Rabu, 20 Juli 2011

Askep Sindrome Gullian-Barré

A. Definisi

Sindrome Gullian-Barré adalah polineuropati pascainfeksi yang mengakibatkan demielinasi terutama pada saraf motorik tetapi kadang-kadang juga saraf sensori (Nelson, Waldo E., 1996). Sindrom ini mengenai orang dari semua umur dan bukan herediter.

Menurut Bosch, 1998. Sindroma Gullian-Barré (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis

Epidemiologi

Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur. Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun.

Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.

Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.

Etiologi

Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:

Infeksi
Vaksinasi
Pembedahan
Penyakit sistematik:
Keganasan
Systemic lupus erythematosus
Tiroiditis
Penyakit Addison Kehamilan atau dalam masa nifas

Patofisiologi

Gullain Barre Syndrome diduga disebabkan oleh kelainan system imun yang melalui mekanisme limfosit medialed delayed hypersensivity atau lewat antibody mediated demyelinisation. Masih diduga, mekanismenya adalah limfosit yang berubah responya terhadap antigen.

Limfosit yang berubah responnya menarik makrofag ke saraf perifer, maka semua saraf perifer dan myelin diserang sehingga selubung myelin terlepas dan menyebabkan system penghantaran implus terganggu.

Karena proses ditujukan langsung pada myelin saraf perifer, maka semua saraf perifer dan myelin saraf perifer, maka semua saraf dan cabangnya merupakan target potensial, dan biasannya terjadi difus. Kelemahan atau hilangnya system sensoris terjadi karena blok konduksi atau karena axor telah mengalami degenerasi oleh karena denervasi. Proses remyelinisasi biasannya dimulai beberapa minggu setyelah proses keradangan terjadi.

Gambaran Klinis

Penyakit infeksi dan keadaan prodromal :

Pada 60-70 % penderita gejala klinis SGB didahului oleh infeksi ringan saluran nafas atau saluran pencernaan, 1-3 minggu sebelumnya . Sisanya oleh keadaan seperti berikut : setelah suatu pembedahan, infeksi virus lain atau eksantema pada kulit, infeksi bakteria, infeksi jamur, penyakit limfoma dan setelah vaksinasi influensa .

Fase Masa laten

Waktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal yang mendahuluinya dan saat timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa laten ini berkisar antara satu sampai 28 hari, rata-rata 9 hari (4). Pada masa laten ini belum ada gejala klinis yang timbul.

Keluhan utama

Keluhan utama penderita adalah prestasi pada ujung-ujung ekstremitas, kelumpuhan ekstremitas atau keduanya. Kelumpuhan bisa pada kedua ekstremitas bawah saja atau terjadi serentak pada keempat anggota gerak.

Gejala Klinis :

1.Kelumpuhan

2.Gangguan sensibilitas

3.Saraf Kranialis

4.Gangguan fungsi otonom

5.Kegagalan pernafasan

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Identitas klien : meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama : kelumpuhan dan kelemahan
Riwayat keperawatan : sejak kapan, semakin memburuknya kondisi / kelumpuhan, upaya yang dilakukan selama menderita penyakit.

2. Pemeriksaan Fisik

B1 (Breathing)

Kesulitan bernafas / sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya kapasitas vital / paru, reflek batuk turun, resiko akumulasi secret.

B2 (Bleeding)

Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah kemerahan.

B3 (Brain)

Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun, perubahan ketajaman penglihatan, ganggua keseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan.

B4 (Bladder)

Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.

B5 ( Bowel)

Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi anal.

B6 (Bone)

Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera / injuri fraktur tulang, hemiplegi, paraplegi.

3. Diagnosa keperawatan

Dx 1. Resiko terjadi bersihan saluran nafas tidak efektif b.d penurunan reflek menelan dan peningkatan produksi saliva

Tujuan : Setelah dirawat sekret bersih, saliva bersih, stridor (-), sumbatan tidak terjadi

Tindakan:

- Lakukan perawatan EET setiap 2 jam

- Lakukan auskultasi sebelum dan setelah tindakan fisiotherapi dan suction

- Lakukan fisiotherapi nafas dan suction setiap 3 jam jika terdengar stridor atau SpO2 < 95 %

- Monitor status hidrasi

- Monitor vital sign sebelum dan setelah tindakan

- Kolaborasi pemberian bisolvon 3 X 1 tab

Dx 2: Resiko terjadi disuse syndrome b.d kelemahan tubuh sebagai efek perjalanan penyakit GBS

Tujuan : Setelah dirawat

-Kontraktur (-)

- Nutrisi terpenuhi

- Bab dan bak terbantu

- Personal hygiene baik

Tindakan:

- Bantu Bab dab Bak

- Monitor intake dan output cairan dan lakukan balance setia 24 jam

- Mandikan klien setiap hari

- Lakukan mirimg kanan dan kiri setiap 2 jam

- Berikan latihan pasif 2 kali sehari

- Kaji tanda-tanda pnemoni orthostatik

- Monitor status neurologi setiap 8 jam

- Kolaborasi:

Alinamin F 3 X 1 ampul
Sonde pediasuer 6 X 50 cc
Latihan fisik fasif oleh fisiotherapis

Dx : Resiko tinggi terjado infeksi b.d pemakaian alat perawatan seperti kateter dan infus

Tujuan : setelah dirawat diharapkan

- Tanda-tanda infeksi (-)

· leiko 3-5 X 10 4, Pada px urine ery (-), sylinder (-),

· Suhu tubuh 36,5-37 oC

· Tanda-tanda radang pada lokasi insersi alat perawatan (-)

Tindakan :

- Rawat ETT setiap hari

- Lakukan prinsip steril pada saat suction

- Rawat tempat insersi infus dan kateter setiap hari

- Ganti kateter setiap 72 jam

- Kolaborasi :

· Pengggantian ETT dengan Tracheostomi

· Penggantian insersi surflo dengan vanocath

· Pemeriksaan leuko

· Pemeriksaan albumin

· Pemberian profilaksis Amox 3 X 500 mg dan Cloxacilin 3 X 250 mg

DAFTAR PUSTAKA

Nelson, Waldo E., 1996. Ilmu kesehatan Anak Vol.3. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar