Senin, 07 Oktober 2013

ASKEP STROKE HEMORAGIK & NON-HEMORAGIK

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Stroke merupakan yaitu penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya supalai darah kebagian otak. Stroke disebakan oleh trombosis, embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan hanya menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih produktif. Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke permanen, sangatlah penting bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai penyakit stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit stroke.
Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit.
Berbagai fakta diatas menujukan, stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.


Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.

B.TUJUAN
1.    Umum
Agar mahasiswa mampu memahami konsep penyakit stroke serta asuhan keperawatan pasien stroke
2.    Khusus
a.    Agar mahasiswa mampu konsep penyakit stroke
b.    Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan pada pasien stroke
c.    Agar mahasiswa mampu asuhan keperawatan kasus

C.METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini kami mengunakan metode deskriptif, yang diperoleh dari literatur dari berbagai media, baik buku maupun internet yang di sajikan dalam bentuk makalah.

D.SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam penulisan makalah ini adalah:
BAB  I

BAB II

BAB III    :

:

:    Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan, dan yang terakhir Sistematika Penulisan.
Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep penyakit stroke, asuhan keperawatan pada pasien stroke, dan asuhan keperawatan kasus
Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran



BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Konsep Penyakit Stroke
1.    Pengertian Stroke
Menurut Brunner & Sudarth stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak.
Menurut Mansjoer A stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh peredaran darah otak non traumatik.
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Menurut Arif Mutaqin stroke adalah penyakit (kelainan) fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
Menurut Marilyn E. Doenges stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
2.    Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
a.    Trombosis
Trombosis ialah proses pembentukan bekuan darah atau koagulan dalam sistem vascular (yaitu,pembuluh darah atau jantung) selama manusia masih hidup, serta bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher. Koagulan darah dinamakan trombus. Akumulasi darah yang membeku diluar sistem vaskular, tidak disebut sebagai trombus. Trombosis ini menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema disekitarnya.
b.    Embolisme serebral
Embolisme serebral adalah bekuan darah dan material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh lain. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
c.    Iskemia serebri
Iskemia  adalah penurunan aliran darah ke area otak. Otak normalnya menerima sekitar 60-80 ml darah per 100 g jaringan otak per menit. Jika alirah darah aliran darah serebri 20 ml/menit timbul gejala iskemia dan infark. Yang disebabkan oleh banyak faktor yaitu hemoragi, emboli, trombosis dan penyakit lain.
d.    Hemoragi serebral
Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruangan sekitar otak. Pendarahan intraserebral dan intrakranial meliputi pendarahan didalam ruang subarakhnoid atau didalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak.








3.    Klasifikasi
Klasifikasi stroke di bedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi. Dibawah ini skema pembagian stroke menurut patologi serangan stroke

Skema 2.1 klasifikasi stroke 
a.    Stroke hemoragik
Merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istrahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Arif Muttaqin,  2008).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis vocal yang akut dan disebabkan oleh pendarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena dan kapiler. Pendarahan otak dibagi dua yaitu (Arif Muttaqin,  2008):
1)    Pendarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena heniasi otak. Pendarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.
2)    pendarahan subarakhnoid (PSA)
pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul kepala nyeri hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda merangsang selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan pendarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang subbarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. energi yang di hasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan  aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Dibawah ini tabel perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid
Gejala    PIS    PSA
Timbulnya    Dalam 1 jam    1 – 2 menit
Nyeri kepala    Hebat    Sangat hebat
Kesadaran    Menurun    Menurun sementara
Kejang    Umum    Sering fokal
Tanda rangsangan meningeal    +/-    +++
Hemiparese    ++    +/-
Gangguan saraf otak    +    +++
Tabel 2.1 perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarakhnoid
b.    Stroke nonhemorogik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbvul edema sekunder. Kesadaran umum nya baik.
Dibawah ini tabel perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik
Gejala (anamnesa)    Stroke nonhemoragik    Stroke hemoragik
Awitan (onset)    Sub akut kurang    Sangat akut/ mendadak
Waktu (saat terjadi awitan)    Mendadak    Saat aktifitas
Peringatan    Bangun pagi/ istirahat    -
Nyeri kepala    +50% TIA    +++
Kejang    +/-    +
Muntah    -    +
Kesadaran menurun    -,Kadang sedikit    +++
Koma/kesadaran menurun    +/-    +++
Kaku kuduk    -    ++
Tanda kerning    -    +
Edema pupil    -    +
Perrdarahan retina    -    +
Bradikardia    Hari ke-4    Sejak awal
Penyakit lain    Tanda adanya aterosklerosis diretina, koroner, perifer. Emboli pada kelainan katu, fibrilasi, bising karosis    Hampir selalu hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung hemolisis (HHD)
Pemeriksaan darah pada LP    -    +
Rontgen    +    Kemungkinan pengeseran glandula pineal
Angiografi    Oklusi, stenosis    Aneurisma ,AVM, massa intrahemisfer/ vasospasme
CT scan    Densitas berkurang (lesi hipodensis)    Massa intrakranial densitas bertam bah (lesi hipertensi)
Oftalmoskop    Penomena silang silver wire art    Perdarahan retina atau korpus vitreum
Lumbal fungsi
•    tekanan
•    warna
•    eritrosit   
Normal
Jernih
<250/mm3   
Meningkat
Merah
>1000/mm3
Arteriografi    Oklusi    Ada pengeseran
EEG    Di tengah    Bergeser dari bagian tengah
Tabel 2.2 perbedaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik
Klasifikasi stroke di bedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :
a.    TIA (Transient Ischemic Attack). Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang cdengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.    Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c.    Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat di awali dengan serangan  TIA berulang.


4.    Manifestasi klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragi seringkali ditandai dengan nyeri kepala hebat, terutama terjadi saat bekerja. Beberapa perbedaan yang terjadi pada strok hemisfer kiri dan kanan dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapat dan dengan pemeriksaan neurologis sederhana (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897). Perbedaan tersebut dapat dilihat tabel dibawah ini.
Stroke hemisfer kiri    Stroke hemisfer kanan
Paralisis tubuh kanan
Defek lapang pandang kanan
Afasia (ekpresif, reseptif atau global)
Perubahan kemampuan intelektual
Perilaku lambat dan kewaspadaan    Paralisis tubuh kiri
Defek lapang pandang kiri
Defisit persepsi khusus
Peningkatan distraktibiillitas
Perilaku impulsif dan penilaian buruk
Kurang kesadaraan terhadap defisit
Tabel 2.3 perbedaan stroke hemisfer kiri dan kanan (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897)
Defisit neurologis yang sering terjadi antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144):
a.    Kehilangan motorik
Stroke penyakit kehilangan motorik karena gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakaan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiparesis adalah kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang lain (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan) dan hemiplegia adalah paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). Serta disfungsi motor yang lain adalah ataksia (berjalan tidak mantap, dan tegak/tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar kaki pada sisi yang sama), disartria (kesulitan dalam membentuk kata), dan disfagia (kesulitan menelan)
b.    Kehilangan komunikasi
Fungsi otak antara lain yang dipengaruhi stroke bahasa dan komunikasi. Disfungsi bahasa dan komunikasi antara lain: disartria (kesulitan dalam membentuk kata, yang ditujukan dengan bicara yang sulit dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara yang terutama ekpresif atau represif.
c.    Defisit lapang pandang
Defisit lapang pandang karena gangguan jarak sensori primer antara mata dan korteks visual. Defisit lapang pandang pada stroke antara lain homonimus hemianopsia/kehilangan setengah lapang penglihatan (tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak), kehilangan penglihatan perifer (kesulitan melihat pada malam hari,tidak menyadari objek) dan diplopia (penglihatan ganda)
d.    Kehilangan sensori
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil dan auditorius.
e.    Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual, fungsi ini kemungkinan juga terjadi kerusakan. Disfungsi ini ditujukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi. Depresi umum terjadi karena respons alamiah pasien pasien terhadap penyakit.

f.    Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urin sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan mengunakan urinal karena kerusakan motorik. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius ekternal hilang atau berkurang.
5.    Patofisologi
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang di suplai oleh pembuluh darah yang tersumbat (Arif Muttaqin,  2008).
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turgulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area yang di suplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan, dan edema dan kongesti di sekitar area (Arif Muttaqin,  2008).
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan (Arif Muttaqin,  2008).
Karena trombosit biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embelus menyebabkan edema dan nekrosis di ikuti trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalisis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan pendarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebropaskular, karena perdarahan yang luas terjadi distruksi masa otak peningkatan tekanan intrakranial yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau foramen magnum.
Kematian disebabkan oleh kompresi batang otak, hemesper otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepergitiga kasus perdarahan otak di nekleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan  perfusi otak serta terganggunnya drainase otak. Agar lebih memahami patofisiologi stroke dibawah ini perhatikan skema dibawah ini

Skema 2.2 patofisiologi stroke (Arif Muttaqin,  2008)


6.    Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan luasnya area cedera antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144):
a.    Hipoksia serebral  diminimalkan dengan memberi oksigenisasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenisasi jaringan.
b.    Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c.    Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan menghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
7.    Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke meliputi (Arif Muttaqin,  2008):
a.    Angiografi serebri
Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti pendarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperi aneurisma atau malformasi vaskuler.



b.    Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhonid atau perdarahan pada intrakanial. Peningkatan jumlah protein  menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan  yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c.    CT Scan
Memperhatikan secara spesifk letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infrak atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan baisanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d.    Magnetic Imaging Resnance (MRI)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infrak akibat dari hemografik.
e.    USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f.    EEG
Pemeriksaan ini bertujuan melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.
8.    Penatalaksanaan
a.    Penatalaksanaan medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897).
b.    Penatalaksanaan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif Muttaqin,  2008):
1)    Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher
2)    Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
3)    Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4)    Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
c.    Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam. Dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase akut ini. Selain itu tindakan yang dapat dilakukan untuk menyatabilkan keadaan pasien dengan konsep gawat darurat yang lain yaitu dengan konsep ABC yaitu (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897):
1)    Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Contoh tindakannya adalah pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilitas, atau hipoventilasi dan Jangan biarkan makanan atau minuman masuk lewat hidung


2)    Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Contoh tindakannya adalah intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif, karena henti pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini dan  berikan oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal
3)    Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular),  yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. Contoh tindakannya adalah pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif.
Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil yaitu (Arif Mansjoer, 2000. hal 17-26):
1)    Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak
2)    Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak
3)    Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4)    CT scan atau MRI bila alat tersedia.






B.    Asuhan Keperawatan Teoritis
1.    Pengkajian
a.    Pengkajian Primer
-    Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri.
-    Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas.
-    Circulation
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular),  yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut
b.    Pengkajian Sekunder
1)    Wawancara (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
a)    Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
b)    Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c)    Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis, Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA, Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan dalam sensorik, motorik, dan visual.
d)    Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi, cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif
e)    Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
f)    Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g)    Pola-pola fungsi kesehatan:
-    Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol.
-    Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
-    Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
-    Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
-    Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot,
-    Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
-    Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
-    Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
-    Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
-    Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
-    Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2)    Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
a)    Keadaan umum:  mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.
b)    Pemeriksaan integument:
-    Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
-    Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
-    Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c)    Pemeriksaan leher dan kepala:
-    Kepala: bentuk normocephalik
-    Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
-    Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
d)    Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e)    Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f)    Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g)    Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h)    Pemeriksaan neurologi:
-    Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
-    Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
-    Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
-    Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
2.    Diagnosa (Marlyn E Doengoes, 2000)
a.    Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
b.    Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
c.    Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ekstermitas.
d.    Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot.
e.    Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara  pada hemisfer, otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
3.    Perencanaan dan Implementasi (Marlyn E Doengoes, 2000)
a.    Diagnosa 1
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil: Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi    Rasionalisasi
Kaji faktor penyebab dari situasi/keaadaan individu/ penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.    Deteksi dini untuk memprioritasikan intervensi, mengkaji status neurologis/ tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pemebedahan.
Memonitor tanda-tanda  vital tiap 4 jam.    Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan baik merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri. Peningkatan tekanan darah, bradikardi, distirmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.


Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.    Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatan TIK oleh efek rangsangan kumulatif.
Observasi tingkat kesadaran dengan GCS    Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi:
Pemberian O2 sesuai indikasi    Mengurangi hipoksemia, di mana dapat meningkatkan vasodalitasi serebri dan volume darah dan menaikkan TIK
b.    Diagnosa 2
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. GCS 4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 x/menit, suhu: 36-36,7oC, RR:16-20 x/menit).
Intervensi    Rasionalisasi
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.    Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan, serta hati-hati pada hipertensi sistolik.    Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan  darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan  infeksi.
Bantu klien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.    Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intrabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
Kolaborasi:
Berikan cairan per infus dengan perhatian ketat.    Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskular dan tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat menurunkan edema serebri.
Monitor AGD bila diperlukan pemeberian oksigen.    Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri.
c.    Diagnosa 3
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kreteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi, meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi    Rasionalisasi
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.    Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
Ubah posisi klien setiap 2 jam.    Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.    Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.     Deteksi dini adanya gangguan sikulasi dan hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilitasi.
Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.    Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan.
d.    Diagnosa 4
Tujuan:  dalam waktu 3x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.
Kriteria hasil: klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi    Rasionalisasi
Mandiri
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.   
Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.    Bagi klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
Beri kesempatan untuk menolong diri     Mengurangi ketergantungan.
Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi     Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.    Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi
e.    Diagnosa 5
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam  klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi, klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi    Rasionalisasi
Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri.    Membantu menentukkan kerusakan area pada otak dan menentukan kesulitan klien dengan sebagaian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area Wernicke, dan kerusakan pada area Broca).
Bedakan afasia dengan disatria.    Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dengan tipe gangguan.
Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi.    Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan dapat mengklarifikasikan percakapan.



Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar, dan mendemonstrasikan  secara visual gerakan tangan.    Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.
Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.    Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
C.    Asuhan keperawatan kasus
1.    Kasus
Pada pagi jam 08.00 wib tanggal 08 Desember 2012, Tn. A dibawa ke rumah sakit soedarso. Tn A dibawa dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun. Keluarga pasien mengatakan ia tidak kejang dan sebelumnya pasien tidak pernah jatuh dan terbentur.  Klien telah dirawat di IGD selama 3 hari dan keadaan Tn A membaik sehingga dibawa ke ruangan melati. Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat dan keluarga











2.    Pola gordon
a.    Identitas
Nama    : Tn. A
Umur    : 45 tahun
Jenis Kelamin    : Laki-laki
Agama    : Islam
Bangsa/Suku    : Indonesia / Melayu
Pendidikan    : SMP
Status Pernikahan    : Sudah Menikah
Alamat    : Jln. Tanjung Raya 2 No.10
Ruang    : Melati
No. Rm    : 027321
Tanggal masuk    : 08 Desember 2012
Tanggal Pengkajian    : 11 Desember 2012
Diagnosa Medis    : Stroke Non Hemoragik
Penanggung Jawab    : Keluarga pasien
b.    Riwayat Kesehatan Klien:
1)    Kesehatan masa lalu:
Klien mengatakan ia mengalami penyakit hipertensi hingga sekarang.
2)    Riwayat kesehatan sekarang:
a)    Alasan utama masuk rumah sakit:
Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke rumah sakit tanggal 08 Desember 2012, jam 07.30 wib dikarenakan pingsan dikamar mandi setelah bangun setalah pingsan klien sulit mengerakan tubuh bagian kiri dan berbicara sedikit pelo.
b)    Keluhan waktu di data
Tn A mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakkan. kemudian bicaranya pelo padahal sebelumnya tidak pelo. Klien mengatakan semua kebutuhannya ditolong oleh perawat dan keluarga

c.    Riwayat Kesehatan Keluarga:
Klien mengatakan ayahnya pernah mengalami penyakit hipertensi dan penyakit stroke dan meninggal dikarenakan stroke
d.    Genogram Keluarga





Keterangan
Laki-laki        :
Perempuan        :
Sudah meninggal    :
    Pasien        :
e.    Data Biologis
1)    Pola Nutrisi:
A : Antopometric measurement (pengukuran antopometri)
Klien memiliki berat badan 170 cm dengan berat badan 67 kg
B : Biomedical data (data biomedis)
Hasil laboraturium: Hb : 15 g/dl (14-18 g/dl), Ht : 45,3 % (40,7 %-50,3 %), Kreatinin :  0.68 mg/dl (0,5 – 1,5 mg/dl), ureum : 30 mg/dl  (20 – 40 mg/dl)
C : Clinical sign (tanda-tanda klinis status nutrisi)
Klien mengatakan lesu dan lemah. Kulit klien lembut dan lembab. Konjungtiva anemis. Rambut kusam dan kusut.
D : Dietary (diet)
Klien mengatakan sebelum sakit makan tiga kali sehari. sangat suka mengkonsumsi daging sapi. Klien mengatakan saat sakit klien susah untuk menelan makanan tetapi klien makan setengah piring klien mengatakan makan 3x sehari ingin sekali makan rendang sapi.
2)    Pola Minum:
Sebelum sakit :
Klien mengatakan :
-    klien minum air putih sekitar 8-10 gelas per hari
-    klien tidak suka mengkonsumsi minuman keras (beralkhohol).
-    klien hanya minum kopi setiap pagi sebelum pergi kesawah.
Saat sakit :
Klien mengatakan :
-    klien hanya minum air putih sekitar 6-8 gelas per hari
3)    Pola Eliminasi :
Sebelum sakit :
Klien mengatakan :
-    klien BAB dan BAK nya tak menentu per harinya berapa kali.
-    BAB nya tidak encer dan berwarna kuning.
-    BAK nya bewarna kuning pekat dan tidak berbau.
Saat sakit :
Klien mengatakan :
-    susah BAB, karna tidak bisa berjalan dan hanya di bantu perawat saat BAB diatas tempat tidur.
-    Karakteristik fesesnya tidak berubah, sama seperti saat sebelum sakit.
-    BAK nya sering namun, kencingnya melalui urinal kateter.
4)    Pola istirahat dan tidur :
Sebelum sakit :
Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam pada jam 21.00 – 05.00 wib dan siang hari tidur 2-3 jam waktunya tidak menentu
Saat sakit :
Klien mengatakan :
-    Klien mengatakan pada malam tidur hanya sekitar 6-9 jam waktu tidak menentu dan siang hari tidur 3-4 jam waktunya tidak menentu
f.    Pemeriksaan fisik
1)    head to toe
a)    keadaan umum :
klien tampak lemah dan sulit  mengerakan tubuh
b)    tingkat kesadaaran :
komposmentis E4M5V5 = 14
c)    Vital Sign    :
TD:  130/90 mmHg
Nadi:  70 x/mnt
RR:  20 x/mnt
Suhu:  36 oC
d)    Kepala s/d leher
Klien konjungtiva anemi - , ikterik -, tidak mengunakan otot bantu napas, muka klien asimetris
e)    Thorax     
Paru-paru   : Rhonki -/-
Wheezing -/-
Jantung      :  klien tidak terdengar bunyi S3 dan S4 dan tidak terdengar mur-mur jantung
f)    Abdomen
Hepar             :  tidak teraba
Lien                :  tidak teraba
Meteorismus     :  tidak ada
Bising usus        :  normal
g)    Ekstremitas
Oedem    :  tidak ada
Akral    :  hangat
2)    Syaraf kranial
a)    N.I (olfactorius)
Klien dapat mencium bebauan yang diberikan (tidak ada kelainan pada fungsi penciuman)
b)    N.II (opticus)       
Klien dapat melihat dan membaca bacaan dekat dengan baik, klien dapat melihat dan membaca snellen chart dengan baik lapang pandang 90o
c)    N.III, IV, VI (oculomotorius, trochlearis, abducen)
-    Kedudukan bola mata : tengah-tengah dan Ptosis  -/-
-    Pergerakan bola mata :
Ke nasal    :  +/+
Ke temporal    :  +/+
Ke atas    :  +/+
Ke bawah    :  +/+
-    Pupil
Bentuk                 :  bulat/bulat
Lebar                   :  + 3 mm / + 3 mm
Reaksi cahaya langsung     : +/+
d)    N.V. (trigeminus)
-    Cabang Motorik
Otot masseter                   :  lemah
Otot temporal                   :  lemah
-    Cabang Sensorik
maxilaris                    :  Normal
mandibularis              :  Normal
-    Reflek kornea langsung     :  Normal
e)    N.VII (Facialis)
-    Waktu Diam
Kerutan dahi    :  simetris / asimetris
Tinggi alis    :  simetris / asimetris
Sudut mata    :  simetris / simetris
-    Waktu Gerak
Mengerut dahi     :  simetris / lebih dangkal
Menutup mata    :  simetris / simetris
Bersiul                  :  simetris / asimetris
Memperlihatkan gigi    :  simetris / asimetris
Tersenyum     :  simetris / asimetris
Mengembungkan pipi    :  simetris / asimetris
f)    N.VIII (Vestibulocochlearis)
-    Vestibulo
Rinne dan webber :Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
-    Cochlearis
Romberg : Tidak dilakukan
g)    N.IX dan X (Glosophoryngeys dan Vagus)
-    Bagian Motorik
Suara                               : biasa
Menelan                           : sulit menelan
Kedudukan arcus pharynx     : Normal
Kedudukan uvula              : Normal
-    Bagian Sensorik
Reflek muntah                   :  +
Reflek palatum molle         :  Normal
h)    N. XI (Accesorius)
Mengangkat bahu               :  Normal / lemah
Memalingkan kepala           :  Normal / lemah
i)    N. XII (hypoglosus)
Kedudukan lidah waktu istirahat ke kiri, waktu gerak ke kiri, tidak terjadi atrofi otot lidah. Kekuatan lidah menekan bagian dalam pipi  N / N
3)    Sistem Motorik
Gerakan :        Kekuatan :
Bebas     Terbatas         5    2
Bebas     Terbatas         5    2

Tonus :        Trophi :
Normal    Hipotonus        5    2
Normal    Hipotonus        5    2
4)    Reflek-reflek
-    Reflek Fisiologis
Jenis refleks    Kanan    Kiri
Refleks biseps    Normal    Meningkat
Refleks triseps    Normal    Meningkat
Refleks achiles    Normal    Meningkat
Refleks patela    Normal    Meningkat
-    Reflek Patologis
Babinski    :  +
Chaddock       :  -
Oppenheim    :  -
Gordon           :  -
Gonda         :  -
Schaffer      :  -
5)    Susunan saraf otonom
Miksi               :  Normal
Defekasi               :  Normal
Salivasi           :  Normal
Sekresi keringat      :  Normal
g.    Data Psikososial :
1)    Status emosi.
Klien tampak tenang selama sakit dan selalu ditemani keluarga
2)    Konsep diri.
klien mengatakan bangga sebagai kepala keluarga, klien mengatakan tidak malu dengan keadaanya sekarang karena selalu dijengguk ddan dimotivasi oleh keluarga
3)    Gaya komunikasi
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
4)    Pola interaksi
Klien dapat berinteraksi dengan baik dengan perawat dan keluarga selama sakit
h.    Data Sosial :
1)    Pendidikan pendidikan terakhir klien SMP
2)    Hubungan sosial
klien mengatakan sebelum sakit aktif dalam kegiatan masyarakat dan saat sakit klien pernah dijengguk dan dimotivasi oleh masyarakat
3)    Sosiokultural
Klien tidak memiliki kebudayaan pada sakit yang bertentangan dengan kesehatan.
4)    Gaya hidup
Klien mengatakan tidak minum-minuman keras
klien merokok 2 bungkus rokok saat sakit setiap hari dan minum kopi 1 gelas setiap pagi
i.    Data Spiritual :
Sebelum: klien mengatakan sering sholat 5 waktu dan mengikuti pengajian setiap minggu
Saat sakit: klien mengatakan sulit beribadah tetapi klien mencoba untuk selalu sholat, klien dan keluarga mengkaji tiap malam
j.    Data Penunjang :
Cholesterol        :  211 mg/dl
Trigliserida        :  100 mg/dl
Cholesterol LDL        :  157 mg/dl
Cholesterol HDL        :  34 mg / dl
BUN        :  9 mg/dl
Kreatinin        :  0.68 mg/dl
SGOT        :  25 u/l
SGPT        :  16 u/l


3.    Analisa data
No     Data senjang    Etiologi     Problem
1    DS:
klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri
Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga
DO:
Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis
Kekuatan otot dan gerakan:


    kelemahan neuromuskular pada ekstermitas
























    Hambatan mobilitas fisik
2    DS:
Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga
Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya
DO:
klien tampak lemah dan lesu
klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan
klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS
Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga    kelemahan neuromuskular    Defisit perawatan diri
3    DS:
Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga
DO:
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah
Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan    kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral    Kerusakan komunikasi verbal



4.    Rencana keperawatan
No     Diagnosa keperawatan    Tujuan dan kriteria hasil    Implementasi     Rasional
1    Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular pada ekstermitas ditandai dengan
DS:
klien mengatakan sulit mengerakan badan, tangan dan kaki bagian kiri
Klien mengatakan sulit untuk berdiri dan perlu dibantu perawat dan keluarga
DO:
Klien tampak lemah, tingkat kesadaran komposmentis
Kekuatan otot dan gerakan:
     klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam dengan kriteria hasil:
-    klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontarktur sendi
-    meningkatnya kekuatan otot
-    klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.    -    Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
-    Ubah posisi klien setiap 2 jam.
-    Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.
-    Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
    -    Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
-    Menurunkan risiko luka tekan.
-    Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot
-    Untuk memelihara fleksibilitasi sendi sesuai kemampuan
2    Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular ditandai dengan:
DS:
Klien mengatakan semua aktivitas sehari-hari dibantu perawat dan keluarga
Klien mengatakan sulit mengerakan tubuh sehingga menganggu ADL nya
DO:
klien tampak lemah dan lesu
klien tampak menggaruk tubuhnya dan kulit klien tampak kemerahan
klien mengatakan baru mandi satu kali selama dirawat di RS
Klien susah memenuhi ADL nya sendiri sehingga sering di bantu keluarga    terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri klien, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil:
-    klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan
-    mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
-    Klien tidak lemah dalam memenuhi ADLnya    -    Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
-    Beri kesempatan untuk menolong diri
-    Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB. Kemampuan menggunakan urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi
-    Indentifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas    -    Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
-    Mengurangi ketergantungan.
-    Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
-    Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi
3    Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral ditandai dengan:
DS:
Klien mengatakan sulit berbicara dengan perawat dan keluarga
DO:
Klien berbicara pelo, kurang jelas dengan intonasi yang sedang
Otot masseter klien lemah dan otot temporal klien lemah
Kedudukan lidah sebelum dan sesudah digerakan ke kanan    klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengepresikan perasaannya. Setelah dilakukan keperawatan selama 2x24 jam dengan kriteria hasil:
-    terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi
-    klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.    -    Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi.
-    Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi.
-    Lakukan terapi berbicara secara bertahap sesuai tingkat komunikasi klien    -    Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya.
-    Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.
-    Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk berkomunikasi
-    Agar klien dapat mempraktikan keterampilan praktis dalam berkomunikasi



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

B.    Kesimpulan
Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak.Penyebabnya adalah trombosis, embolisme serebral, iskemia dan hemoragi serebral. Stroke dapat mengakibatkan banyak kerugian dari penderita dan keluarga. Bahkan penyakit ini dapat mengakibatkan kematian. Penangganan pada klien yang menderita stroke haruslah cepat, tepat dan akurat untuk meminimalkan kecacatan yang diakibatkan.

C.    Saran
Saran yang disampaikan adalah agar mahasiswa lebih memahami konsep penyakit stroke dan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke serta mendalami penangganan pasien dengan stroke


Daftar Pustaka

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna Publishing.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Doengoes, Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien: Jakata. Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius.
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar