Rabu, 03 Agustus 2011

Askep pada klien dengan DM

Askep pada klien dengan DM
askep DM
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS + GANGREN KAKI
Definisi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin di dalam tubuh. Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).
II. Etiologi
Etiologi Diabetes mellitus yaitu :
Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel – sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
b. Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, Metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
III. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskuler. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati perifer menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993 ). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
IV. Klasifikasi
a. Klasifikasi Diabetes mellitus dan ciri-ciri klinikny (Smelzer dan Bare, 2001)
Klasifikasi sekarang Klasifikasi sebelumnya Ciri-ciri kliniknya
DM Tipe I (insulin dependent diabetes mellitus)/IDDM Diabetes Juvenile (juvenile onset diabetes) §1 Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (
§2 Biasanya bertubuh kurus saat didiagnosis, dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi
§3 Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi dan lingkungan
§4 Sering memiliki antibodi pulau langerhans
§5 Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi insulin
§6 Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen
§7 Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup
§8 Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin
§9 Komplikasi akut: ketosis diabetik
DM Tipe II (non insulin dependent diabetes mellitus)NIDDM Diabetes awitan dewasa (maturity onset diabetes) §1 Awitan terjadi dalam segala usia, biasanya >30 tahun
§2 Bertubuh gemuk saat didiagnosis
§3 Etiologi mencakup faktor herediter, obesitas dan lingkungan
§4 Tidak ada antibodi pulau langerhans
§5 Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin
§6 Mayoritas gula darah dapat diturunkan dengan penurunan berat badan
§7 OHO dapat digunakan bila diit dan latihan tidak berhasil
§8 Mungkin diperlukan insulin untuk jangka pendek atau jangka panjang untuk mencegah hiperglikemia
§9 Ketosis jarang terjadi kecuali dalam keadaan stres atau menderita infeksi
§10 Komplikasi sindrom hiperosmolar
DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain Diabetes sekunder §1 Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit pankreatitis, kelainan hormonal, obat-obat seperti glukokortikoid dan preparat yang mengandung estrogen
§2 Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin; pasien mungkin memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin
Diabetes gestasional(GDM) Diabetes gestasional (GDM) §1 Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga
§2 Disebabkan oleh hormon yang disekresikan oleh plasenta yang menghambat kerja insulin
§3 Resiko terjadinya perinatal diatas normal, khususnya makrosomia
§4 Diatasi dengan diit dan insulin (jika diperlukan) untuk mempertahankan secara ketat kadar normal glukosa darah
§5 Terjadi 2-5% dari seluruh kehamilan
§6 Intoleransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi dapat kambuh kembali:
- Pada kehamilan berikutnya
- 30-40% akan mengalami diabetes yang nyata (khususnya DM tipe 2)
§1 Faktor resiko mencakup: obesitas, usia>30 tahun, riwayat diabetes dalam keluarga, pernah melahirkan dengan makrosomia sebelumnya
b. Wagner (1995)membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan /tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
Pada perabaan terasa dingin.
Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
Didapatkan ulkus sampai gangren.
Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
V. Kriteria diagnosis DM dengan gangguan toleransi glukosa
Diagnosis DM apabila :
Terdapat gejala – gejala DM ditambah dengan,
Salah satu dari GDP > 120 mg/dl dan 2 J PP > 200 mg/dl, atau random GDA > 200 mg/dl.
Diagnosis DM apabila :
Tidak terdapat gejala DM tetapi,
Terdapat dua dari GDP > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200 mg/dl, atau random GDA > 200 mg/dl.
Diagnosis GTG apabila :
GDP
Untuk kasus meragukan dengan hasil GDP > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200 mg/dl, ulangi pemeriksaan sekali lagi dengan persiapan minimal 3 hari dengan diit karbohidrat > 150 gr/hari dan kegiatan fisik seperti biasa.
VI. Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang rendah (50-60 mg/dl atau 2,7-3,3 mmol/L).
b. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Ditandai dengan: dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
c. Koma hiperomolar non ketotik (KHNK)
Terjadi hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareness).
2. Komplikasi Kronis
a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak
b. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik, nefropati diabetik
c. Neuropati diabetik
d. Penurunan imun tubuh (rentan infeksi), seperti infeksi TBC, gingivitis, dan infeksi saluran kemih
e. Kaki diabetik yang berpeluang menimbulkan terjadinya amputasi
Penatalaksanaan.
Terapi primer: Diit.
Latihan Fisik.
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
Terapi sekunder: Obat Hypoglikemi ( OAD dan Insulin )
Cangkok pancreas
VII.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
Urine
Pemeriksaan didapat adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
Asuhan keperawatan
Pengkajian
Pengumpulan data
Anamnese
Identitas penderita
Berisiko tingi pada usia >30 tahun, obesitas, riwayat keluarga DM tipe 2, kebiasaan diet tidak sehat, kurang olahraga, BB bayi >4 kg.
Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Perencanaan
1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : – Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan kelancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
Kolaborasi dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
2. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1. Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. Pus dan jaringan nekrotik berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
3. Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, S. Price & Wilson (1995). Patofisiologi konsep klinis Proses-proses Penyakit, edisi 2, bagian 2. Jakarta: EGC.
Carpennito, L.J. (1998). Diagnosa Keperawatan. alih bahasa Yasmin asih, Edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, JE. (2001). Pankreas dan Diabetes mellitus. Jakarta: EGC
Suyono, S. (1996). Penyakit Dalam. Jilid I.Edisi 3. Jakarta: FKUI.
Smeltzer, Suzanne and Brenda Bare (2001). Buku Ajar Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC. Hal: 156-160.
Tjokroprawiro, Askandar (2000). Diabetes Mellitus : Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi edisi 3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal: 56-60.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar