Kamis, 13 Agustus 2015

KTI KEBIDANAN LENGKAP

  1. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Bidan Tentang Laserasi Jalan Lahir Donwload
  2. Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang Ca Mamae Di Desa Mns. Pulo Donwload
  3. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Bidan Tentang Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas Di Pukesmas Donwload

JUDUL SKRIPSI KEPERAWATAN S1

JUDUL SKRIPSI KEPERAWATAN S1


  1. Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Dengan Budaya Kerja Perawat Di Ruang ICU RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2005
  2. Hubungan Karakteristik Ibu Bersalin Berpenyulit Yang Dilakukan Tindakan Sectio Caesarea Dengan Lamanya Hari Perawatan Di Unit Kebidanan RSUD Curup
  3. Hubungan Paritas Dan Umur Ibu Dengan Kejadian Pre-Eklampsia Di RSUD Dr. M Yunus. Bengkulu
  4. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Retensio Plasenta Di Rumah Sakit Umum Dr. M. Yunus Bengkulu
  5. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lamanya Hari Perawatan Pada Pasien Bersalin Dengan Penyulit Yang Dilakukan Tindakan Operatif Sectio Caesarea
  6. Hubungan Umur Dengan Kejadian Demam Pada Balita Observasi Febris Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2005
  7. Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Perawat Dengan Pelaksanaan Pendokumentasian Proses Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  8. Hubungan Obesitas Dan Keturunan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  9. Hubungan Widal Tes Dengan Pemberian Diet Pada Pasien Typhoid Yang Di Rawat Di Ruang Vip RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  10. Hubungan Tingkat Hipertensi Pada Ibu Hamil Yang Mengalami Eklampsia Dengan Kejadian Koma Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus Bengkulu
  11. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu Tahun 2007
  12. Perbedaan Lama Perawatan Bayi Prematur Yang Dilahirkan Pervaginam Dengan Yang Dilahirkan Melalui Seksio Sesarea Di Ruangan Perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  13. Perbedaan Terjadinya Spastisitas Pada Penderita Rehabilitasi Pasca Stroke Usia 45-59 Tahun Dan Usia 60 Tahun Ke Atas Yang Tercatat Melakukan Terapi Latihan Aktifitas Fisik Di Ruang Fisioterapi Rumah Sakit Umum Mayjen H.A. Thalib Sungai Penuh Kerinci
  14. Hubungan Preeklampsia Dengan Berat Badan Lahir Rendah Di Ruangan Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  15. Hubungan Berat Ringannya Typoid Pada Orang Dewasa Dengan Lama Perawatannya Di Ruang Melati RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  16. Hubungan Usia Ibu Hamil Dengan Haemoragik Antepartum Karena Plasenta Previa Di Ruang Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  17. Hubungan BB Dengan Intake Cairan Pada Balita Penderita Diare Di Ruang Rawat Inap Bangsal Interne (C2) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  18. Hubungan Faktor Hasil Laboratorium Klinik Dengan Lama Hari Perawatan Pasien Hepatitis Di Ruang Rawat Inap Melati RSUD Dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu
  19. Hubungan Umur Anak Sakit ISPA Dengan Kejadian Komplikasi OMA/OMP Yang Berobat Di Poliklinik THT RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  20. Hubungan Kegawatdaruratan Penderita Apendiksitis Yang Dilakukan Operasi Dengan Lamanya Hari Perawatan Pasca Operasi Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  21. Hubungan Penderita Contusio Cerebri Dengan Lamanya Perawatan Yang Dirawat Di Bangsal Neurologi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
  22. Lamanya Perawatan Diabetes Melitus Tipe II Di Bangsal Penyakit Dalam  RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  23. Hubungan Antara Kejadian Gagal Ginjal Dengan Hipertensi Pada Penderita Hipertensi Di Ruang Rawat Inap Bangsal Interne (C2) RSUD M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  24. Perbedaan Lama Perawatan Gastroenteritis Yang Disertai Dehidrasi Pada Anak Balita Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  25. Hubungan Antara Tindakan Perawatan Dengan Kejadian Deformitas Sendi Penderita Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Bengkulu
  26. Perbedaan Kejadian Depresi Yang Disebabkan Oleh Predisposisi Menopause Dan Sebab Lain Di Ruang Mawar RSJKO Bengkulu Tahun 2005-2006
  27. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Letak Sungsang Di Rumah Sakit Umum Dr. Muhammad Yunus Bengkulu
  28. Hubungan Dyspnea D’effort Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Pagar Dewa Bengkulu
  29. Hubungan Antara Preeklampsia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Di RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu
  30. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Komplikasi Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  31. Hubungan Kejadian Partus Lama Dengan Indikasi Ekstraksi Vakum Di Klinik Bersalin Tiara Sella Bengkulu
  32. Hubungan Paritas Ibu Dengan Kejadian Pre- Eklampsia                Di Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  33. Hubungan ISPA Dengan Lamanya Frekwensi Terapi Infra Red Dan Postural Drainage Di Ruang Fisioterapi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  34. Hubungan Lama Hari Perawatan Pada Pasien Skizofrenia Dengan Penggunaan Elektrosyok Di Rumah Sakit Jiwa Dan KO Propinsi Bengkulu Tahun 2006
  35. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Mola Hidatidosa Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  36. Perbedaan Lama Perawatan Penderita Hipertensi Usia Lanjut Dilihat Dari Hasil Tes Fungsi Ginjalnya Yang Dirawat Di Ruangan Melati RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006-Maret 2007
  37. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lamanya Perawatan Fraktur Terbuka Dan Fraktur Tertutup Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  38. Hubungan Prematuritas Dengan Lamanya Perawatan Dalam Inkubator Di Bagian Perinatalogi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  39. Hubungan Paritas Dan Jarak Kehamilan Ibu Dengan Kejadian Plasenta Previa Di Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  40. Hubungan Kejadian Katarak Dengan Diabetes Mellitus Pada Lansia Pengunjung Poli Klinik Mata Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  41. Hubungan Usia Dan Paritas Ibu Bersalin Dengan Perdarahan Karena Retensio Plasenta Di Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2007
  42. Hubungan Angka Leukosit Pada Pasien Typoid Dengan Lamanya Hari Perawatan Di Rumah Sakit Rafflesia Bengkulu
  43. Hubungan Karakteristik Pekerjaan Dengan Stres Kerja Perawat Rawat Inap Di Rumah Sakit DKT Kota Bengkulu
  44. Analisis Kadar Ureum Darah Pada Penderita Gagal Ginjal Dan Hubungannya Dengan Tindakan Haemodialisa Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  45. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lamanya Hari  Perawatan  Penderita  Pasca  Operasi Apendixitis Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2007
  46. Hubungan Jarak Kehamilan Pada Plasenta Previa Dengan Kejadian BBLR Di Ruang Bersalin Kebidanan RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu Tahun 2007
  47. Prevalensi Kejadian Infeksi Nosokomial Pada Pasien Yang Dirawat Menggunakan Inffus Lebih Dari 72 Jam Di Ruang Melati RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2007
  48. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Cirrhosis Hepatis Pada Pasien Hepatitis B Yang Dirawat Di Ruang Kemuning RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu April 2007 Sampai April 2008
  49. Hubungan Pre-Eklamsia Dengan Tindakan Sectio Caesaria Pada Ibu Melahirkan Di Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  50. Hubungan Tingkat Imunitas Alami Menurut Penggolongan Umur Dengan Peranan Sebagai Sumber Penularan Penderita TB Paru Dewasa Yang Berobat Ke Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Selama Tahun 2007
  51. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Kejadian Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  52. Perbedaan Berat Badan Sebelum Dan Sesudah Diterapi OAT Pada Balita TB Yang Mendapatkan BCG Dan Yang Tidak Mendapatkan BCG Di Puskesmas Muara Aman Kabupaten Lebong
  53. Hubungan Usia Ibu Dan Jarak Kehamilan Dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) Di Ruang Rawat Inap Bangsal Anak Dan Kebidanan RSUD Curup
  54. Hubungan Kelompok Umur Dengan Kejadian Arthritis Rheumatoid Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD. M. Yunus Bengkulu
  55. Hubungan Diabetes Mellitus Dengan Kejadian Gagal Ginjal Pada Pasien Di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Pada Tahun 2007
  56. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Partus Lama Pada Ibu Melahirkan Di Bagian Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  57. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Prematuritas Di Ruang Mawar  RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2007
  58. Hubungan Lanjut Usia Dengan Kejadian Katarak Dan Diabetes Melitus Yang Mendapat Tindakan Medik Di Ruang OK RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2006
  59. Hubungan Hipertensi Dan Diabetes Mellitus Dengan Kejadian Stroke Pasien Bagian Neurologi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  60. Berhubungan BBLR Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Bayi Di Ruang Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  61. Perbedaan Prevalensi Kejadian Stroke Hemoragik Dengan Stroke Non Hemoragik Di Ruang Stroke RSUD Dr. M. Yunus  Bengkulu Tahun 2007
  62. Hubungan Natural Resistensi Penderita TB Pada Anak Dengan Status Gizi Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
  63. Hubungan Demam, Berat Badan Dan Umur Dengan Kejadian TB Anak Pada Pasien TB Anak Yang Berobat Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Selama Tahun 2007
  64. Perbedaan Kejadian Penderita-Penderita Gagal Ginjal Antara Yang Hipertensi Dan Yang Tidak Hipertensi Pada Pasien Yang Dirawat Di Ruang Rawat Inap Bangsal Interna RSUD Dr. M. Yunus Propinsi Bengkulu
  65. Hubungan Jenis Plasmodium Dengan Tipe Demam Pada Penderita Malaria Yang Dirawat Di Bagian Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  66. Hubungan Umur Penderita Ulkus Diabetikum Dengan Lama Hari Perawatan Pada Pasien Di Bangsal Bedah (B2) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  67. Hubungan  Tingkat  Hipertensi  Dengan  Kejadian Dekompensasi Cordis Pada Pasien Di Ruang Rawat Inap Bangsal Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  68. Hubungan ISPA Dengan Kejadian Asma Bronkiale Dirawat Di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  69. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gagal Ginjal Pada Penderita Hipertensi Di Ruang Rawat Inap Bangsal Internal (C2) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  70. Faktor – Faktor  Yang Berhubungan Dengan Penemuan Pengobatan Dan Asuhan Keperawatan Kasus TB Dewasa  Yang  Pemeriksaan Dahaknya  Di Lakukan Di Laboratorium Puskesmas Sukamerindu Tahun 2007
  71. Hubungan Hipertensi Dengan Stroke Pada Pasien Tingkat Usia Produktif Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2007
  72. Perbedaan Lama Hari Perawatan Penderita Stroke Hemoragik Dan Non Hemoragik Pasien Yang Dirawat Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2007
  73. Hubungan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Penderita Hipertensi Menurut Paritas Kehamilannya Yang Dirawat Di Bagian Kebidanan Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2007
  74. Hubungan Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Tuberculosis Di Puskesmas Seginim Kecamatan Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan Tahun 2007
  75. Hubungan Umur Kehamilan Dengan Berat Bayi Baru Lahir Di RSUD Manna Tahun 2007
  76. Hubungan Pneumonia Dengan Kejadian Kejang Demam Pada Anak Balita Di RSUD Manna Bengkulu Selatan Tahun 2007
  77. Hubungan Gawat Nafas Dengan Tindakan Resusitasi Pada Neonatus Yang Mengalami Kegawatan Pernafasan Di Ruang Kebidanan RSUD H. A. Thalib Kerinci Tahun 2007
  78. Hubungan Penyulit Hiperlipidemia Pada Penderita Hipertensi Dengan Kejadian Penyakit Jantung Iskemik Di Ruangan Rawat Inap RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2007
  79. Hubungan Suhu Tubuh Dan Umur Dengan Berat Ringannya Diare Pada Balita Yang Berobat Ke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2007
  80. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Banyaknya Pemberian Transfusi Darah Pada Penderita Anemia Kronis Di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2007
  81. Prevalensi Kejadian Stroke Pada Penderita Diabetes Mellitus Dengan Di Ruang Rawat Inap Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  82. Hubungan Infeksi Dengan Kejadian Kejang Demam Pada Anak Balita Yang Dirawat Di Bangsal Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2007
  83. Peningkatan Berat Badan TB Anak Yang Diobati Dengan OAT Di Puskesmas Sawah Lebar Bengkulu Tahun 2008
  84. Hubungan Kolesterol LDL Dalam Darah Menurut Kelompok Usia Dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner Di Poliklinik Jantung RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  85. Hubungan Antara Dengue Haemoragik Fever Dengan Kejadian Dengue Shock Syndroome Pada Pasien Yang Dirawat Di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  86. Hubungan Hipertensi Dan Diabetes Mellitus Dengan Kejadian Stroke Pasien Bagian Neurologi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  87. Hubungan Penyulit Persalinan (Ketuban Pecah Dini Dan Bayi Letak Sungsang) Dengan Tindakan Sectio Caesaria Pada Ibu Melahirkan Di Ruang Mawar (C1) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  88. Hubungan Usia Dengan Kejadian Pembesaran Benigna Prostat Hypertrofi (BPH) Yang Dirawat Di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  89. Hubungan Merokok Dengan Kejadian Tuberculosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Curup
  90. Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Kelompok Umur Pasien Dengan Tipe Skizoprenia Di Rumah Sakit Jiwa Dan Ketergantungan Obat Soeprapto Daerah Bengkulu Tahun 2009
  91. Perbedaan Odem Pada Pasien Gagal Ginjal Akut Dan Kronik Di Unit Haemodialisa Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  92. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Mioma Uteri Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  93. Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Nefrolitiasis
  94. Hubungan Antara Tuberkulosis Dengan Kejadian Effusi Pleura Pada Pasien TB Di Ruang Rawat Inap (Kemuning) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  95. Hubungan Umur, Rest Urine Dan Kadar Hemoglobin Dengan  Prostatektomi  Pada Pasien Di Ruang Bangsal Bedah RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  96. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dalam Pendokumentasian Proses Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Melati RSUD Dr.M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  97. Pengaruh Tindakan Terapi Elektrokonvulsif Terhadap Penyembuhan Pasien Skizofrenia Di Ruang Elektromedik  RSJ KO Soeprapto Daerah Bengkulu Tahun 2009
  98. Hubungan Trombositopenia Dengan Kejadian Perdarahan Massive Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Yang Di Rawat Di Ruang Bangsal Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  99. Hubungan   Bayi   Prematur  Dan Ibu  Yang  Mengalami Eklampsia Dengan Tindakan Sectio Caesaria  Di Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Januari Sampai Juni 2009
  100. Hubungan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Dengan Kejadian Gangren Pada Pasien Rawat Inap Di Ruang Seruni (B2) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  101. Hubungan Faktor Genetik Dengan Kejadian Skizofrenia Paranoid Pada Klien Yang Di Rawat Di Ruang Murai A Di RSJKO Suprapto Bengkulu Pada Tahun 2008
  102. Hubungan Riwayat Seksio Sesaria, Kelainan Letak Janin Dan Janin Besar Dengan Tindakan Seksio Sesaria Pada Ibu Melahirkan Di Ruang Kebidanan RSUD Curup Tahun 2008
  103. Hubungan Hipertensi Dengan Keluhan Vertigo Di Poli Syaraf RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  104. Hubungan Status Vaksinasi Bacillus Calmette Guerin (BCG) Dengan Kejadian Tuberkulosis BTA (+) Pada Kasus Suspect Pasien Dewasa Yang Berobat Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2009
  105. Hubungan Antara Tingkat Dehidrasi Disertai Penurunan Berat Badan Dengan Jumlah Intake Cairan Pada Balita Penderita Gastroenteritis Yang Dirawat Di Ruang Rawat Inap Melati RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  106. Hubungan Usia Dan Paritas Ibu Dengan Kejadian Kehamilan Ektopik Di Ruang C1 Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  107. Hubungan Antara Pneumonia Dengan Tindakan Fisioterapi Dada Pada Balita Di Poli Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  108. Hubungan Letak Fraktur Femur Dengan Jenis Terapi Pada Pasien Rawat Inap Di Ruang Seruni B2 RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  109. Perbedaan Kejadian Sirosis Hepatis Pada Pasien Dengan Riwayat Hepatitis B Dan Riwayat Konsumsi Alkohol Yang Dirawat Di Ruangan Kemuning RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  110. Hubungan Paritas Dan Kehamilan Ganda Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  111. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tidakan Seksio Sesaria Diruang C1 Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  112. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Osteoporosis Di Balai Pelayanan Penyantunan Lanjut Usia Pagar Dewa Bengkulu
  113. Hubungan Tingkat Kesadaran Dengan Lama Hari Perawatan Pada Pasien Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Yang Dirawat Di Ruang Rawat Inap B2 (Seruni) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  114. Hubungan Imunisasi Dan ASI Eksklusif Terhadap Kejadian Penyakit Pneumonia Pada Anak Batita Di Ruang Fisioterapi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  115. Hubungan Suhu Tubuh Dan Status Gizi Dengan Klasifikasi Diare Balita Yang Berobat Di Ruang Melati (C2) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
  116. Hubungan Plasenta Previa Dengan Tindakan Sectio Caesaria Pada Ibu Melahirkan Diruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  117. Hubungan Usia Dan Genetik Dengan Tumor Payudara Di Ruang Poli Bedah RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  118. Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di Ruang C1 Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  119. Hubungan  Fototerapi Pada Bayi Ikterus Neonatus Dengan Lamanya Perawatan Di Ruang Mawar (C1) Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu  Tahun 2008
  120. Hubungan Splenomegali Dengan Kejadian Anemia Pada Penderita Malaria Kronis Yang Di Rawat  Di Ruang Melati RSUD Dr. M Yunus Bengkulu Tahun 2008
  121. Hubungan Umur Ibu Dengan Kejadian Atresia Ani Pada Bayi Di RSUD M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  122. Kajian Berat Jenis Urine Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Ruang Melati  RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  123. Hubungan Pendidikan, Pengetahuan Dan Penghasilan Pasien Yang Pernah Menderita TB Paru Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Pada Anggota Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu
  124. Gambaran Tingkat Kejadian Arthritis Rheumatoid Yang Di Tinjau Dari Umur Dan Jenis Kelamin Di Poli Penyakit Dalam RSUD. Dr. M Yunus Bengkulu
  125. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Oleh Keluarga Dengan Konsep Diri Pasien Pasca Stroke Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus Bengkulu
  126. Hubungan Antara Derajat Penyakit Sirosis Hepatis Dengan Kejadian Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) Pada Pasien Rawat Inap Di Ruang Kemuning RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  127. Kajian Kejang Demam Pada Penderita ISPA Dan Pneumonia Pada Anak Yang Dirawat Di Bangsal Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  128. Hubungan Obesitas Dengan Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Jalan Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  129. Hubungan Neuropati Diabetik (ND) Dengan Terjadinya Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Dirawat Di Ruang Seruni (B2) Dan Penyakit Dalam (C2) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  130. Hubungan Immobilisasi Dengan Kejadian Ulkus Dekubitus Pasien Diabetes Mellitus Yang Dilakukan Tindakan Bedah Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  131. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Dengan Perilaku Ibu Hamil Dalam Mengkonsumsi Makanan Yang Mengandung Zat Besi Dan Tablet Fe Di Puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu Tahun 2009
  132. Hubungan Dispnea Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif  Menahun (PPOM)  Di Ruang Melati RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu Tahun 2009
  133. Hubungan Diabetes Mellitus Yang Disertai Hipertensi Dengan Jenis Stroke Pada Pasien Yang Dirawat Di Unit Stroke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  134. Hubungan Arthritis Rheumatoid Dengan Low Back Pain Yang Berobat Di Bagian Neurologi RSUD M. Yunus Bengkulu Tahun 2009.
  135. Hubungan Jarak Kehamilan Dengan Kejadian Abortus Di Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2009
  136. Hubungan Letak  Fraktur Ekstremitas Bawah Dengan Terjadinya Syok Hipovolemik Pada Pasien Di Bagian UGD RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  137. Hubungan Antara Nilai Leukosit Pre Operasi Dengan Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendiktomi Pada Pasien Apendiksitis Akut Di Ruang Seruni B2 RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  138. Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Upaya Pencegahan Kejang Demam Dengan Kejadian Kejang Demam Di Ruang Melati RSUD. Dr. M. Yunus
  139. Analisa Penyebab Otitis Media Akut Pada Balita Di Rawat Jalan Bagian THT RSUD Dr. M. Yunus  Bengkulu Tahun 2009
  140. Kajian Berat Badan Bayi Lahir Kembar Di Ruang C1 Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  141. Hubungan Hernia Inguinalis Incarserata Dengan Lama Hari Perawatan Pasca Operasi Pasien Rawat Inap Di Ruang Seruni B2 RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  142. Hubungan Paritas Ibu Dengan Kejadian Perdarahan Postpartum Karena Retensio Placenta Inkarserata Di Ruang Kebidanan  RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Periode Januari 2009 Sampai Dengan Desember 2009
  143. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Sikap Lanjut Usia Terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD. Dr. M. Yunus
  144. Hubungan   Antara   Kadar   Lemak   LDL   (Low   Density Lipoprotein) Dalam Darah Dan Usia Dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner Di Poliklinik Jantung RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  145. Hubungan Usia Ibu Yang Menggunakan Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian Kanker Payudara Pada Pasien Yang Berobat Di Poli Bedah RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008
  146. Hubungan Usia Dan Jenis Kelamin Dengan Pasien Gangguan Skizofrenia Tipe Paranoid Di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Ketergantungan Obat Soeprapto Bengkulu
  147. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Tuberculosis Paru Di Wilayah Puskesmas Perumnas Kecamatan Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2009
  148. Kajian Tentang Penderita Tb Paru Bta (+) Di Tinjau Dari Kondisi Rumah, Pengetahuan Dan Status Sosial Ekonomi Di Puskesmas Sukamerindu Tahun 2010
  149. Hubungan Kadar Fosfat Serum Dengan Kejadian Pruritus Pada Pasien Yang Menjalani Haemodialisa Di Unit Haemodialisa Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  150. Hubungan Hipoalbuminemia Dengan Terjadinya Efusi Pleura Pada Pasien Tuberculosis (Tb) Paru Yang Dirawat Di Ruang Kemuning Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  151. Hubungan Arthritis Rheumatoid Dengan Low Back Pain Pada Pasien Yang Berobat Di Bagian Neurologi Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  152. Hubungan Jarak Kehamilan Dengan Kejadian Abortus Di  Ruang Mawar Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2009
  153. Faktor Predisposisi Yang Berhubungan Dengan  Kejadian Stroke Iskemik  Pada Penderita Stroke Yang Berobat Di Ruang Stroke Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2009
  154. Hubungan Kesehatan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
  155. Hubungan Tingkat Hipertensi Dengan Kejadian Vertigo Pada Pasien Yang Berobat Di Poli Syaraf Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  156. Hubungan Letak Fraktur Ekstremitas Bawah Dengan Kejadian Syok Hipovolemik Pada Pasien Di Bagian Ugd Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  157. Hubungan Derajat Proteinuria Dengan Anemia Pada Sindrom Nefrotik Di Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  158. Hubungan Pembesaran Tonsil Dengan Tindakan Tonsilektomi  Pada  Penderita Yang Dirawat Di Bagian Tht Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  159. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Tingginya Angka Kejadian Kejang Demam  Pada Anak Di Ruangan Melati Rsud. M. Yunus Bengkulu  Tahun 2009
  160. Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Terjadinya   Penyakit   Chikungunya Di Desa Karang Nanding Kabupaten Bengkulu Tengah
  161. Hubungan Faktor Disfungsi Menelan (Refluk Esofagus) Dengan Klasifikasi Bronkopneumonia Pada Balita Di Ruang C2 Melati Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010.
  162. Faktor – Faktor  Yang  Berhubungan Dengan Tindakan Operatif Hidung Pada Penderita Rhinitis Kronik Yang Berobat Di Bagian Tht Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2009
  163. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Produktivitas Kerja Pegawai Puskesmas Jalan Gedang Kota Bengkulu Tahun 2009
  164. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pada  Kesembuhan Pengobatan Pasien Tb Paru Bta (+) Di Puskesmas Sukamerindu Tahun 2009
  165. Perbedaan  Kejadian Hipertensi Pada Pasien Diabetes Melitus Dan Obesitas Di Poli Penyakit Dalam Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010
  166. Hubungan Alergi Makanan  Dengan Kejadian Autis Pada Anak  Yang  Berobat  Ke  Rumah  Sakit  Jiwa Ketergantungan Obat Soeprapto Daerah Bengkulu Tahun 2009
  167. Perbedaan Lama Perawatan Penderita Demam Tifoid Disertai Demam Malaria Dengan Demam  Tifoid  Murni Di Bagian Penyakit Dalam Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  168. Hubungan Kejadian Sirosis Hepatis Penderita Hepatitis Menurut Kelompok Umur Dengan Lama Perawatan Di Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu
  169. Hubungan Jenis Fraktur Dengan Kejadian Infeksi Tulang Di Ruang Seruni B2 Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu  Tahun 2009
  170. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ekstraksi Polip Hidung Pada Pasien Di Bagian Tht Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu
  171. Kajian Abortus Ditinjau Dari Penyebab Perdarahan Pervaginam Pada Pasien Rawat Inap Di Ruang C1 Kebidanan Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  172. Kajian Tentang Kejadian Sirosis Hepatis Ditinjau Dari Riwayat Hepatitis B Atau Hepatitis C Pada Pasien Rawat Inap Di Ruang Kemuning Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  173. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lama Hari Rawat Pada Pasien Demam Berdarah Dengue (Dbd)  Di Ruang C2 Melati Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu  Tahun 2010
  174. Hubungan Umur Dan Status Gizi Dengan Frekuensi Serangan Asma Bronchiale Pasien Di Poli Klinik Penyakit Dalam Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010
  175. Hubungan Hipoalbuminemia Dengan Terjadinya Efusi Pleura Pada Pasien Tuberculosis (Tb) Paru Yang Dirawat Di Ruang Kemuning Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  176. Gambaran Apgar Score  Bayi Baru Lahir Di Ruang Kebidanan Rsud Hasanuddin Damrah Manna Bengkulu Selatan
  177. Hubungan  Kehamilan Ektopik Terganggu Dengan Anemia  Pada  Kehamilan  Bulan  I  Dan  Ii Di Ruang Kebidanan Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  178. Hubungan Penderita Penyakit Ginjal Yang Dirawat Di Ruang Melati Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Dengan Terapi Hemodialisis Tahun 2009
  179. Kajian Tentang Penyebab Persalinan Sungsang Pada Ibu Hamil Yang Bersalin Di Bagian Kebidanan Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2009
  180. Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Peran Dan Fungsi Posyandu Terhadap Motivasi Kunjungan Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Tinggi Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah
  181. Kajian Kejadian Gagal Ginjal Kronik Di Tinjau Dari Penyebab Nefrolithiasis Di Instalasi Hemodialisa Dan Poli Penyakit Dalam Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  182. Hubungan Hipoalbuminemia Dengan Terjadinya Oedema Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis (Ggk) Yang Di Rawat Di Ruang Penyakit Dalam C2 Rsud Dr. M Yunus Bengkulu Tahun 2009
  183. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kala Iii Lama Pada Ibu Bersalin Di Bagian Kebidanan Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  184. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Timbulnya Serangan  Asma Pada Penderita Ispa Yang Berobat Di Poli Penyakit Dalam Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu
  185. Hubungan  Perdarahan  Pervaginam  Pada  Ibu Hamil Trimester Tiga Dengan Tindakan Sectio Caesarea (Sc) Diruang Kebidanan Rsud M.Yunus Bengkulu Tahun 2009
  186. Hubungan Status Gizi Pada Balita Dengan Kejadian Pneumonia Di Ruang Anak Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu
  187. Kajian Sinusitis Ditinjau Dari Polip Hidung Sebagai Faktor Penyebab Pada Pasien Di Poli Tht  Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu  Tahun 2009
  188. Faktor – Faktor  Yang  Berhubungan Dengan Tindakan Operatif Hidung Pada Penderita Rhinitis Kronik Yang Berobat Di Bagian Tht Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2009
  189. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Episiotomi Pada Ibu Melahirkan Di Ruang Mawar (C1) Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  190. Kajian Jenis Nutrisi Diet Yang Diberikan Pada Pasien Typoid Yang Dirawat Inap Di Rsud Dr.M. Yunus Bengkulu
  191. Hubungan Hipertiroid Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poli Penyakit Dalam Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  192. Hubungan Antara Trombositopenia Disertai Hemokonsentrasi Dengan Terjadinya Perdarahan Pada Anak Demam Berdarah Dengue Yang Dirawat Di Ruang Melati (C2) Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  193. Hubungan Kadar Kolesterol Dengan Kejadian Angina Pektoris Pada Pasien Yang  Dirawat Di Ruang Iccu  Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  194. Kajian Diare Pada Balita Pasca Morbili Yang Berobat Di Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  195. Hubungan Rinitis Alergika Dengan Terjadinya Sinusitis Pada Pasien Di Poli Tht Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu  Tahun 2009
  196. Hubungan Stroke Dengan Kejadian Hemiparesis Fasialis Pada Pasien Rawat Inap Di Unit Stroke Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  197. Hubungan Antara Derajat Penyakit Sirosis Hepatis Dengan Trombositopenia Pasien Rawat Inap Di Ruang Kemuning Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  198. Faktor-Fakor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Vertigo Pada Penderita Hipertensi Yang Berobat Di Poli Klinik Syaraf RSUD Dr.M Yunus Bengkulu Selama Tahun 2009
  199. Hubungan Perforasi Pada Pasien Apendisitis Dengan Peningkatan Suhu Tubuh Di Ruang Seruni B2 Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  200. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan  Operasi Pada Penderita Hernia Di  B2 Seruni Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  201. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah ( Bblr) Di Rawat Di Ruang  C1 Kebidanan Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2009
  202. Hubungan Hbsag Positif Dan Hbs Antibody Negatif Dengan Kejadian Ikterus Pada Penderita Hepatitis B Di Ruang Rawat Inap Kemuning Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu
  203. Perbedaan Frekuensi Kejadian Diare Pada Anak Yang Diberi Asi Eksklusif Dengan Anak Yang Diberi Asi Non Eksklusif Di Rs Rafflesia Bengkulu  Tahun 2010
  204. Faktor-Faktor Penyebab Perdarahan Dbd Pada Pasien Anak Di Ruang C2 Melati Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  205. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Lamanya Perawatan Luka Bakar Di Ruang Seruni Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2009
  206. Hubungan Riwayat Abortus Dan Preeklampsia Dengan Kejadian Partus Prematurus Di Ruang C.1 Kebidanan Rsud  Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  207. Hubungan Penggunaan Sarana Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2010
  208. Hubungan Anemia Dengan Kualitas Hidup Pada Penderita Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu
  209. Hubungan Antara Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Dengan Sikap Remaja Mengenai Prilaku Seks Pranikah Di Sman 4 Kota Bengkulu
  210. Hubungan Pola Makan Dengan Terjadinya Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan Di Poli Penyakit Dalam Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010
  211. Kajian Kejadian Perdarahan Pervaginam Pada Ibu Usia Pre Menopause Yang Berkunjung Ke Poli Obgyn Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010
  212. Hubungan Hiperglikemia Dengan Terjadinya Neuropati Diabetik Pada Pasien Yang Dirawat Di Ruang Penyakit Dalam Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  213. Hubungan Kadar Fosfat Serum Dengan Kejadian Pruritus Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Haemodialisa  Di Unit Haemodialisa Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  214. Hubungan  Pengetahuan  Kepala  Keluarga Dengan  Pencegahan  Penyakit  Dbd   Di Rw 05 Kelurahan Tanah  Patah Kecamatan  Ratu Agung Kota Bengkulu  Tahun 2011
  215. Hubungan Hiperkolesterol Dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner Di  Poliklinik  Jantung  Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010
  216. Kajian Pada Pasien Lansia Menopause Yang Mengalami Fraktur Di Poli Bedah Ortopedi Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu   Selama Tahun 2010
  217. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Dengan Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir (Bbl) Diruang C1 Kebidanan Rsud Dr M Yunus Bengkulu
  218. Hubungan Thalasemia Dengan Kejadian Kelainan Tulang  Pada Penderita Yang Berobat Di Bagian Anak  Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Selama Tahun 2010
  219. Kajian Tentang Faktor Resiko Terjadinya Penyakit Glaukoma Pada Pasien Yang Berobat Di Ruang Poli Klinik Mata RSUD Dr.M Yunus Bengkulu Tahun 2009
  220. Gambaran Apgar Score  Bayi Baru Lahir Di Ruang Kebidanan Rsud Hasanuddin Damrah Manna Bengkulu Selatan
  221. Hubungan Kadar Trombosit Dalam Darah Pada Penderita DHF Dengan Lama Hari Rawat Di Ruang Melati RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010
  222. Hubungan Faktor Usia, Pekerjaan Dan Riwayat Kesehatan Dengan Kejadian Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) Di Ruang Seruni RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu
  223. Hubungan Kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) Dan Kreatinin Dengan Stadium Gagal Ginjal Kronik (GGK) Pasien Rawat Inap Di Ruang Penyakit Dalam C2 RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009
  224. Hubungan Pembesaran Tonsil Dengan Tindakan Tonsilektomi Pada Penderita Tonsilitis Di Bagian THT RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2009

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PASIEN DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS PETERONGAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2012



HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA
DENGAN KEPATUHAN DIET PASIEN DIABETES
MELLITUS DI  PUSKESMAS PETERONGAN
KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2012





TITIN FAIDATUL MUBAROKAH
08321041



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2012
 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.     Latar belakang
Diabetes atau yang lebih sering kita kenal dengan penyakit kencing manis, adalah penyakit unik yang bisa diderita oleh seluruh anggota keluarga kita, termasuk anak kita yang masih berusia 5 tahun. Disamping itu, diabetes adalah penyakit kronik  unik yang dipengaruhi setiap aspek gaya hidup, termasuk pola makan, aktivitas fisik, sekolah, kerja bahkan jadwal perjalanan kota. Sementara penyakit lain dapat diobati dengan mengonsumsi obat, diabetes butuh kewaspadaaan dan perhatian terus – menerus dalam hal penentuan waktu dan kalori dalam makanan, serta aktivitas fisik, pemantauan gula darah, jadwal penyuntikan insulin, sampai perawatan diri dan kaki. (Ulfah N, 2012). 
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah absolut penderita DM tertinggi di dunia. Peningkatan prevalensi DM di Indonesia secara konsisten tampak dari masa ke masa. Peningkatan prevalensi DM tidak dapat dipisahkan dari pola konsumsi makan dan gaya hidup. Berbagai penelitian epidemiologi secara konsisten menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi DM berhubungan dengan obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan stress emosional. Suatu keadaan yang identik dengan pola hidup perkotaan (urbanisasi) dan pola hidup kebaratan (westernisasi). Urbanisasi dan westernisasi tampak cukup menonjol di berbagai daerah di Indonesia. Kemajuan ekonomi memberikan dampak semakin banyaknya gerai makanan cepat saji, kurangnya kesempatan berolahraga, dan tingginya stress emosional. ( Rizaldy http://www.pusat-obatherbal.com/diabetes-di-indonesia diakses pada tanggal 24 Maret 2012).
Menurut WHO, Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, China dan India. Tahun 2000, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Jumlah kasus ini terus bertambah sejalan dengan perubahan pola makan dan gaya hidup masyarakat terutama di perkotaan. Tahun 2030 jumlah pnyandang diabetes diperkirakan akan menjadi 35 juta, apabila tidak ada upaya pencegahan jika diabetes di indonesia berkisar 2-8 %. (Ulfah N, 2012).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan ada 20,1 juta penyandang diabetes, dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah perkotaan dan 7,2 persen di  pedesaaan. Sedangkan Badan Federasi Diabetes Internasional (IDF) pada tahun 2009 memperkirakan kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus dari 7,0 juta tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030 ( Mahendra, 2008).
Sekadar diketahui, sebelumnya Dinkes Jatim merilis data  DM di Jatim sekitar 69.018 kasus dari 37 juta jumlah penduduk Jatim. Kota Surabaya tercatat sebagai wilayah yang memiliki penderita kencing manis atau diabetes mellitus tertinggi di Jawa Timur. Angka pengidap diabetes di Kota Pahlawan mencapai 14.377 penderita per tahun. Daerah-daerah yang mempunyai angka Diabetaes Mellitus tinggi yaitu:
 Kota atau  kabupaten                      Jumlah Diabetasi

Kota Surabaya    14.377 kasus
Sidoarjo    34.000 kasus
Nganjuk     10.042 kasus
Malang     7534 kasus
Bangkalan     5338 kasus
Lamongan     4138 kasus
Lumajang     4123 kasus
Kota Malang    3404 kasus
Jember     2534 kasus
Jombang     2445 kasus
Kota Kediri    2430 kasus
Bojonegoro     2139kasus

(agneshttp://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=d5e8c759997a894950c717153cc9fe75&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc di akses pada tanggal 25 Maret 2012).
Diet Diabetes Mellitus adalah diet yang diperuntukan penderita Diabetes, agar kadar gula terkontrol. Makanan penderita DM yaitu sama dengan keluarga lainnya, yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi. Makanan penderita DM tentunya harus mengandung karbohidrat, protein, vitamin, mineral, lemak dan serat. (Akhmadi, 2011).
Salah satu komponen yang cukup penting adalah penatalaksanaan diet, yang diarahkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap terkontrol dan dipertahankan mendekati normal, mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal, memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal, menangani atau menghindari komplikasi akut pasien dan meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal (Almatsier, 2010).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien termasuk kepatuhan dalam melaksanakan program diet pada pasien Diabetes Mellitus yaitu pemahaman tentang instruksi, kualitas interaksi, dukungan sosial keluarga, serta keyakinan, sikap dan kepribadian pasien. Dari keempat faktor tersebut, dukungan sosial keluarga merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, karena dukungan sosial keluarga merupakan salah satu dari faktor yang memiliki kontribusi yang cukup berarti dan sebagai faktor penguat yang mempengaruhi kepatuhan pasien Diabetes Mellitus. Mengingat Diabetes merupakan penyakit kronis yang dapat hilang timbul atau dapat kambuh kapan saja jika pasien tidak mengikuti program yang telah ditetapkan oleh petugas kesehatan (Niven2007).
Keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh Positif dari Dukungan Sosial Keluarga adalah kemampuan penyesuaian terhadap permasalahan-permasalahan dalam kehidupan yang penuh dengan stress. (Ig. Dodiet Aditya Setyawan 2012)
http://adityasetyawan.files.wordpress.com/2012/02/konsep-dasar-keluarga_2.pdf diakses pada tanggal 25 Maret 2012).
Pengandalian Diabetes sangatlah penting dilaksanakan sedini mungkin, untuk menghindari biaya pengobatan yang sangat mahal. Bahkan semenjak anak-anak dan remaja, gaya hidup sehat dengan mengonsumsi banyak sayur dan buah, membiasakan olah raga dan tidak merokok merupakan kebiasaan yang baik dalam pencegahan Diabetes Melitus. Oleh karena itu, peran para pendidik baik formal maupun informal, edukator DM dan para kader kesehatan (dokter, paramedis, dan anggota masyarakat terlatih) sangat memegang peranan penting untuk menurunkan angka kesakitan DM. Pengembangan kemitraan dengan berbagai unsur di masyarakat dan lintas sektor yang terkait dengan DM, di setiap wilayah merupakan kegiatan yang penting dilakukan. Pemahaman faktor risiko DM sangat penting diketahui, dimengerti dan dapat dikendalikan oleh masayarakat, pendidik, edukator maupun kader kesehatan di masyarakat sekitarnya. Tujuan program pengendalian DM di Indonesia adalah terselenggaranya pengendalian faktor risiko untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian yang disebabkan DM. Pengendalian DM lebih diprioritaskan pada pencegahan dini melalui upaya pencegahan faktor risiko DM yaitu upaya promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif yang memadai.
(Rizaldy Pinzon http://www.pusat-obatherbal.com/diabetes-di-indonesia diakses pada tanggal 24 Maret 2012).





1.2.     Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini  adalah:
1.    Bagaimana dukungan sosial keluarga dengan diet pasien DM di desa....?
2.    Bagaimana kepatuhan diet pasien DM di desa....?
3.    Sejauh mana hubungan  dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan diet pasien DM di desa....?
1.3.    Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum :
Mengetahui sejauh mana hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan diet pasien DM di desa....
1.3.1 Tujuan Khusus :
1.    Mengidentifikasi gambaran dukungan sosial keluarga dengan diet pasien DM di desa....
2.    Mengidentifikasi gambaran kepatuhan diet pasien DM di desa....
3.    Menganalisis hubungan dukungan sosial kelurga dengan kepatuhan diet pasien DM di desa....
1.4.    Manfaat Penelitian
1.4.1     Manfaat Teoritis
Sebagai bahan informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang  keperawatan keluarga dengan keptuhan diet pasien DM.
1.4.2     Manfaat Praktis
1.    Bagi Keluarga
Memberikan masukkan bagi keluarga yang mempunyai pasien DM untuk memberikan dukungan sosial dengan kepatuhan menjalankan diet.
2.    Bagi Institusi Pendidikan
Menambah kajian pustaka di perpustakaan terkait dengan hubungan sosial keluarga dengan kepatuhan diet pasien DM.
3.    Bagi Peneliti
Sebagai kajian untuk menambah wawasan dan pola berpikir secara ilmiah dan akan bersinergi dengan keterampilan peneliti dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.
4.    Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini  dapat dijadikan masukkkan bagi petugas puskesmas atau petugas kesehatan, dalam meningkatkan pemberian dukungan atu informasi kepada keluarga, tentang pentingnya dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan diet pasien DM.



BAB 2
TINJAUAN TEORI


2.1 Dukungan Sosial Keluarga
2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya (Setiadi, 2008).
Dukungan sosial keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga  dengan lingkungan sosialnya. Ketiga dimensi interaksi dukungan sosial keluarga tersebut bersifat reprokasitas (timbal balik), (sifat dan frekuensi hubungan timbal balik), advis atau umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi) dan keterlibatan emosinal (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial (Fridman, 2007).
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda – beda dalam berbagai tahap – tahap siklus kehidupan. Misalnya jenis – jenis dan kuantitas dukungan sosial dalam fase perkawinan (sebelum  pasangan muda mendapat anak) sangat berbeda dengan banyaknya dan jenis – jenis dukungan sosial yang dibutuhkan ketika keluarga sudah berada dalam tahap atau fase siklus kehidupan terakhir. (Kane,2007).
Jadi dukungan sosial keluarga adalah bantuan yang berasal dari keluarga individu yang menerima bantuan. Bentuk bantuan dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu, ataupun materil yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

2.1.2 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Sosial
Menurut Stanley (2007), faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut :
1)    Kebutuhan Fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.
2)    Kebutuhan Sosial
Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan.
3)    Kebutuhan Psikis
Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial dari orang- orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.
Menurut House (1994) dalam Depkes (2002) yang dikutip oleh Ninuk (2007;29), dukungan sosial diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu:
1)    Dukungan Emosional
Dukungan ungkapan empati, kepedulian, dan perhatikan terhadap orang bersangkutan.
2)    Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat atau penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan perasaan individu dan perbandingan positif orang dengan orang lain misalnyaorang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya atau menambah harga diri.
3)    Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung misalnya dengan memberi pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.
4)    Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi serta petunjuk.

2.1.3 Sumber-Sumber Dukungan Sosial
Menurut Suhita (2005), sumber-sumber dukungan sosial yaitu:


1)    Suami
Hubungan  perkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permaslahan bersama (Wirawan, 1991).
2)    Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental serta sosial dari setiap angggota keluarga (Duvall, 1986).
3)    Teman atau sahabat
Teman  dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan (Suhita, 2005). Sedangkan menurut bahwa persahabatan adalah hubungan yang saling mendukung, saling memelihara, pemberian dalam persahabatan dapat terwujud barang atau perhatian tanpa unsur eksploitasi (Ahmadi, 1991).

2.1.4 Komponen – Komponen Dalam Dukungan Sosial
Kuntjoro (2002) mengemukakan 6 Kompoen Dukungan Sosial yang disebut dengan “The Social Provision Scale”, yaitu :
1)    Kerekatan Emosional (Emotional Attachment)
2)    Integrasi Sosial (Social Integration)
3)    Adanya Pengakuan (reassurance of worth)
4)    Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance)
5)    Bimbingan (Guidance)
6)    Kesempatan untuk Mengasuh (Opportunity for Nurturance)
    Menurut Wangmuba (2009), sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis terbagi atas:
1)    Dukungan sosial utama bersumber dari keluarga
Mereka adalah orang- orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem sosial, mempunyai fungsi- fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama bagi individu, seperti membangkitkanpersaan memiliki antara sesama anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan memberikanrasa aman bagi anggota- anggotanya.
Menurut  Argyle (dalam Veiel dan Baumann,1992), bila individu dihadapkan pada suatu stresor maka hubungan intim yang muncul karena adanya sistem keluarga dapat menghambat, mengurangi, bahkan mencegah timbulnya efek negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek buffering (penangkal) terhadap dampak stresor. Munculnya efek ini dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota keluarga memunculkan perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga merupakan orang- orang yang penting dalam memberikan dukungan instrumental, emosional dan kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.
2)    Dukungan sosial dapat bersumber dari sahabat atau teman.
Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle dan Furnham (dalam Veiel & Baumann,1992) menemukan tiga proses utama dimana sahabat atau teman dapat berperan dalam memberikan dukungan sosial. Proses yang pertama adalah membantu meterial atau instrumental. Stres yang dialami individu dapat dikurangi bila individu mendapatkan pertolongan untuk memecahkan masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa informasi tentang cara mengatasi masalah atau pertolongan berupa uang. Proses kedua adalah dukungan emosional. Perasaan  tertekan dapat dikurangi dengan membicarakannya dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat meningkat, depresi dan kecemasan dapat dihilangkan dengan penerimaan yang tulus dari sahabat karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi bagian dalam suatu aktivitas waktu luang yang kooperatif dan diterimanya seseorang dalam suatu kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan kesepian dan menghasilkan perasaan sejahtera serta memperkuat ikatan sosial.
3)    Dukungan sosial dari masyarakat, misalkan yang peduli terhadap korban kekerasan.
Dukungan ini mewakili anggota masyarakat pada umumnya, yang dikenal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dilakukan secara profesional sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hal ini berkaitan dengan faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan sosial yaitu pemberi dukungan sosial. Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti dan berkaitan dengan kesinambungan dukungan yang diberikan, yang akan mempengaruhi keakraban dan tingkat kepercayaan Dukungan sosial ternyata tidak hanya memberikan efek positif dalam mempengaruhi kejadian dari efek kecemasan.
Keuntungan utama dari dukungan sosial adalah sebagai coping strategy yang dapat dibagi ke beberapa fungsi lain yang lebih spesifik antara lain pemenuhan kebutuhan afiliasi, menentukan self-identity dan self-esteem, dan mengurangi stress (Duffy dan Wong, 2000:103). Fungsi dukungan sosial sebagai pemenuh kebutuhan afiliasi dipenuhi karena dukungan sosial memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, individu dapat mengembangkan kepribadiannya serta menyadari siapa dirinya dan dimana posisinya dalam hierarki sosial, sehingga dapat menentukan self-identity dan self-esteem individu tersebut. Dukungan sosial juga berfungsi untuk mengurangi stress karena melalui interaksi, seseorang dapat berpikir lebih realistis dan mendapatkan perspektif lain sehingga dapat lebih memahami masalahnya.
Namun adapula kerugian dukungan sosial, karena tidak semua individu merupakan seorang natural caregivers ataupun merasa nyaman atau termotivasi untuk menolong orang lain (Duffy dan Wong, 2000:104). Dukungan sosial juga menjadi membahayakan bila salah dilakukan, misalnya salah waktu atau tempat. Menurut penelitian Shinn and associates dalam Duffy & Wong (2000:104), dukungan sosial dapat mengancam self-esteem penerima apabila bantuan yang diterima menunjukkan posisi superioritas dan inferioritas antara pemberi dan penerima.
Dalam Sarafino (1998) disebutkan beberapa contoh efek negatif yang timbul dari dukungan sosial, antara lain:
1)    Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Hal ini dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu merasa tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional sehingga tidak memperhatikan dukungan yang diberikan.
2)    Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu.
3)    Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu seperti melakukan atau menyarankan perilaku tidak sehat.
4)    Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkannya. Keadaan ini dapat mengganggu program rehabilitasi yang seharusnya dilakukan oleh individu dan menyebabkan individu menjadi tergantung pada orang lain.

2.1.5 Dimensi Dukungan Sosial
Menurut Jacobson (1986), dukungan sosial meliputi 3 hal, diantaranya:
1)    Emotional support meliputi,
Perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan diperhatikan.
2)    Cognitive support meliputi,
Informasi, pengetahuan dan nasehat.
3)    Material support misalnya,
Bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi masalah.

2.1.6 Jenis – Jenis Dukungan Keluarga
Friedman (2006) mendeskripsikan dukungan sosial sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya. Jenis-Jenis Dukungan Keluarga terdiri atas 4 (Empat) macam, yaitu :
1)    Dukungan informasional keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah.
2)    Dukungan penilaian keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.
3)    Dukungan instrumental keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
4)    Dukungan emosional keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
Salah satu bentuk dari dukungan sosial adalah dukungan sosial keluarga, keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan individu. Kebutuhanfisik dan psikologi mula-mula terpenuhi dari lingkungan keluarga. Individu akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan harapan, tempat bercerita, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bila individu mengalami persoalan (Irwanto,2007).
Menurut House (Smet, 1994), dikutip oleh Arista E, 2011 setiap bentuk dukungan sosial keuarga mempunyai ciri – ciri antara lain:
1)    Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menagggulangi persoalan – persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide – ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan  dan informasi ini dapat disampaikan  kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.
2)    Perhatian emosional, setiap orang pasti memebutuhkan bantuan afeksi dari orang lain. Dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian, seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri, tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
3)    Bantuan Instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk memperudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan – persoalan yang dihadapinya. Misalnya, dengan menyediakan peralatan lengkap dan memedai bagi penderita, menyediakan obat – obat yang dibutuhkan dan lain – lain.
4)    Bantuan  Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang.  Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga, maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positif.

2.1.8 Kategori Dukungan Sosial
Menurut Nursalam (2003), dukungan sosial keluarga dikategorikan menjadi:
1)    Dukungan sosial kurang dengan skor < 7
2)     Dukungan  sosial cukup dengan skor 8 – 13
3)     Dukungan  sosial kurang dengan skor 14 – 20


2.2 Kepatuhan
2.2.1 Pengertian Kepatuhan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin (Pranoto, 2007).
Kepatuhan  (ketaatan) merupakan sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Slamet, 2007)
Kepatuhan  adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Kepatuhan pasien berkenaan dengan kemauan dan kemampuan dari individu untuk mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan nasehat aturan pengobatan yang ditetapkan mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan ( Niven N, 2007).
Jadi kepatuhan merupakan perilaku pasien dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seperti diet , kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut Niven ( 2007) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah:
1)    Pendidikan
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti pengunaan buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri.
2)    Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.
3)    Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti merokok dan menurunkan konsumsi alkohol.
4)    Perubahan model terapi
Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlihat aktif dalam pembuatan program pengobatan tersebut
5)    Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien
Adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada klien setelah memperoleh infomasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tetntang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu
6)    Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula kepatuhan keluarga dalam pemberian diet (Azwar, 2007).
7)      Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan patuh dalam pemberian diet (Notoatmodjo, 2007).
8)    Dukungan Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan (Effendy, 2006). Orang yang terkena DM sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya, yaitu keluarga, dukungan dapat ditujukan melalui sikap yaitu dengan:
a)    Memberikan perhatian, misalnya mempertahankan makanan meliputi porsi, jenis, frekuensi dalam sehari-hari serta kecukupan gizi.
b)    Mengingatkan, misalnya kapan penderita harus minum obat, kapan istirahat serta kapan saatnya kontrol.
c)    Menyiapkan obat yang harus diminum oleh pasien.

2.2.3  Variabel Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan
Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Suddart dan Brunner (2002) seperti dikutip oleh (Syakira, 2009) adalah:
1)    Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio ekonomi dan pendidikan.
2)    Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi.
3)    Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak menyenangkan.
4)    Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya finansial dan lainnya yang termasuk dalam mengikuti regimen. Hal tersebut diatas juga ditemukan oleh Bart Smet dalam psikologi kesehatan.

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
Menurut Niven (2007), faktor–faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian antara lain :
1)    Pemahaman tentang intruksi
Tak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham tentang intruksi yang diberikan kepadanya.
2)    Kualitas Interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.
3)    Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
4)    Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker et al (1979) dalam Niven (2007) telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.

2.2.5 Derajat Ketidakpatuhan
Menurut Niven (2007), Derajat ketidakpatuhan di tentukan oleh faktor sebagai    berikut:
1)    Kompleksitas prosedur penggunaan
2)    Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan
3)    Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi program tersebut
4)    Apakah penyakit itu benar-benar menyakitkan
5)    Apakah pengobatan tersebut berpotensi menyalamatkan hidup
6)    Keparahan penyakit yang dipersiapkan sendiri oleh pasien dan bukan profesional kesehatan.

2.2.6 Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan
Menurut Smet (1994) seperti dikutip oleh (Syakira, 2009), berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalah :
1)    Dukungan Profesional Kesehatan
          Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik dokter/ perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.
2)    Dukungan Sosial
         Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.
3)    Perilaku Sehat
         Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan hipertensi diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita hipertensi. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat anti hipertensi sangat perlu bagi pasien hipertensi.
4)    Pemberian Informasi
         Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.

2.2.7 Pengukuran Kepatuhan
Menurut Niven (2007), pengukuran kepatuhan dikategorikan menjadi:
1)    Patuh
Bila perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.
2)    Tidak Patuh
Bila pasien menunjukkan ketidaktaatan terhadap instruksi yang diberikan

2.2.8 Indikator Kepatuhan
Indikator kepatuhan diet DM dilihat dari 3J yaitu tepat jam makan, tepat jumlah makan serta tepat jenis bahan makanan yang dimakan dan hasil pemeriksaan gula reduksi sebagai hasil dari kepatuhan (Abdurrachim, 2008).

2.3 Diet
2.3.1 Pengertian Diet
Diet adalah aturan makanan khusus kesehatan atau berpantang atau menahan terhadap makanan tertentu (Supiyan, 2009).
Diet sehat adalah pola makan yang lebih menekankan keseimbangan karbohidrat, lemak, protein dan nutrisi lainnya sesuai dengan takaran yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kesehatan mencegah berbagai jenis penyakit (dr.Asrul, 2010).
Diet Diabetes Mellitus adalah diet yang diperuntukkan penderita Diabetes, agar kadar gula terkontrol. Makanan penderita DM yaitu sama dengan keluarga lainnya, yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi. Makanan penderita DM tentunya harus mengandung karbohidrat, protein, vitamin, mineral, lemak dan serat (Akhmadi, 2011).
Jadi diet merupakan pengaturan makanan sehari – hari agar tetap sehat, pengaturan untuk keperluan khusus dan untuk penyembuhan. Diet  untuk penderita Diabetes Mellitus yaitu makanannya sama dengan keluarga yang lainnya, makanan yang seimbang sesuai zat gizi yang dibutuhkan. Tujuannya agar kadar gula tetap terkontrol.

2.3.2    Tujuan Diet
Tujuan Diet Penyakit Diabetes Mellitus adalah, membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, dengan cara:
1)    Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin (endogenous atau exogenous), dengan obat penurunan glukosa oral dan aktivitas fisik,
2)    Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal,
3)    Memberikan cukup energi untuk memperthankan atau mencapai berat badan normal,
4)    Menghindari atau mengenai komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek dan jangka lama serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani,
5)    Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal
(Sunita Almatsier, 2010).


2.3.3    Syarat Diet
Syarat – syarat Diet Penyakit Diabetes Mellitus adalah:
1)    Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Kebutuhan enegi ditentukan  dengan memperhitungkan kebutuan untuk metabolisme basal sebesar 25 – 30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta ada tidaknya komplikasi. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar, yaitu makanan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%), serta 2 – 3 porsi kecil untuk makanan selingan ( masing – masing 10 – 15 %).                    
2)     Kebutuhan protein normal, yaitu 10 – 15 % dari kebutuhan energi total.
3)    Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20 – 25 % dari kebutuhan energi total, dalam bentuk < 10 % dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal. Asupan kolesterol makanan dibatasi, yaitu ≤ 300 mg hari.
4)    Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60 – 70%.
5)    Pengggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Bila kadar glukosa darah sudah terkendali, diperbolehkan mengkonsumsi gula murni 5% dari kebutuhan energi total.
6)    Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas. Gula alternatif adalah bahan pemanis selain sakarosa. Ada dua jenis gula alternatif yaitu yang bergizi dan yang tidak bergizi. Gula alternatif bergizi adalah fruktosa, gula alkohol berupa  sorbitol, manitol dan silito. Sedangkan gula alternatif tak begizi adalah aspartam dan sakarin. Penggunaan  gula alternatif hendaknya dalam jumlah terbatas. Fruktosa dalam jumlah 20% dari kebutuhan energi total dapat meningkatkan kolesterol dan LDL, sedangkan gula alkohol dalam jumlah berlebihan mempunyai pengaruh laksatif.
7)    Asupan serat danjurkan 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut air yang terdapat didalam sayur dan buah. Menu seimbang rata – rata memenuhi kebutuhan serat sehari.
8)    Pasien DM dengan tekanan darah normal diperbolehkan mengkonsumsi natrium dalam bentuk garam dapur seperti orang sehat, yaitu 3000 mg/hari. Apabila mengalami hipertensi, asupan garam harus dikurangi.
9)    Cukup vitamin dan mineral. Apabila asupan dari makanan cukup, penambahan vitamin dan mineral dalam bentuk supelmen tidak diperlukan.
(Sunita Almatsier, 2010)

2.3.4    Jenis Diet Dan Indikasi Pemberian
Diet yang digunakan sebagai bagian dari penatalaksanaan Diabetes Mellitus dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak dan karbohidrat. Sebagai pedoman dipakai 8 jenis diet Diabetes Mellitus dapat dilihat sebagai berikut:


Jenis Diet    Energi kkal    Protein g    Lemak g    Karbohidrat g
I    1100    43    30    172
II    1300    45    35    192
III    1500    51,5    36,5    235
IV    1700    55,5    36,5    275
V    1900    60    48    299
VI    2100    62    53    319
VII    2300    73    59    369
VIII    2500    80    62    396

Tabel 2.1 Jenis Diet Diabetes Mellitus menurut kandungan energi, protein, lemak dan karbohidrat (Sunita Almatsier, 2010).

2.3.5         Kebutuhan Kalori Orang Diabetes
1)    Kalori / kg Berat Badan Ideal
Dewasa    Kerja santai    Sedang    Berat
Gemuk    25    30    35
Normal    30    35    40
Kurus    35    40    40-50

Tabel 2.2 kebutuhan kalori sesuai BB dan pekerjaannya (Kartini, 2009).

2)    Perhitungan berat badan idaman dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut :
Berat badan idaman = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm harus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
3)    Faktor yang menentukan kebutuhan gizi
a)    Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori wanita lebih kecil daripada pria, untuk ini dapat dipakai angka 25 kal / kgBB untuk wanita dan angka 30 kal / kgBB untuk pria.
b)    Umur
Untuk bayi dan anak-anak kebutuhan kalori adalah jauh lebih tinggi daripada dewasa. Dalam tahun pertama bisa mencapai 112 kg/kgBB. Umur 1 tahun membutuhkan lebih dari 1000 kalori dan selanjutnya pada anak-anak lebih dari satu tahun mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap tahunnya. Penurunan kebutuhan kalori di atas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap dekade antara 40 dan 59 tahun. Sedangkan untuk 60 dan 69 tahun dikurangi 10%, di atas 70 tahun dikurangi 20%.
c)    Aktivitas Fisik
Jenis aktivitas fisik dikelompokkan menjadi :
Keadaan istirahat    :    Kebutuhan kalori berat ditambah 10%
Ringan    :    Pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah tangga, dan lain-lain. Kebutuhan kalori harus ditambah 20% dari kebutuhan basal.   
Sedang    :    Pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal.
Berat    :    Petani, buruh, militer dalam keadaan latihan, penari, atlit, keseluruhan kalori ditambah 40%.
Sangat berat    :    Tukang becak, tukang gali, pandai besi. Kebutuhan kalori ditambah 50% dari basal.
d)    Kehamilan Atau Laktasi
Pada permulaan kehamilan diperlukan tambahan 150 kalori / hari dan trimester II dan III 350 kalori / hari. Pada waktu laktasi diperlukan tambahan 550 kalori / hari.
e)    Adanya Komplikasi
Infeksi, trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan suhu memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk tiap kenaikan 1oC.
f)    Berat Badan
Bila kegemukan atau terlalu kurus dikurangi atau ditambah sekitar 20-30% bergantung pada tingkat kegemukan atau kekurusannya.

2.3.6    Daftar Bahan Makanan Penukar
Daftar bahan makanan penukar adalah suatu daftar nama bahan makanan dengan ukuran dan dikelompokkan berdasarkan kandungan kalori, protein, lemak dan hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan dianggap mempunyai nilai gizi yang kurang lebih sama.



Waktu    Bahan makanan penukar    Kebutuhan bahan    penukar    Contoh menu
Pagi    Roti
Margarin
Telur    2 iris
½ sdm
1 butir    (1P)
(1P)
(1P)    Roti panggang
Margarin
Telur rebus
Teh panas
10.00    Pepaya     1 ptong sedang    (1P)    Pepaya
Siang    Nasi
Udang
Tahu
Minyak
Sayuran
Kelapa
Jeruk     1 ½ gelas
5 ekor
1 potong
½ sdm
1 gelas
5 sdm
1 buah    (2P)
(1P)
(1P)
(1P)
(1P)
(1P)
(1P)    Nasi, oseng-oseng, udang, tahu, cabe hijau, urap sayuran, jeruk
16.00    Pisang    1buah    (1P)    Pisang
Malam    Nasi
Ayam
Kacang merah
Sayuran
Minyak
Apel    1 ½ gelas
1 potong
2 sdm
1 gelas
½ sdm
1 buah    (1P)
(1P)
(1P)
(1P)
(1P)
(1P)     Nasi, sup ayam + kacang merah, tumis sayuran


Apel

Tabel 2.3 Daftar bahan makan penukar (Sunita Almatsier, 2010).

2.3.7    Bahan Makanan Yang Dianjurkan
Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:
1)    Sumber karbohidrat komplek, seperti nasi, roti, mie, kentang, singkong, ubi dan sagu.
2)    Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu dan kacang – kacangan.
3)    Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus dan dibakar.
4)    Buah yang dianjurkan yaitu,  jambu air, melon, pir, pepaya, markisa, salak dan jeruk (Sunita Almatsier, 2010).

2.3.8    Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan (Dibatasi Atau Dihindari)
1)    Mengandung banyak gula sederhana, seperti:
a)    Gula pasir, gula jawa
b)    Sirup, jam, jeli, buah – buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental manis, minuman botol ringan dan es krim.
c)    Kue – kue manis, dodol, cake dan tarcis.
2)    Mengandung banyak lemak, seperti: cake, makanan siap saji (fast food) dan goreng – gorengan.
3)    Mengandung banyak natrium, seperti: ikan asin, telur asin dan makanan yang diawetkan.
4)    Buah yang dibatasi adalah, durian,  mangga, rambutan, klengkeng, dan anggur (Sunita Almatsier, 2010).

2.3.9 Diet Diabetes Mellitus 3 J
Dalam melaksanakan diet sehari – hari hendaknya mengikuti 3J yaitu:
1)    Jadwal makan
a)    Makanan utama
b)    Makanan selingan
2)    Jumlah
a)    Energi (kalori)
b)    Protein, lemak, karbohidrat dan zat gizi lain.
3)    Jenis makanan
Jenis tertentu terbatas seperti gula sederhana, madu dan sirup (Ulfah, 2012).

    Baik    Sedang    Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dl)    80 – 109    110 – 125    ≥ 125
Glukosa darah 2 jam (mg/dl)    80 – 144    145 – 179    ≥ 180
A1C (%)    <6,5    6,5 – 8    > 8
Kolesterol Total (mg/dl)    <200    200 – 239    ≥ 240
Kolesterol LDL (mg/dl)    <100    100 – 129    ≥ 130
Kolesterol HDL (mg/dl)    >45       
Trigliserida    >150    150 – 199    ≥ 200
IMT (kg/m2)    18,5 – 22,9    23 – 25    ≥ 25
Tekanan Darah Tekanan Darah    < 130/80    130 – 140/80 – 90    > 140/90

Tabel 2.4 kriteria pengendalian Diabetes Mellitus yang bisa menjadi acuan keluarga untuk merawat penderita (Ulfah, 2012).


2.4    Diabetes Mellitus
2.4.1 Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan suatu sindrom dengan tergaggunya metabolisme karbohirat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensivitas jaringan terhadap insulin (Gayton dan Hall, 2007).
Diabetes Mellitus adalah gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai kelainan metabolik akibat dari gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Masjoer, 2007).
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme dimana tubuh penderitanya tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, atau tak mampu menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula didalam darah (Lanny, 2009).
Jadi Diabetes Mellitus merupakan gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai kelainan metabolik akibat dari gangguan hormonal yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah dan menimbulkan komplikasi kronik.
2.4.2 Tipe Diabetes Mellitus
Ada beberapa tipe Diabetes Mellitus yang berbeda, penyakit ini dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik terapinya. Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurut Gayton dan Hall (2007) adalah:
1)    Diabetes Mellitus Tipe I
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) terjadi karena insulin yang diproduksi oleh sel pankreas (sel beta) mengalami kerusakan. Penyakit ini yang sering muncul pada anak-anak atau pada orang dewasa dibawah umur 30 tahun.
Penderita Diabetes Mellitus tipe I memproduksi insulin sedikit sekali dan bahkan hampir tidak ada sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel – sel tubuh untuk digunakan sebagai energi. Infeksi virus atau kelainan autoimun dapat menyebabkan kerusakan sel beta pankreas pada banyak pasien diabetes tipe I, meskipun faktor herediter berperan penting untuk menentukan kerentanan sel – sel beta terhadap gangguan – gangguan tersebut.
2)    Diabetes Mellitus Tipe II
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes  tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus tedapat peningkatan jumlah insulin yang diekskresikan. Sekitar 90-95% dari kejadian diabetes di seluruh dunia adalah diabetes tipe 2.
3)    Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes Gestasional terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini akan kembali kestatus non diabetes setelah kehamilan berakhir. Namun resiko mengalami diabetes tipe I pada waktu mendatang lebih besar daripada normal.
Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen, hormon pertumbuhan yang terus – menerus tinggi selama kehamilan. Hormon  pertumbuhan estrogen merangsang pengeluaran insulin dan dapat menyebabkan gambaran sekresi berlebihan insulin seperti diabetes tipe II yang akhirnya menyebabkan penuruna responsivitas sel.

2.4.3 Penyebab Diabetes Mellitus
1)    Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel – sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
a)    Faktor – faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b)    Faktor – faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons otoimun. Respons ini merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah – olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel – sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda – tanda klinis diabetes tipe I.
c)    Faktor – faktor lingkungan
Penyelidikan sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor – faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Virus penyebab Diabetes Mellitus adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta.
2)    Diabetes Mellitus Tipe II
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor – faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor – faktor ini yaitu:
a)    Usia (resistensi insulin cenderung Meningkat pada usia diatas 65 tahun)
b)    Obesitas
c)    Riwayat Keluarga
d)    Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan golongan Afro – Amerika).

3)    Diabetes Gastosional
a)    Umur ibu hamil > 30 tahun
b)    Riwayat Diabetes Mellitus dalam keluarga
c)    Obesitas
(Brunner dan Suddrath, 2002).
Menurut (Ulfah, 2012) diabetes bukan hanya di karenakan kekurangan insulin di dalam tubuh, tetapi faktor makanan dan minuman juga bisa memicu perkembangan penyakit ini. Meskipun pada dasarnya makanan dan minuman bukan faktor utama penyebab diabetes melitus. Namun ketika makanan dan minuman dikonsumsi secara berlebihan, maka akan membahayakan tubuh kita. Berikut ini kebiasaan kecil yang dapat memicu diabetes dalam tubuh, yaitu:
1) Teh Manis
Asupan gula yang tinggi dapat menyebabkan kadar gula darah melonjak tinggi. Hal ini belum ditambah dengan resiko kelebihan kalori. Sekaligus teh manis kira-kira mengandung 250-300 kalori (tergantung kepekatan).
2) Gorengan
Jika hanya mengkonsumsi satu gorengan kecil, tentu belum cukup karena bentuknya yang kecil. Padahal, gorengan adalah salah satu pemicu penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, DM, dan stroke. Sebab, penyebab penyakit kardiovaskuler (PKV) adalah penyumbatan pembuluh darah dengan dislipedemia sebagai resiko utama. Sebenarnya dislipedemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, LDL (kolesterol jahat), dan trigliserida, serta penurunan kadar HDL (kolesterol baik) dalam darah. Biasanya, peningkatan proporsi dislipedemia dalam masyarakat disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi berbagai makanan rendah serat tinggi lemak, termasuk gorengan. Karena itu kita bisa mengkonsumsi kacang jepang dan pie buah sebagai pengganti gorengan.
3) Kebiasaan Memakan Cemilan
Kita mengira dengan membatasi makan siang atau makan malam, bisa menghindarkan diri dari obesitas dan diabetes. Namun, ketika kita belum merasa kenyang, perut biasanya diisi dengan sepotong kue dua potong kue cemilan, seperti biskuit atau keripik kentang. Padahal biskuit, kripik kentang, kue dan lainnya mengandung hidrat arang yang tinggi tanpa kandungan pangan yang memadai, sehingga semua makana tersebut digolongkan sebagai glikemik indeks tinggi. Sementara itu, gula dan tepung yang terkandung di dalamnya mempunyai peranan dalam menaikan kadar gula dalam darah. Untuk menghindari penyakit DM, sebaiknya kita mengkonsumsi buah potong sebagai pengganti cemilan.
4) Malas Beraktivitas
WHO (World Health Organization) mengatakan bahwa kasus diabetes di negara-negara Asia akan naik hingga 90% dalam dua puluh tahun ke depan. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan tubuh mudah terangsang kegemukan dan memiliki resiko obesitas lebih tinggi, untuk menghindarinya, kita sebaiknya membiasakan diri untuk bersepeda, jalan kaki atau aktivitas fisik lainnya.
5) Kecanduan Rokok
Sebuah penelitian menemukan bahwa perokok aktif memiliki resiko DM sebesar 22%. Selain itu, disebutkan pula bahwa kenaikan resiko ini tidak hanya disebabkan oleh rokok, tetapi juga kombinasi berbagai gaya hidup tidak sehat, misalnya pola makan yang buruk dan kurang berolahraga.
6) Berlebihan Mengonsumsi Minuman Bersoda
Peningkatan konsumsi minuman bersoda membuat berat badan dan risiko diabates melambung tinggi. Para peneliti mengatakan, kenaikan resiko itu terjadi karena kandungan pemanis yang ada dalam minuman bersoda. Selain itu, asupan kalori cair tidak membuat kita kenyang sehingga terdorong untuk minum lebih banyak.
7) Kurang  Tidur
Jika kualitas tidur tidak didapat metabolisme tergannggu, kurang tidur selama 3 hari mengakibatkan kemampuan tubuh memproses glukosa menurun derastis. Artinya, resiko diabetes meningkat. Kurang tidur juga dapat merangsang sejenis hormon dalam darah yang memicu nafsu makan, didorong rasa lapar penderita gangguan tidur terpicu menyantap makanan berkalori tinggi yang membuat kadar gula darah naik.

2.4.4 Tanda Dan Gejala Diabetes Mellitus
Menurut Brunner dan Suddrath (2002) tanda dan gejala yang muncul pada penderita diabetes mellitus diantaranya:
1)    Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) dikarenakan ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, mengakibatkan glukosuria yang disertai cairan dan elektrolit berlebihan.
2)    Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi eksternal.
3)    Polifagia (peningkatan rasa lapar) glukosa yang tidak bisa digunakan, akan menyebabkan menurunnya simpanan kalori, sehingga sel – sel kelaparan. Sering terjadi penurunan berat badan.
4)    Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein diotot dan ketidak mampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. Gangguan aliran darah yang dijumpai pada pasien diabetes lama juga berperan menimbulkan kelelahan.
5)    Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
6)    Kesemutan,  rasa tebal akibat terjadinya neuropati
7)    Rabas vagina, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
8)    Penglihatan kabur mungkin akibat perubahan  dalam lensa atau akibat retinopati
9)    Luka atau bisul yang tidak sembu – sembuh.
10)     Ketonuria (terdapatnya zat keton dalam jumlah yang berlebihan dalam urin). Hal ini dikarenakan glukosa tidak dapat digunakan sebagai energi pada sel yang tergantung oleh insulin, sehingga lemak digunakan  sebagai sumber energi dengan proses lemak dipecah menjadi badan keton dalam darah dan dikeluarkan oleh ginjal.
11)     Pruritus, infeksi pada kulit terjadi karena infeksi yang diakibatkan oleh bakteri dan jamur sering terlihat secara umum.
12)     Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
13)     Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
14)     Gigi mudah goyah dan mudah lepas.

2.4.5 Patofisiologi Diabetes Mellitus
Dalam proses metabolisme,insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel. Insulin adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh sel beta di Pankreas.
1)    Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta. Sel beta mngeluarkan hormon insulin untuk mengatur kadar glukosa darah. Selain sel beta ada juga srl alfa yang memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dengan insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa darah. Juga ada sel delta yang mngeluarkan somastostatin.
2)    Kerja Insulin
Reseptor insulin merupakan bagian dari superfamili reseptor tirosin kinase transmembran. Ketika insulin berikatan dengan lokasi reseptor, interaksi ini ditransmisikan ke domain intraseluler pada subunit beta. Subunit ini melakukan autofosforilasi yang kemudian mengaktivasi protein kinasenya sendiri, menghasilkan kaskade reaksi fosforilasi dan defosforilasi intraseluler yang digunakan untuk mengekspresikan kerja insulin. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci untuk membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel, glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga.
3)    Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel – sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme prtein dan lemak yang mnyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat penurunannya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis ( pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari asam – asam amino serta substansi lain), namun pada penderita  defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
4)    Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian  reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes Mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang diekskresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun  demikian jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes Mellitus tipe II.
Meskipun terjadi ganngguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas Diabetes Mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemcahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetis tipe II (Brunner dan Suddrath, 2001).  
2.4.6 Komplikasi Diabetes Mellitus
Menurut Brunner dan Suddrath (2002), komplikasi yang timbul dari Diabetes Mellitus adalah:
1)    Komplikasi Metabolik Akut
a)    Hipoglikemia
Adalah keadaan klinik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dan kejang. Penyebabnya adalah obat – obatan hipoglikemia oral golongan sulfoniluria, khususnya Glibenklamid
Hipoglikemia juga bisa terjadi karena makan kurang dari aturan yang ditentukan. Berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan, sembuh dan sakit dan makan obat yang mempunyai sifat serupa. Hipoglikemik timbul bila glukosa darah kurang dari 50mg/dl.
b)    Hiperglikemia
Adalah adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stres akut. Tanda khas kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Hiperglikemik timbul bila kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl.
c)    Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Gangguan metabolik yang mengancam hidup yang secara potensial akut yang terjadi sebagai akibat defisiensi insulin lama dikarakteristikkan dengan hiperglikemia yang ekstrem (lebih dari 300 mg/dl). KAD dimanifestasikan sebagai status berlanjutnya  patofisiologi oleh Diabetes Mellitus, pasien tampak sakit berat dan memerlukan intervensi darurat untuk mengurangi kadar gula darah dan memperbaiki asidosis berat, elektrolit dan memperbaiki asidosis berat, elektrolit dan ketidakseimbangan cairan. Faktor – faktor pencetus KAD adalah obat – obatan (steroid, diuretik, alkohol), penurunan masukan cairan, kegagalan masukan insulin sesuai program, stres, emosi berat, kegagalan untuk mengikuti modifikasi diet.
2)    Komplikasi Metabolik Kronik
a)    Penyakit Makrovaskuler
Penyakit makrovaskuler adalah karena  aterosklerosis, terutama mempengaruhi pembuluh darah besar dan sedang karena kekurangan insulin. Lemak dibah menjadi glukosa untuk energi. Perubahan pada sintesis dan katabolisme lemak mengakibatkan  peninhkatan LDL (Low Density Lippoprotein) okulasi vaskuler dari arterosklerosis dapat menyebabkan penyakit arteri koroner. Penyakit vaskuler perifer dan penyakit vaskuler serebral. Penderita Diabetes Mellitus dan kelainan makrovaskular dapat memberikan gambaran kelainan pada tungkai bawah. Baik berupa ulkus maupun gangren diabetik.
b)    Penyakit Mikrovaskuler
Terutama mempengaruhi pembuluh darah kecil dan disebabkan oleh penebalan membran dasar kapiler dan peningkatan kadar glukosa darah secara kronis. Hal ini dapat menyebabkan diabetik retinopati, neuropati dan nefropati.

(a) Retinopati Diabetik
Penderita ini dapat mengalami gejala penglihatan kabur yang dapat menyebabkan katarak ataupun gangguan refraksi akibat perubahan – perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.
(b) Nefropati Diabetik
Penderitanya dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal yang dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum ditemukan berkisar 2 – 7.1%.
(c) Neuropati Diabetik
Disebabkan oleh kerusakan kecepatan konduksi saraf karena konsentrasi glukosa tinggi dan penyakit mikrovaskuler. Neuropati motor sensori berperan dalam ulkus dan infeksi kaki dan telapak kaki. Neuropati autonomik berperan dalam kandung kemih neurogenik, impotensi, konstipasi yang berubah – ubah, diare, hipotensi ortostatis dan adanya keluhan gannguan pengeluaran keringat. Keluhan tersering berupa kesemutan, rasa lemah dan tebal.

2.4.7 Cara Mendiagnosis Diabetes Mellitus
Menurut (Abid, 2011) pada umumnya, diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejalanya, yakini 3P (polidipsi, polifagi, poliuri); dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukan kadar gula yang tinggi (tidak normal). Untuk mengukur kadar gula darah, biasanya sampel darah diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau setelah makan. Namun bagi penderita yang berusia diatas 65 tahun memrlukan perhatian khusus. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa, tetapi jangan dilakukan setelah makan. Sebab penderita yang berusia lanjut memiliki kadar gula darah yang tinggi.
Pemeriksaan darah juga bisa dilakukan dengan tes toleransi glukosa. Namun tes ini dilakukan untuk keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil. Hal ini untuk mendeteksi diabetes yang sering terjadipada wanita hamil. Sebelumnya, penderita dianjurkan berpuasa, lalu sampel darahnya diambil untukmengukur kadar gula darah puasa, dan sekitar 2-3 jam kenmudian sampel darah akan diperiksa kembali (Agnes, 2011).

2.4.8 Pemeriksaa Penunjang Diabetes Mellitus
Menurut Brunner Suddrath (2002), pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mengetahui seseorang menderita Diabetes Mellitus adalah:
1)     Glukosa darah meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
2)     Aseton plasma atau keton positif.
3)     Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4)     Eloktrolit
5)     Gas darah arteri: pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik).
6)     Trombosit: Ht mungkin meningkat (dehidrasi). Leukosit hemokonsentrasi merupakan respons terhadap infeksi.
7)     Ureum kreatinin: mungkin meningkat atau normal  (dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal).
8)     Insulin darah: mungkin menurun bahkan tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (pada tipe II), yang mengidentifikasikan insufisiensi insulin atau gangguan dalam pengggunaannya.
9)     Urin: gula dan aseton positif, berat jenis urin mungkin meningkat.
10)    Kultur: kemungkinan adanya ISK (infeksi saluran kemih), infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.
11)    Perkeni (2002) menetapkan kriteria diagnostik yang menyatakan Diabet Mellitus adalah:
a)    Kadar gula darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl
b)    Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dl
c)    Kadar plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gr.

2.4.9 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Penatalaksanaan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.  Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien (Brunner dan Suddarth, 2002).
1)    Diet
Prinsip umum diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini:
a)    Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
b)    Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c)    Memenuhi kebutuhan energi
d)    Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
e)    Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa darah, upaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam - jam makan yang berbeda merupakan hal penting. Disamping itu, konsistensi interval waktu diantara jam makan dengan mengkonsumsi camilan (jika diperlukan), akan membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa darah.
Bagi semua penderita diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latar belakang etnik serta budayanya. Bagi pasien yang mendapatkan terapi insulin intensif, penentuan jam makan dan banyaknya makanan mungkin lebih fleksibel dengan cara mengatur perubahan kebiasaan makan serta latihan.
2)    Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pongambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin.
Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme laju istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh.
Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.
Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250mg/dl (14mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin memperlihatkan hasil negative dan kadar glukosa darah telah mendekati normal.
Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.
3)    Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG: self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal.
Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang memungkinkan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Berbagai metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar glukosa darah.
Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan setetes darah dari ujung jari tangan, aplikasi darah tersebut pada strip pereaksi khusus, dan kemudian darah tersebut dibiarkan pada strip selama periode waktu tertentu (biasanya antara 45 dan 60 detik sesuai ketentuan pabrik). Untuk beberapa produk, darah diapus dari strip (dengan menggunakan kapas atau kertas tissue sesuai ketentuan pabrik).
Bantalan pereaksi pada strip akan berubah warnanya dan kemudian dapat dicocokkan dengan peta warna pada kemasan produk atau disisipkan ke dalam alat pengukur yang memperlihatkan angka digital kadar glukosa darah.
4)    Terapi Insulin dan Obat Hiperglikemia
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, hormon insulin disekresikan oleh sel-sel pulau Langerhans. Hormon ini berkerja untuk menurunkan kadar glukosa darah postprandial dengan mempermudah pengambilan serta penggunaan glukosa oleh sel-sel otot, lemak dan hati. Selama periode puasa, insulin menghambat pemecahan simpanan glukosa, protein dan lemak.
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Di samping itu, sebagian pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya.
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali perhari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah dalam darah, maka pemantauan kadar glukosa darah yang akurat sangat penting. Pemantauan kadar glukosa darah telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin. Agen diabetik oral mungkin berkhasiat bagi pasien diabetes tipe II yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan latihan. Meskipun demikian, obat ini tidak dapat digunakan pada kehamilan.
Di Amerika obat anti diabetik digolongkan menjadi:
a)    Sulfonilurea
Golongan sulfonilurea bekerja terutama dengan merangsang langsung pankreas untuk mensekresikan insulin. Dengan demikian, pankreas yang masih berfungsi merupakan syarat utama agar obat-obat ini bekerja efektif. Golongan sulfonilurea tidak dapat digunakan pada pasien diabetes tipe I dan pasien diabetes yang cenderung mengalami ketoasidosis. Kerja penting lainnya dari preparat ini, yang tidak berakibat langsung pada pankreas, adalah memperbaiki kerja insulin ditingkat seluler. Sulfonilurea juga dapat menurunkan secara langsung produksi glukosa oleh hati.
b)    Biguanid
Kelompok obat antidiabetik oral yang lain adalah biguanid. Metformin (Glucophage), yang merupakan biguanid yang disetujui pemakaiannya di Amerika menimbulkan efek antidiabetik dengan memfasilitasi kerja insulin pada tempat reseptor perifer. Oleh karena itu, obat ini hanya digunakan jika masih terdapat insulin. Biguanid tidak memberikan efek pada sel-sel beta pankreas.
5)    Pendidikan Kesehatan
Diabetes melitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan-mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet, aktivitas fisik dan stress fisik serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor.
Pasien bukan hanya harus belajar ketrampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Penghargaan pasien tentang pentingnya pengetahuan dan ketrampilan yang harus dimiliki oleh penderita diabetes dapat membantu perawat dalam melakukan pendidikan dan penyuluhan.

2.4 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Mellitus
Salah satu komponen yang cukup penting adalah penatalaksanaan diet, yang diarahkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap terkontrol dan dipertahankan mendekati normal, mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal, memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal, menangani atau menghindari komplikasi akut pasien dan meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal (Almatsier, 2010).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien termasuk kepatuhan dalam melaksanakan program diet pada pasien Diabetes Mellitus yaitu pemahaman tentang instruksi, kualitas interaksi, dukungan sosial keluarga, serta keyakinan, sikap dan kepribadian pasien. Dari keempat faktor tersebut, dukungan sosial keluarga merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, karena dukungan sosial keluarga merupakan salah satu dari faktor yang memiliki kontribusi yang cukup berarti dan sebagai faktor penguat yang mempengaruhi kepatuhan pasien Diabetes Mellitus. Mengingat Diabetes merupakan penyakit kronis yang dapat hilang timbul atau dapat kambuh kapan saja jika pasien tidak mengikuti program yang telah ditetapkan oleh petugas kesehatan (Niven, 2007).
Keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh Positif dari Dukungan Sosial Keluarga adalah kemampuan penyesuaian terhadap permasalahan-permasalahan dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Ig. Dodiet Aditya Setyawan 2012).
Efek dari dukungan sosial yang berasal dari keluarga terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Di samping itu pengaruh positif dukungan sosia keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Friedman, 2006).
Dukungan sosial keluarga sangat penting dalam meningkatkan dan menyemangati jika efek samping menjadi parah. Dukungan sosial dari keluarga berupa dukungan emosional diharapkan dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabakan oleh komplikasi penyakit diabetes, mengingat diabetes merupakan penyakit yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi penyakit yang berbahaya serta mengancam jiwa pasien yang menderita penyakit ini. Sehingga anggota keluarga bisa dikatakan sebagai keluarga pendukung.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep – konsep atau variabel – variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:















Keterangan :
    : Variabel yag diteliti
    : Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3.1 kerangka konseptual hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan diet pasien Diabetes Mellitus.
3.2 Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2010). Hipotesis dari peneletian ini adalah:
H1: Ada hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan diet pasien Diabetes Mellitus.
DAFTAR PUSTAKA

Aditya Setyawan, Dodiet. 2012. Konsep Dasar Keluarga. Program Studi Diploma IV Kebidanan Komunitas Jurusan Kebidan Poltekkes Surakarta. Diakses  pada tanggal 04 maret 2012.
Adnani, Hariza. 2011. Buku Ajar : Ilmu Kesehatan Masyarakat. Nuha Medika : Yogyakarta.
Ahmad, Hamzah dan Ananda Santoso.1998. Kamus Pintar Bahasa Indones. Fajar Mulya : Surabaya.
Almatsier, Sunita . 2010. Penuntun Diet. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan Praktik Keperawatan. Graha Ilmu : Yogyakarta.
Arikunto, S. 2010. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta : Jakarta.
Asrul. 2010. Diet Sehat.http://dokter-herbal.com/diet-sehat.html. Diakses pada tanggal 07 Maret 2012.
Brunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal - Bedah. EGC :  Jakarta.
Baron, R. A., Branscombe, N. R., & Byrne, D. 2008. Psikologi Sosial, Edisi kesepuluh. Jilid satu  Eirlangga : Jakarta.
Eka Prasetyawati, Arista. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Kebidanan Holistik. Nuha Medika : Yogyakarta.
Friedman. 2002. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori, dan Praktek, Edisi kelima, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Gayton, Arthur C. 2007. Fisiologi Kedokteran. Edisi Kesebelas. EGC: Jakarata.
Greenstein, Ben & Diana, Wood. 2010. At A Glance Sistem Endokrin. Edisi Kedua. Erlangga : Jakarta.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Salemba Medika : Jakarta.
Jhonson & Leny. 2010. Keperawatan Keluarga Plus Contoh askep Keluarga. Nuha Medika : Yogyakarta. 
Lestari Anggina, Linggar. 2010. Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan  Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus Dalam Melaksanakan Program Diet di Poli Penyakit Dalam RSUD Cbabat Cimahi. Diakses pada tanggal 04 Maret 2012.
Mansjoer A dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Dua, Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Nazir, Mohoammad. 2009. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta.
Neil, Niven. 2002. Psikologi kesehatan. EGC : Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta : Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT  Rineka Cipta : Jakarta.
Nurrahmani, Ulfah. 2012. Stop Diabetes Mellitus. Familia : Yogyakarta.
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta.
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi keempat, Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ganngguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Graha Ilmu : Yogyakarta.
Rizaldy, Pinzon. 2011. Diabetes di Indonesia. http://www.pusat obatherbal. com/search/ mekanisme-pembekuan-darah-pada-penderita-diabetes-melitus/page/3/ww.pusat-obath. Diakses pada tanggal pada tanggal 06 Maret 2012.
Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Surabaya: Graha Ilmu.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan B. Bandung : Alfabeta.
Suparyanto. 2012. Konsep Dukungan  Keluarga . http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/04/konsep-dukungan -keluarga. html . diakses 04 Maret 2012.
Sustrani, Lanny dkk. 2004. Diabetes. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Syakira, Ghana. 2009. Konsep Kepatuhan. http://syakirablogspot. Com/2009/_01/konsep-kepatuhan.html.  Diakses pada tanggal 06 Maret 2012.
Veri, dedik. 2011. Hubungan Peran Keluarga Dalam Pengaturan Diet Dengan Kepatuhan Diet Pada Lansia yang Menderita Diabetes Mellitus dI RW 07 Kelurahan Bale Arjosari Kecamatan Blimbing Kota Malang. Diakses pada tanggal 06 Maret 2012.
Wade, Carole & Carol Tavris. 2007. Psikologi. Edisi Kesembilan. Jilid Dua. Jakarta : Erlangga.