Rabu, 23 November 2016

PERSALINAN KALA III



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang.
Kala tiga disebut juga dengan kalauriatau kala pengeluaran plasenta, kala tiga merupakan lanjutan dari kala satu(kala pembukaan) dan kala dua(kala pengeluaran bayi). Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada kala tiga sangat berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya.
Kala tiga dimulai setelah bayi lahir dan berhahir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Tujuan managemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu dan mencegah pendarahan. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan managemen aktif kala tiga.
Fisiologi kala tiga yaitu Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Tempat perlekatan menjadi semakin mengecil, ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.
Setelah plasenta lahir, dinding uterus akan berkontraksi dan menekan semua pembuluh darah sehingga akan menghentikan perdarahan dari tempat melekatnya plasenta. Sebelum uterus berkontraksi, dapat terjadi kehilangan darah 350-560 cc/menit dari tempat pelekatan plasenta
1.2              Rumusan Masalah.
1.2.1 Bagaimanakah konsep dasar  pada kala tiga?
1.2.2 Apa diagnosa keperawatan pada kala tiga?
1.2.3 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada kala tiga?
1.2.4 Bagaimana perencanaan tindakan pelaksanaan pendarahan?
1.2.5 Bagaimana perencanaan tindakan perawatan luka perineum?
1.3              Tujuan
Berdasarka rumusan masalah diatas kami selaku penyusun makalah dapat menarik suatu tujuan masalah diantaranya sebgai berikut:
1.3.1.      Tujuan Umum.
Mengetahui konsep dasar  menegemen aktif kala tiga serta langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap kala tiga.
1.3.2.      Tujuan Khusus.
Setelah mengikuti presentasi mahasiswa dan kelompok mampu serta dapat memahami isi dari sub pokok bahasan makalah yaitu tentang :
a           Konsep dasar  pada kala tiga
b          Diagnosa keperawatan pada kala tiga
c           Askep pada kala tiga
d          Perencanaan tindakan pelaksanaan pendarahan
e           Perencanaan tindakan perawatan luka perineum
1.4  . Manfaat
1.4.1.Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep dasar proses persalinan pada kala tiga.
1.4.2.Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami teknik pengkajian pada kala tiga
1.4.3.Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan pada kala tiga yaitu pengeluaran plasenta, penatalaksanaan pendarahan serta perawatan luka padsa perineun
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1              Dasar Teori
2.1.1        Definisi
Kala tiga disebut juga dengan kala uri atau kala pengeluaran plasenta, kala tiga merupakan lanjutan dari kala satu(kala pembukaan) dan kala dua(kala pengeluaran bayi). Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada kala tiga sangat berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya.
Kala tiga dimulai setelah bayi lahir dan berhahir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Tujuan managemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu dan mencegah pendarahan. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan managemen aktif kala tiga.
2.1.2        Fisiologi Kala Tiga

Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Tempat perlekatan menjadi semakin mengecil, ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.

Setelah plasenta lahir, dinding uterus akan berkontraksi dan menekan semua pembuluh darah sehingga akan menghentikan perdarahan dari tempat melekatnya plasenta. Sebelum uterus berkontraksi, dapat terjadi kehilangan darah 350-560 cc/menit dari tempat pelekatan plasenta.

 

 

2.1.3        Cara-cara Pelepasan Plasenta

a           Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih besar kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat di fundus.
b          Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini patologik.Lebih besar kemungkinan pada implantasi lateral. Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada keadaan normal akan lahir spontan dalam waktu kurang lebih 6 menit setelah anak lahir lengkap.
2.1.4        Prasat untuk Mengetahui Apakah Plasenta Lepas dari Tempat Implantasinya.
a           Prasat Kustner.
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
b          Prasat Strassmann
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat yang diregangkan ini berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
c           Prasat Klein
Wanita tersebut disuruh mengedan. Tali pusat tampak turun ke bawah. Bila pengedanannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
2.1.5        Tanda – tanda Pelepasan Plasenta
a           Perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.
b          Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
c           Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplasental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam waktu satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit.
