Kamis, 21 Juli 2011

Asuhan Keperawatan Pada Asma Bronkial

A. Pengertian

Asma didefinisikan sebagai suatu penyakit dari system pernafasan yang meliputi peradangan jalan nafas dan gejala-gejala bronkospasme yang bersifat reversible (Crackett, Antony. 1997).

Asma Bronkhial adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari saluran napas, terhadap bermacam-macam rangsangan yang ditandai dengan penyempitan saluran napas disertai keluarnya lendir yang berlebihan dari kelenjar-kelenjar di dinding saluran napas, sehingga menimbulkan gejala batuk, mengi dan sesak. Penyempitan saluran napas dapat sembuh dan kembali seperti semula secara spontan dengan atau tanpa obat.

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

Asma dapat didefinisikan sebagai kondisi yang bercirikan penyempitan saluran pernafasan atau sementara waktu yang biasanya tercermin pada penderita dalam bentuk nafas berbunyi yang terjadi sewaktu-waktu (Sinclair, Chris. 1995).

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara (wikipedia.com).

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan.









B. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

C. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.

a. Faktor predisposisi

•Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi

•Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.

ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.

ex: makanan dan obat-obatan

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

ex: perhiasan, logam dan jam tangan

•Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

•Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

•Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

•Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. Patofisiologi

asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

E. Manifestasi Klinik

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari

F. Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

° Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

° Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.

° Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

° Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah

° Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

° Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

° Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

° Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

G. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

° Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

° Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

° Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

° Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

° Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

2. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

° Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.

° Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block).

° Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

5. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

H. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

6. Deformitas thoraks

7. Gagal nafas

I. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1. Pengobatan non farmakologik:

° Memberikan penyuluhan

° Menghindari faktor pencetus

° Pemberian cairan

° Fisiotherapy

° Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik :

° Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2

golongan :

a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :

- Orsiprenalin (Alupent)

- Fenoterol (berotec)

- Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

b. Santin (teofilin)

Nama obat :

- Aminofilin (Amicam supp)

- Aminofilin (Euphilin Retard)

- Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

° Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak- anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

° Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

J.Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:

Riwayat kesehatan yang lalu:

Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya. •

Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan. •

Kaji riwayat pekerjaan pasien. •

Aktivitas

Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas. •

Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan •

aktivitas sehari-hari.

Tidur dalam posisi duduk tinggi. •

Pernapasan

Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan. •

Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur. •

Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan •

hidung.

Adanya bunyi napas mengi. •

Adanya batuk berulang. •

Sirkulasi

Adanya peningkatan tekanan darah. •

Adanya peningkatan frekuensi jantung. •

Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis. •

Kemerahan atau berkeringat. •

Integritas ego

Ansietas •

Ketakutan •

Peka rangsangan •

Gelisah •

Asupan nutrisi

Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. •

Penurunan berat badan karena anoreksia. •

Hubungan sosal

Keterbatasan mobilitas fisik. •

Susah bicara atau bicara terbata-bata. •

Adanya ketergantungan pada orang lain. •

Seksualitas

Penurunan libido •

K. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.

Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.

Intervensi


Rasional

Mandiri

Auskultasi bunyi nafas, catat

adanya bunyi nafas, ex: mengi


Beberapa derajat spasme

bronkus terjadi dengan

obstruksi jalan nafas dan

dapat/tidak dimanifestasikan

adanya nafas advertisius.

Kaji / pantau frekuensi

pernafasan, catat rasio inspirasi /

ekspirasi.


Tachipnea biasanya ada pada

beberapa derajat dan dapat

ditemukan pada penerimaan

atau selama stress/ adanya

proses infeksi akut.

Catat adanya derajat dispnea,

ansietas, distress pernafasan,

penggunaan obat bantu.


Disfungsi pernafasan adalah

variable yang tergantung pada

tahap proses akut yang

menimbulkan perawatan di

rumah sakit.

Tempatkan posisi yang nyaman

pada pasien, contoh :

meninggikan kepala tempat tidur,

duduk pada sandara tempat tidur


Peninggian kepala tempat

tidur memudahkan fungsi

pernafasan dengan

menggunakan gravitasi.

Pertahankan polusi lingkungan

minimum, contoh: debu, asap dll


Pencetus tipe alergi

pernafasan dapat mentriger

episode akut.

Tingkatkan masukan cairan

sampai dengan 3000 ml/ hari

sesuai toleransi jantung

memberikan air hangat.


Hidrasi membantu

menurunkan kekentalan

sekret, penggunaan cairan

hangat dapat menurunkan

kekentalan sekret,

penggunaan cairan hangat

dapat menurunkan spasme

bronkus.

Kolaborasi

Berikan • obat sesuai dengan

indikasi bronkodilator.


Merelaksasikan otot halus dan

menurunkan spasme jalan

nafas, mengi, dan produksi

mukosa.

Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia

Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.

Intervensi


Rasional

Mandiri

Kaji kebiasaan diet, masukan

makanan saat ini. Catat derajat

kerusakan makanan.


Pasien distress pernafasan akut

sering anoreksia karena

dipsnea.

Sering lakukan perawatan oral,

buang sekret, berikan wadah

khusus untuk sekali pakai.


Rasa tak enak, bau menurunkan

nafsu makan dan dapat

menyebabkan mual/muntah

dengan peningkatan kesulitan

nafas.

Berikan oksigen tambahan

selama makan sesuai indikasi.


Menurunkan dipsnea dan

meningkatkan energi untuk

makan, meningkatkan masukan.

Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen(spasme bronkus)

Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.

Intervensi


Rasional

Mandiri

Kaji/awasi secara rutin kulit

dan membrane mukosa.


Sianosis mungkin perifer

atau sentral keabu-abuan

dan sianosis sentral mengindikasi

kan beratnya

hipoksemia.

Palpasi fremitus


Penurunan getaran vibrasi

diduga adanya pengumplan

cairan/udara.

Awasi tanda vital dan irama

jantung


Tachicardi, disritmia, dan

perubahan tekanan darah

dapat menunjukan efek

hipoksemia sistemik pada

fungsi jantung.

Kolaborasi

Berikan oksigen tambahan

sesuai dengan indikasi hasil

AGDA dan toleransi pasien.


Dapat memperbaiki atau

mencegah memburuknya

hipoksia

Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.

Hasil yang diharapkan :

- mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko

infeksi.

- Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.

Intervensi


Rasional

Mandiri

Awasi suhu.


Demam dapat terjadi karena

infeksi dan atau dehidrasi.

Diskusikan kebutuhan nutrisi

adekuat.


Malnutrisi dapat mempengaruhi

kesehatan umum

dan menurunkan tahanan

terhadap infeksi.

Kolaborasi

Dapatkan specimen sputum

dengan batuk atau pengisapan

untuk pewarnaan

gram,kultur/sensitifitas.


untuk mengidentifikasi

organisme penyabab dan

kerentanan terhadap

berbagai anti microbial.

Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.

Hasil yang diharapkan :

• menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.

<

Intervensi


Rasional

Jelaskan tentang penyakit

individu


Menurunkan ansietas dan dapat

menimbulkan perbaikan

partisipasi pada rencana

pengobatan.

Diskusikan obat pernafasan,

efek samping dan reaksi yang

tidak diinginkan.


Penting bagi pasien memahami

perbedaan antara efek samping

mengganggu dan merugikan.

Tunjukkan tehnik penggunaan

inhakler.


Pemberian obat yang tepat

meningkatkan keefektifanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar