Selasa, 31 Januari 2012

ASKEP BRONCHOPNEUMONIA


BRONCHOPNEUMONIA

I. KONSEP MEDIK

A. Pengertian
Bronchopneumonea adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbecak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).

B. Etiologi
1. Bakteri contohnya : Diplococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia.
2. Virus contohnya : Virus Influenza, Virus Parainfluenza.
3. Jamur contihnya : Histoplasma cospulatum, Caudida, Kriptococcus dan blastomises.

C. Patofisiologi
Bakteri, virus ataupun jamur menyerang ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi influenza yang terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen dan karbondioksida, sel-sel darah putih, neotrofil juga bermigrasi ke alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya berisi udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi edema mukosa dan broncospasme menyebabkan okulusi partial bronki atau alveoli yang mengakibatkan penurunan tekanan oksigen alveoli. Keadaan demikian mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen sehingga tubuh harus meningkatkan frekuensi ke dalam bernapasnya.





Penyimpangan KDM
Virus / Bakteri / Jamur
¯
Infeksi saluran pernapasan
¯
Peradangan pada sel pernapasan (Paru-paru)
¯
Migrasi lekosit, netrofil dan eksudat ke daeraj radang
¯
Peningkatan permeabilitas kapiler dan edema mukosa
¯
Peningkatan produksi mukus
¯
Akumulasi lendir di dalam napas
¯
Peningkatan frekuensi napas ¬ Obstrubsi saluran napas ® perubahan irama dan
jumlah pernapasan
¯ ¯ ¯
sesak bersihan jalan napas pola
tidak efektif pernapasan tidak efektif
gangguan pertukaran gas





¯ perubahan status kesehatan
perubahan fungsi ¯
pernapasan
kurang informasi
¯ tentang penyakit
kebutuhan energi ¯
meningkat
stessor meningkat
¯ ¯
intake tidak adekuat
koping tidak adekuat


kecemasan
¯ ¯
kelemahan


intoleransi aktivitas
¯

D. Manifestasi klinik
v Demam dan menggigil karena proses peradangan.
v Nyeri dada yang terasa tertusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk.
v Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
v Napas sesak dan cepat
v Tampak pernapasan cuping hidung
v Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
v Mungkin timbul tanda-tanda sianosis.
v Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis absorbsi.

E. Komplikasi
v Hipotensi dan syok
v Atelektasis
v Efusi pleura
v Deliriu
v Superinfeksi
F. Perangkat Diagnostik
v Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrat
v Pemeriksaan laboraturium di dadapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3.
v Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi
G. Penatalaksanan
v Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin.
v Inhalasi lembab dan hangat dapat menghilangkan iritasi broncia
v Istirahat adekuat sampai klien menunjukan tanda-tandapenyembuhan.
v Jika terjadi hipokscornia,berikan O2.
v Teknik bernapas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi resiko atelektasis.

II. PROSES KEPERAWATAN.
1. Pengkajian
Pada pengkajian dengan pasien Bronkopnemonia maka harus diidentifikasi akan adanya demam, mengigil, dan adanya nyeri dada yang dicetuskan pada saat bernapas dan batuk,kaji akan adanya bunyi napas tambahan seperti ronchi, whezzing, apakah napasnya sesak dan cepat, apakah dalambernapas tampak pernapasan kuping hidung.Identifikasi akan adanya rasa lelah akibat peradeangan dan hipoksia periksa atau tanda-tanda sianosis yang mungkin timbul.
2. Diagnosa Keperawatan
v Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi lendir di jalan napas.
v Intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan fungsi pernapasan
v Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran pernapasan
v Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi saluran pernapasan
v Kecemasan berhubung dengan kurangnya pengetahuan dengan penyakit yang terjadi
3. Interfensi Keperawatan
1) Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi lendir di jalan napas.
Tujuannya : menunjukan jalan napas yang efektif atau bersih
Intervensi :
v Kaji atau pantau pernapasan klien
Rasionalnya: Mengetahui frekuensi pernapasan klien sebagai indikasi dasar gangguan pernapasan.
v Auskultasi bunyi napas tambahan
Rasionalnya: adanya bunyi napas tambahan yang menandakan gangguan pernapasan.
v Berikan posisi yang nyaman misalnya posisi semi fowler
Rasionalnya : posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru lebih maksimal
v Terapi inhalasi dan latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasionalnya : mengeluarkan sekret.
v Lakukan program pengobatan
Rasionalnya : memperbaiki pernapasan.
2) Diagnosa keperawatan : pola napas tidak efektif berhubung dengan obstruksi saluran pernapasan.
Tujuannya : pola napas efektif
Interfensinya :
v Berikan O2 sesuai program.
Rasionalnya : mempertahankan O2 arteri.
v Kaji atau pantau frekuensi pernapasan
Rasionalnya : indikasi adanya gangguan pernapasan.
v Berikan posisi semi fowler
Rasionalnya : meningkatkan pengembangan paru.
v Bantu dalam terapi inhalasi
Rasionalnya : kemungkinan terjadi kesulitan bernapas akut.



3) Diagnosa keperawatan : gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi saluran pernapasan.
Tujuannya : pertukaran gas menjadi adekuat.
Interfensi :
v Monitor / kaji tanda-tanda vital, kesulitan bernapas, retraksi stomal.
Rasionalnya : data dasar untuk pengkajian lebih lanjut.
v Alat emergensi harus tersedia dengan baik.
Rasionalnya : persiapan emergensi terjadinya masalah akut pernapasan.
v Suction jika ada indikasi
Rasionalnya : meningkatkan pertukaran gas.
v Berikan terapi inhalasi.
Rasionalnya : melonggarkan saluran pernapasan.
4) Diagnosa keperawatan : intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan fungsi pernapasan.
Tujuannya : intoleransi aktivitas tertasi.
Interfensi :
v Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktivitas.
Rasionalnya : merencanakan intervensi yang tepat.
v Bantu pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasionalnya : ADL-nya dapat terpenuhi.
v Lakukan istirahat yang adekuat setelah beraktivitas.
Rasionalnya : membantu mengembalikan energi.
v Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet.
Rasionalnya : metabolisme membutuhkan energi.
5) Diagnosa keperawatan : kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang terjadi.
Tujuannya : kecemasannya teratasi.
Interfensi :
v Kaji tingkat kecemasan.
Rasionalnya : mengetahui sejauh mana kecemasan yang di alalmi.
v Berikan penjelasan tentang prosedur pengobatan dan penyakit yang sedang terjadi.
Rasionalnya : menghilangkan kecemasan karena ketidaktahuan.
v Berikan ketenangan dengan memberikan lingkungan yang nyaman.
Rasionalnya: lingkungan yang nyaman membantu memfokuskan pikiran.
v Lakukan hubungan yang lebih akrab dengan pasien.
Rasionalnya: menimbulkan kepercayaan dan pasien merasa nyaman.
v Membantu pasien dalam kemampuan koping.
Rasionalnya : koping yang positif dapat menurunkan kecemasan.

ASKEP BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)



I. Pengertian
Hiperplasia prostat jinak (benign prostatic hyperplasia) adalah pembesaran kelenjar periurethral yang mendesak jaringan prostat keperifer dan menjadi simpai bedah (pseudokapsul). BPH merupakan kelainan kedua tersering yang dijumpai pada lebih dari 50% pria berusia diatas 60 tahun.

II. Etiologi
Ada beberapa teori yang mengemukakan penyebab terjadinya hipertropi prostat antar lain :
1. Teori sel Stem ( Isaacs 1984,1987 )
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel yang mati.Keadaan ini disebut Steady State. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproli serasi lebih cepat sehingga terjadi hiperplasia kelenjar penuretral.
2. Teori Mc Neal ( 1987 )
Menurut Mc Neal pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dan spinater eksternal pada kedua sisi verumen tatum di zona periuretral.
3. Teori Di Hidro Testosteron ( DHT )
Testosteron yang diohasilkan oleh sel leyding jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi testosteron. Sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Sebagian besar testosteron dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk serum.
Bendung hormon ( SBH ) sekitar 20 % testosteron berada dalam keadaan bebas dan testosteron bebas inilah yang memegang peranan peranan dalam proses terjadinya pembesaran prostat testosteron bebas dapat masuk ke dalam sel prostat dengan menembus membran sel ke dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT heseplar kompleks yang akan mempengaruhi asam RNA yang menyebabkan terjadinya sintyesis protein sehingga dapat terjadi profilikasi sel.

III. Manifestasi Klinik
Gejala klinik dapat berupa :
o Frekuensi berkemih bertambah
o Nocturia
o Kesulitan dalam memulai (hesitency) dan mengakhiri berkemih
o Miksi terputus (hermittency)
o Urine masih tetap menetes setelah selesai berkemih (terminal dribbling)
o Pancaran miksi menjadi lemah (poor stream)
o Rasa nyeri pada waktu berkemih (dysuria)
o Rasa belum puas setelah miksi
Gejala kilinis tersebut diatas dapat terbagi 4 grade yaitu :
1. Pada grade I (congestif)
a. Mula-mula pasien berbulan-bulan atau bertahun-tahun susah kencing dan mulai mengedan.
b. Kalau miksi merasa tidak puas.
c. Urine keluar menetes dan puncuran lemah.
d. Nocturia.
e. Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
f. Pada Citoscopy kelihatan hiperemia dan orifreum urether internal lambat laun terjadi varises akhirnya bisa terjadi pendarahan (blooding).
2. Pada Grade 2 (residual)
a. Bila miksi terasa panas
b. Nocturi bertambah berat
c. Tidak dapat buang air kecil (kencing tidak puas)
d. Bisa terjadi infeksi karena sisa air kencing
e. Tejadi panas tinggi dan bisa meninggal
f. Nyeri pad daerah pinggang dan menjalar keginjal.
3. Pada grade 3 (retensi urine)
a. Ischuria paradorsal
b. Incontinential paradorsal
4. Pada grade 4
a. Kandung kemih penuh.
b. Penderita merasa kesakitan.
c. Air kencing menetes secara periodik (overflow incontinential).
d. Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor kerena bendungan hebat.
e. Dengan adanya infeksi penderita bisa meninggal dan panas tinggi sekitar 40-41 C.
f. Kesadaran bisa menurun.
g. Selanjutnya penderita bisa koma

Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat (4) derajat gradiasi sebagai berikut :
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urine
I
II

III
IV Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba.
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah dicapai.
Batas atas prostat tidak dapat diraba < 50 ml 50 – 100 ml > 100 ml
Retensi urine total

IV. Pathofisiologi
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron estrogen, karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa diperifer. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomik. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut tuberkulasi. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila kedaan ini berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi berkontraksi sehingga terjadi retensi urine.
Biasanya ditemukan gejala obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi sehingga kontraksi menjadi terputus.Gejala iritasi terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna saat miksi atau pembesaran prostat yang menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sihingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi.
Karena produksi urine terus terjadi maka vesika tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intra vesika terus meningkat melebihi tekanan tekanan sfingter dan obstruksi sehingga menimbulkan inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroueter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Prose kerusakan ginjal dipercepat apabila terjadi infeksi. Sisa urine yang terjasi selama miksi akan menyebabkan terbentuknya batu endapan yang dapat menyebabkan hematuria, sistisis dan pielonefritis.

V. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik seperti foto polos abdomen dan pielografi intravena.
2. USG transabdominal atau transrektal (transrectal ultrasonography), untuk mengetahui pembesaran prostat, menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urine dan keadaan patologi lain (tumor, divertikel, batu).
3. Systokopi.
4. IVP
5. Urinalisa dan Kultur urine.

VI. Komplikasi
 Retensi Urine
 Perdarahan
 Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi.
 Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
 Hidroureter
 Hidronefrosis
 Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
 Hipertensi, Uremia
 Prolaps ani/rectum, hemorroid.
 Gagal ginjal

VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan berdasarkan derajat berat-ringannya hipertrofi prostat.
1. Derajat I; biasanya belum membutuhkan tindakan pembedahan. Pengobatan konservatif yang dapat diberikan adalah penghambat adrenoreseptor alfa seperti; alfazosin, prazosin, dan terazosin.
2. Derajat II; merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan untuk dilakukan reseksi endoskopik melalui urethra (trans urethra resection).
3. Derajat III; pada derajat ini reseksi endoskopik dapat dilakukan secara terbuka. Pembedaahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikel, retropibik atau perineal.
4. Derajat IV; pada derajat ini tindakan pertama adalah membebaskan klien dari retensi urine total, dengan memasang kateter atau sistostomi. Selanjutnya dapat dilakukan pembedahan terbuka. Untuk klien dengan keadaan umum lemah dapat diberikan pengobatan konservatif yaitu penghambat adrenoreseptor daan obat antiandrogen.
Pengobatan invasif lainnya ialah pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan kekelenjar prostat. Juga dapat digunakan cahaya laser yang disebut transurethral ultrasound guide laser induced prostatecthomy.

VIII. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Sirkulasi ; peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi ; penurunan kekuatan /dorangan aliran urine
keragu-raguan berkemih awal.
Ketidak mampuan mengosongkan kandung kemih
Nukturia, Disuria Dan Hematurioa
ISK berulang, riwayat batu (stetis urine)
Konstipasi
Massa pada dibawah abdomen.
Nyeri tekan kandung kemih
Hernia ingiunalis
3. Makanan dan Cairan; Anoreksia, mual, muntah, Penurunan berat badan.
4. Nyeri : Nyeri supra pubis, nyeri panggul,punggung bawah.
5. Kecemasan ; Demam
6. Seksualitas ; Takut incontunesia atau menetes selama hubungan seksual
Penurunan kontruksi ejakolansi
Pembesaran, nyeri tekan pada prostat.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi retensi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontruksi dengan adekuat ditandai dengan frekuensi keraguan berkemih, ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih, distensi kandung kemih.
2. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa , ditandai : keluhan nyeri meringis, gelisah.
3. Resiko kekurangan kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, seperti pendarahan melalui kateter, muntah.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah di tandai: peningkatan tekanan,ketakutan, kekhawatiran.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakitnya ditandai: klien sering menanyakan tentang keadaan penyakitnya.

C. Intervensi/Rasional
o Gangguan eliminasi retensi berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekonpensasi otot destrusor.
Tujuan :
- Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba disertai kandung kemih.
- Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml dengan tak adanya tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk berkemih tiap 2 sampai 4 jam.
Rasional : meminimalkan retensi urine berlebihan pada kandung kemih.
2. Observasi aliran urine. Perhatikan ukuran dari kekuatan
Rasional: berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan piulihan intervensi
3. Awasi dan catat waktu, jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan pengeluaran urine dan perubahan berat jenis.
Rasional: retensi urinr meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan bagian atas yang dapat mempengaruhi ginjal.
4. Anjurkan untuk minum air 3000 ml/hari
Rasional: peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal, kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
5. Lakukan kateterisasi dan perawatan parianal.
Rasional: menurunkan resiko infeksi asendens.
6. Kolaborasi pemberian Obat anti spasmodik, suoasitoria rektal, antibiotik
Rasional : menghilangkan spasme kandung kemih, sedangkan antibiotik untuk melawan infeksi.

o Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih,kolik ginjal,infeksi urinaria.
Tujuan :
- Melaporkan nyeri hilang / terkontrol
- Tampak rileks.
- Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri
Rasional: memberi informasi dalam keefektifan intervensi.
2. Plester selang drainase pada paha dan keteter pada abdomen.
Rasional: mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis skrotal.
3. Pertahankan tirah baring.
Rasional: mungkin diperlukan pada awal retensi akut namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal.

o Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan drainase kandung kemih yang terlalu distensi secara kronik.
Tujuan :
- Mempertahankan hidrasi adekauat dibuktikan oleh tanda vitat stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik membran mukosa lembab.
Intervensi :
1. Awasi output cairan tiap jam dan catat pengeluaran urine
Rasional: diuresis cepat dapat mengakibatkan kekurangan volume total cairan karena tidak cukupnya jumlah natrium diabsorpsi dalam tubulus ginjal.
2. Anjurkan infek oral berdasarkan kebutuhan individu
Rasional: hemostatis, pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi hipopolemik
3. Awasi tekanan darah dan nadi obserfasi pengisian kafiler dan membran mukosa oral.
Rasional : deteksi dini adanya hipopolemik sistem
4. Kolaborasi pemerian cairan IV (garam faal hipertonik) sesuai kebutuhan.
Rasional : pemberian cairan IV menggantikan cairan dan natrium yang hilang untuk mencegah / memperbaiki hipopolemik.

o Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan kemungkinan prosedur bedah.
Tujuan:
- Tampak rileks
- Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya pada pasien atau keluarganya selalu ada di dekat pasien.
Rasional: menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu
2. Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi contoh; kateter urine berdarah.
Rasional: membantu pasien maemahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah kesehatan karena ketidaktahuan termasuk ketakutan akan kanker.
3. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah.
Rasional: mendefenisikan masalah memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.

o Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses pengobatan.
Tujuan:
- Menyatakan pemahaman proses penyakit.
- Berpartisipasi dalam proses pengobatan
Intervensi :
1. Kaji ulang proses penyakitb pengalaman pasien.
Rasional: memberikan dasar pengetahuan di mana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
2. Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.
Rasional: membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital.

D. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana tindakan keperawaatan yanag telah disusun tersebut diatas.

E. Evaluasi
Tahap ini dilakukan dengan mengevaluasi tujuan yang telah dibuat, apakah tujuan pelaksanaan tindakan keperawatan telah mencapai kriteria hasil yang diharapkan.











DAFTAR PUSTAKA


1. Corwin, J. Elizabeth, 2001, Buku Saku Pathofisiologi, EGC, Jakarta.

2. Doenges, Moorhouse & Geissler, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit EGC, Jakarta.

3. Brunner & Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 3, EGC, Jakarta.

4. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 1997, Ilmu Bedah, Penerbit EGC, Jakarta.

5. Price & Wilson, 1995, Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Penerbit EGC, Jakarta.

6. Staf Pengajar Patologi Anatomi FKUI, 1993, Patologi, Jakarta.

ASKEP TUMOR MAKSILLA

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR MEDIS

A. PENGERTIAN
Pengertian tumor secara umum : suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung menginvasi jaringan sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh.
Pengertian tumor secara khusus : suatu pertumbuhan yang terjadi di maksillaris yang cenderung mengimvasi jaringan sekitarnya dan bermetastase ketempat-tempat jauh.

B. ETIOLOGI
 Cara dan mekanisme terjadinya tumor disebut karsinogenesis
 Penyebabnya belum diketahui secara pasti
 Perubahan dari sel normal menjadi sel tumor dipengaruhi oleh banyak faktor (multi faktor) dan bersifat individual atau tidak sama pada setiap orang.
 Bahan kimia
Berbagai bahan kimia dapat merangsang sel-sel untuk meningkatkan atau menurungkan tingkat reproduksi sel diantaranya : INTERLEUKIN yang dikeluarkan oleh sel sistem immun merangsang proliferasi sel. INTERMIN yang dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi virus dan sel-sel sistem immun dan peradangan dapat mempengaruhi kecepatan reproduksi berbagai sel tubuh.

C. PATOFISIOLOGI
Tumor menyebar secara lokal sewaktu tonjolan-tonjolan mencederai dan mematikan sel-sel yang disekitarnya.tumor yang sedang tumbuh dapat mematikan sel-sel sekitarnya dengan menekan sel-sel tersebut atau dengan menghancurkan suplai darah dan mengeluarkan bahan kimia serta enzim yang menghancur kan integritas membran sel disekitarnya,sehingga sel tersebut mengalami lisis dan kematian,setelah sel-sel disekitarnya mati tumpor dapat dengan mudah tumbuh untuk menempati ruang yang ditinggalkan.

Pertumbuhan sel yang abnormal

Invasi Jaringan

Limpogen dan hematogen


Menghancurkan sel sel darah merah Menghancurkan integritas membran

Penurunan sel darah merah Lisis ( kematian sel - sel jaringan )

Daya tahan tubuh menurun Pertumbuhan jaringan yang abnormal

Risiko infeksi Penekanan pada saraf saraf perifer

Reseptor nyeri
Keterbatasan aktivitas
Korteks serebri
Gangguan dalam proses mastikasi Nyeri
Pemberian makanan cair

Asupan Nutrisi < dari kebutuhan


D. TANDA DAN GEJALA
 Peninggian atau peningkatan tekanan intrakranial
 Ataksia
 Perubahan tingkah laku
 Paralisis saraf kranial
 Adanya massa
 Nyeri bila ada metastasis
 Pertumbuhan polipoid

Gejala akibat pengobatan:
 Tindakan pembedahan : nyeri pasca bedah, ileus paralitik, gangguan nutrisi, mutilasi
 Kemoterapi : pansitopenia, imunosupresi, gangguan metabolik, alopesia, muntah, peningkatan berat badan, mukositis, konstipasi, pankreatitis, dan kardiotoksik
 Radioterapi : reaksi kulit dan mukositis, mual dan muntah, pertumbuhan yang terlambat, kerusakan otak, sindrom somnolen pascaradiasi, alopesia, kegagalan kelenjar eksokrin dan endokrin.

E. PENATALAKSANAAN
 Pembedahan
 Terapi radiasi
 Kemoterapi

F. KOMPLIKASI
 Infeksi
Sering terjadi pada stadium lanjut pada para pengidap tumor.
 Kematian
Hasil akhir dari tumor yang tumbuh akan menghancurkan sel-sel yang hidup.

G. PENCEGAHAN
 Menghindari merokok
 Makanan yang kaya buah dan rendah lemak
 Meghindari penyakit menular seksual
 Uji penapisan secara dini
 Deteksi dini yang sudah ada

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pada pasien tumor yaitu:
 Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan atau keletihan
Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi : nyeri, ansietas dan berkeringat pada malam hari.
 Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada pada saat beraktifitas.
Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah.
 Integritas ego
Gejala : faktor stress dan cara mengatasi stress
Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya : alopesia, lesi cacat, pembedahan, penyangkal diagnosa, perasaan tidak berdaya.
Tanda : menyangkal, menarik diri dan marah.
 Makanan dan cairan
Gejala : perubahan pada pola defekasi misalnya : darah pada feses, nyerei pada defekasi, dan perubahan pada eliminasi urinarius.
Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
 Neurosensori
Gejala : pusing.
 Nyeri dan kenyamanan
Gejala : tidak ada nyeri atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat.
 Pernapasan
Gejala : Merokok, pemajanan abses.
 Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Tanda : demam dan ruang kulit.
 Seksualitas
Gejala : masalah seksual misalnya:dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan dan herpes genital.
 Interaksi sosial
Gejala : ketidak adekuatan atau kelemahan sistem pengdukung, riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi / tanggung jawab peran.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Nyeri berhubungan dengan adanya pertumbuhan jaringan yang abnormal.
 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan anatomi wajah.
 Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
 Kecemasan berhubungan dengan proses penyakirnya.

C. PERENCANAAN
Sasaran utama untuk pasien mencangkup perbaikan pada kondisi membran mukosa oral, perbaikan pada masukan nutrisi, mendapatkan citra diri yang positif, mendapatkan kenyamanan, perubahan metode komunikasi, tidak adanya infeksi, pemahaman tentang penyakit dan pengobatannya.

D. IMPLEMENTASI
 Peningkatan perawatan mulut
Dimaksudkan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami komplikasi oral dan membantu pasien menurunkan komplikasi. Adanya gangguan membran mukosa oral dihubungkan dengan pengobatan diberikan pada perawatan primer.
 Menjamin masukan makanan dan cairan adekuat
Perawat menganjurkan perubahan dalam konsistensi makanan dan frekuensi makan, berdasarkan pada kondisi penyakit dan pilihan pasien.
 Mendukung citra diri positif
Perawat harus menentukan ansietas mayor pasien dengan memperhatikan hubungan interpersonal.
 Meminimalkan ketidaknyamanan dan nyeri.
Perawat menganjurkan untuk menghindari makanan yang merangsang.
 Meningkatkan komunikasi efektif
 Meningkatkan kontrol infeksi
 Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.
E. EVALUASI
 Menunjukkan bukti membran mukosa oral utuh.
1. Bebas dari nyeri dan ketidaknyamanan rongga oral
2. Tidak terlihat perubahan pada integritas membran.
3. Mengidentifikasi dan menghindari makanan yang mengiritasi
4. Menyebutkan tindakan yang perlu untuk perawatan mulut prefentif
5. Mentaati program pengobatan.
6. Membatasi atau menghindari penggunaan alkohol dan tembakau.
 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang diinginkan
 Mempunyai citra diri positif
1. Mengungkapkan ansietas.
2. Mampu menerima perubahan dan mengubah konsep diri dengan sesuai
 Mengungkapkan bahwa nyeri tidak ada atau dapat ditoleransi, menghindari makanan dan cairan yang menyebabkan ketidaknyamanan.
 Mengalami penurunan rasa takut yang berhubungan dengan nyeri, isolasi, dan ketidakmampuan mengatasi
1. Menerima bahwa nyeri akan teratasi bila tidak di hilangkan.
2. Mengekspresikan dengan bebas rasa takut dan masalahny.
 Bebas dari infeksi
1. Menunjukkan nilai-nilai laboratorium normal.
2. Tidak demam.
3. Melakukan hygiene oral setiap setelah makan dan pada saat tidur.
 Mendapatkan informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan.




DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and suddart. 2000. Keperawatan medical bedah volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.
2. Crowin Elizabet.J. 2000. Patofisiologi, Jakarta, EGC.
3. Swearingen. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 2 Jakarta: EGC.
4. Marylyn E Doengoes, mary Friences 1992. Rencana Asuhan Keperawatan edisi, 3 EGC, jakarta
5. Brenda G. Bare , 2001. buku ajar KMB, Edisi 8 Vol I EGC Jakarta

ASKEP KARSINOMA SERVIKS

KARSINOMA SERVIKS


o Pendahuluan
Karsinoma serviks uteri merupakan kanker ginekologis yang menempati urutn kedua tersering(setelah kanker payudara). Resiko setiap tahun pada wanita diatas 35 tahun adalah 16/100 000. Insiden puncak terjadi antara usia 45 dan 55 tahun dan insiden ini cenderung terjadi pada usia yang lebih muda. Kanker serviks biasanya tambah kearah dalam sehingga menimbulkan pembesaran serviks.
Lebih dari 85% kanker serviks adalah karsinoma sel sekunder sisanya adalah adenokarsinoma yang berasal dari sel yang melapisi kanalis servikalis atau muaranya. Lama kelamaan kanker dapat menyebar secara langsung kearah atas mengenai rongga uterus atau kebawah mengenai vagina atau melalui aliran limfatik ke nodus limfatikus iliaka eksterna(47 kasus) nodus limfatikus obtttturator(7% kasus) atau nodus paraservikalis (2% kasus). Penyebaran ini dapat dideteksi pada pemeriksaan klinis dan CAT SCAN, sehingga memungkinkan ahli onkologi menentukan stadiun pada awal pemeriksaan, semakin besar kemungkinan keterlibatan nodus limfatikus dan semakin buruk promosinya.

o Etiologi
Penyebab langsung karsinoma uterus belum diketahui, faktor ekstrinstik yang diduga berhubungan dengan insiden karsinoma serviks uteri adalah smegma, infeksi virus Human Papilima Virus (HPV) dan Spermatozoa. Karsinoma serviks uteri timbul di sambungan skuamokolumner serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual yang berhubungan dengan mitra seks multipel, paretas, nutrisi, rokok, dan lain-lain.

o Pathologi
Karsinoma serviks timbul dibatas antara epitel yang melapisis ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous kompleks) dari porsio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ ini berada diluar ostium uteri eksternum sedangkan pada wanita berumur >35 tahunSCJ berada didalam kanalis serviks.
Pada awal perkembangannya kanker serviks tak memberi tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum, tampak sebagai porsio yang erosif (mutaplasi skuamousa) yang fisiologik atau patologik. Tumor dapat tumbuh; a) eksofitik, mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis; b) endofitik, mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks daan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus; dan c) ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks yang normal secara alami mengalami proses metaplasia (erosio) akibat saling mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma infasif.

o Klasifikasi Menurut Figo 1978

Tingkat Kriteria

0 Karsinoma insitu atau karsinoma intra epitel
1 Proses terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uterus tidak dinilai).
Ia Karsinoma serviks preklinis hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik kedalamnya >3-5 mm dari epitel basal dan memanjang tadak lebih dari 7 mm.
Ib Lesi invasif >5 mm dibagi atas lesi < 4 cm dan > 4 cm.
II Proses keganasan talah keluar dari seviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIa Penyebaran hanya kevagina, parmetrium masih bebas dari infiltrat tumor.
IIb Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetapi belum sampai dinding panggul.
III Penyebaran sampai 1/3 destal vagina atau keparametrium sampai dinding panggul.
IIIa Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namuin tidak sampai kedinding panggul.
IIIb Penyebaran sampai dinding panggul, atau proses pada tingkat 1/II tetapi sudah ada gangguan faal ginjal/hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dri panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara histologi) tau telah bermetastasis keluar panggul atu ketempat yang jauh.
IVa Telah bermetastasis keorgan sekitarnya
IVb Telah bermetastasis jauh.

o Pemeriksaan Penunjang
a) Sitologi dengan cara Paps Smear.
b) Kolposkopi
c) Servikografi
d) Pemeriksaan visual langsung
e) Gineskopi
f) Pap net (pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitivitas)

o Manifestasi Klinis
 Keluhan metroragi
 Keputihan atau purulen yang berbau (khas) dan tidak gatal
 Perdarahan pasca coitus/perdarahan spontan
 Obstruksi total vesica urinaria
 Cepat lelah
 Kehilangan BB
 Anemia
 Serviks membesar, ireguler dan teraba lunak

o Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan karsinoma serviks dapat dilakukan dilakukan berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Figo tahun 1978 yaitu sebagai berikut :
Tingkat Panatalaksanaan
0, Ia

Ib, IIa


IIb, III, IV
IVa, IVb - Biopsi kerucut
- Histerectomi transvaginal
- Histerectomi radikal dengan limfaadenoktomi panggul dan evaluasi kelenjar limfe para aorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi psca pembedahan).
- Histerectomi transvaginal
- Radioterapi
- Radiasi paliatif, dan
- Kemoterapi

o Prognosis
Faktor-faktor yang menentukan prognosis ialah umur penderita, keadaan umum, tingkat klinik keganasan, ciri histologik sel tumor, kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani dan sarana pengobatan yang ada.

o Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut :
 Identitas klien
 Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1) Sirkulasi :
- Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
- Pelambatan pengisian kapiler
- Pucat, kulit dingin/lembab
- Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal
- Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2) Eliminasi :
- Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsio atau serviks.
3) Nyeri/Ketidaknyamanan :
- Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), dan nyeri uterus lateral.
4) Keamanan :
- Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.
5) Seksualitas :
- Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang tertahan).
- Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
 Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
 Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan vascular yang berlebihan.
2. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan, pembedahan.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi seksualitas.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kegagalan memperoleh informasi yang adekuat sehubungan dengan keadaannya.

C. Intervensi dan Implementasi
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan.
Intervensi :
a. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi.
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.
b. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut, simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arterial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
c. Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar kuku, membran mukosa dan bibir.
Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
d. Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri pulmonal bila ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
e. Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan darah keotak dan organ vital lainnya lebih besar.
f. Pertahankan aturan puasa saat menentuka status/kebutuhan klien.
Rasional : Mencegah aspirasi isi lambung dalam kejadian dimana sensorium berubah dan/atau intervensi pembedahan diperlukan.
g. Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin.
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 – 50 ml/jam atau lebih besar.
h. Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vagina dan/atau rektal
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau hematoma terjadi.
i. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ancietas dan kebutuhan metabolik.
j. Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan balik pada laserasi labial atau perineal.
Rasional : Haematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.
k. Mulai Infus I atau 2 IV dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter !8 G atau melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
l. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi.
Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin perlu diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau hemoragi.
m. Pantau pemeriksaan laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht.
Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5 mg Hb.

Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan, prosedur pembedahan.
Intervensi :
a. Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.
Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan. Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik tersembunyi kevagina atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai akibat dari atonia uterus atau tertahannya bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
b. Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamanan.
Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat persepsi ketidaknyamanan.
c. Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum.
Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi hematoma.
d. Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.


Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian.
Intervensi :
a. Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi pasca partum. Klarifikasi kesalahan konsep.
Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien tentang kejadian mungkin menyimpang, memperberat ancietasnya.
b. Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik; misalnya tachikardi, tachipnea, gelisah atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon fisiologis, ini dapat diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis.
c. Tunjukan sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespon terhadap perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas antar pribadi.
d. Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ancietas, berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
Rasional : Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi, memperbaiki kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses pemecahan masalah.

Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Intervensi :
a. Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau ulang cara yang tepat untuk menangani dan membuang material yang terkontaminasi misalnya pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organinisme infeksious.
b. Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP
Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 ºF (38ºC) pada dua hari beturut-turut (tidak menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau leukositosis dengan perpindahan kekiri menandakan infeksi.
c. Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri pelvis.
Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan menimbulkan bakterimia, shock, dan kematian bila tidak teratasi.
d. Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada bunyi napas, batuk produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi saluran kemih (urine keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).
Rasional : Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
e. Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
Rasional : Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak sistem imun.

Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi :
a. Jelaskan faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab hemoragi.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami dan mengatasi situasi.
b. Kaji tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar. Dengarkan, bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau materi.
Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana perawatan individu. Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat pembelajaran, dan memberikan klarifikasi dan pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.
c. Diskusikan implikasi jangka pendek dari hemoragi, seperti klien tidak mampu melakukan perawatan terhadap bayi dan dirinya.
Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang realistis untuk melakukan aktivitas perawatan dirinya dan bayi.
d. Diskusikan implikasi jangka panjang Ca Seriks dengan tepat, misalnya resiko hemoragi kehamilan selanjutnya, atonia uterus, atau ketidakmampuan untuk melahirkan anak pada masa datang bila histerektomie dilakukan.
Rasional : Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dan mulai mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.
DAFTAR PUSTAKA


1. Arif Mansjoer dkk., 2001, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.

2. Sarwono, 1999, Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, Jakarta.

3. Brunner & Suddarth, 2000, Keperawaatan Medikal Bedah, Penerbit EGC, Jakarta.

4. Dongoes, 2001, Konsep Keperawatan Maternal, EGC, Jakarta.

5. Derek Llewellyn – Jones, 2002, Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi, Pustaka Nasional, Jakarta.

ASKEP RETENSIO PLASENTA

I.KONSEPMEDIK
A.Pengertian
Retensio Placenta adalah tertahannya atau keadaan dimana uri/placenta belum lahir dalam waktu satu jam setelah bayi lahir.
Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami hambatan yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan bisa timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu pada masa post partum. Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan masa nifas.
Disamping kematian, perdarahan post partum akibat retensio placenta memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi puerperal karena daya tahan penderita yang kurang. Oleh karena itu sebaiknya penanganan kala III pada persalinan mengikuti prosedur tetap yang berlaku.

B.Etiologi
Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah :
1)Placenta belum lepas dari dinding uterus
Placenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi karena (a) kontraksii uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta, dan (b) placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam. Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
2)Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena (a) penanganan kala III yang keliru/salah dan (b) terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).
Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut :
oPlacenta Adhesiva; placenta melekat pada desidua endometrium lebih dalam
oPlacenta Inkreta; placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh lebih dalam menembus desidua sampai miometrium.
oPlacenta Akreta; placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi belum mencapai lapisan serosa.
oPlacenta Perkreta; placenta telah menembus mencapai serosa atau peritonium dinding rahim.
oPlacenta Inkarserata; adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena kontraksi ostium uteri.

C.Penanganan
1)Penanganan Umum
oJika placenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika anda dapat merasakan placenta dalam vagina, keluarkan placentaa tersebut.
oPastikan kandung kemih sudah kosong.
oJika placenta belum keluar, berikan oksitoksin 10 unti i.m. Jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.
oJika uterus berkontraksi, lakukan PTT.
oJika PTT belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran placenta secara manual.
2)Penanganan Khusus
oRetensio placenta dengan separasi parsial :
-Tentukan jenis retensio yang terjadi.
-Regangan tali pusat dan minta klien untuk mengedan, bila ekspulsi placenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
-Pasang infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml cairan dengan 40 tetes/menit.
-Bila traksi terkontrol gagal, lakukan manual placenta.
-Transfusi jika perlu.
-Beri antibiotik dan atasi komplikasi.
oPlacenta inkaserata :
-Tentukan diagnosa kerja
-Siapkan alat dan bahan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.
-Siapkan anastesi serta infus oksitoksin 20 ui dalam 500 ml dengan 40 tetes/menit.
-Pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, TFU, perdarahan pasca tindakan.
oPlacenta akreta :
-Tentukan diagnosis
-Stabilitas pasien
-Rujuk klien ke RS karena tindakan kasus ini perlu dioperasi.
oPlacenta manual :
-Kaji ulang indikasi dan persetujuan tindakan.
-Kaji ulang prinsip perawatan dan pasang infus.
-Berikan sedativa, analgetik, dan antibiotik dengan dosis tunggal.
-Pasang sarung tangan DTT.
-Jepit tali pusat, tegangkan sejajar lantai.
-Masukan tangan secara obstetrik menelusuri tali pusat dan tangan lain menahan fundus uteri.
-Cari insersi pinggir placenta dengan bagian lateral jari-jari tangan.
-Buka tangan obstetrik seperti memberi salam dan jari-jari dirapatkan, untuk menentukan tempat implantasi.
-Gerakan tangan secara perlahan bergeser kekranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
-Jika tidak terlepas kemungkinan akreta. Siapkan untuk laparatomi.
-Pegang plasenta, keluarkan tangan beserta plasenta secara pelahan.
-Pindahkan tangan luar kesupra simphisis untuk menahan uterus saat placenta dikeluarkan, dan periksa placenta.
-Berikan oksitoksin 10 iu dalam 500 ml cairan dengan 60 tts/menit.
-Periksa dan perbaiki robekan jalan lahir.
-Pantau tanda vital dan kontrol kontraksi uterus dan TFU.
-Teruskan infus dan transfusi jika perlu.

II.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut :
Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1)Sirkulasi :
-Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
-Pelambatan pengisian kapiler
-Pucat, kulit dingin/lembab
-Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
-Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
-Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2)Eliminasi :
-Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3)Nyeri/Ketidaknyamanan :
-Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4)Keamanan :
-Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.
5)Seksualitas :
-Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang tertahan)
-Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%)

B.Diagnosa dan Rencana Intervensi Keperawatan
1.Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler yang berlebihan.
Intervensi :
-Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatiakan faktor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati selama lebih dari 5 minggu)
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.
-Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut, simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
-Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua diatas simpisis pubis.
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
-Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar kuku, membran mukosa dan bibir.
Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
-Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri pulmonal bila ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
-Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan darah keotak dan organ vital lainnya lebih besar.
-Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin.
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 – 50 ml/jam atau lebih besar.
-Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vagina dan/atau rektal
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau hematoma terjadi.
- Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik.
-Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan balik pada laserasi labial atau perineal.
Rasional : Haematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.
-Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari myometrium dengan jaringan plasenta), HKK atau abrupsio placenta terhadap tanda-tanda KID (koagulasi intravascular diseminata).
Rasional : Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan placenta secara manual yang dapat mengakibatkan koagulopati.
-Mulai Infus 1 atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter !8 G atau melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
-Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atonia.
Magnesium sulfat
Rasional : Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MGSO4 memudahkan relaksasi uterus selama pemeriksaan manual.
Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin perlu diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau hemoragi.
-Pantau pemeriksaan laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht.
Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5 mgHb.

2.Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Intervensi :
-Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau ulang cara yang tepat untuk menangani dan membuang material yang terkontaminasi misalnya pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organinisme infeksious..
-Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP
Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 ºF (38ºC) pada dua hari beturut-turut (tidak menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau leukositosis dengan perpindahan kekiri menandakan infeksi.
-Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri pelvis.
Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan menimbulkan bakterimia, shock, dan kematian bila tidak teratasi.
-Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada bunyi napas, batuk produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi saluran kemih (urine keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).
Rasional : Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
-Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
Rasional : Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak sistem imun.

3.Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.
Intervensi :
-Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.
Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan. Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik tersembunyi kevagina atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai akibat dari atonia uterus atau tertahannya bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
-Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamana.
Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat persepsi ketidaknyamanan.
-Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau lampu pemanas pada penyembungan episiotomi.
Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi hematoma.
-Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.

4.Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia
Intervensi :
-Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan berat badan.
Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan oksigen.
-Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi. Penigkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.
-Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut dan mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
-Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.
Rasional : Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh darah perifer diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
-Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.
-Pasang jalan napas; penghisap sesuai indikasi
Rasional : Memudahkan pemberian oksigen.

5.Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan.
Intervensi :
-Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragii pasca partum. Klarifikasi kesalahan konsep.
Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien tentang kejadian mungkin menyimpang, akan memperberat ancietasnya.
-Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi, tachipnea, gelisah atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon fisiologis, ini dapat diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis.
-Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespon terhadap perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas antar pribadi.
-Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas, berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
Rasional : Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi, memperbaiki kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses pemecahan masalah.
-Beritahu kepada klien tujuan dari setiap tindakan yang akan dilakukan
Rasional : Kecemasan klien akan berkurang bila sebelum sebuah tindakan dilakukan oleh perawat.

6.Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diperoleh.
Intervensi :
-Jelaskan faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab hemoragi.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami dan mengatasi situasi.
-Kaji tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar. Dengarkan, bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau materi.
Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana perawatan individu. Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat pembelanjaran, dan memberikan klarifikasi dan pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.
-Diskusikan implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti perlambatan atau intrupsi pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak mampu melakukan perawatan terhadap diri dan bayinya segera sesuai keinginannya).
Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang realistis untuk melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.
-Diskusikan implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat, misalnya resiko hemoragi pasca partum pada kehamilan selanjutnya, ataonia uterus, atau ketidakmampuan untuk melahirkan anak pada masa datang bila histerektomie dilakukan.
Rasional : Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dan mulai mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.



PENUTUP

A.Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut:
Retensio placenta adalah keadaan dimana uri/placenta belum lahir dalam waktu satu jam setelah bayi lahir
Ada dua keadaan yang menyebabkan terjadinya retensio placenta yaitu; (a) placenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, dan (b) placenta telah terlepas tetapi belum dapat dikeluarkan yang terjadi akibat penanganan kala III yang salah.
Masalah keperawatan yang dapat terjadi pada atonia uteri adalah defisit volume cairan tubuh, resiko terjadi infeksi, nyeri, gangguan perfusi jaringan, ancietas, dan kurangnya pengetahuan klien tentang keadaannya.

B.Saran
Hemoragi pasca partum biasanya didefenisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 ml selama dan/atau setelah kelahiran. Ini adalah salah satu penyebab tersering kematian pada ibu. Mudah-mudahan makalah ini memberikan wawasan kepada kita tentang retensio sebagai salah satu penyebab perdarahan post partum. Dan kepada ibu dosen pembimbing mata kuliah ini kiranya dapat memberikan masukan, kritik dan saran guna melengkapi pengetahuan tentang retensio placenta terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan secara lebih khusus pada ibu yang mengalami retensio placenta.


DAFTAR PUSTAKA


1.Harry Oxorn, Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human Labor and Birth, Yayasan Essentia Medica, 1990.
2.Mary Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta, 1995.
3.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
4.Muliyati, Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005.

ASKEP ULKUS PEPTIKUM

A. KONSEP DASAR MEDIK
DEFENISI
Ulkus peptikum adalah rusaknya lapisan mukosa pada daerah lambung duodenum dalam esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus lambung,duodenal atau esophageal.

ETIOLOGI
Ulkus terbentuk apabila sel-sel mukosa usus tidak menghasilkan mucus yang adekuat untuk melindungi diri terhadap pencernaan asam atau apabila terjadi produksi asam yang berlebihan di lambung yang mengalahkan pertahanan mucus. Penyaluran asam yang berlebihan ke duodenum juga akan mengakibatkan ulkus.
Etiologi ulkus peptikum kurang dipahami meskipun bakteri gram negatif H.Pylori telah sangat diyakini sebagai penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptikum terjadi hanya pada area saluran Gastrointestinal yang terpajan pada asam hidroklorida dan pepsin.

PATOFISIOLOGI
Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam-pepsin atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
a.Fase sefalik ( psikis )
Dimulai dengan adanya rangsangan seperti pandangan ,bau atau rasa makanan dimana reseptor kortikal serebral bekerja merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan mempunyai sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan saring secara konfensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum.
b.Fase lambung
Pada fase lambung, asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi terhadap reseptor di dinding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
c.Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi gastrin, yang pada intinya dapat merangsang sekresi asam lambung).

MANIFESTASI KLINIK.
1.Nyeri
Biasanya, pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul seperti tertusuk atau sensasi bakar di epigastrium tengah atau dipunggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks lokal yang memulai kontraksi otot halus sekitarnya.
2.Muntah
Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat mejadi ulkus peptikum hal ini dihubungkan dengan obstruksi jalan keluar lambung oleh spasme mukosa pylorus atau oleh obstruksi mekanis, yang dapat dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi disekitarnya pada ulkus akut.
3.Konstipasi dan perdarahan
Konstipasi dapat terjadi pada pasien dengan ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan.

EVALUASI DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran gastrointestinal dapat menunjukan adanya ulkus.
2.Endoskopi gastrointestinal atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi.
3.Pemeriksaan feses dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium negatif terhadap darah samar.
4.Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung dan syndrom ZOLLINGER-ELLISON).

KOMPLIKASI
1.Hemoragi-gastrointestinal atas
2.Perforasi
3.Penetrasi
4.Obstruksi pilorik ( obstruksi jalan keluar lambung )

PENATALAKSANAAN
1.Identifikasi dan penghindaran makanan yang menyebabkan sekresi HCL yang berlebihan.
2.Pendidikan ( HE ) mengenai menghindari alkohol dan kafein.
3.Berhenti merokok karena tembakau dapat memperlambat penyembuhan.
4.Penatalaksanaan stress, teknik-teknik relakasasi atau sedatif untuk mengatasi pengaruh psikologis.
5.Antasid untuk menetralkan asam.
6.Salah satu kemajuan dalam pengobatan adalah pemberian antibiotik yang spesifik untuk H. Pylori.
7. Antagonis reseptor histamin 2 untuk mengurangi sekresi asam oleh sel-sel parietal.

B.KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1.Pengkajian
Data pengkajian ulkus peptikum meliputi :
Nyeri ulkus peptikum biasanya digambarkan sebagai rasa terbakar atau menggrogoti dan terjadi kira-kira 2 jam setelah makan. Nyeri ini sering membangunkan pasien antara tengah malam dan jam 3 pagi. Pasien biasanya mengatakan bahwa nyeri dihilangkan dengan menggunakan antasida, makan makanan atau dengan muntah.
Pasien ditanyakan kapan muntah terjadi, bila terjadi seberapa banyak? Apakah muntahan merah terang atau seperti warna kopi.
Apakah pasien mengalami defekasi disertai feses berdarah?
Mengkaji kebiasaan makan pasien, termasuk kecepatan makan, makanan reguler, kesukaan terhadap makanan yang pedas, penggunaan bumbu, penggunaan minuman yang mengandung kafein.
Kaji tingkat ketegangan pasien atau kegugupan.
Apakah pasien merokok? Bila ya, seberapa banyak?
Bagaimana pasien mengekspresikan marah, terutama dalam konteks kerja dan kehidupan keluarga.
Adakah stress pekerjaan atau ada masalah dengan keluarga.
Adakah riwayat keluarga dengan penyakit ulkus.
Pemeriksaan tanda-tanda vital sebagai indikator anemia
( takikardia dan hypotensi ).
Pemeriksaan feses terhadap darah samar.
Pemeriksaan fisik, khususnya pada abdomen di palpasi untuk melokalisasi nyeri tekan.
2.Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan dapat mencakup :
Nyeri b/d efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak.
Ansietas b/d koping dengan penyakit akut.
Kurang pengetahuan tentang pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi.
3.Perencanaan dan Implementasi
Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup penghilangan nyeri, penurunan ansietas, penambahan pengetahuan tentang pelaksanaan dan pencegahan kekambuhan ulkus dan tidak adanya komplikasi.
Intervensi keperawatan
oMenghilangkan nyeri
Penghilangan nyeri dapat dilakukan dengan obat yang diresepkan. Aspirin dan makanan serta minuman yang mengandung kafein (cola, teh, kopi, coklat) dihindari. Pasien dianjurkan untuk makan dalam suasana rileks. Pasien selanjutnya dianjurkan teknik relaksasi untuk membantu mengatasi stress dan nyeri serta meningkatkan upaya penghentian merokok.
oMengurangi ansietas
Perawat mengkaji apakah pasien mengetahui dan ingin mengetahui tentang diagnosa penyakit serta mengevaluasi tingkat ansietas. Informasi diberikan sesuai tingkat pemahaman pasien, dan semua pertanyaan dijawab. Pasien dianjurkan untuk mengekspresikan rasa takut secara terbuka. Tes diagnostik dijelaskan dan obat-obatan diberikan sesuai jadwal. Perawat berinteraksi dengan pasien dengan cara yang rileks dan membantu dalam mengidentifikasi stressor serta menjelaskan teknik koping efektif dan metode relaksasi. Perawat mendorong keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan dan memberikan dorongan emosional bila tepat.
oPendidikan pasien dan pertimbangan rencana pulang
Untuk mengatasi penyakit ulkus dengan berhasil, pasien harus memahami situasi dan faktor-faktor yang akan membantu atau memperberat kondisi terdiagnosis, antara lain:
Obat-obatan
Apakah pasien mengetahui jenis obat-obatan yang digunakan dirumah? (termasuk nama, dosis, frekuensi, dan kemungkinan efek samping). Apakah pasien memahami pentingnya melanjutkan obat-obatan meskipun setelah tanda dan gejala berkurang?. Apakah pasien mengetahui jenis obat yang harus dihindari?.
Diet
Apakah pasien mengetahui mana yang cenderung menyebabkan gejala?. Apakah pasien mengetahui bahwa kopi, teh, cola dan alkohol mempunyai potensial menghasilkan asam?. Apakah pasien memahami kebutuhan untuk menghindari makan terlalu banyak serta pentingnya makan teratur dalam suasana rileks?.

Merokok
Apakah pasien mengetahui bahwa merokok meningkatkan iritasi pada ulkus dan dapat mempengaruhi penyembuhan ulkus?. Apakah perawat membuat pasien sadar akan adanya program untuk penghentian merokok?.
Istirahat dan penurunan stress
Apakah pasien sadar tentang sumber stress dalam keluarga dan lingkungan kerja?. Apakah penyakit ini dan situasi lain menimbulkan gejala stres atau koping buruk dalam keluarga atau lingkungan kerja?. Dapatkah pasien beristirahat selama siang hari?. Dapatkah pasien merencanakan untuk menambahkan periode istirahat atau rileks setelah periode stress yang tidak dapat dihindari? Apakah pasien memerlukan konseling psikososial?
Kewaspadaan terhadap komplikasi
Apakah pasien sadar terhadap tanda dan gejala komplikasi yang harus dilaporkan?
Hemoragi: kulit dingin, konfusi, peningkatan frekwensi jantung, sulit bernafas, darah dalam feces.
Penetrasi dan perforasi: nyeri abdomen berat, abdomen kaku dan nyeri tekan, muntah, peningakatan suhu, peningkatan frekwensi jantung.
Obstruksi pilorik: mual, muntah, distensi abdomen, nyeri abdomen.
Perawatan pasca-pengobatan
Apakah pasien memahami bahwa pengwasan lanjutan diperlukan selama kira-kira satu tahun dan bahwa ulkus dapat kambuh? Apakah pasien mengetahui cara mencari bantuan medis bila gejala berulang? Pasien dan keluarga diinformasikan bahwa pembedahan tidak menjamin kesembuhan ulkus.
o Memantau hemoragi gastrointestinal atas
Perawat mengkaji pasien terhadap gejala pusing atau pingsan, mual dapat mendahului atau menyertai perdarahan. Tanda vital dievaluasi untuk takikhardi, hipotensi dan takipnea. Feses ditest terhadap darah nyata atau samar dan haluaran urine 24 jam dicatat untuk mendeteksi anuria atau oliguria (tidak ada atau terjadi penurunan produksi urine). Seringkali perdarahan dari ulkus peptikum berhenti secara spontan, namun kekambuhan perdarahan. Karena perdarahan dapat fatal, maka penyebab dan beratnya hemoragi dengan cepat diidentifikasi dan kehilangan darah diatasi untuk mencegah syok hipovolemik.
Penatalaksanaan perdarahan saluran gastro intestinal atas terdiri dari:
a.Penentuan cepat jumlah kehilangan darah dan kecepatan perdarahan
b.Dengan cepat mengganti darah yang telah hilang
c.Menghentikan perdarahn dengan air atau lavase salin
d.Menstabilkan pasien
e.Mendiagnosa dan mengobati penyebab
Tindakan untuk mengatasi perdarahan:
a.Persiapan jalur intavena perifer untuk infus salin atau larutan ringer lactat dan darah dibuat. Perawat perlu membantu pemasangan aarteri pulmonal untuk memantau hemodinamik. Terapi komponen darah dimulai bila ada tanda-tanda takhikardi, berkeringat dan dingin pada ekstremitas.
b.Hemoglobin dan hematokrit dipantau untuk membantu mengevaluasi perdarahan.
c.Kateter urine indweling dipasang untuk memantau haluaran urine.
d.Intubasi nasogastrik digunakan untuk membedakan darah segar dari materi kopi gelap, membantu menghilangkan bekuan dan asam, mencegah mual dan muntah dan untuk pemantauan lebih lanjut.
e.Terapi oksigen dapat diberikan khususnya untuk pasien lansia.
f.Pasien ditempatkan pada posisi recumbent untuk mencegah syok hipopolemik. Namun untuk mencegah aspirasi akibat muntah, pasien ditempatkan pada posisi miring.
g.Tanda vital dipantau sesuai kondisi klien.
oMemantau adanya perforasi
Tanda dan gejala yang perlu diperhatikan mencakup hal berikut:
a. Nyeri abdomen atas yang tiba-tiba dan hebat (menetap dan meningkat dalam intensitas)
b.Nyeri yang dapat menyebar ke bahu khususnya bahu kanan karena iritasi saraf frenik di diafragma
c.Muntah dan kolaps (pingsan)
d.Nyeri tekan dan kaku hebat pada abdomen (seperti papan)
e.Syok

Intervensi bedah segera didindikasikan karena peritonitis kimia terjadi dalam beberapa jam setelah perforasi dan diikuti dengan peritonitis bakterial, perforasi harus ditutup dengan cepat.
oMemantau adanya penetrasi atau obstruksi
Pasien biasanya mengeluh nyeri punggung dan epigastrik yang tidak hilang dengan obat yang biasa efektif. Seperti juga perforasi, penetrasi biasanya memerlukan intervensi bedah. Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut yang terbentuk bila ulkus sembuh dan rusak. Pasien mempunyai gejala mual dan muntah, konstipasi, lambung penuh dan akhirnya penurunan berat badan.
4.Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
Bebas dari nyeri diantara makan.
Sedikit mengalami ansietas dengan menghindari stress.
Mematuhi program terapeutik
oMenghindari makanan dan minuman yang mengiritasi
oMakan dengan jadwal teratur
oMeminum obat yang diresepkan sesuai jadwal
oMenggunakan mekanisme koping untuk mengatasi stress
Tidak mengalami komplikasi


DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and suddart. 2000. Keperawatan medical bedah volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.
2. Crowin Elizabet.J. 2000. Patofisiologi, Jakarta, EGC.
3. Swearingen. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 2 Jakarta: EGC.