2.1.6        Managemen Aktif Pengeluaran  Plasenta
a           Hal pertama yang harus dilakukan saat pengeluaran plasenta yaitu melakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir(tetap lakukan dorongan dorso-kranial)
                         1).     Jika tali pusat tambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
                         2).     Jika plasenta tidak lepas 15 menit tegangkan tali pusat:
a)      Beri dosis ulang oksitosin 10 unit IM
b)      Lakukan kateterisasi jika kandung kemih ppenuh
c)      Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
d)     Ulangi penegangan tali pusat 15 menit selanjutya
e)      Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi perdarahan , segera lakukan plasenta manual..
b          Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan. Jika slaput ketuban robek pakai sarung tangan DTT untuk melakukan eksplorasi,yaitu sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT untuk melakukan bagian selaput yang tertinggal.
c           Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi,  (fundus teraba keras)
d          Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh, masukkan plasenta kedalam kantong plastik atau tempat khusus.
e           Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum, lakukan penjahitan jika laserasi menyebabkan perdarahan, atau jika ada robekan yang menyebabkan perdarahan aktif segera lakukan penjahitan
2.1.7        Kontraksi Meometrium dan Perdarahan Kala Tiga
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus 500-800cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu akan mengalami perdarahan sekitar 350-500cc/menit dari tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi. Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan kurang dari satu jam atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley 1999). Sbagian besar kematian akibat perdarahan pasca persalinan terjadi pada beberapa jam setelah kelahiran bayi (Li, et, al, 1996).
Karena alasan ini, penatalaksanaan kala tiga sesuai standart penerapan menejemen aktif kala tiga merupakan cara terbaik untuk mengurangi kematian ibu. Dimasa lampau, sebagian basar penolong persalinan  menatalaksana persalinan kala tiga dengan cara menunggu plasenta lahir secara alamia (fisiologis). Intervensi dilakukan jika terjadi penyulit atau jika kemajuan persalinan kala tiga tidak normal. Menejemen aktif kala tiga hampir tidak menjadi perhatian karena melahirkan plasenta secara konvensional dianggap cukup memadai dan fisiologis. Paradikma proaktif  (pencegahan) dianggap berlebihan karena mengacu pada masalahnya yang belum terjadi sehingga tindakan yang diberikan dianggap pemborosan.
Beberapa faktor predisposisi yang yang terkait dengan perdarahan persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri adalah:
a           yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan diantaranya :
                                   1).     Jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidromnion).
                                   2).     Kehamilan gemelin
                                   3).     Janin besar (makrosomia)
b          Kala satu dan/atau dua yang memanjang
c           Persalinan yang cepat (partus presipitatus).
d          Persalinan yang diinduksi atau dipercepat oleh oksitosin (augmentasi)
e           Infeksi intra partum
f           Multiparitas tinggi
g          Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklampsia  /eklampsia.
2.1.8        Penatalaksanaan Pendarahan
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15detik setelah dilakukan rangsangan taktil (massase) fundus uteri:
a           Kompresi Bimanual Internal.
                         1).     Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukan secara obstetrik (menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus dan ke dalam vagina ibu
                         2).     Periksa vagina dan servik, jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat kontraksi secara penuh.
                         3).     Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada foniks anterior, tekan dinding anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus di tekan dari arah depan dan belakang
                         4).     Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan lamsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi
                         5).     Evaluasi keberhasilan:
a)      Jika uterus berkontraksi danperdarahan berkurang , teruskan melakukan KBI selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala empat.
b)      Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perineum, vagina dan servik   s apakah ada laserasi. Segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan.
c)      Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanualeksternal kemudian lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteriselanjutnya. Minta keluaga untuk mulai menyiapkan rujukan
(6)     Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau mesoprostol 600-1000mcg per rektak. Jangan berikan ergometrin pada ibu yang hipertensi karena ergometri meningkatkan tekanan darah
(7)     Gunakan jarum berdiameter besar ukuran 16-18, pasang infus dan berikan 500 cc larutan RL, yang mengandung 20 unit oksitosin.
(8)     Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
(9)     Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit,segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawat darurat difasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan operasi dan tranfusi darah.
(10) Sambil membawa ibu ketempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus cairan sampai tiba ditempat rujukan.
b        Kompresi Bimanual Eksternal
1)        Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan depan dinding korpus uteri dan di atas simpisis pubis
2)        Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
3)        Lakukan kompresi uterus dengan mendekatkan tangan belakang dan tangan depan agar pembuluh darah didalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi.
2.1.9        Laserasi
Laserasi adalah robekan perineum bisa terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan selanjutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet. Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher
Klasifikasi laserasi ada 4 yaitu:
a         Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
b        Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu dijahit).
c         Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani.
d        Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum.
Bila laserasi jalan lahir berada pada derajat III dan IV: Rujuk segera
2.1.10    Perawatan Luka Perineum
a           Persiapan Alat
                         1).     Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan
a)    Wadah berisi: Sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit, kasa steril, pincet
b)   Kapas DTT
c)    Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam wadah DTT.
d)   Patahkan ampul lidokain
                         2).     Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur
a)    Pasang kain bersih di bawah bokong ibu
b)   Atur lampu sorot atau senter ke arah vulva / perineum ibu
c)    Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun pada air mengalir
d)   Pakai satu sarung tangan DTT pada tangan kanan
e)    Ambil spuit dengan tangan yang berasarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain dan letakkan kembali ke dalam wadah DTT
f)        Lengkapi pemakaian sarung tangan pada tangan sebelah kiri
g)   Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum
h)   Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya merupakan derajat satu atau dua
b          Keuntungan Anestesi Lokal
1)      Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu).
2)      Bidan lebih leluasa dalam penjahitan
3)      Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah).
4)      Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi).
5)      Cairan yang digunakan: Lidocain 1 %. Tidak Dianjurkan Penggunaan
Lidocain 2 % (konsentrasinya terlalu tinggi dan menimbulkan nekrosis jaringan).
Lidocain dengan epinephrine (memperlambat penyerapan lidocain dan memperpanjang efek
kerjanya)
c           Tindakan Anastesi Lokal
1)      Beritahu ibu tentang tindakan yang akan dilakukan
2)      Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut bahwa vulva.
3)      Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap
4)      Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum
5)      Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang luka pada mukosa vagina
6)      Lakukan langkah 2-5 diatas pada kedua tepi robekan
7)      Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan
d          Penjahitan Laserasi pada Perineum
1)      Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa vagina. Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih pendek. Sisakan benang kira-kira 1 cm.
2)      Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin hymen.
3)      Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke belakang cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi kemudian ditarik keluar pada luka perineum.
4)      Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot. Lihat kedalam luka untuk mengetahui letak ototnya.
5)      Setelah dijahit sampai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah menjahit kearah vagina dengan menggunakan jahitan subkutikuler.
6)      Pindahkan jahitan dari bagian luka perineum kembali ke vagina di belakang cincin himen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya.
7)      Masukkan jari ke dalam rectum.
8)      Periksa ulang kembali pasa luka.
9)      Cuci daerah genital dengan lembut kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang diinginkan
e           Beri ibu informasi kesehatan tentang :
1)      Menjaga perineum selalu bersih dan kering
2)      Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya
3)      Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x per hari
4)      Kembali dalam seminggu untuk memeriksa luka
2.1.11    Keadaan Umum Ibu
Pada kala tiga biasanya keadaan umum ibu baik kesadaran composmenthis, tapi ibu nampak keletihan karena sehabis mengejan saat kala dua.
2.1.12    Keadaan Psikologis Ibu
Keadaan psikologis ibu ada 2 yaitu:
a           Cemas: cemas karena terjadi robekan pada daerah kemaluannya dan timbul adanya nyeri karena proses heacting pada daerah perineum, dan daerah vaginanya serta takut adanya sesuatu yang tidak diinginkan pada proses tersebut.
b          Bahagia: kadang-kadang ada ibu yang bahagia karena pada saat kala tiga ini bayi sudah lahir sehingga ibu bisa melihat bayinya. Dan pada keadaan inilah seorang ibu ada yang merasa bahagia
2.2              Askep Kala Tiga
2.2.1        Pengkajian
a           Data dasar (biodata)
Nama klien, umur, jenis kelamin, alamat, agama ,suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
b          Aktivitas / Istirahat
Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan
c           Sirkulasi
Tekaanan darah (TD) meningkat saat curah jantung meningkat, kemudian kembali ketingkat normal dengan cepat.
Hipotensi dapat terjadi karena respons terhadap analgetik dan anastesi.
Frekuensi nadi melambat pada respon terhadap perubahan curah jantung.
d          Makanan / Cairan
Kehilangan darah normal kira-kira 250-300 ml.
e           Nyeri / ketidak nyamanan
Dapat mengeluh tremor/menggigil,
f           Keamanan
Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan  adanya robekan atau laserasi.
       Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir munkin ada.
g          Seksualitas
Darah yang berwarna hitam keluar dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari endometrium, biasanya dalam 1-5 menit setalah melahirkan bayi.
       Tali pusat memanjang pada muara vagina.
       Uterus berubah dari diskoid menjadi bentuk globular dan meninggikan abdomen.
2.2.2        Diagnosa Keperawatan
a           Kekurangan volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari, atonia uterus
b          Nyeri b/d kontraksi rahim dan trauma pada jaringan.
2.2.3        Intervensi
a           Kekurangan volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari, atonia uterus.
Masalah Keperawatan
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1). Kekurangan volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari, atonia uterus.
1).          Tujuan:
Mempertahankan volume cairan
2).          Kriteria hasil:
- Pucat (-)
-Perdarahan (-)
-Mulut kering (-)
-Lemas (-)
Mandiri
1)  Intruksikan klien untuk mendorong pada kontraksi bantu mengarahkan perhatiannya untuk mengejan
2)  kaji tanda-tanda vital klien sebelum dan sesudah pemberian oksitosin,
3)  Palpasi uterus
4)  Pantau tanda dan gejala kehilangan cairan berlebih atau syok
5)  tempatkan bayi di payu dara klien bila ia merencanakan untuk memberikan ASI
6)  Masase uterus dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta
7)  Catat waktu untuk mekanisme pelepasan plasenta
8)  Inspeksi permukaan plasenta maternal dan janin, perhatikan ukuran , insersi tali pusat , keutuhan, perubahan vascular berkenaan dengan penuaan, dan kalsifikasi
9)  hindari menarik tali pusat secara berlebihan.
Kolaborasi
10)               berikan cairan melalui rute parenteral (infus)
11)               Berikan oksitosin melalui rute IM atau IV drip diencerkan dalam larutan elektrolit, sesuai indikasi preparat ergot IM dapat diberikan pada waktu yang sama
12)               catat informasi yang berhubungan dengan laserasi, bantu dengan perbaikan servik,  vagina, dan luas episiotomy
13)               tinggikan fundus uteri dengan memasukkan jari terus kebelakang dan menggerakkan badan uterus ke atas simpisis pubis
1)   Mengejan membantu klien mempermudah dalam proses pngeluaran plasenta, serta meningkatkan kontraksi uterus
2)   Efeksamping oksitosin yang sering terjadi adalah hipertensi
3)    menunjukkan relaksasi uterus dengan perdarahan kedalam uterus
4)   Untuk mengetahui kemungkinan adanya hemoragi post partum
5)   Pengisapan bayi akan merangsang pelepasan oksitosin dari hipofisis posterior, sehingga meningkatkan kontraksi meometriumdan menurunkan kehilangan darah
6)   Meometrium akan berkontraksi sebagai respon dari rangsang taktil lembut
7)   Pelepasan plasenta harus terjadi dalam 5 menit setelah kelahiran, kegagalan untuk lepas harus dilakukan pelepasan manual, karena semakin lama proses pelepasan plasenta maka akan lebih banyak darah yang keluar
8)   membantu mendeteksi abnormalitas yang mungkin berdampak pada keadaan ibu atau bayi baru lahir
9)   Kekuatan dapat menimbulkan putusnya tali pusat dan retensi fragmenplasenta, dan meningkatkan kehilangan darah
10)             bila kehilangan cairan berlebihan, penggantian secara parenteral dapat membantu memperbaiki volume sirkulasi dan oksigenasi dari organ vital
11)              meningkatkan efek vasokontriksi dalam uterus untuk mengontrol perdarahan pasca partum setelah pengeluaran plasenta
12)             Laserasi menimbulkan kehilangan darah dapat menyebabkan hemoragi
13)              memudahkan dalam pemeriksaan internal
b        Nyeri b/d kontraksi rahim dan trauma pada jaringan.
Masalah Keperawatan
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1).     Nyeri b/d kontraksi rahim dan trauma pada jaringan.
1).     Tujuan: mengurangi atau menghilangkan nyeri yang dirasakan oleh pasien
2).     Kriteria hasil:
-Gelisah(-)
-Otot tegang (-)
-Rileks (+)
- Skala nyeri 0-3
Mandiri
1).    Bantu dengan penggunaan teknik pernafasan selama perbaiakan pembedahan
2).    Berikan kompres es pada perineum setelah melahirkan
3).    Ganti pakaian dan linen basah
Kolaborasi
4).    Bantu dalam perbaikan episiotomi, bila perlu
5).    Berikan testosteron sipionat/estradiol valekat (Deladumone atau Ditate) dengan segera setelah melahirkan plasenta.
1).          Meningkatkan rileksasi dan mengalihkan perhatian dari adanya ketidak nyamanan
2).          Mengkontriksikan pembuluh darah , menurunkan odema, dan memberikan kenyamanan dan anastesi lokal
3).          Meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan perfusi jaringan, menurunkan kelelahan
4).          Penyambungan tepi-tepi memudahkan penyembuhan
5).          Digunakan untuk menekan laktasi
2.2.4        Implementasi
Implementasi yang dimaksud merupakan pengolahan dari perwujudan rencana tindakan. (Depkes RI, 1990 : 23, Liksidar   ,1990)
2.2.5        Evaluasi
Evaluasi juga merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawtan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan. (Nasrul Effendi, 1995).
Terdiri dari S-O-A-P
a         Evaluasi dari Diagnosa Pertama
Keadaan volume cairan cairan pasien kembali normal yaitu ditandai dengan wajah pasien tidak pucat, daerahbibir tidak begitu kering, serta pasien tidak begitu lemas. Dan perdarahan yang menyebabkan pasien kehilangan cairan juga dapat teratasi. dengan demikian tindakan berhasil dan bisa dilanjutkan perencanaan selanjutnya.
b        Evaluasi pada Diagnosa Kedua
Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan mulai berkurang, pasien tidak begitu gelisah, otot tidak tegang, serta terlihat rileks.dan saat ditanya rentan nyeri pasien mengatakan nyerinya ada di skala 0-3, dengan demikian tindakan berhasil dan bisa dilanjutkan perencanaan selanjutnya.
BAB 3
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Kala tiga disebut juga dengan kalauriatau kala pengeluaran plasenta, kala tiga merupakan lanjutan dari kala satu(kala pembukaan) dan kala dua(kala pengeluaran bayi). Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada kala tiga sangat berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya.
Kala tiga dimulai setelah bayi lahir dan berhahir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Tujuan managemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu dan mencegah pendarahan. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan managemen aktif kala tiga.
Cara-cara Pelepasan Plasenta
Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih besar kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat di fundus.
Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini patologik.Lebih besar kemungkinan pada implantasi lateral. Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada keadaan normal akan lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah anak lahir lengkap.
Laserasi adalah robekan perineum bisa terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan selanjutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
3.2              Saran
Berdasarkan  kesimpulan diatas kami selaku pnyusun makalah dapat menarik suatu saran guna untuk perbaikan makalah ini diantaranya sebagai berikut:
3.2.1. Saran Bagi Penyusun
1)      Penyusun seharusnya lebih meningkatkan koordinasi saat penyusunan materi
2)      Penyusun diharapkan sudah menguasai materi sebelun presentasi
3)      Penyusun lebih memperkaya sumber pustaka supaya kualitas makalah yang dihasilkan lebih baik lagi
3.2.2.  Saran Bagi Mahasiswa Perawat
1)      Mahasiswa sebagai audien diharapkan dapat berperan aktif selama presentasi maupun diskusi
2)      Mahasiswa diharapkan mencoba menerapkan isi dari materi, serta dapat mengambil manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
3)      Mahasiswa dapat mecoba mengapilikasikan isi materi untuk meningkatkan kualitas soft skill saat melaksanakan praktik
3.2.3.  Saran Bagi Dosen Pengajar
1)      Dosen mampu berkolaborasi dengan kelompok penyaji dalam pemberian materi
2)      Dosen mampu memberikan materi dengan jelas dan baik agar dapat dipahami oleh mahasiswanya
3)      Dosen mampu membuat suasana yang nyaman dan tenang selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Ed. 8. Jakarta: EGC
Edisi .3.(Revisi). 2007.Pelatihan asuhan persalinan normal - jakarta: JNPK-KR
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bi21
dan- jakarta: EGC
Hanifa wiknjosastro. 2002. Ilmu kebidanan. Ed- 2. Jakarta : yayasan bina pustaka sarwono prawirihardjo.
http:/// www.google.com// perawatan luka perineum/ diakses pada hari senin 24 November 2011 jam 12.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar