Kamis, 05 Maret 2020

LAPORAN PENDAHULUAN NEUROSA HIPOKONDRIK

KONSEP DASAR
1)   Definisi
Neurosa adalah kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena tidak dapat diselesaikannya suatu konflik tidak sadar, kecemasan yang timbul dirasakan secara langsung atau diubah oleh berbagai mekanisme pembelaan psikologik dan muncullah gejala-gejala subyektif yang mengganggu. Hipokondria adalah kecemasan yang berlebihan terhadap satu atau beberapa penyakit. Penderita hipokondria akan selalu menanggapi keluhan-keluhan fisik dengan sangat serius, dan menyimpulkan bahwa dia menderita penyakit tertentu. Keadaan ini ditandai oleh pikiran yang terpaku (“preoccupied”) pada kesehatan fisik atau mentalnya, penderita takut akan adanya penyakit pada berbagai bagian tubuh. Selanjutnya dikatakan bahwa walaupun ketakutan tersebut belum mencapai tingkat waham seperti pada depresi psikotok, sukar sekali untuk menghilangkanya dengan jalan sugesti dan bujukan.

2)   Etiologi
Penyebab hipokondria umumnya adalah
·         Trauma
·         Kecemasan
·         Emosi negatif yang dipendam
·         Beban emosional
·         Konflik psikologis.

3)   Patofisiologi
Pathogenesis dari neurosa adalah sebagai berikut:

Semua bentuk sumber kecemasan
 



Menumbulkan kecemasan

Berakar dalam kepribadian

Dianggap sebagai sifat konstitusional

4)      Manifestasi klinis
Seorang hipokondriak terus berbicara tentang keluhanya dengan teman-temanya dan waktu diperiksa oleh dokter seakan-akan ia tidak menghiraukan perkataan dokter itu, perhatianya hanya pada gangguanya, ia memberikan keluhan dan gejalanya secara terperinci serta perubahan-perubahan kecilpunsudah dirasakan. Ia sering memakai istilah-istilah kedokteran dan menyebut nama obat-obat yang telah dipakainya karena biasanya ia sudah keliling dari dokter satu ke dokter yang lain dan telah mencoba berbagai macam cara pengobatan non-medik.
Ciri utama dari hipokondriasi adalah:
·       fokus atau ketakutan bahwa simtomfisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung.
·      Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar.
·      Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun,meski dapat terjadi di usia berapa pun.
·      Tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya
·      Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik
·      Seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. 
·      Orang dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simtom dan hal-halyang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
·      Orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringandalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simtom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan.
·      Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebihbanyak simtom psikiatrik, dan memersepsikan kesehatan yang lebih burukdaripada orang lain.
·      Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain,terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.

5)      Pemeriksaan Diagnostik
Kriteria Diagnostik untuk HipokondriasisUntuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:
a) Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya  satu  penyakit  fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaanyang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai,ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atauperubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)
b) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapadokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yangmelandasi keluhan-keluhannya
Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis:
−Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
−Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat
−Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
−Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
−Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik,gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguansomatoform lain.
Perlu diperiksa interen dan nerologik dengan teliti karena hipokondriasis dapat menutupi suatu penyakit badaniah (organic). Pemeriksaan psikiatrik yang lebih terperinci dapat membedakanya dari depresi dan skizofrenia dengan ditemukan gejala-gejala lain mengenai kedua gangguan ini.
Reaksi konversi menimbulkan gangguan pada saraf somato-sensorik atau motoric dan penderita acuh terhadap gangguanya; nerosa hipokondrik pada umumnya keluhan berkisar pada organ-organ dalam dan penderita sangat prihatin dengan perasaan-perasaan yang relative tak berarti.
Pada gangguan psikosomatik terdapat gangguan fungsi susunan saraf vegetative dan perhatian penderita tidak begitu terpaku pada gejala-gejalnya seperti pada penderita nerosa hipokondrik yang selam konsultasi mungkin terus menerus bercerita tentang gejala-gejalnya dengan ekspresi yang hebat.

6)      Penatalaksanaan
Bila setelah pemeriksaan yang teliti tidak terdapat gangguan organic dan pemeriksaan psikiatrik memang menunjukan pada suatu nerosa hipokondrik, maka dokter harus tegas dan tidak ragu-ragu. Sering mengulangi pemeriksaan dapat memperkokoh gejala-gejala pada pasien (gangguan iatrogenic)
Prognosa biasanya jelek, terlebih bila gejala-gejala sudah terdapat sejak masa anak-anak. Dengan psikoterapi suportif, penjaminan kembali, sugesti, bimbingan dan tranquilaizer (atau neroleptika dalam dosis rendah) dapat dicapai peringan simptomatik dan penderita dapat berfungsi terus dalam masyarakat. Dapat juga dipakai terapi keluarga,  terapi kelompok dan latihan fisik.
Dokter tidak jarang merasakan frustasi dalam menghadapi pasien hipokondrik dan ia cenderung menolak atau menimbulkan perasaan benci dan muak (pemindahan balasan atau “counter transference”), karena paien mengharapakan suatu obat yang mujarab. Sikap dokter seperti ini tidak akan membantu pasien.




























KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Tanda dan gejala dari perubahan proses pikir : yaitu klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, rasa curiga yang berlebihan,  sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, rasa tidak percaya kepada orang lain, gelisah.
Harus melakukan observasi terhadap perilaku klien terhadap waham somatik yaitu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

2.      Diagnosa Keperawatan
gangguan proses pikir berhubungan dengan waham somatik
3.   Rencana Keperawatan
TUM :
Klien dapat berpikir sesuai dengan realitas
TUK 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Rencana Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.

TUK 2
Klien dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul secara berulang dalam pikiran klien,
Kriteria evaluasi :
Klien menceritakan ide-ide dan perasaan yang muncul secara berulang dalam pikirannya.
Rencana Tindakan :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
2. Diskusikan dengan klien pengalaman yang dialami selama ini.
3. Dengarkan pernyataan klien dengan empati tanpa mendukung/menentang pernyataan wahamnya

TUK 3
Klien dapat mengidentifikasi stressor/pencetus wahamnya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan kejadian-kejadian sesuai dengan urutan waktu serta harapan/kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi, seperti : harga diri, rasa aman dsb. Dapat menyebutkan hubungan antara kejadian traumatis/kebutuhan tidak terpenuhi dengan wahamnya.
Rencana Tindakan :
1. Bantu klien mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi serta kejadian yang menjadi faktor pencetus wahamnya.
2. Diskusikan dengan klien tentang kejadian-kejadian traumatik yang menimbulkan rasa takut, cemas maupun perasaan tidak dihargai.
3. Diskusikan kebutuhan/harapan yang belum terpenuhi.
4. Diskusikan dengan klien cara-cara mengatasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kejadian traumatik.
5. Diskusikan dengan klien antara kejadian traumatik dengan wahamnya.

TUK 4
Klien dapat mengidentifikasi wahamnya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan perbedaan pengalaman nyata dengan pengalaman wahamnya
Rencana Tindakan :
1. Bantu klien mengidentifikasi keyakinan yang salah tentang situasi yang nyata (bila klien sudah siap) :
a. Diskusikan dengan klien pengalaman wahamnya tanpa beragumentasi.
b. Katakan kepada klien akan keraguan perawat terhadap pernyataan klien.
c. Diskusikan dengan klien respon perasaan terhadap wahamnya.
d. Bantu klien membedakan situasi nyata dengan situasi yang dipersepsikan salah oleh klien.

TUK 5
Klien dapat mengidentifikasi konsekuensi dari wahamnya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan gangguan fungsi hidup sehari-hari yang diakibatkan ide-ide/pikirannya yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan dengan klien pengalaman-pengalaman yang tidak menguntungkan sebagai akibat dari wahamnya.
2. Ajak klien melihat bahwa waham tersebut adalah masalah yang membutuhkan bantuan orang lain.
3. Diskusikan dengan klien orang/tempat ia meminta bantuan apabila wahamnya timbul/sulit dikendalikan.

TUK 6
Klien dapat melakukan tehnik distraksi sebagai cara menghentikan pikiran terpusat pada wahamnya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan melakukan aktivitas yang konstruktif sesuai dengan minatnya yang dapat mengalihkan fokus klien dari wahamnya.
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan hobi/ aktivitas yang disukainya.
2. Anjurkan klien memilih dan melakukan aktivitas yang membutuhkan perhatian dan ketrampilan fisik.
3. Ikut sertakan klien dalam aktivitas fisik yang membutuhkan perhatian sebagai pengisi waktu.
4. Libatkan klien dalam TAK orientasi realita.
5. Beri reinforcement positif setiap upaya klien yang positif.

TUK 7
Klien dapat dukungan keluarga,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan tentang : pengertian waham, tanda dan gejala waham, penyebab dan akibat waham, cara merawat klien waham dan dapat mempraktekan cara merawat klien waham.
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi waham.
2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi waham.
3. Jelaskan kepada keluarga tentang : pengertian, tanda dan gejala, penyebab dan akibat, cara merawat klien waham.
4. Latih keluarga cara merawat klien waham
5. Beri pujian kepada keluarga atas ketelibatannya merawat klien.

TUK 8
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, efek samping dan efek terapi. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar. Klien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat.
2. Pantau klien saat penggunaan obat.
3. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
5. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.