedur diagnotik atau intubasi , l;aringoskopi, cistocopi.
Masa kerja  1 (satu ) menit, lama kerja 20 – 30 menit
Lokal anestesi
Injeksi obat anestesi secara I C dan S C ke jaringan sekitar insisi , luka atau lesi.

Field Block
Injeksi secara bertahab pada sekeliling daerah yang dioperasi
( hjerniorraphy , dental prosedur ,bedah plstik )


Nerve Block
Injeksi obat anestesi local ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi daerah yang dioperasi . Block saraf memutus transmisi sensasi ,motor, sympatis.
Tujuan : mencegah nyeri selama prosedur dianostik, mengurangi nyeri dan meningkatkan sirkulasi pada penyakit vascular.
Contoh : lidocain ( xilocain )
       Bupivacain ( makain )
       Ephineprin  potensiasi

Spinal Anestesi / Intra techal
Dicapai dengan injecsi obat anestesi ke dalam ruang sub orachonoid.
Pada  L 2 – 3 atau L 3 – 4.
Absorsi ke erat saraf  terjadi secars cepat dan menghasilkan analgesia dengan relaksasi.
Efektif untuk operasi abdomen dan panggul.

Pengkajian :
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
-    Memvalidasi identitas klien.
-    Memvalidasi inform concent.
-    Chart Review.
-    Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual dan potensial selama pembedahan.
-    Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi.
-    Perawat menanyakan.:
-    Riwayat allergi, reaksi sebelumnya  terhadap anesthesia atau tranfusi darah.
-    Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan  fisik.
-    Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
-    Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.
-     Kateterisasi.
Analisis:
1.    Potensial for injury s.d aanesthesia, posisi intra operatif dan bahaya lain dari lingkungan intra operatif.
2.    Gangguan integritas kulity s.d luka operasi.
3.    Gangguan pertukaran gas s.d anesthesia
4.    Defisit volume cairan s.d kehilangan darah dan cairan tubuh selama pembedahan.
Perencanaan.:
Potensial For Injury.
Tujuan:: Klien akan dipertahankan dalam keadaan anesthesia yang aman selama pembedahan  dan bebas dari perlukaan peralatan operasi.
Intervensi:
-    Persiapan dan penggunaan obat anesthesia yang tepat.
-     Positioning  posisi yang tepat.
Untuk menjamin posisi yang tepat dikaji : kesesuaian fisiologiss, perubahan sirkulasi yang minimal, proteksi struktur tulang dan neuromusculair, penggunaan dan lokasi IV line, cara anesthesia, keamanan dan keselamatan klien.
-    Penggunaan peralatan elektrik. Lempeng grounding yang ditutupi jeli tidak menekan tubuh.
-    Chek hati-hati alat / electrosurgical  mencegah luka bakar.
Gangguan integritas kulit:
Tujuan: Klien akan mengalami gangguan integritas kulit yang dan kontaminasi yang minimal.
Intervensi:
-    Plastic adhesive drape setelah daerah pemebdahan dibersihkan dan kering.
-    Penutupan kulit:
-    Tujuan:
-    Menutup lumen pembuluh darah.
-    Mencegah perdarahan dan kehilangan cairan tubuh.
-    Mencegah kontaminasi luka.

Dua factor yang menentukan kekuatan penutupan luka :
-    Materi jaahitan.
Ahli bedah akan memilih metode dan type penutupan kulit berdasarkan letak incisi, ukuran dan kedalaman luka, usia dan riwayat medik klien.
-    Staples dan plester digunakan untuk menutup luka superfisialis atau epidermis.
Benang jahit : Absorbable dan non absorbable.
Ukuran benang : 0.-5,  2 – 0 –11- 0.

INTERVENSI KLIEN POST OPERASI.

Stadium ketiga dan terakhir dari perioperasi adalah bila klien masuk ruang pulih sadar, ruang PAR, atau PACU.
Selama periode post operative, klien dirawat oleh perawat di ruang PAR ( Post Anesthesia Recovary ) dan unit setelah di pindah dari ruang pemulihan.
Waktu yang diperlukan tergantung umur dan kesehatan fisik, type pembedahan, anesthesia dan komplikasi post operasi.
Perawat sirkulasi, anesthesiologist / perawat anesthesia dan ahli bedah mengantar klien ke area recovery  awal periode post operasi.
Ahli bedah atau anesthesiologist mereview catatan klien dengan perawat PACU dan menjelaskan type dan luasnya pembedahan, type anesthesia, kondisi pathologist, darah, cairan intra vena, pemberian obat, perkiraan kehilangan darah dan beberapa trauma intubasi.

Pengkajian;
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat  klien, status fisik dan emosi, sebelum pembedahan dan alergi.
Pemeriksaan fisik dan manifestasi klinik..

System pernafasan.
Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:
-    Potency jalan nafas,  meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
-    Perubahan pernafasan ( rata-rata, pola, dan kedalaman). RR  < 10 X / menit  depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal  gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
-    Auscultasi paru  keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
-    Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi  sternal  efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
Thorax Drain.
Sistem Cardiovasculer.
Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tuiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung  depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi.
Nadi meningkat  shock, nyeri, hypothermia.
Kaji sirkulasi perifer ( j\kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas.
Homan’s saign  trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah ( edema , kemerahan,  nyeri).
Keseimbangan cairan dan elektrolit
-    Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
-    Ukur cairan  NG tube, out put urine, drainage luka.
-    Kaji intake / out put.
-     Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
Sistem Persyarafan.
-    Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran  semua klien dengan anesthesia umum.
-    Klien dengan bedah kepala leher :  respon pupil, kekuatan otot, koordinasi.  Anesthesia umum  depresi fungsi motor.
Sistem perkemihan.
-    Kontrol volunteer fungsi perkemihan kembali  setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal.
    Anesthesia , infus IV, manipulasi operasi  retemnsio urine.
Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli).
-    Dower catheter  kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam  komplikasi ginjal.

Sistem Gastrointestinal.
-    Mual muntah  40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
-    Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suarar usus.
-    Kaji paralitic ileus  suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
-    Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung.
    Meningkatkan istirahat.
    Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
    Memonitor perdarahan.
    Mencegah obstruksi usus.
    Irigasi atau pemberian obat.
Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.

Sistem Integumen.
-    Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid.
-    Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun.
-    Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan :
    Infeksi luka.
    Diostensi dari udema / palitik ileus.
    Tekanan pada daerah luka.
    Dehiscence.
    Eviscerasi.
Drain dan Balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR, ( Jumlah, warna, konsistensi, dan bau cairan drain dan tanggal observasi).
Dan minimal tiap 8 jam saat di ruangan.

Pengkajian  Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra operative.
Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphorosis, gelisah, menangis.
Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetika.

Pemeriksaan Laboratorium.
Dilakukan untuk memonitor komplikasi .
Pemeriksaan didasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi pot operative. Test yang lazim adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.

Diagnosis Keperawatan.
1.    Gangguan pertukaran gas, s.d efek sisa  anesthesia, imobilisasi, nyeri.
2.    Gangguan integritas kulit s.d luka pemebedahan, drain dan drainage.
3.    Nyeri s.d incisi pembedahan dan posisi selama pembedahan.
4.    Potensial terjadi perlukaan s.d effect anesthesia, sedasi, analgesi.
5.    Kekurangan volume cairan s.d kehilangan cairan intradan pot operasi.
6.    Ketidak efectifan kebersihan jalan nafas s.d peningkatan skresi.
7.    Perubahan eliminasi urine ( penurunan) s.d obat anesthesia dan immobilisasi.

