Rabu, 03 Agustus 2011

KONSEP DASAR ASKEP APENDIKSITIS (APENDIXITIS)

KONSEP DASAR ASKEP APENDIKSITIS (APENDIXITIS)

KONSEP DASAR

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkan untuk diproses oleh tubuh. Selama dalam proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana dan dapat diserap oleh usus, kemudian digunakan oleh sel jaringan tubuh (Irianto Kus, 2004 : 168 ).

Menurut Irianto (2004 : 169), alat pencernaan adalah bagian-bagian tubuh yang mengambil bagian dalam mencernakan makanan yang kita makan dan mengunyahkan dari bentuk kasar menjadi bentuk lembut, sehingga makanan itu dapat diserap oleh usus.

Ada 4 proses pencernaan dalam proses pencernaan makanan yaitu proses pengunyahan, proses penelanan, proses pencairan dan pencernaan dan proses penyerapan (Sujonohadi, 1999 : 1).

Appendix
Organ saluran cerna membuat suatu lumen kontinue yang berawal dari mulut dan berakhir di anus. Fungsi utama saluran cerna adalah mencerna makanan dan menyerap cairan dan zat gizi yang diperlukan untuk energi dan sebagai bahan dasar (building bloes) untuk pertumbuhan (Alpers, Ann, 2006 : 1999).

1. Saluran pencernaan makanan menurut Irianto (2004 :168) terdiri dari :
1. Rongga mulut
Rongga mulut adalah rongga lonjong pada permukaan saluran pencernaan terdiri dari :
1. Pipi dan bibir
Mengandung obat-obat yang diperlukan dalam proses mengunyah dan bicara.
2. Lidah
Lidah berfungsi sebagai alat membantu bersuara, untuk menelan makanan dan melumatkan bahan makanan dalam rongga mulut.
3. Gigi untuk mengunyah makanan
2. Tekak
Tekak atau laring terletak di belakang hidung, mulut dan tenggorokan.
3. Kerongkongan
Kerongkongan (esofagus) adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya 21 cm dan garis tengah 2 cm, terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung, berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung.
4. Lambung
Lambung atau perut besar (kantong nasi) adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar, terletak di dalam rongga perut agak sebelah kiri atau bawah diafragma. Bentuk ukuran dan posisi sangat tergantung pada bentuk tubuh, sikap dan derajat peregangan lambung. Bila kosong lambung menyerupai tabung berbentuk "J" dan bila terisi penuh berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal tabung 1-2 liter.
Tiga pembagian anatomi lambung meliputi fundus, korpus, dan pilorus. Fundusmerupakan bagian yang membesar ke kiri dan di atas pintu masuk esofagus ke dalam lambung. Korpus merupakan bagian di tengah dan pilorus merupakan bagian yang lebih rendah. Lambung berakhir dengan sfingter pilorus. Kedua ujung lambung dihubungkan oleh sfingter yang mengatur pemasukan dan pengeluaran. Sfingter kardio atau sfingter esofagus bagian bawah mencegah aliran balik zat-zat ke dalam esofagus.
Lambung terdiri atas empat lapisan :
1. Selubung serosa yang terletak di luar dibentuk oleh peritoneum yang menutupi permukaan lambung dan melipat pada kurvatora minor sebagai omentum minusdan mafus.
2. Lapisan otot pada dinding lambung terdiri dari otot polos. Lapisan luar terdiri dari lapisan longitudinal dan dibawahnya ini ada lapisan tebal terdiri atas serabutkonginetal.
3. Sub mukosa ini menghubungkan antara lapisan otot dan lapisan mukosa lambung. Lapisan ini mengandung pleksus-pleksus syaraf pembuluh darah daninfark.
4. Mukosa lambung tersusun dalam lipatan-lipatan longitudinal yang dinamakanrugae yang memungkinkan meregang.

Lambung menerima makanan dari kerongkongan. Gerakan peristaltik (gerakan memijat-mijat) berjalan berulang-ulang setiap menit tiga kali dan merayap perlahan-lahan kepilorus. Perjalanan makanan masuk ke lambung berjalan lancar pada waktu kita sedang makan, tetapi perjalanan makanan keluarga lambung tidak dimulai segera. Mula-mula makanan harus dibuat cair, kemudian jumlah kecil kira-kira 70 cc, berjalan melalui lubangpilorus masuk usus 12 jari (duodenum).

Kelenjar lambung mengeluarkan sekret yaitu cairan pencernaan penting getah lambung. Getah ini adalah cairan asam bening tak berwarna. Mengandung HCl (asam klorida) yang mengasamkan semua makanan dan bekerja sebagai zat antiseptik dan disinfektan. Membuang banyak mikroorganisme yang ikut masuk bersama-sama makanan.

Di dalam lambung makanan dicerna secara kimiawi. Enzim pencernaan yang terdapat dalam getah lambung yaitu :
1. Ptialin dihasilkan oleh kelenjar saliva.
2. Pepsin dihasilkan oleh draf cell lambung
3. Lipase lambung dihasilkan oleh lambung.
4. Tripsin, leomstripsin, karboksipeptidae, lipase pankreas, amilase pankreas dihasilkan oleh eksokrin pankreas.
5. Aminopeptidan, direptiadase, maltasae, latase, sukrase, lipase usus, dihasilkan oleh kelenjar usus halus.

Fungsi lambung ada 2 yaitu fungsi motoris lambung dan fungsi sekresi dan pencernaan :
1. Fungsi motoris lambung terdiri atas :
1. Fungsi reservoir yaitu menyimpan makanan.
2. Fungsi mencampur yaitu memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya getah lambung melalui kontraksi otot
3. Fungsi pengosongan lambung, diatur oleh pembukaan spingter pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan dan kerja.
2. Fungsi sekresi dan pencernaan
1. Mencernakan protein oleh pepsin dan HCl dimulai pencernaan pasi dan lemak oleh amilase lambung dan lipase dalam lambung pencernaannya kecil.
2. Sintesis dan pengeluaran gastrik dipengaruhi oleh asupan protein, peregangan autrium dan rangsangan vagus.
3. Sekresi faktor intrinsik, memungkinkan absorbsi vitamin B12 dan usus halus bagian distal.
4. Sekresi mukus yang membentuk selubung pelindung bagian lambung serta memberikan perumusan makanan agar mudah di transpor.
2. Sistem Pencernaan Pada Usus Halus Menurut dr Kartono (1999 : 188).
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak diantara lambung dan usus besar. Panjangnya 230 cm dan diameternya 2,5 - 2,75 cm bila sedang relieks total.
1. Duodenum (usus 12 jari )
Duodenum adalah tube yang berbentuk C, dengan panjang kira-kira 25 cm, pada bagian belakang abdomen, melengkung melingkari pancreas. Duodenum digambarkan ke dalam 4 bagian, yaitu :
1. Bagian I : menjalar kearah kanan
2. Bagian II : menjalar kearah bawah
3. Bagian III : menjalar kearah transversal kiri dan disebelah depan vena kava inverior dan aorta
4. Bagian IV : menjalar kearah atas untuk selanjutnya bergabung dengan jeyenum
2. Jeyenum dan Ileum
Jeyenum merupakan bagian pertama dan ileum merupakan bagian kedua dari seluruh usus halus. Semua bagian usus tersebut bervariasi dari 300 - 900 cm, nama mereka merupakan nama tradisional, tidak terdapat perbedaan yang jelas diantara ketiganya. Jeyenum agak sedikit lebih besar, mempunyai dinding yang tebal, mempunyai lipatan membrane mukosa lebih banyak dan memiliki lebih sedikit peyers. Bila sedang relaks panjangnya kira-kira 80 - 90 cm dan merupakan 40 % dari usus halus.
Ileum bila sedang relaks panjangnya hampir 120 - 140 cm dan merupakan 60 % dari usus halus. Sebagian besar makanan yang masih ada diserap disisni.
Getah usus berwarna kuning jernih, PH 7,6. Mengandung berbagai enzim misalnya peptidase, maltase, sukrase, ribonuklease, dan enterikonase.
Suplai darah pada usus halus yaitu oleh percabangan arteri mesentarika superior (yang merupakan percabangan aorta). Percabangan tersebut terikat dalam mesentrik oleh sejumlah arcades arteri, tempat timbulnya percabangan terminal. Persarafan limfe pada usus halus yaitu oleh saraf simpatis dan parasimpatis.
Fungsi usus halus, yaitu :
1. Mensekresi cairan usus
2. Menerima cairan empedu
3. Mencerna makanan
4. Mengabsorbsi air, garam dan vitamin
5. Menggerakkan kandungan usus sepanjang usus oleh kontraksi segmental pendek dan gelombang cepat yang menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih cepat.

Getah usus dan pankreas mengandung enzim yang mengubah :
1. Protein menjadi asam amino
2. Karbohidrat menjadi glukosa, maltosa dan galaktosa
3. Lemak menjadi asam lemak dan gliserol (dengan bantuan garam empedu pada keluaran empedu kedalam duodenum oleh kontraksi kelenjar empedu). Pencernaan makanan disempurnakan, zat-zat makanan dipecah menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana yang dapat diserap melalui dinding usus halus ke dalam aliran darah dan limfe.
3. Usus Besar
Usus besar atau kolon yang kira-kira satu setengah meter panjangnya, adalah sumbangan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileosekal, yaitu tempat sisa makanan lewat. Refleks gastrokolik terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar. Refleks ini menyebabkan defekasi atau pembuangan air besar.
Kolon mulai sebagai kantong yang mekar dan padanya terdapat apendix vermiformis atau umbai cacing. Apendix juga terdiri atas keempat lapisan dinding yang sama seperti usus lainnya, hanya lapiasan submukosanya berisi sejumlah besar jaringan limfe, yang dianggap mempunyai fungsi serupa dengan tonsil.
Sebagian terletak di bawah sekum dan sebagian di belakang sekum atau disebut retrosekum. Dalam apendistis apendix meradang, yang umumnya menghendaki operasi apendiktomi. Adapun letak dari apendiktomi yaitu terletak di antara kolon asendens dan kolon desendens, yang tepatnya terletak di kanan bawah kolon asendens.
Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot iliopsoas. Dari sini kolon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal dan disebut kolon asendens. Di bawah hati berbelok pada tempat yang disebut flexura hepatika, lalu berjalan melalui tepi daerah epigastrik dan umbilikal sebagai kolon transversus.
Di bawah limpa ia membelok sebagai flexura sinistra atau flexura lienalis dan kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal sebagai kolon desendens. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yang disebut flexura sigmoid dan di bentuk kolon sigmoideus atau kolon pelvis dan kemudian masuk pelvis besar dan menjadi rektum.
Rektum ialah yang sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar, dimulai dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal yang kira-kira 3 cm panjangnya. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang di jaga oleh otot internal dan eksternal.
Struktur kolon terdiri atas keempat lapisan dinding yang sama seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersususn dalam tiga jalur yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus, dan tidak memiliki vili. Di dalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi oleh epitelium silinder yang memuat sel cangkir.
Struktur rektum serupa dengan yang ada pada kolon, tetapi dinding yang berotot lebih tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-lipatan membujur yang disebut kolumna morgagni. Semua ini menyambung ke dalam swaluran anus. Di dalam saluran anus ini serabut otot sirkuler menebal untuk membentuk otot sfinker anus interna. Sel-sel yang melapisi saluran anus berubah sifatnya; epitelium bergaris menggantikan sel-sel silinder. Sfinker externa menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup.
Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorpsi makanan. Bila usus halus mencapai sekum maka semua zat makanan telah diabsorpsi dan isisnya cair. Selama perjalanan di dalam kolon isisnya menjadi semakin padat karena air diabsorpsi dan ketika rektum dicapai maka feses bersifat padat-lunak. Peristaltik di dalam kolon sangat lamban. Diperlukan waktu kira-kira enam belas sampai dua puluh jam bagi isinya untuk mencapai flexura signoid.
Fungsi kolon dapat diringkas sebagai berikut :
1. Absorpsi air, garam dan glukosa
2. Sekresi musin oleh kelenjar di dalam lapisan dalam
3. Penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan sayuran hijau dan penyiapan sisa protein yang belum dicernakan oleh kerja bakteri guna ekskrsi
4. Defekasi (pembuangan air besar)


B. Pengertian
Apendiksitis adalah inflamasi apendiks, suatu bagian seperti kantung yang non-fungsional terletak dibagian interior sekum ( Ester Monica , 2002 : 63).

Apendisitis merupakan penyakit bedah sebagai akibat kebudayaan, terutama yang menyangkut kebiasaan makan. Apendisitis terletak pada cecum di ujung tenia (pita otot). Panjang pendeknya usus buntu itu berpengaruh terhadap terjadinya peradangan. Ujung usus buntu dapat terletak pada semua arah caecum misalnya dapat sampai ke panggul, ke sakrum atau melilit ke usus halus. Letak yang paling banyak ditemui adalah retrocaecal (di belakang cecum). Apendisitis lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita ( Oswari E. , 2005 : 212).

Apendisitis ialah penyakit tersering yang memerlukan pembedahan darurat. Sekitar 1 dari 15 orang (7 %) mengalami apendisitis. Insidensi puncak adalah usia 12 tahun, penyakit ini jarang sebelum usia 2 tahun. Laki-laki mengalahkan perempuan 25. pada sepertiga kasus, ruptur apendiks sebelum operasi dan menyebabkan penyakit serius ( Rudolph Abraham M., 2007 : 1219).

Menurut Dubley (1997 : 442), apendiktomi adalah operasi paling memuaskan dalam bedah perut gawat darurat. Apendektomi merupakan satu-satunya pengobatan apendisitis sederhana atau apendisitis perforasi yang disertai peritonitis kalau tersedia fasilitas serta personalitas yang adekuat.

Prinsip sayatan pada apendektomi adalah cecum adalah bangunan yang paling samping dalam rongga perut dan juga sasaran pembedahan. Oleh karena itu, buat irisan yang benar-benar sampingan selebar jari (tak lebih dari 2-3 cm) ke arah tengah dari spina anterior superior, bukan langsung di atas titik Mc. Burney, mengabaikan ini bisa menyebabkan ketidakrapian dan usus halus menjadi viskus yang terpapar, menimbulkan frustasi pencarian caecum lebih lanjut ke arah samping (Dubley, Hugh, 1997 : 227).

Apendiktomi retrogad dilakukan terutama pada apendiksitis retrocaecal, apendik melekat pada bangunan retroperitoneal.

Suatu luka apendiktomi tidak boleh dilewati oleh suatu drain, meskipun suatu abses apendiks dapat di drainase langsung melalui irisan kecil. Apabila di luar diduga ada kumpulan nanah lokal, suatu drain dapat dimasukkan di tepi luka (Schrock MD, Theodere R, 1998 : 227).

C. Penyebab / Faktor Predisposisi

Penyebab paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses, yang akhirnya merusak suplai darah dan merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi (Ester Monica, 2002 : 63).

Lumen yang biasanya oleh fekal dan merangsang mengeluarkan sekret mukus yang mengakibatkan pembengkakan. Penyebab apendisitis juga bisa terjadi karena tumor, cacing, virus dan bakteri yang masuk ke apendik dan menyebabkan apendik membengkak karena mukus yang banyak keluar.

Dari penjelasan para ahli di atas sebab-sebab apendisitis adalah :

1. Obstruksi lumen oleh feses
2. Fekalit dalam lumen appendik
3. Tumor
4. Cacing
5. Virus atau bakteri

Sedangkan menurut Oswari E (2005 : 211) penyebab apendisitis belum diketahui secara pasti. Kuman yang sering ditemukan dalam apendiks belum diketahui secara pasti. Lumen yang sering ditemukan dalam apendiks ditemukan dalam apendiks yang meradang adalah E. Coli dan streptococus.

Etiologi appendisitis menurut Inayah Iin (2004 : 196) adalah :

1. Diet kurang serat
2. Batu
3. Tumor
4. Cacing atau parasit
5. Infeksi usus
6. Benda asing


D. Patofisiologi/Pathway/Pohon Masalah

Bila apendiks tersumbat, tekanan intraluminal meningkat, menimbulkan penurunan drainase vena, trombosis, edema, dan invasi bakteri dinding usus. Bila obstruksi berlanjut, apendiks menjadi semakin hiperemik, hangat dan tertutup eksudat yang seterusnya menjadi gangren dan perforasi. (Ester Monika, 2002 : 63).

Penyumbatan lumen oleh benda yang asing akan mengakibatkan membengkaknya jaringan limfoid. Sekresi akan terus menerus, akibatnya appendiks menjadi teregang menyebabkan hipoksia kemudian diserasi dan terjadi mutasi serta multiplikan pada dinding appendiks sehingga mengakibatkan kematian jaringan,gangren perforasi.

Selain penyumbatan lumen oleh benda asing, pengeluaran sekret mukus mengakibatkan pembengkakan. Infeksi dan pembengkakan tekanan intra luminal biasanya mengakibatkan nekrosis, gangren dan perforasi. Pada kasus klasik appendiksitis akut, gejala-gejala permulaan adalah sakit atau perasaan tidak enak di sekitar umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah. Gejala ini biasanya berlangsung 1-2 hari.

Dalam beberapa jam rasa sakit bergeser ke kuadran bawah dan mungkin terdapat spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukositosis moderat.

Penyebab utama dari appendiksitis adalah obstruksi atau penyumbatan yang dapat disebabkan oleh :

1. Hiperplasia dari fekalit limfoid, merupakan penyebab terbanyak
2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks
3. Adanya benda asing seperti cacing
4. Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya
5. Sebab lain, misalnya keganasan (karsinoma, karsinoid)


E. Pathway

* Download Pathway Apendiksitis


F. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang

Macam-macam apendiks menurut Inayah Iin (2004 : 196) adalah :

* Apendisitis atipikal
Berhubung dengan posisi, usia atau keadaan lain seperti kehamilan.
* Apendisitis retrosekal dan retroileal
Gejala : Radang, sakit tidak hebat, batuk, saat berjalan tidak terasa sakit, nyeri epigastrium, sering buang air kecil akibat iritasi pada ureter, sedikit terasa nyeri pada pinggang sebelah kanan.
* Apendisitis pelvik
Gejala : Sakit yang hebat, nyeri epigastrium, sering buang air kecil dan defekasi, disuria dan diare, tidak ada nyeri tekan, nyeri rektal atau vagina.
* Apendisitis obstruktif
Gejala : Sakit kejang hebat (kolik) akibat obstruksi uus halus dan terjadi gangren yang akhirnya terjadi oklusi akut pembuluh mesenterial.
* Apendisitis bizar
Akibat malnutrisi usus.
* Apendisitis para orang tua
Gejala : Keluhan samar-samar, terlambat berobat, demam ringan, stadium lebih lanjut.
* Apendisitis kehamilan
Gejala : Sakit tekan di bawah kanan di perut, trimester ke-3.

Gejala prodromal (tanda penyakit akan timbul) berupa lemas, mual, muntah dan perut terasa tidak enak, kadang terasa sakit di sekitar pusat lalu pindah ke perut kanan bawah. Pasien sering tidur dengan paha kanan ditekuk karena bila diluruskan apendiks akan terangsang sehingga menimbulkan perasaan sakit.

Apabila perut kanan ditekan terasa sakit, disebut test Mc-burney positif. Pada wanita ditemukan nyeri tekan pada perut kanan bawah, harus dilakukan periksa dalam untuk membedakan dengan peradangan tuba atau ovarium. Demam tidak terlalu tinggi pada permulaan suhu yang tinggi 39° - 40°C biasanya bukan disebabkan oleh apendisitis.

Bila suhu meningkat dengan tiba-tiba, perlu diperiksa terjadinya perforasi apendiks. Bila testis kanan ditarik, kadang-kadang timbul perasaan nyeri, konstipasi beberapa hasil, anak bisa mencret (Oswari E, 2005 : 213).

Sedangkan menurut Rudolph Abraham M, (2007 : 122) adalah:

* Rasa lelah dan anoreksia.
* Rasa tidak nyaman pada epigastrium, diikuti oleh rasa tidak nyaman di periumbilicus baik akibat nyeri peradangan atau kolik dan tidak bergantung pada lokasi apendik.
* Demam ringan disertai mual dan kadang muntah.
* Nyeri pada kuadran kanan bawah sekitar 30 % pasien apendiks mungkin terletak di lokasi lain.
* Apendiks di panggul menyebabkan nyeri hipogastrium.
* Nyeri hilang mendadak, mengisyaratkan perforasi karena tekanan intra apendiks demam tinggi, muntah, rasa haus, malaise, diare kadang-kadang.
* Distensi abdomen, demam, muntah, iritabilitas, letargi.
* Nyeri saat berjalan dan mungkin melengkungkan tubuhnya di pinggang.
* Apendik yang meradang akan mengalami perforasi dalam 24 sampai 48 jam (36 % pada 36 jam) setelah awitan gejala.


Apendiksitis dibagi menjadi 2 yaitu :

* Apendisitis non obstruktif (Catarrhal)
Inflamasi pada membran mukosa dan folikel limfe, tetapi lumen appendik tetap terbuka sehingga memungkinkan drainage. Pada keadaan ini terjadi nyeri daerah umbilikus yang samar-samar sedikit mual dan kadang-kadang muntah, sehingga sering dianggap sebagai salah cerna.
* Apendisitis obstruktif (supuratif)
Pada tipe ini tidak saja terjadi inflamasi seperti pada appendisitis non-obstruktif tetapi juga terdapat penyumbatan lumen misalnya cacing gelang, fekalit atau bahkan oleh folikel limfe yang membesar serta menonjol ke dalam lumen tersebut. Keadaan ini menimbulkan penutupan rongga sehingga terjadi distensi yang mengakibatkan gangren dan perforasi pada dinding apendik. Keadaan ini rasa nyeri dirasakan semakin tajam dan terjadi peningkatan leukosit.


Menurut Rudolph, Abraham M (2007 : 122) adalah

1. Jumlah leukosit yang lebih besar dari 16.000 /ul atau jumlah leukosit lebih tinggi dari 1000 /mm3, normalnya 5000-10.000 /mm3. Tetap bahkan pada perforasi apendisitis, jumlahnya mungkin normal. Hematuria mungkin berkaitan dengan apendiksitis.
2. Pemeriksaan urin rutin.
3. Jumlah netrofil lebih tinggi dari 75 %.
4. Radiografi abdomen, yang besarnya dilakukan tetapi jarang memberikan banyak manfaat akan menunjang secara kuat diagnosis apendisitis apabila ditemukan fekalit. Fekalit ditemukan pada hampr 25 % pasien apendisitis.


G. Fokus Pengkajian (Fisik dan Psikologis )

1. Data Subyektif
1. Sebelum operasi
1. Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikalis kemudian menjalar ke bagian perut kanan bawah.
2. Rasa sakit hilang timbul.
3. Mual dan muntah.
4. Diare atau konstipasi.
5. Tungkai kanan tidak dapat diluruskan.
6. Rewel dan menangis.
7. Lemah dan lesu.
8. Suhu tubuh meningkat.
2. Sesudah operasi
1. Mengeluh sakit pada daerah luka operasi terutama bila digerakkan.
2. Haus dan lapar.
3. Takut melakukan aktivitas.
4. Pendarahan.
2. Data Obyektif
1. Sebelum operasi
1. Nyeri tekan titik Mc. Burney.
2. Bising usus meningkat, perut kembung.
3. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat.
4. Hasil lekosit meningkat 10.000 - 12.000 dan 13.000 UI bila sudah terjadi perforasi.
5. Obstipasi.
2. Sesudah operasi
1. Luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen.
2. Bed rest / aktivitas terbatas.
3. Puasa dan infus.
4. Bising usus berkurang.
3. Data Laboratorium
1. Darah
1. Lekosit > 10.000 - 18.000
2. Netrofil meningkat 75 %.
2. Urine
1. Normal (kadang ditemukan lekosit)
4. Data Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Abdomen
Kadang-kadang ditemukan adanya sedikit " fluid lever" adanya fekalit.
2. Barium Enema
Appendiks terisi barium hanya sebagian.


H. Potensial Komplikasi

* Peritonitis.
* Dehidrasi.
* Obstruksi usus.
* Abses appendiks.
* Plebitis (tromboplebitis septik vena porta yang akan mengakibatkan demam, panas tinggi dan ikterus).


I. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yamg muncul pada kasus apendiksitis adalah sebagai berikut antara lain:

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tindakan anesthesi.
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
4. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah


J. Fokus Intervensi

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tindakan anesthesi (Tucker, 1998)
1. Tujuan : Nafas menjadi efektif.
2. Kriteria hasil : Menunjukkan tanda-tanda nafas efektif
3. Intervensi :
1. Kaji status pernafasan : tipe, frekuensi dan karater pernafasan.
2. Tinggikan bagian kepala.
3. Auskultasi paru-paru untuk mendengarkan berbagai nafas setiap 2 jam.
4. Ubah posisi tiap 2 jam.
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah (Doengoes, 2000)
1. Tujuan : Nyeri berkurang
2. Kriteria hasil :
1. Melaporkan hilang atau terkontrol.
2. Tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat.
3. Intervensi :
1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya skala (0-10).
2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler.
3. Dorong ambulasi dini.
4. Berikan aktivitas hiburan.
5. Kolaborasi dengan berikan analgesik sesuai indikasi.
6. Beri kantong es pada abdomen.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
1. Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadi.
2. Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran, tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
3. Intervensi :
1. Awasi tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukosa.
2. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urin dengan akurat.
3. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif atau diuretik.
4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan atau pertahankan keseimbangan cairan optimal.
5. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral.
6. Tambahkan kalium, oral atau IV sesuai indikasi.
4. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
1. Tujuan : Nutrisi terpenuhi.
2. Kriteria hasil :
1. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu.
2. Menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat.
3. Menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi.
3. Intervensi :
1. Buat tujuan berat badan minimum dan kebutuhan nutrisi harian.
2. Berikan makanan sedikit dan makanan kecil atau tambahan yang tepat.
3. Sajikan makan sesuai diit dan pilihan pasien.
4. Timbang berat badan secara teratur.
5. Awasi program latihan dan susun batasan aktivitas tersebut.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah (Doenges, 2000)
1. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
2. Kriteria hasil :
1. Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar.
2. Bebas tanda-tanda infeksi ( rubor, tumor, kalor, dolor, fungsiolesa ).
3. Drainase purulen, eritema.
3. Intervensi :
1. Awasi vital sign, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
2. Beri perawatan luka dengan tehnik septik dan antiseptik.
3. Catat karakteristik drainase luka atau drain.
4. Bantu irigasi drainase bila diindikasikan
5. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik


DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito , LJ. 2000. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kalaboratif , Edisi 2 . EGC : Jakarta.
2. Carpenito, L.J.. 2001. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik (terjemahan). EGC: Jakarta.
3. Doengoes, M.E.. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta.
4. Dubley, Hugh A.F . 1997. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat Edisi Kesebelas. Fakultas Fedokteran Universitas Gadjah Mada.
5. Earnest, Vicky Vine. 1993. Clinical Skiil in Nursing Practice, 2nd. Ed, Philadelphia, J.B, Lippincott Company.
6. Ester, Monica. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Pendekatan Sistem Gastrointestinal. EGC: Jakarta.
7. Henderson, B., 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
8. Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan. Salemba Medika: Jakarta.
9. Irianto Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Untuk Paramedis. Yrama Widya : Bandung.
10. Nanda. 2005. Paduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 Definisi dan Klasifikasi. Editor : Budi Santoso, Prima Medika.
11. Oswari, E.. 2005. Bedah dan Keperawatannya. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
12. Perry & Potter. 2006. Buku Ajaran Fundamental Keperawatan Konsep dan Praktek Edisi 4 Volume 2. EGC : Jakarta.
13. Potter, A. Patricia, Perry, A.G.. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses dan Praktik (Terjemahan), EGC, Jakarta.
14. Price, Sylvia A, Wilson Lorraine M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4. EGC: Jakarta.
15. Schrock MD, Theodere R.1998. Ilmu Bedah Handbook of Surgery Edisi 7. EGC : Jakarta.
16. Smeltzer and Bare. 2001. Buku Ajaran Keperawatan Medikel Bedah. EGC: Jakarta.
17. Rudolph, Abraham, M.dkk..2007. Buku Ajaran Pediatri Rudolph, Volume 2, Edisi 20, Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar