Selasa, 31 Oktober 2023

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ASMA BRONCHIALE APLIKASI NANDA NOC, NIC

 

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASMA BRONKIAL
Ns. EDY SANTOSO, M.Kep


A.   Pengertian
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).
Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam keadaan dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan (Mansjoer, 2007).
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2000).

B.   Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1.    Faktor ekstrinsik (alergik): reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2.    Faktor intrinsic (non-alergik): tidak berhubungan dengan alergen,seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3.    Asma gabungan. Merupakan bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya seranganAsma Bronkhial yaitu:
1.    Faktor predisposisi Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2.    Faktor presipitasi
a.     Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1)    Inhalan: yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2)    Ingestan: yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan
3)    Kontaktan: yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan.
b.     Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
c.      Stres.
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.
d.     Lingkungan kerja
Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industry tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e.     Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

C.   Patofisiologi
Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu, asap rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita. Benda-benda tersebut setelah terpaparternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuh penderita sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu kemudian memicu dikeluarkannya antibody yang berperansebagai respon reaksi hipersensitif seperti neutropil, basophil, dan immunoglobulin E.
Masuknya antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan kunci). Ikatan antigen dan antibody akan merangsang peningkatan pengeluaran mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil chemotactic show acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin.
Peningkatan mediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan permiabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan (terutama bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian pada semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus (bronkokontrikis) dan sesak nafas.
Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi sehingga menurunkan oksigen yang dari darah. kondisi ini akan berakibat pada penurunan oksigen jaringan sehingga penderita pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekres mucus dan meningkatkan pergerakan sillia pada mukosa. Penderita jadi sering batuk dengan produksi mucus yang cukup banyak (Harwina Widya Astuti 2010).

D.   Manifestasi Klinis
Menurut Padila (2013), adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma diantaranya ialah:
1.    Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol:
a.    Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
b.    Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c.    Wheezing belum ada
d.    Belum ada kelainan bentuk thorak
e.    Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
f.     BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
a.    Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b.    Wheezing
c.    Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d.    Penurunan tekanan parsial O2b.
2.    Stadium lanjut/kronik
a.    Batuk, ronchi
b.    Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
c.    Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
d.    Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e.    Thorak seperti barel chest
f.     Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
g.    Sianosis
h.    BGA Pa O2 kurang dari 80%
i.      Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Ro paru
j.      Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

E.   Pemeriksaan diagnostic
1.    Pemeriksaan laboratorium
a.    Pemeriksaan SputumPemeriksaan untuk melihat adanya:
1)    Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dan kristal eosinopil.
2)    Spiral curshman, yakni merupakan castcell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
3)    Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus)
4)    Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat muscus plug.
b.    Pemeriksaan darah
1)    Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi hipoksemia, hipercapnia, atau sianosis.
2)    Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH
3)    Hiponatremia dan kadar leukosit kadang diatas 15.000/mm3 yang menandakan adanya infeksi.
4)    Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada waktu serangan dan menurun pada saat bebas serangan asma.
c.    Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan berdasarkan manifestasi klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium (Sujono riyadi & Sukarmin, 2009). Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:
1)    Tes Fungsi ParuMenunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilator (inhaler atau nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Dalam spirometry akan mendeteksi:
a)    Penurunan forced expiratory volume (FEV)
b)    Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)
c)    Kehilangan forced vital capacity (FVC)
d)    Kehilangan inspiratory capacity (IC) (Wahid & Suprapto, 2013)
2)    Pemeriksaan Radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut:
a)    Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
b)    Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah
c)    Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
d)    Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
e)    Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.
3)    Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif pada asma secara spesifik
4)    Elektrokardiografi
a)    Terjadi right axis deviation
b)    Adanya hipertropo otot jantung Right Bundle Branch Bock
c)    Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau terjadi depresi segmen ST negative
5)    Scanning paruMelalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru (Wahid & Suprapto, 2013).

F.    Penilaian Derajat Serangan Asma
Menurut Wahid & Suprapto (2013), penilaian derajat serangan asma yaitu:
Parameter
Ringan
Sedang
Berat
Ancaman henti nafas
1
2
3
4
5
Aktivitas
Berjalan
Bayi: menangis keras
Berbicara
Bayi: tangis pendek & lemah
Istirahat
Bayi: berhenti makan

Bicara
Kalimat
Penggal kalimat
Kata-kata

Posisi
Bisa berbaring
Lebih suka duduk
Duduk bertopang lengan

Kesadaran
Mungkin teragitasi
Biasanya teragitasi
Biasanya teragitasi
Kebingungan
Mengi
Sedang, sering hanya pada pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspirasi+inspirasi
Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop
Sulit/tidak terdengar
Sesak nafas
Minimal
Sedang
Berat

Otot bantu nafas
Biasanya “tidak”
Biasanya “Ya”
Ya
Gerakan paradox torako abdominal
Retraksi
Dangkal, retraksi interkostal
Sedang ditambah retraksi substernal
Dalam ditambah nafas cuping hidung
Dangkal/hilang
Laju nafas
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Menurun
Sumber: Wahid & Suprapto, keperawatan medikal bedah asuhan keperawatan pada gangguan sistem respirasi, 2013


G.   Pencehgahan Asma
Menurut Sundaru & Sukamto (2014), usaha-usaha pencegahan asma antara lain: menjaga kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan, menghindarkan faktor pencetus serangan asma dan menggunakan obat-obat antiasma. Menghindari alergen pada bayi dianjurkan dalam upaya menghindari sensitisasi atau pencegahan primer.
Beberapa study terakhir menyatakan jika kontak dengan hewan peliharaan seperti kucing sedini mungkin tidak dapat menghindari alergi, sebaliknya kontak sedini mungkin dengan kucing dan anjing mampu mencegah terserang alergi lebih baik ketimbang menghindari hewan-hewan tersebut.
Berbagai studi menunjukkan bahwa ibu merokok selama kehamilan akan mempengaruhi perkembangan paru anak, dan bayi dari ibu perokok, 4 kali lebih sering mendapatkan mengi dalam tahun pertama kehidupannya. Ibu yang merokok selama kehamilan akan dapat berefek pada sensitisasi alergen, walaupun hanya sedikit yang terbukti. Sehingga disimpulkan merokok dalam kehamilan berdampak pada perkembangan paru, meningkatkan frekuensi gangguan mengi pada bayi, tetapi mempunyai peran kecil pada terjadinya asma alergi di kemudian hari. Sehingga jelas bahwa pajanan asap rokok lingkungan baik periode prenatal maupun postnatal (perokok pasif) mempengaruhi timbulnya gangguan atau penyakit dengan mengi.


H.   Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma yaitu:
1.    Prinsip umum dalam pengobatan asma:
a.    Menghilangkan obstruksi jalan napas.
b.    Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.
c.    Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit asma dan pengobatannya.
2.    Pengobatan pada asma
a.     Pengobatan farmakologia
Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
1)    Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin), misalnya terbutalin/bricasama.
2)    Santin/teofilin (Aminofilin) KromalinBukan bronkhodilator tetapi obat pencegah seranga asma pada penderita anak. Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti asma dan efeknya baru terlihat setelah satu bulan
3)    KetolifenMempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungannya adalah obat diberikan secara oral.
4)    Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada respon maka segera penderita diberi steroid oral.
b.     Pengobatan non farmakologia)
1)    Memberikan penyuluhan
2)    Menghindari faktor pencetus
3)    Pemberian cairand
4)    Fisioterapi napas (senam asma)
5)    Pemberian oksigen jika perlu(Wahid & Suprapto, 2013)
c.      Pengobatan selama status asmathikus
1)    Infus D5:RL = 1 : 3 tiap 24 jam
2)    Pemberian oksigen nasal kanul 4 L permenit
3)    Aminophilin bolus 5mg/ KgBB diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutkan drips RL atau D5 maintenance (20 tpm) dengan dosis 20 mg/kg bb per 24 jam
4)    Terbutalin 0.25 mg per 6 jam secara sub kutan
5)    Dexametason 10 – 20 mg per 6 jam secara IV
6)    Antibiotik spektrum luas (Padila, 2013)

I.      Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan karena penyakit asma menurut Wahid & Suprapto (2013), yaitu:
1.     Status Asmatikus: suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang bersifat refrator terhadap pengobatan yang lazimdipakai.
2.     Atelektasis: ketidakmampuan paru berkembang dan mengempis
3.     Hipoksemia
4.     Pneumothoraks
5.     Emfisema
6.     Deformitas Thoraks
7.     Gagal Jantung

J.    Rencana Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
a.    Riwayat
-       Sering diawali oleh infeksi saluran nafas akut, terutama pada orang dewasa
-       Iritan, stress emosi, keletihan, perubahan endokrin, variasi suhu dan kelembapan, dan terpajan pada asap beracun yang mungkin memperparah serangan asma intrinsic
-       Serangan asma mungkin dimulai dengan awitan keparahan yang dramatis dan simultan, gejala multiple, atau tersembunyi dan berbahaya, serta secara bertahap berkembang menjadi gagal nafas.
-       Terpajan pada allergen tertentu yang kemudian diikuti dengan awitan mendadak dyspnea dan mengi serta sesak di dada juga disertai dengan batuk yang menghasilkan sputum kental, jernih atau kuning.
b.    Temuan pemeriksaan fisik
-       Dyspnea yang nyata
-       Dapat berbicara hanya beberapa kata sebelum berhenti untuk bernafas
-       Penggunaan otot nafas tambahan
-       Diaphoresis
-       Peningkatan diameter anteroposterior toraks, hiperesonans pada pemeriksaan fremitus
-       Ditemukan suara nafas mengi
-       Fase ekspiratori memanjang
-       Sianosis, konfusi, dan letargi yang mengindikasikan awitan status asmatikus dan gagal nafas yang mengancam jiwa.
2.    Perencanaan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NANDA
Hasil yang dicapai
(NOC)
Intervensi
(NIC)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Yg berhubungan dengan:
    Merokok/perokok pasif
    Mucus berlebihan, sekresi tertahan, eksudat di dalam alveoli
    PPOK
    Spasme jalan nafas, jalan nafas alergi
Status pernafasan: patensi jalan nafas
-     Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan suara nafas bersih atau dibersihkan
-     Menunjukkan perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan bersihan jalan nafas
Manajemen jalan nafas
Independen:
-     Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan seperti mengi, cracles, atau ronki.
-     Kaji dan pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi-ke-ekspirasi
-     Catat keberadaan dan derajat dyspnea, mis: laporan “lapar udara”, gelisah, ansietas, hipoksia distress nafas, dan penggunaan otot aksesori
-     Bantu klien mempertahankan posisi nyaman untuk memfasilitasi pernafasan dengan meninggikan kepala tempat tidur, bersandar pada meja di atas tempat tidur, atau duduk di tepi tempat tidur.
-     Dorong dan bantu latihan pernafasan abdomen atau pernafasan dengan mendorong bibir
-     Observasi batuk yang persisten, batuk kering, batuk basah. Bantu tindakan untuk meningkatkan efektivitas upaya batuk.
-     Tingkatkan asupan cairan menjadi 3000 mL/hari dalam toleransi jantung. Berikan air hangat kuku.
-     Hindari cairan es, terutama pada anak-anak
-     Batasi pajanan pada polutan lingkungan, seperti: debu, asap, dan bantal bulu sesuai dengan kondisi individual

Kolaboratif:
-     Berikan medikasi, sesuai indikasi, mis: aginis beta (epinefrin, albuterol,…), Bronchodilator (tiotropium), Antagonis leukotriene (montelukast, zileuton,…), Inhibitor enzim fosfodiesterase tipe 4 (roflumilast), Obat-obatan anti inflamasi oral, intravena (iv), dan steroid inhalasi (prednisone, methylprednisolone, dexametason, …), antimikroba, derivate metilksantin (aminofilin, teofilin, …), analgetik, supresan batuk, atau antitusif (codein).
-     Beri humidifikasi tambahan, seperti humidifieraerosol
-     Bantu dengan terapi pernafasan, seperti spirometri dan fisioterapi dada
-     Pantau foto ronsen
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan:
    Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (sekresi tertahan, bronkhospasme, udara yang terperangkap)
    Perubahan membrane kapiler alveolar
Status pernafasan: pertukaran gas
-     Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi ke jaringan yang adekuat dengan GDA berada dalam kisaran normal klien dan terbebas dari gejala distress pernafasan
-     Berpartisipasi dalam regimen terapi sesuai tingkat kemampuan individu dan situasi yang dialami.
Manajemen asam basa
Independent:
-     Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesoris, bernafas dengan mendorong bibir, dan ketidakmampuan untuk berbicara atau bercakap-cakap.
-     Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu klien mengambil posisi yang memudahkan kerja pernafasan.
-     Kaji dan pantau warna kulit dan membrane mukosa secara rutin
-     Dorong pengeluaran sputum; suction jika diindikasikan
-     Auskultasi bunyi nafas, perhatikan area penurunan aliran udara dan suara tambahan
-     Palpasi dada untuk mendeteksi fremitus
-     Pantau tingkat kesadaran dan status mental. Investigasi perubahan yang terjadi
-     Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman. Batasi aktivitas klien dan dorong tirah baring atau istirahat di kursi selama fase akut
-     Evaluasi pola tidur; catat laporan kesulitan tidur. Batasi stimulant seperti cafein
-     Pantau tanda vital dan irama jantung

Kolaboratif
-     Beri oksigen tambahan
-     Beri anti ansietas dengan hati-hati
-     Bantu ventilasi tekanan positif intermiten
Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan factor biologis – dyspnea; efek samping medikasi; anoreksia, mual, atau muntah; keletihan
Status nutrisi:
-    Menunjukkan pertambahan berat badan progresif kea rah tujuan dengan tepat
-    Mendemonstrasikan perubahan perilaku dan gaya hidup untuk mendapatkan kembali dan mempertahankan berat badan yang tepat
Terapi nutrisi
Independent:
-     Kaji kebiasaan diet, asupan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh atau massa tubuh
-     Auskultasi bising usus
-     Berikan perawatan mulut dengan sering, keluarkan sekresi yang dikeluarkan dengan cepat dan tepat, berikan wadah kkhusus untuk pembuangan sekresi dan tissue.
-     Dorong periode istirahat 1 jam sebelum dan setelah makan.
-     Berikan makanan dalam porsi  sedikit namun sering
-     Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonasi
-     Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin
-     Timbang berat badan sesuai indikasi.

Kolaboratif
-     Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan makanan bernutrisi seimbang yang mudah dicerna melalui mulut, makanan suplemen atau makanan yang diberikan melalui slang makanan, dan nutrisi parenteral
-     Tinjau albumin serum, glukosa, tes fungsi hati, dan nilai laboratorium elektrolit

Referensi
Astuti, Widya Harwina. (2010). Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: TIM

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier

Corwin, E. (2006). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Dosen Keperawatan Medikal Bedah. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC

Mansjoer, A. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United Kingdom: Elsevier
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
NANDA International. (2015). Nursing Diagnoses. Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY Blackwell
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta: Nu Med.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC

Riyadi, Sujono & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Smeltzer & Bare. (2012). Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC

Sundaru, Heru, Sukamto. 2006. Asma Bronkial dalam Sudoyo, Aru W, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadhibrata,S. Setiati, editor. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI

Wahid, Abd. Dan Suprapto, Imam. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: Trans Info Media.