PERENCANAAN
1.    Gangguan pertukaran gas
Tujuan :
Klien akan mempertahankan ekspansi paru dan fungsi pernapasan yang adekuat.
Intervensi :
-    Posistioning klien untuk mencegah aspirasi
-    Insersi mayo  mencegah obstruksi, melakukan suction.
-    Pemberian aksigen
-    Endotracheal tube/mayo dilepas  refleks gag kembali..
-    Dorong batuk dan bernapas dalam 5 – 10 x setiap 2 jam. Khususnya 72 jam pertama (potensial komplikasi :atelektasis, pneumonia).
-    Klien dengan penyakit paru, orang tua, perokok, panas spirometer.
-    Suction.

2.    Gangguan integritas kulit
Tujuan :
-    luka klien akan sembuh tanpa komlikasi luka post operatif.
Penyebab luka infeksi :
-    kontaminasi selama pembedahan
-    infeksi preoperative
-    teknik aseptic yang terputus
-    status klien yang jelek.
Intervensi :
-    Terapi obat :
    antibiotik profilaksis spectrum luas (24 – 72 jam post op)
    perawatan luka dengan gaas antibiotik.
-    Balutan luka : ganti sesuai order dokter. Luka yang ditutup dengan balutan dibuka 3-6 hari.
-    Drain :
    evakuasi cairan dan udara
    mencegah luka infeksi yang dalam dan pembentukan abses pada luka bedah.
3.    Nyeri
Tujuan     : klien akan mengalami pengurangan nyeri akibat luka bedah dan posisi selama operasi.
Intervensi     :
-    Terapi obat :
•    Pemberian anlgetik narkotik dan non narkotik  nyeri akut (meperidin hydroclorida, morphine sulphate, codein sulphate, dan lain-lain.)
•    Mengkaji tipe, lokasi ditensitas nyeri sebelum pemberian obat.
•    Pada pembedahan yang luas  kontrol nyeri  iv pump.
•    Observasi tekanan darah, pernapasan, kesadaran, (depresi napas, hyotensi, mual, muntah  komplikasi narkotik).
Metode pangendalian nyeri yang lain :
1.    positioning
2.    perubahan posisi tiap 2 jam
3.    masase

Evaluasi :
Kriteria hasil yang diharapkan pada klien post op adalah :
1.    Mempertahankan ekspansi paru dan fungsi yang adekuat yang ditandai suara napas jernih.
2.    Mengikuti diet TKTP
3.    menjelaskan dan mendemonstrasikan perawatana balutan dan drain.
4.    Penyembuhan komplit tanpa komplikasi
5.    Mengungkapkan nyeri hilang.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DGN KELAINAN KATUB

ASUHAN  KEPERAWATAN  KLIEN  DGN  KELAINAN KATUB

Pendahuluan

Fungsi  katub.
1.    Mempertahankan darah mengalir dalam satu arah.
2.    Mengontrol aliran darah melewati lubang arterioventrikuler.

Gangguan fungsi katub, karena :
1.    Stenosis : tidak membuka leluasa.
2.    Insufisiensi : tidak dapat menutup sempurna.

Etiologi :
1.    Konginental.
2.    Didapat, ada 3 thype :
-    Degeneratif : - stress mekanik terus menerus dan lama.
                                    - kondisi tertentu : hypertensi, tekanan pada
                                      katub aorta dpt menyebabkan insufisiensi.
-    Demam reumatik : dpt menyebabkan fibrosis katub secara 
                                            gradual, dan kalsifikasi daun katub,umum
                                            nya menyerang k. Mitral
-    infeksi endokarditis : dpt merusak jaringan katub oleh organisme infeksi.
Etiologi  tabel  22-2

Stenosis katub mitral
terjadinya fusi komisura, fibrosis daun katub, dan pengapuran daun katub.     Mempengaruhi pergerakan yang menyebabkan stenosis.  ( lihat gb. 22-2 )

Insufisiensi katub mitral.
terjadinya:  disfungsi otot papilary dan ruptur otot papilary (karena infark myokard) mempengaruhi penutupan katub sehingga terjadi aliran back ward selama systolik. (lht gb. 22-3)

Stenosis katub aorta
fusi komisura, fibrosis dan kalsifikasi             mempengaruhi gerakan           stenosis. (lht gb. 22-4).

Insufisiensi katub aorta
Katub mitral  (lht gb.22-5).

Stenosis katub trikuspid
fusi komisura, fibrosis daun katub dpt mempersempit lubang (orifice).  Tekanan atrium kanan meningkat        stenosis trikuspid            

stenosis trikuspid        dilatasi  r a       cairan kembali ke venous system. 

Insufisiensi katub trikuspid.
dpt menyebabkan ejeksi darah yang tdk. Normalmelewati katub ke atrium kanan.  Meningkatkan volume dan tekanan  r a           dilatasi
r a           menurunkan  c o.

A.    Stenosis katub pulmonic
1.    stenosis pulmonic        tek. R v meningkat          dilatasi rv        co menurun.
2.    meningkatnya tek. Ra dan meningkatnya vol. Ra         dilatasi ra.
3.    Meningkatnya vol dan tek disystem vena.

Insufisiensi katub pulmonic.
arteri pulmunal        insufisiensi pulmonic        rv vol. Dan pressure meningkat        ra        venous system.

4.    Pengkajian
Tanda dan gejala umum  ( semua kasus ).
-    Dyspnea, - fatique, - meningkatnya pulmunary artery pressure, - menurunnya cardiac out put.

Mitral stenosis.
Keluhan : - fatique,- ortopnea,- doe,- pnd,- palpitasi,- hemoptysis.

Pemeriksaan fisik :
 resting tachycardia.
 irregular pulse.
 meningkatnya distensi vena jugular.
 diastolik trill pd. Apex.
 s1 meningkat, opening snap.
 diastolik murmur.

Pemeriksaan penunjang:
-    Ecg :  pembesaran  la, hypertrofi  rv.
-    X- ray : pembesaran  la dan rv, kongesti vena pulmonal, edema interstitial pulmonary.
-    Echocardigram : menurunkan pergerakan katub, dan penebalan katub.

Vena jugular.

Pemeriksaan penunjang:
    Ecg : pembesaran la, hypertropi lv, atrial vibrilasi.
    X-ray : pembesaran la dan lv, kongesti vaskular pulmo.
    Echocardiogram : pembesaran la, dan hyperdinamic lv.

Aortic stenosis.

Keluhan : fatique, dyspnea, ortopnea, angina pectoris, diziness,syncope.
Pemeriksaan fisik : - late :  menurun systolic pressure, tekanan pulsasi sempit, thrill systolik.
Pemeriksaan penunjang :
    Ecg : hypertropi lv, gg. Konduksi: first degree av blok, l.b.b.b.
    X-ray : kalsifikasi katup aortik.
    Echocardiogram : penebalan dinding lv, dan penurunan pergerakan katup aortic.

Aortik insufisiensi

Keluhan : - d.o.e., -  orthopnea, - palpitasi, - exertional chest pain.
Pemeriksaan fisik :
    Water-hammer pulse ( cepat naik – turun ).
    Widgned pulse pressure.
    Diastolic trill.
Pemeriksaan penunjang :
    Ecg :  lv hipertropi.
    X-ray : kalsifikasi aortik dan lv enlargement
    Echocardiogram :  lv  dilatasi.

Diagnosa  keperawatan

1.    Menurunnya cardiac output  s/d  abnormal katup dan atau aritmia.
2.    Kurangnya pengetahuan.
3.    Menurunnya toleransi aktifitas  s/d  disfungsi katup.
4.    Kecemasan.
5.    Mekanisme koping yang menurun.

Tujuan :
1.    Memaksimalkan fungsi kardiac.
2.    Menurunkan kecemasan.
3.    Mencegah komplikasi.

Managemen medis dan perawatan.
1.    Memaksimalkan fungsi kardiac medikal menagemen.
#  meningkatkan  oxygenasi myocard.
    pemberian  therapi  oxygen, monitor oxymetri, saturasi, gas darah arteri memberi arahankecukupan oksigen.
#  menurunkan preload.
    pemberian diuretik            menurunkan kelebihan cairan dalam tubuh. Batasi cairan dan garam.
#  menurunkan after load.
    pemberian therapi vasodilatasi.
#  meningkatkan kontraktilitas.
    th/inotropik ( digoxin, dobutamin ).
#  memodifikasi aktifitas.
    batasi aktifitas            menurunkan demand oksigen.
    istirahat diantara aktifitas.

Surgical  management.

Di indikasi bila medikal managemen tidak mengurangi keluhan.
    Repair katup.
.--  rekonstruksi komisura dg. Pericard.
--   rekonstriksi korda tendinea yang fibrosis.
--   anuloplasti ring    mengkoreksi lubang katup yang melebar.
    Replecemen katup (preostetik).
-- bila kerusakan berat atau tidak mungkin direpair.
    Perawatan post operasi.
-- pertahankan preload adekuat      di dsrkan pd keadaan sebelum operasi (tek. Ra; p.e.w.).
-- monitoring gangguan konduksi listrik jantung       siapkan pace maker.
-- pemberian th / antikoagulan, mencegah terjadinya trombus.
2.  Mengurangi  kecemasan.      Jelaskan teknik relaksasi nafas dalam, dll.
3.  Pencegahan dan penanganan komplikasi.
3.1.    Arrhythmia.
 kontinu monitor ecg.
 rekaman ecg 12 lead tiap hari.
 observasi efek samping obat-obat jantung.
3.2.    Hemodinamik tidak stabil.
 monitoring hemodinamik.
 tangani masalah klien berdasarkan kencenderungan dalam hemodinamik.
3.3.   
3.3.  Tromboemboli.
         pemberian antikoagulan seumur hidup pada katup mekanik.
3.4.    Endokarditis.   antibiotik propilaxis.
3.5.    Dysfungsi katup prostetik.
 biological valve dysfungsi ditandai dengan :  timbulnya murmur, sesak, syncope, secara berlahan-lahan.
   mecanical valvre dysfungsi : dapat secara tiba-tiba atau perlahan-lahan.
  ditandai : gejala dan tanda gagal jantung (hypotensi, tachycardia, menurunkan cardiac output, chf, cardiac arrest).

Evaluasi :

1.    C. O. Yg adequat dapat dipertahankan , ditandai dengan :  tekanan darah yang adequat,  tingkat kesadaran yang baik, kulit hangat dan kering,  serta urin out put sesuai dengan bb.
2.    Klien mempunyai pengetahuan yang adequat, ditandai oleh : - mampu menjelaskan kembali informasi yang telah diberikan. – mampu mengidenfikasi faktor resiko dan prilaku mencegah masalah berkelanjutan.
3.    Toleransi terhadap aktifitas yang meningkat.
4.    Menurunkan kecemasan, ditandai dengan : - mampu mengungkapkan bahwa cemas / takutnya menurun. -  tanda-tanda vital dalam batas normal.
5.    Mampu menunjukkan koping mekanisme yang efektif, ditandai oleh : -- mengungkapkan perasaannya, -- mencari metode untuk meningkatkan ketrampilan koping,-- mencari support external.

INFARK  MIOKARD  AKUT

Pengertian :
Suatu keadaan infark/nekrose/kematian jaringan miokard oleh karena kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard.

Disebabkan oleh :
1.    Coronary arteri disease.
2.    Coronary arteri emboli.
3.    Kongenital - anomali arteri coronaria.
4.    Imbalans oksigen suplai dan demand miokard.
5.    Gangguan hematologi  anemia.

Manifestasi klinis dan study diagnostik.
Diagnosa di dasarkan pada :  riwayat sakit dada,  kelainan ekg,  peningkatan kadar enzim.
 riwayat sakit dada, yang khas :
1.    Lokalisasi : mid/retrosternal, antara epigastrium dan rahang.
2.    Penjalaran : ke bahu kiri, punggung, leher rahang dan lengan kiri, kadang epigastrium.
3.    Sifatnya : nyeri yang hebat,  seperti  rasa tertekan, berat, diremas, ditusuk.
4.    Lamanya : > 30’ tidak hilang dengan istirahat atau nitrat.
5.    Pencetus : pada waktu istirahat atau aktifitas.

Ekg.
Injury dan m.i. menyebabkan perubahan pada :
 gel  q  signifikan infark.
 segmen  s.t.   elevasi.
 gel  t   meninggi atau menurun.
Infark :  s.t. segmen dan gel. T dapat kembali normal,  perubahan gel. Q tetap ada ( q patologi )


    ischemi                    injury                     infark

Tes laboratorium.
1.    Enzim : cardiac iso-enzim menunjukkan kerusakan yang khas ; ck- mb,  ldh,  ast,  sgot.
2.    Leukositosis : 10000-20000m3  inflamasi.
3.    Meningkatnya  bun dan creatinin  gfr menurun akibat menurunnya co.
4.    Kholesterol :  resiko arteri sclerosis.

KOMPLIKASI
1.    Dysrhytmia : 40 –50% kematian m.i.,  kerusakan miokard  gg. Sistem konduksi  av blok, svt, vf.
2.    Cardiogenik shock:  9% kematian m.i.,   80% pasien shock  meninggal dunia.
3.    Gagal jantung dan oedem paru. terjadi pada 20% pasien yang mengalami m.i.  1/3  meninggal.  Tanda : dyspnea,  ortopnea,  edema,  hepatomegali,  distensi v jugularis,  ronchi.
4.    Emboli  paru.—terjadi pada 10-20% ,  --- sekunder dari trombus vena;  atrial flutter/fibrilasi.
5.    M.i.  berulang . --- dalam 6 tahun setelah m.i. menyerang 23% laki-laki; 31% wanita,  --- penyebab kerja >>>; emboli;atheroma.
6.    Komplikasi nekrotik myokard : --- aneurism  ventrikel,  --- ruptur myokard, --- vsd,--- ruptur papilaryu muscel.--- timbul pada hari ke-7 s/d 10 setelah m.i.

Askep tujuan :
1.    Mengenali dan treatmen kemungkinan dysrhytmia yang mengancam jiwa.
2.    Memonitor komplikasi dari penurunan cardiac out put.
3.    Pertahankan lingkungan perawatan therapeutik critikal.
4.    Identifikasi pengaruh pysikososial dari m.i. terhadap klien dan keluarga.
5.    He : perubahan life – style dan rehabilitasi.

ASUHAN  KEPERAWATAN  PASIEN  DENGAN

MYOCARDIAL  INFARK

1.pengkajian.
1.1.    Subjektif data :
1.1.1. Riwayat penyakit sekarang.
          1.1.1.1. Pain atau discomfort.
                         provokatif faktor.
                             - stressor fisik atau emosi.
                             - terjadi pada saat istirahat.
                         paliatif faktor : tidak menolong dgn perubahan posisi,nitrat.
                         qualitas : nyeri mungkin berbeda dgn angina biasa, dikeluhkan  
                              seperti diremas, ditindih, terhimpit benda yang sangat berat,
                               panas  dan tertusuk.
                          radiasi/regional : dada,substernal,epigastrik,leher,intrascapular,
                               rahang,lengan kiri seperti kesemutan.
                          severyty : nyeri sangat gunakan skala pain.
                          timing : terus menerus atau lebih dari 30 menit.
          1.1.1.2. Neusea dan atau vomiting.
          1.1.1.3. Dyspnea atau orthopnea.
          1.1.1.4. Diaphoresis.
          1.1.1.5. Weakness dan diziness.
          1.1.1.6. Palpitasi.
          1.1.1.7. Syncope.
1.1.2. Riwayat medis.
           angina : variant atau atherosklerotik.    m i sebelumnya
           hypertensi.   cva : potensial terjadi emboli.   dm : silent mi
           surgery (umum atau cardiothoracis).   tromboemboli.  allergi
           trauma yg mengenai daerah thorax.   obat-obatan.   drug use.
           dyslipidemia.   merokok.   obesity.   physical inactivity.

1.2.    Objektif data : pemeriksaan fisik.
 penampilan umum : 1. Cemas dan stress, 2. Retless, 3. Memegangi dada (levine sign.
 heart rate : 1. Bisa normal, 2. Tachycardia atau bradicardia, 3. Regular atau irregular.
 blood pressure : 1. Umumnya normotensive, 2. Bisa meningkat karena stimulus sympatis (nyeri/cemas). 3. Bisa menurun akibat gagal jantung atau sekunder dari pemberian nitrat atau morphin.
 laju napas : 1. Awalnya meningkat, 2. Biasanya turun setelah nyeri dada, 3. Berkaitan dengan keadaan gagal jantung.
 perfusi perifer kulit : gangguan tergantung pada tingkat gagal jantung : 1. Pucat, 2. Cyanosis,3. Diaphorosis, 4. Lembab, 5. Dingin, 6. Pulsasi perifer bervariasi.
 temperatur : sering meningkat setelah 4-8jam terjadinya mi.
 heart sounds : 1. S4, 2. S3 lv disfungsi, 3. Murmur.
2.    Diagnostik prosedur.
2.1.    Monitor cardiac : dysrhythmia.
2.2.    12 – 13 lead ekg : 1. Perubahan ekg dapat muncul sejak awal, 2. Tanda-tanda mi dari ekg :





 




             3. Lokasi infark ditentukan oleh adanya perubahan ekg.
           4. Ulangi ekg untuk mendeteksi perubahan yang signifikan.
2.3.    Serum cardiac :
1.    Ck :  meningkat 2-4jam setelah akut mi , puncaknya pada jam ke 24-36, kembali kenormal dsalam 3 hari.
                paling sensitif dan terpercaya untuk mendiagnosa mi.
               ck dapat juga meninggi pada keadaan trauma, latihan kronik   

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH OKSIGENASI PADA Tn.As


ASUHAN KEPERAWATAN Tn.AS DENGAN MASALAH OKSIGENASI DI RUANG PLAM RSUD Dr.SOESELO KABUPATEN TEGAL
Tanggal pengkajian : 18 juni 2012
Tanggal pengkajian : 18 juni 2012
Ruang RS             : PALM
No.RM             : 263520
Diagnosa Medis      : Hemaptoe
    A.BIODATA
I.    IDENTITAS KLIEN
Nama pasien    : Tn AS
Jenis kelamin    : laki laki
Usia        : 63 tahun
TTL        : 4 april 1949
Status        : Sudah menikah
Agama        : Islam
Suku bangsa    : Indonesia
Pendididikan    : SD
Alamat     : Kudaile
II.    IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama            : Ny T
Umur            : 53 tahun
Alamat         : kudaile
Pekerjaan        : IRT
Hub Dg Pasien    : Istri pasien
A.    RIWAYAT KESEHATAN

1.    KELUHAN UTAMA    :pasien mengatakan sesak nafas
2.    RIWAYAT KESEHATAN   
Klien datang IGD pada tanggal 18 juni 2012 dengan keluhan sesak nafas dan batuk-batuk mual dan muntah selama lima hari dengan dahak yang bercampur darah sedikit
3.    RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Klien mengatakan pernah mangalami penyakit yang sama .dan ini yang ke3 kalinya ia di rawat di rumah sakit dengan penyakit yang sama klien tidak mengalami alergi apapun dan waktu dulu mempunyai kebiasaan merokok namun setelah klien terkena penyakit ini ia tidak merokok lagi
B.    PEMERIKSAAN FISIK
1.    pemkeriksaan umum
a.    keadaan umum    :pasien terlihat baik
b.    kesadara        :kompos metis
c.    tanda tanda vital
1.    Tekanan darah    :100/70 mmhg
2.    Denyut nadi    :3cx/.menit
3.    Suhu badan     :350c
4.    Pernafasan     :20 x./menit
d.    berat badan         :62 kg
e.    tinggi badan        : 165 cm


2.    PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
a.    Kepala
1.    kepala dan wajah
Bentuk wajah simetris ,ekspresi wajah tenang,rambut ikal,dan beruban,dan tidak ada nyeri pada bagian kepala wajah

2.    mata
simetris ,palpabrae tidak odem,sklera an ikhterik,konjungtiva an anemis tudak ada penonjonjolan ,dan tidak ada nyeri tekan di mata serta penglihatan normal
3.    hidung
tidak ada polip spurum bersih ada sekret kekentalan tidak ada radang dan nyeri tekan pada hidung
4.    telinga
canalisis bersih ,pendengaran normal,dan tidak memakai alt bantu pendengaran
5.    mulut
keadaan mulut agak kotor ,gigi kotor,ada karies gigi,tidak memakai gigib palsu, tidak ada lubang pada gusi ,lidh kotor,dan bibir kering
b.    leher
Leher tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran kelenjar limfa
c.    thorak dan paru
Tidak ada pembasaran dan simetris pengembangan dada normal dan ketika diperkusi terdengan pekak
d.    Jantung
B J 1 = Lub
B J 2 = Dub
e.    Abdomen
Abdomen simetris normal tidak ad luka dan gerak perisb taltik 12x menit hepar tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan suara timpani
f.    Ginjal
Keadaan ginjal normal dan tidak ada nyeri tekan
g.    Genetalia
Klien berjenis krelamin laki laki dan tidak ada kaleter
h.    Muskulus skeletal
Ekslemilar atas    :simetris tidak ad odem tidak ad nyeri tekan     tangan  kanan terpasang    infus 20/menit
Ekslemilar bawah    :simetris tidak ada odem,dan nyeri tekan 
i.    integumen
Warna kulitb sawo matang tugor kulit kurang tidak ada lesi dan tidak ada tekan
C.    POLA DAN KEGIATAN SEHARI HARI
1.    Managemen terhadap kesehatan dan persepsi
2.    Nutrisi dan matabolisme

a)    Sebelum sakit :
Klien mengatakan makan 3 kali sehari ,.habissatu porsi dengan menu nasi lauk pauk sayur seadanya minum 6-7 gelas sehari dengan frekuensi air putih dan teh
b)    Selama sakit
klien mengatakan ketuka berada di rumah jarang makan karena batuknya dan susah untuk minum, ketika di rumah sakit pun paling habis beberapa sendok saja karena mal dan muntahnya
3.    eleminasi urun dan feces
a)    sebelum sakit     :
klien mengatakan bab 1x sehari dengan frekuensi normal dan lembek .dan bak 2-4x perhari
b)    selama sakit    :
klien mengatakan bab 1x sehari denganfrekuensi noral dan lembek ban bak 2-4 kali perhari




4.    istirahat dan tidur
a)    sebelum sakit    :
klien mengatakan tidur kira kira jam 10.00 malam dan bangun sebelum subuh
b)    selama sakit    :
klien mengatakan tidurnya terganggu karena batuknya klien tidur hanya 4-5 jam saja dalam sehari dan tiak menentu
5.    aktvitas dan latihan
a)    sebelum sakit    :
klien mengatakan melakukan semua aktivitasnya dengan mandiri tanpa di bantu oleh orang lain/keluarga
b)    selama sakit    :
klien mengatakan mrelakukannya aktivitasnya di bantu oleh keluarga seperti makan minum dan ketoilet
6.    pola dan konsep diri
Klien pada saat sehat mengatakan aktivitasnya dengan berdagang dan memenuhi kebutuhsn keluarga dan banyak di tempat kerja
7.    Pola dan persepsi kognitif
Klien tampak segar setelah di rawat di rumah sakit dan sering bertanya kepada perawatnya tetntang penyakitnya
8.    Peran dan hubungan
Orang terdekat klien adalah istri dan anak-anaknya
9.    Produktifitas dan seksualitas
Klien mengatakan sebagai suami dan bapak dari anak anaknya   
10.    nilai dan kepercayaan
Klien menyatakan sebagai orang islam dan taat
D.    TERAPI    :        RL:
DS%II
AMINOPIN




E.    PEMERIKSAAN PENDUKUNG
UJI LAB DARAH
Paket darah lengkap    hasil    satuan    Nilai
Leukosit    5,4    10^ 3/UL    3,8-10,6
Erikosit    L3,2    10^ UL    4,40-5,,90
Hemoglobin    15,2    9/dl    13,2-17,3
Hematokrit    L 31    %    40-52
MCU    97    FL    80-100
MCH    H 48    Pg    26-36
MCHC    H 49    g/dl    32-36
trombosit    H 3    10^3/UL    150-400
           
Diz lount           
Eosinofil    3,20    %    2,00-4,00
Basopfil    0,70    %    0-1
Netrofil    67,60    %    50-70
Limfosit    L 19.00    %    25-40
Monosit    H 9,50    %    2-8
Led 1 jam    H 26    Min/jam    0-10
Led 2 jam    H 42    Min/jam    0-10
           
Kimia klinik           
Paket kimia lengkap           
Gula darah sewaktu    120    Mg/dl   
Ureum     37,4    Mg/dl    
Creutium     H 1,09    Mg/dl   
Urin alid     15,0    Mg/dl   
Colesterol     187    Mg/dl   
frigisereda    119    Mg/dl   
Bilimbim boral    H 6,18    Mg/dl   
Bilimbim diret    H 2,18    Mg/dl   
Bilimbim indiret    H 3,58       
Total protein    8,10    GL DL   
Albumin    3,10    g/dl   
Globulin    H 4,20    Mg/dl   
SPOG    30    U/L   
           

 ANALISIS KESEHATAN
NO    TANGGAL    DATA    ETIOLOGI    PROBLEM
1        Ds. Klien mengatakan merasa sesak dan batuk
Do.sekret
Klien nampak sesak
RR=25    Pengumpulan sekret pada jalan nafas    Ganggan bersihan jalan nafas
2        Ds.klien mengatakan tidak bisa tidur karena batuknya
Do.klien terlihat mengantuk
lemas    Sering batuk (malam hari)    Kurang tidur


DAFTAR MASALAH
No    Diagnosa Keperawatan    Tanggal timbul masalah    Tanggal Teratasi    TTD
1    Ganggian bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret pada jalan nafas    18 juni 2012       
2    Ganggian pola tidur b.d batuk pada malam hari    18 juni 2012       


RENCANA KEPERAWATAN
Tgl    DX Keperaeatan    Tujuan dan Kriteria    Inventasi    TTD
18 juni 2012    Gangguan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret pada jalan nafas    Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1*8 jam diharapkan pasien
-Sesak nafas hilanang atau berkurang
-sekrtet berkurang    -Kaji pola nafas
-latihan batuk efektif
-anjurkan pasien latihan nafas dalam    
18 juni 2012    Gangguan pola tidur b.d batuk pada malam hari    Setelah di lakukan tindakan keperawatan pasien diharapkan
-tidur pasien terpenuhi    -Kaji pola tidur pasien
-Kaji batuk dan intensitasnya
-jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya tidur   


















IMPLEMENTASI
Tgl    Jam    NO.DX    Implementasi    Respon    TTD
18 juni 2012    07.15

08.15





09.15


10.30


11.15        -Mengkaji Pola tidur

-Mengkaji TTV
TD = 110/70 mmHg
N = 80*/menit
S = 360C
RR = 22*/menit

Kolaborasi pemberian obat ionjeksi –furosemik

Menganjurkan pasien untuk tidur pada posisi nyaman

Menjelaskan pentingnya tidur       
19 juni 2012    07.15

08.15






09.30


12.45        -Mengkaji pola nafas pasien

-Mengkaji TTV pasien
TD = 100/70mmHg
N = 88*/menit
S = 36,50 C
RR = 25*/ menit


Kolaborasi pemberian obat injeksi
Aminopilin

Melatih dan menganjurkan pasien untuk batuk efektif
       

EVALUASI KEPERAWATAN
Tgl    Jam    DX keperawatan    Catatan Perkembangan    TTD
        Gangguan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret pada jalan nafas
    S : klien mengatakan masih sesak nafascc
O : klien tampak sesak
RR : 24*/menit
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
   
        Gangguan pola tidur b.d batuk    S : klien mengatakan susah untuk tidur
O : klien tampak mengantuk
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi    

ASKEP STROKE HEMORAGIK & NON-HEMORAGIK

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Stroke merupakan yaitu penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya supalai darah kebagian otak. Stroke disebakan oleh trombosis, embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan hanya menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih produktif. Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke permanen, sangatlah penting bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai penyakit stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit stroke.
Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit.
Berbagai fakta diatas menujukan, stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.


Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.

B.TUJUAN
1.    Umum
Agar mahasiswa mampu memahami konsep penyakit stroke serta asuhan keperawatan pasien stroke
2.    Khusus
a.    Agar mahasiswa mampu konsep penyakit stroke
b.    Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan pada pasien stroke
c.    Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan kasus

C.METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari literatur dari berbagai media, baik buku maupun internet yang di sajikan dalam bentuk makalah.

D.SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah:
BAB  I

BAB II

BAB III    :

:

:    Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan, dan yang terakhir Sistematika Penulisan.
Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep penyakit stroke, asuhan keperawatan pada pasien stroke, dan asuhan keperawatan kasus
Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran



BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Konsep Penyakit Stroke
1.    Pengertian Stroke
Menurut Brunner & Sudarth stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak.
Menurut Mansjoer A stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh peredaran darah otak non traumatik.
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Menurut Arif Mutaqin stroke adalah penyakit (kelainan) fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
Menurut Marilyn E. Doenges stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
2.    Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
a.    Trombosis
Trombosis ialah proses pembentukan bekuan darah atau koagulan dalam sistem vascular (yaitu,pembuluh darah atau jantung) selama manusia masih hidup, serta bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher. Koagulan darah dinamakan trombus. Akumulasi darah yang membeku diluar sistem vaskular, tidak disebut sebagai trombus. Trombosis ini menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema disekitarnya.
b.    Embolisme serebral
Embolisme serebral adalah bekuan darah dan material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh lain. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
c.    Iskemia serebri
Iskemia  adalah penurunan aliran darah ke area otak. Otak normalnya menerima sekitar 60-80 ml darah per 100 g jaringan otak per menit. Jika alirah darah aliran darah serebri 20 ml/menit timbul gejala iskemia dan infark. Yang disebabkan oleh banyak faktor yaitu hemoragi, emboli, trombosis dan penyakit lain.
d.    Hemoragi serebral
Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruangan sekitar otak. Pendarahan intraserebral dan intrakranial meliputi pendarahan didalam ruang subarakhnoid atau didalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak.








3.    Klasifikasi
Klasifikasi stroke di bedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi. Dibawah ini skema pembagian stroke menurut patologi serangan stroke

Skema 2.1 klasifikasi stroke 
a.    Stroke hemoragik
Merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istrahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Arif Muttaqin,  2008).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis vocal yang akut dan disebabkan oleh pendarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena dan kapiler. Pendarahan otak dibagi dua yaitu (Arif Muttaqin,  2008):
1)    Pendarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena heniasi otak. Pendarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.
2)    pendarahan subarakhnoid (PSA)
pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul kepala nyeri hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda merangsang selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan pendarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang subbarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. energi yang di hasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan  aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Dibawah ini tabel perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid
Gejala    PIS    PSA
Timbulnya    Dalam 1 jam    1 – 2 menit
Nyeri kepala    Hebat    Sangat hebat
Kesadaran    Menurun    Menurun sementara
Kejang    Umum    Sering fokal
Tanda rangsangan meningeal    +/-    +++
Hemiparese    ++    +/-
Gangguan saraf otak    +    +++
Tabel 2.1 perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid
b.    Stroke nonhemorogik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbvul edema sekunder. Kesadaran umum nya baik.
Dibawah ini tabel perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik
Gejala (anamnesa)    Stroke nonhemoragik    Stroke hemoragik
Awitan (onset)    Sub akut kurang    Sangat akut/ mendadak
Waktu (saat terjadi awitan)    Mendadak    Saat aktifitas
Peringatan    Bangun pagi/ istirahat    -
Nyeri kepala    +50% TIA    +++
Kejang    +/-    +
Muntah    -    +
Kesadaran menurun    -,Kadang sedikit    +++
Koma/kesadaran menurun    +/-    +++
Kaku kuduk    -    ++
Tanda kerning    -    +
Edema pupil    -    +
Perrdarahan retina    -    +
Bradikardia    Hari ke-4    Sejak awal
Penyakit lain    Tanda adanya aterosklerosis diretina, koroner, perifer. Emboli pada kelainan katu, fibrilasi, bising karosis    Hampir selalu hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung hemolisis (HHD)
Pemeriksaan darah pada LP    -    +
Rontgen    +    Kemungkinan pengeseran glandula pineal
Angiografi    Oklusi, stenosis    Aneurisma ,AVM, massa intrahemisfer/ vasospasme
CT scan    Densitas berkurang (lesi hipodensis)    Massa intrakranial densitas bertam bah (lesi hipertensi)
Oftalmoskop    Penomena silang silver wire art    Perdarahan retina atau korpus vitreum
Lumbal fungsi
•    tekanan
•    warna
•    eritrosit   
Normal
Jernih
<250/mm3   
Meningkat
Merah
>1000/mm3
Arteriografi    Oklusi    Ada pengeseran
EEG    Di tengah    Bergeser dari bagian tengah
Tabel 2.2 perbedaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik
Klasifikasi stroke di bedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :
a.    TIA (Transient Ischemic Attack). Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang cdengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.    Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c.    Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat di awali dengan serangan  TIA berulang.


4.    Manifestasi klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragi seringkali ditandai dengan nyeri kepala hebat, terutama terjadi saat bekerja. Beberapa perbedaan yang terjadi pada strok hemisfer kiri dan kanan dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapat dan dengan pemeriksaan neurologis sederhana (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897). Perbedaan tersebut dapat dilihat tabel dibawah ini.
Stroke hemisfer kiri    Stroke hemisfer kanan
Paralisis tubuh kanan
Defek lapang pandang kanan
Afasia (ekpresif, reseptif atau global)
Perubahan kemampuan intelektual
Perilaku lambat dan kewaspadaan    Paralisis tubuh kiri
Defek lapang pandang kiri
Defisit persepsi khusus
Peningkatan distraktibiillitas
Perilaku impulsif dan penilaian buruk
Kurang kesadaraan terhadap defisit
Tabel 2.3 perbedaan stroke hemisfer kiri dan kanan (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897)
Defisit neurologis yang sering terjadi antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144):
a.    Kehilangan motorik
Stroke penyakit kehilangan motorik karena gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakaan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiparesis adalah kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang lain (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan) dan hemiplegia adalah paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). Serta disfungsi motor yang lain adalah ataksia (berjalan tidak mantap, dan tegak/tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar kaki pada sisi yang sama), disartria (kesulitan dalam membentuk kata), dan disfagia (kesulitan menelan)
b.    Kehilangan komunikasi
Fungsi otak antara lain yang dipengaruhi stroke bahasa dan komunikasi. Disfungsi bahasa dan komunikasi antara lain: disartria (kesulitan dalam membentuk kata, yang ditujukan dengan bicara yang sulit dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara yang terutama ekpresif atau represif.
c.    Defisit lapang pandang
Defisit lapang pandang karena gangguan jarak sensori primer antara mata dan korteks visual. Defisit lapang pandang pada stroke antara lain homonimus hemianopsia/kehilangan setengah lapang penglihatan (tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak), kehilangan penglihatan perifer (kesulitan melihat pada malam hari,tidak menyadari objek) dan diplopia (penglihatan ganda)
d.    Kehilangan sensori
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil dan auditorius.
e.    Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual, fungsi ini kemungkinan juga terjadi kerusakan. Disfungsi ini ditujukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi. Depresi umum terjadi karena respons alamiah pasien pasien terhadap penyakit.

f.    Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urin sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan mengunakan urinal karena kerusakan motorik. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius ekternal hilang atau berkurang.
5.    Patofisologi
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang di suplai oleh pembuluh darah yang tersumbat (Arif Muttaqin,  2008).
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turgulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area yang di suplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan, dan edema dan kongesti di sekitar area (Arif Muttaqin,  2008).
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan (Arif Muttaqin,  2008).
Karena trombosit biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embelus menyebabkan edema dan nekrosis di ikuti trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalisis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan pendarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebropaskular, karena perdarahan yang luas terjadi distruksi masa otak peningkatan tekanan intrakranial yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau foramen magnum.
Kematian disebabkan oleh kompresi batang otak, hemesper otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepergitiga kasus perdarahan otak di nekleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan  perfusi otak serta terganggunnya drainase otak. Agar lebih memahami patofisiologi stroke dibawah ini perhatikan skema dibawah ini

Skema 2.2 patofisiologi stroke (Arif Muttaqin,  2008)


6.    Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan luasnya area cedera antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144):
a.    Hipoksia serebral  diminimalkan dengan memberi oksigenisasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenisasi jaringan.
b.    Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c.    Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan menghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
7.    Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke meliputi (Arif Muttaqin,  2008):
a.    Angiografi serebri
Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti pendarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperi aneurisma atau malformasi vaskuler.



b.    Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhonid atau perdarahan pada intrakanial. Peningkatan jumlah protein  menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan  yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c.    CT Scan
Memperhatikan secara spesifk letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infrak atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan baisanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d.    Magnetic Imaging Resnance (MRI)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infrak akibat dari hemografik.
e.    USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f.    EEG
Pemeriksaan ini bertujuan melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.
8.    Penatalaksanaan
a.    Penatalaksanaan medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897).
b.    Penatalaksanaan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif Muttaqin,  2008):
1)    Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher
2)    Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
3)    Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4)    Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
c.    Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam. Dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini. Selain itu tindakan yang dapat dilakukan untuk menyatabilkan keadaan pasien dengan konsep gawat darurat yang lain yaitu dengan konsep ABC yaitu (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897):
1)    Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Contoh tindakannya adalah pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilitas, atau hipoventilasi dan Jangan biarkan makanan atau minuman masuk lewat hidung


2)    Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Contoh tindakannya adalah intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif, karena henti pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini dan  berikan oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal
3)    Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular),  yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. Contoh tindakannya adalah pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif.
Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil yaitu (Arif Mansjoer, 2000. hal 17-26):
1)    Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak
2)    Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak
3)    Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4)    CT scan atau MRI bila alat tersedia.






B.    Asuhan Keperawatan Teoritis
1.    Pengkajian
a.    Pengkajian Primer
-    Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri.
-    Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas.
-    Circulation
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular),  yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut
b.    Pengkajian Sekunder
1)    Wawancara (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
a)    Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
b)    Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c)    Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis, Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA, Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan dalam sensorik, motorik, dan visual.
d)    Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi, cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif
e)    Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
f)    Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g)    Pola-pola fungsi kesehatan:
-    Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol.
-    Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
-    Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
-    Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
-    Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot,
-    Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
-    Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
-    Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
-    Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
-    Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
-    Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2)    Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
a)    Keadaan umum:  mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.
b)    Pemeriksaan integument:
-    Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
-    Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
-    Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c)    Pemeriksaan leher dan kepala:
-    Kepala: bentuk normocephalik
-    Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
-    Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
d)    Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e)    Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f)    Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g)    Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h)    Pemeriksaan neurologi:
-    Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
-    Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
-    Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
-    Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
2.    Diagnosa (Marlyn E Doengoes, 2000)
a.    Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
b.    Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
c.    Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ekstermitas.
d.    Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot.
e.    Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara  pada hemisfer, otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
3.    Perencanaan dan Implementasi (Marlyn E Doengoes, 2000)
a.    Diagnosa 1
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil: Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi    Rasionalisasi
Kaji faktor penyebab dari situasi/keaadaan individu/ penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.    Deteksi dini untuk memprioritasikan intervensi, mengkaji status neurologis/ tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pemebedahan.
Memonitor tanda-tanda  vital tiap 4 jam.    Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan baik merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri. Peningkatan tekanan darah, bradikardi, distirmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.


Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.    Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatan TIK oleh efek rangsangan kumulatif.
Observasi tingkat kesadaran dengan GCS    Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi:
Pemberian O2 sesuai indikasi    Mengurangi hipoksemia, di mana dapat meningkatkan vasodalitasi serebri dan volume darah dan menaikkan TIK
b.    Diagnosa 2
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS 4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 x/menit, suhu: 36-36,7oC, RR:16-20 x/menit).
Intervensi    Rasionalisasi
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.    Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan, serta hati-hati pada hipertensi sistolik.    Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan  darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan  infeksi.
Bantu klien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.    Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intrabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
Kolaborasi:
Berikan cairan per infus dengan perhatian ketat.    Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskular dan tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat menurunkan edema serebri.
Monitor AGD bila diperlukan pemeberian oksigen.    Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri.
c.    Diagnosa 3
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kreteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi, meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi    Rasionalisasi
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.    Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
Ubah posisi klien setiap 2 jam.    Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.    Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.     Deteksi dini adanya gangguan sikulasi dan hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilitasi.
Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.    Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan.
d.    Diagnosa 4
Tujuan:  dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.
Kriteria hasil: klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi    Rasionalisasi
Mandiri
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.   
Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.    Bagi klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
Beri kesempatan untuk menolong diri     Mengurangi ketergantungan.
Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi     Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.    Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi
e.    Diagnosa 5
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam  klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi, klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi    Rasionalisasi
Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri.    Membantu menentukkan kerusakan area pada otak dan menentukan kesulitan klien dengan sebagaian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area Wernicke, dan kerusakan pada area Broca).
Bedakan afasia dengan disatria.    Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dengan tipe gangguan.
Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi.    Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan dapat mengklarifikasikan percakapan.



Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar, dan mendemonstrasikan  secara visual gerakan tangan.    Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.
Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.    Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
C.    Asuhan keperawatan kasus
1.    Kasus
Pada pagi jam 08.00 wib tanggal 08 Desember 2012, Tn. A dibawa ke rumah sakit soedarso. Tn A dibawa dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun. Keluarga pasien mengatakan ia tidak kejang dan sebelumnya pasien tidak pernah jatuh dan terbentur.  Klien telah dirawat di IGD selama 3 hari dan keadaan Tn A membaik sehingga dibawa ke ruangan melati. Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat dan keluarga











2.    Pola gordon
a.    Identitas
Nama    : Tn. A
Umur    : 45 tahun
Jenis Kelamin    : Laki-laki
Agama    : Islam
Bangsa/Suku    : Indonesia / Melayu
Pendidikan    : SMP
Status Pernikahan    : Sudah Menikah
Alamat    : Jln. Tanjung Raya 2 No.10
Ruang    : Melati
No. Rm    : 027321
Tanggal masuk    : 08 Desember 2012
Tanggal Pengkajian    : 11 Desember 2012
Diagnosa Medis    : Stroke Non Hemoragik
Penanggung Jawab    : Keluarga pasien
b.    Riwayat Kesehatan Klien:
1)    Kesehatan masa lalu:
Klien mengatakan ia mengalami penyakit hipertensi hingga sekarang.
2)    Riwayat kesehatan sekarang:
a)    Alasan utama masuk rumah sakit:
Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke rumah sakit tanggal 08 Desember 2012, jam 07.30 wib dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun setalah pingsan klien sulit mengerakan tubuh bagian kiri dan berbicara sedikit pelo.
b)    Keluhan waktu di data
Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat dan keluarga

c.    Riwayat Kesehatan Keluarga:
Klien mengatakan ayahnya pernah mengalami penyakit hipertensi dan penyakit stroke dan meninggal dikarenakan stroke
d.    Genogram Keluarga





Keterangan
Laki-laki        :
Perempuan        :
Sudah meninggal    :
    Pasien        :
e.    Data Biologis
1)    Pola Nutrisi:
A : Antopometric measurement (pengukuran antopometri)
Klien memiliki berat badan 170 cm dengan berat badan 67 kg
B : Biomedical data (data biomedis)
Hasil laboraturium: Hb : 15 g/dl (14-18 g/dl), Ht : 45,3 % (40,7 %-50,3 %), Kreatinin :  0.68 mg/dl (0,5 – 1,5 mg/dl), ureum : 30 mg/dl  (20 – 40 mg/dl)
C : Clinical sign (tanda-tanda klinis status nutrisi)
Klien mengatakan lesu dan lemah. Kulit klien lembut dan lembab. Konjungtiva anemis. Rambut kusam dan kusut.
D : Dietary (diet)
Klien mengatakan sebelum sakit makan tiga kali sehari. sangat suka mengkonsumsi daging sapi. Klien mengatakan saat sakit klien susah untuk menelan makanan tetapi klien makan setengah piring klien mengatakan makan 3x sehari ingin sekali makan rendang sapi.
2)    Pola Minum:
Sebelum sakit :
Klien mengatakan :
-    klien minum air putih sekitar 8-10 gelas per hari
-    klien tidak suka mengkonsumsi minuman keras (beralkhohol).
-    klien hanya minum kopi setiap pagi sebelum pergi kesawah.
Saat sakit :
Klien mengatakan :
-    klien hanya minum air putih sekitar 6-8 gelas per hari
3)    Pola Eliminasi :
Sebelum sakit :
Klien mengatakan :
-    klien BAB dan BAK nya tak menentu per harinya berapa kali.
-    BAB nya tidak encer dan berwarna kuning.
-    BAK nya bewarna kuning pekat dan tidak berbau.
Saat sakit :
Klien mengatakan :
-    susah BAB, karna tidak bisa berjalan dan hanya di bantu perawat saat BAB diatas tempat tidur.
-    Karakteristik fesesnya tidak berubah, sama seperti saat sebelum sakit.
-    BAK nya sering namun, kencingnya melalui urinal kateter.
4)    Pola istirahat dan tidur :
Sebelum sakit :
Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam pada jam 21.00 – 05.00 wib dan siang hari tidur 2-3 jam waktunya tidak menentu
Saat sakit :
Klien mengatakan :
-    Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam waktu tidak menentu dan siang hari tidur 3-4 jam waktunya tidak menentu
f.    Pemeriksaan fisik
1)    head to toe
a)    keadaan umum :
klien tampak lemah dan sulit  mengerakan tubuh
b)    tingkat kesadaaran :
komposmentis E4M5V5 = 14
c)    Vital Sign    :
TD:  130/90 mmHg
Nadi:  70 x/mnt
RR:  20 x/mnt
Suhu:  36 oC
d)    Kepala s/d leher
Klien konjungtiva anemi - , ikterik -, tidak mengunakan otot bantu napas, muka klien asimetris
e)    Thorax     
Paru-paru   : Rhonki -/-
Wheezing -/-
Jantung      :  klien tidak terdengar bunyi S3 dan S4 dan tidak terdengar mur-mur jantung
f)    Abdomen
Hepar             :  tidak teraba
Lien                :  tidak teraba
Meteorismus     :  tidak ada
Bising usus        :  normal
g)    Ekstremitas
Oedem    :  tidak ada
Akral    :  hangat
2)    Syaraf kranial
a)    N.I (olfactorius)
Klien dapat mencium bebauan yang diberikan (tidak ada kelainan pada fungsi penciuman)
b)    N.II (opticus)       
Klien dapat melihat dan membaca bacaan dekat dengan baik, klien dapat melihat dan membaca snellen chart dengan baik lapang pandang 90o
c)    N.III, IV, VI (oculomotorius, trochlearis, abducen)
-    Kedudukan bola mata : tengah-tengah dan Ptosis  -/-
-    Pergerakan bola mata :
Ke nasal    :  +/+
Ke temporal    :  +/+
Ke atas    :  +/+
Ke bawah    :  +/+
-    Pupil
Bentuk                 :  bulat/bulat
Lebar                   :  + 3 mm / + 3 mm
Reaksi cahaya langsung     : +/+
d)    N.V. (trigeminus)
-    Cabang Motorik
Otot masseter                   :  lemah
Otot temporal                   :  lemah
-    Cabang Sensorik
maxilaris                    :  Normal
mandibularis              :  Normal
-    Reflek kornea langsung     :  Normal
e)    N.VII (Facialis)
-    Waktu Diam
Kerutan dahi    :  simetris / asimetris
Tinggi alis    :  simetris / asimetris
Sudut mata    :  simetris / simetris
-    Waktu Gerak
Mengerut dahi     :  simetris / lebih dangkal
Menutup mata    :  simetris / simetris
Bersiul                  :  simetris / asimetris
Memperlihatkan gigi    :  simetris / asimetris
Tersenyum     :  simetris / asimetris
Mengembungkan pipi    :  simetris / asimetris
f)    N.VIII (Vestibulocochlearis)
-    Vestibulo
Rinne dan webber :Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
-    Cochlearis
Romberg : Tidak dilakukan
g)    N.IX dan X (Glosophoryngeys dan Vagus)
-    Bagian Motorik
Suara                               : biasa
Menelan                           : sulit menelan
Kedudukan arcus pharynx     : Normal
Kedudukan uvula              : Normal
-    Bagian Sensorik
Reflek muntah                   :  +
Reflek palatum molle         :  Normal
h)    N. XI (Accesorius)
Mengangkat bahu               :  Normal / lemah
Memalingkan kepala           :  Normal / lemah
i)    N. XII (hypoglosus)
Kedudukan lidah waktu istirahat ke kiri, waktu gerak ke kiri, tidak terjadi atrofi otot lidah. Kekuatan lidah menekan bagian dalam pipi  N / N
3)    Sistem Motorik
Gerakan :        Kekuatan :
Bebas     Terbatas         5    2
Bebas     Terbatas         5    2

Tonus :        Trophi :
Normal    Hipotonus        5    2
Normal    Hipotonus        5    2
4)    Reflek-reflek
-    Reflek Fisiologis
Jenis refleks    Kanan    Kiri
Refleks biseps    Normal    Meningkat
Refleks triseps    Normal    Meningkat
Refleks achiles    Normal    Meningkat
Refleks patela    Normal    Meningkat
-    Reflek Patologis
Babinski    :  +
Chaddock       :  -
Oppenheim    :  -
Gordon           :  -
Gonda         :  -
Schaffer      :  -
5)    Susunan saraf otonom
Miksi               :  Normal
Defekasi               :  Normal
Salivasi           :  Normal
Sekresi keringat      :  Normal
g.    Data Psikososial :
1)    Status emosi.
Klien tampak tenang selama sakit dan selalu ditemani keluarga
2)    Konsep diri.
klien mengatakan bangga sebagai kepala keluarga, klien mengatakan tidak malu dengan keadaanya sekarang karena selalu dijengguk ddan dimotivasi oleh keluarga
3)    Gaya komunikasi
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
4)    Pola interaksi
Klien dapat berinteraksi dengan baik dengan perawat dan keluarga selama sakit
h.    Data Sosial :
1)    Pendidikan pendidikan terakhir klien SMP
2)    Hubungan sosial
klien mengatakan sebelum sakit aktif dalam kegiatan masyarakat dan saat sakit klien pernah dijengguk dan dimotivasi oleh masyarakat
3)    Sosiokultural
Klien tidak memiliki kebudayaan pada sakit yang bertentangan dengan kesehatan.
4)    Gaya hidup
Klien mengatakan tidak minum-minuman keras
klien merokok 2 bungkus rokok saat sakit setiap hari dan minum kopi 1 gelas setiap pagi
i.    Data Spiritual :
Sebelum: klien mengatakan sering sholat 5 waktu dan mengikuti pengajian setiap minggu
Saat sakit: klien mengatakan sulit beribadah tetapi klien mencoba untuk selalu sholat, klien dan keluarga mengkaji tiap malam
j.    Data Penunjang :
Cholesterol        :  211 mg/dl
Trigliserida        :  100 mg/dl
Cholesterol LDL        :  157 mg/dl
Cholesterol HDL        :  34 mg / dl
BUN        :  9 mg/dl
Kreatinin        :  0.68 mg/dl
SGOT        :  25 u/l
SGPT        :  16 u/l


3.    Analisa data
No     Data senjang    Etiologi     Problem
1    DS:
klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri
Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga
DO:
Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis
Kekuatan otot dan gerakan:


    kelemahan neuromuskular pada ekstermitas
























    Hambatan mobilitas fisik
2    DS:
Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga
Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya
DO:
klien tampak lemah dan lesu
klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan
klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS
Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga    kelemahan neuromuskular    Defisit perawatan diri
3    DS:
Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga
DO:
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah
Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan    kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral    Kerusakan komunikasi verbal



4.    Rencana keperawatan
No     Diagnosa keperawatan    Tujuan dan kriteria hasil    Implementasi     Rasional
1    Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular pada ekstermitas ditandai dengan
DS:
klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri
Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga
DO:
Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis
Kekuatan otot dan gerakan:
     klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam dengan kriteria hasil:
-    klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi
-    meningkatnya kekuatan otot
-    klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.    -    Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
-    Ubah posisi klien setiap 2 jam.
-    Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.
-    Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
    -    Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
-    Menurunkan risiko luka tekan.
-    Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot
-    Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan
2    Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular ditandai dengan:
DS:
Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga
Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya
DO:
klien tampak lemah dan lesu
klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan
klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS
Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga    terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri klien, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil:
-    klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan
-    mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
-    Klien tidak lemah dalam memenuhi ADLnya    -    Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
-    Beri kesempatan untuk menolong diri
-    Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi
-    Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas    -    Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
-    Mengurangi ketergantungan.
-    Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
-    Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi
3    Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral ditandai dengan:
DS:
Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga
DO:
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah
Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan    klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya. Setelah dilakukan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil:
-    terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi
-    klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.    -    Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi.
-    Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.
-    Lakukan terapi berbicara secara bertahap sesuai tingkat komunikasi klien    -    Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya.
-    Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.
-    Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk berkomunikasi
-    Agar klien dapat mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

B.    Kesimpulan
Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak.Penyebabnya adalah trombosis, embolisme serebral, iskemia dan hemoragi serebral. Stroke dapat mengakibatkan banyak kerugian dari penderita dan keluarga. Bahkan penyakit ini dapat mengakibatkan kematian. Penangganan pada klien yang menderita stroke haruslah cepat, tepat dan akurat untuk meminimalkan kecacatan yang diakibatkan.

C.    Saran
Saran yang disampaikan adalah agar mahasiswa lebih memahami konsep penyakit stroke dan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke serta mendalami penangganan pasien dengan stroke


Daftar Pustaka

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna Publishing.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Doengoes, Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien: Jakata. Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius.
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC