Kamis, 21 Juli 2011

askep cerebral palsy pada anak

BAB I
PENDAHULUAN
Palsy Cerebralis merupakan kelainan motorik yang banyak di ketemukan pada anak-anak. Di klinik tumbuh kembang RSUD Dr. Soetomo pada periode 1988-1991, sekitar 16,8% adalah dengan palsy Cerebralis. William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutkan dengan istilah serebral diplegia sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia Neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini di kenal sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebutkan kelainan ini dengan istilah Infatil Cerebral Faralisis. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah Cerebral palsy. Nama lainnya adalah static encefalophaties of Chaildhood.
Angka kejadian sekitar 1-5 per 1000 anak. Laki-laki banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karna anak pertama mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebuh tinggi pada bayi BBLR dan anak kembar. Umur ibu sering dari 40 tahun, lebih-lebih dari multi para.
Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sangatlah. Denpasar mendapatkan bahwa 58,3% penderita palsy Cerebralis di teliti adalah laki-laki, 62,5% anak pertama, umur ibu semua di bawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari kehamilan cukup bulan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Definisi yang dipakai secara luas adalah definisi menurut Bax (dikutip dari Thamrin Syam) dimana dikatakan bahwa: Palsy Cerebralis adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif, oleh karna suatu kerusakan/ gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh/belum selesai pertumbuhannya.
Walaupun lesi Cerebral tersebut bersifat statis dan tidak progresif, tetapi tanda-tanda perkembangan Neurom Perifer akan berubah akibat dari maturasi sesuai dengan bertambahnya umur anak.
Tetapi yang masih menjadi kontroversi adalah tentang sampai umur berapa otak dikatakan sedang tumbuh itu, ada penulis yang mengatakan sampai 5 tahun dan ada juga yang mengatakan sampai 8 tahun. Demikian pula dengan pemakaian istilah ”Cerebral” pada palsy Cerebralis di anggap kurang tepat, karena kerusakan tidak hanya pada korteks Cerebralis, tetapi juga dapat mengenai ganglia basalis, pontina, pusat-pusat pada subkortikal midbrain atau serebelum. Istilah "palsy” juga kurang tepat, karena pada palsy cerebralis jarang di temukan paralisis, tetapi yang Nampak adalah hipotoni, gerakan yang berlebihan atau gangguan control motorik.

B. ETIOLOGI
Palsy Cerebralis dapat disebabkan faktor genetik ataupun faktor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini, maka kemungkinan besar disebabkan faktor genetik. Sedangkan hal-hal lainnya diperkirakan sebagai penyebab palsy cerebralis adalah sebagai berikut:
1. Pranatal
Infeksi terjadi pada masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit infeksi sitomegalik. Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan paralisis serebral.
2. Perinatal
a. Anoksia/hipoksia. Penyebab terbanyak ditemukan dimulai pada masa perinatal ialah cedera otak. Keaaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terjadi pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
b. Perdarahan otak. Perdrahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c. Prematuritas. Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembulu darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
d. Ikterus. Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.
e. Meningitis purulenta. Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3. Pascanatal.
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan paralisis serebral misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensefalitis dan luka parut pada otak pascaoperasi.

C. MANIFESTASI KLINIS
a. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan.
Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
Golongan spastitis ini meliputi / 3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
1) Monoplegia/ Monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
2) Hemiplegia/ Diparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
3) Diplegia/ Diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan.
4) Tetraplegia/ Tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
b. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
c. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
d. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
e. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
f. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
g. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
h. Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.


i. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
j. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
k. Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
l. Problem emosional terutama pada saat remaja.

D. PATOFISIOLOGI
• Adanya maflormasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi, hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrower gyri, saluran sulci dan berat otak rendah.
• Anoxia merupakan penyebab yang berarti dengan kerusakan otak, atau sekunder dari penyebab mekanisme yang lain. CP (Cerebral Palsy) dapat dikaitkan dengan prematur yaitu spastik displegia yang disebabkan oleh hypoxic infarction atau hemorrage dalam ventrikel.
• Type athetoid/dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, adanya berdeposit dalam basal ganglia dan beberapa saraf nuclei kranial. Selain itu juga dapat terjadi bila basal ganglia mengalami injury yang ditandai dengan tidak terkontrol; pergerakan yang tidak disadari dan lambat.
• Type CP hemiparetic, karena trauma pada kortek atau CVA pada arteri cerebral tengah. Cerebral hypoplasia; hypoglicernia neonatal dihubungkan dengan ataxia CP.
• Spastic CP yang paling sering dan melibatkan kerusakan pada motor korteks yang ditandai dengan ketegangan otak dan hiperresponsif. Refleks tendon yang dalam akan mengingkatkan dan menstimulasi yang dapat menyebabkan pergerakan sentakan yang tiba-tiba pada sedikit atau semua ekstermitas.
• Ataxic CP adanya injury dari serebelum yang mana mengatur koordinasi, keseimbangan dan kinestik. Akan tampak pergerakan yang tidak terkoordinasi pada ekstermitas atas bila anak memegang/menggapai benda. Ada pergerakan berulang dan cepat namun minimal.
• Rigid/tremor/atonic CP ditandai dengan kekakuan pada kedua otot fleksor dan ekstensor. Type ini mempunyai prognosis yang buruk karena ada deformitas multipel yang terkait dengan kurangnya pergerakan aktif.
• Secara umum cortical dan antropy cerebral menyebabkan beratnya kuadriparesis dengan retardasi mental dan microcephaly.

E. PATOGENESIS
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.
Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel.
Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi.

F. KOMPLIKASI
• Kontraktur
• Sering mengalami infeksi pernafasan karena kurangnya aktifitas
• Retardasi mental
• Konstipasi
• Gangguan pendengaran

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Riwayat dan gambaran klinik
• Pemeriksaan refleks
• EEG
• CT Scan
• Pemeriksaan Elektronik

H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi fisik
• Brances (alat penyokong)
• Splint (pembalutan)
• Casting (pemasangan gibs)
2. Alat-alat: kursi roda atau yang lainnya.
3. Terapi kerja; menulis, makan, minum, dll (ADL)
4. Terapi bicara
5. Pendidikan khusus
6. Terapi medik; spastic, nyeri sekunder kondisi bladder

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
• Identifikasi anak yang mempunyai risiko
• Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan, perkembangan terlambat, perkembangan pergerakan kurang, poster tubuh yang abnormal, reflelks bayi yang persisten, ataxica, kurangnya tonus otot.
• Monitor respon untuk bermain
• Kaji fungsi intelektual anak

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan apasme dan kelemahan otot-otot
3. Perubahan tumbuh kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular
4. Gangguan komunitas verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskular dan kesukaran dalam artikulasi
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas
6. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular
7. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan serebral injury, ketidakmampuan belajar
8. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot meningkatnya aktivitas, perubahan kognitif
9. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi
10. Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidak mampuan anak dalam kondisi kronik
11. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong

C. PERENCANAAN
1. Anak akan selalu aman dan terbebas dari injury
2. Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan tidak mengalami kontraktur
3. Anak akan mengeksplorasi cara belajar dan ikut berpartisipasi dengan anak lain dalam melakukan beberapa aktivitas
4. Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengebangkan metoda dalam berkomunikasi dengan orang lain
5. Kebtuhan status nutrisi anak akan tetap terpenuhi yang ditandai dengan berat badan dalam batas normal
6. Anak tidak mengalami aspirasi
7. Anak akan menunjukkan tingkat kemampuan belajar yang sesuai
8. Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi
9. dan 10. Orang tua atau keluarga menunjukkan pemahaman terhadap kebutuhan perawatan anak yang ditandai dengan ikut berperan aktif dalam perawatan anak
11. Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.

D. IMPLEMENTASI
1. Meningkatakn kebutuhan keamanan dan mencegah injury
• Hndari anak dari benda-benda yang membahayakan ; misalnya dapat terjatuh
• Perhatikan anak-anak saat beraktifitas
• Beri istirahat bila anak lelah
• Gunakan alat pengaman bila diperlukan
• Bila ada kejang; pasanga alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit
• Lakukan suction
• Pemberian anti kejang bila terjadi kejang
2. Meningkatkan kemampuan mobilitas fisik
• Kaji pergerakan sendi –sendi dan tonus otot
• Lakukan terapi fisik
• Lakukan reposisi setiap 2 jam
• Evaluasi kebutuhan alat-alat khusus untuk makan, menulis, membaca, dan aktivitas
• Ajarkan dalam menggunakan alat bantu jalan
• Ajarkan cara bantu duduk, merangkak pada anak kecil, berjalan dll
• Ajarkan bagaimana cara menggapai benda
• Ajarkan untuk menggerakkan anggota tubuh
• Ajarkan ROM (Range Of Motion) yang sesuai
• Beri periode istirshat
3. Meningkatkan kebutuhan tumbuh kembang dalam tingkat yang optimum
• Kaji tingkat tumbuh kembang
• Ajarkan untuk intervensi awal dengan terapi rekreasi dan aktivitas sekolah
• Berikan aktivitas yang sesuai, menarik dan dapat dilakukan aleh anak
4. Meningkatkan komunikasi
• Kaji respon dalam berkomunikasi
• Gunakan kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi
• Libatkan keluarga dalam melatih anak berkomunikasi
• Rujuk ke ahli terapi bicara
• Ajarkan dan kaji makna non verbal
• Latih dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah
5. Meningkatkan kebutuhan status nutrisi
• Kaji pola makan anak
• Timbang berat badan setiap hari
• Berikan nutrisi yang adekuat dan makanan yang disukai, banyak mengandung protein, mineral dan vitamin
• Berikan makanan ekstra yang mengandung banyak kalori
• Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan kemampuannya
• Bantu selama anak memenuhi kebutuhan; makan dan minum
6. Mencegah terjadinya aspirasi
• Lakukan suction segera bila ada sekret
• Berikan posisi tegak lurus atau setengah duduk saat makan dan minum
• Kaji pola pernafasan
7. Meningkatkan kebutuhan intelektual
• Kaji tingkat pemahaman anak
• Ajarkan dalam memahami percakapan dengan verbal atau non verbal
• Ajarkan menulis dengan menggunakan papan tulis atau alat lain dapat digunakan sesuai kemampuan orang tua dan anak
• Ajarkan membaca dan menulis sesuai dengan kebutuhannya
8. Memenuhi kebutuhan sehari-hari
• Kaji tingkat kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
• Bantu dalam pemenuhan kebutuhan; makan minum, eliminasi, kebutuhan perseorangan, mengenakan pakaian, aktivitas bermain
• Libatkan keluarga dan bagi anak yang kooperatif dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
9. Meningkatkan pengetahuan dan peran orang tua dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak
• Kaji tingkat pengetahuan orang tua
• Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan tentang kondisi
• Ajarkan orang tua dalam memenuhi kebutuha perawatan anak
• Ajarkan tentang kondisi yang dialami anak dan terkait dengan latihan terapi fisik dan kebutuhan
• Tekankan bahwa orang tua atau keluarga mempunyai peranan penting dalam membantu pemenuhan kebutuhan
• Elaskan pentingnya pemenuhan kebutuhan bermain dan sosialisasi pada orang lain
10. Mencegah kerusakan integritas kulit
• Kaji area yang terpasang alat penyokong
• Gunakan lotion kuit untuk mencegah kulit kering
• Lakukan pemijatan pada area yang tertekan
• Berikan posisi yang nyaman dan berikan support dengan bantal
• Pastikan bahwa alat penyokong atau balutan tepat dan terfiksasi

E. PERENCANAAN PEMULANGAN
• Berikan informasi pada orang tua/keluarga tentang perkembangan anak, prognosis, rencana perawatan dan berikan jawaban yang jujur bila mereka menanyakan dan ajarkan bagaimana keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan perawatan anak bila mungkin
• Ajarkan pada keluarga untuk mengekspresikan perasaan secara verbal tentang perhatian, perasaan bersalah, menolak, marah dan takut
• Kaji pengetahuan keluarga tehadap ketidak mampuan anak dan kebutuhan fisik, beraktivitas dan berbicara
• Demonstrasikan teknik pemberian makan pada anak untuk mencegah aspirasi
• Berikan pujian positif pada keluarga atas keterlibatannya dalam perawatan anak
• Jelaskan kemungkinan ada gejala aspirasi, distress pernafasan, retensi kandung kemih, konstipasi dan segera lapor keperawat
• Ajarkan bagaimana untuk mencegah kerusakan kulit bila ada pemasangan alat bantu atau penyokong
• Jelaskan penting menstimulasi anak dengan terapi bermain yang sesuai kondisi dan sosialisasi dengann orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
dr. Soetjiningsih, SpAK., (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. EGC.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suriadai, Skp, MSN., Rita Yuliani, Skp, M.Psi. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Perpustakaan Nasional RI. Jakarta. CV.SAGUNG SETO.
http//file:///D:/FD/CP/askep-cerebral-palsy-pada-anak-cp.html.

askep TB paru pada anak

A. KONSEP MEDIK
1. PENGERTIAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium biasanya terjadi di system respirasi manusia, atau
Penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri tahan asam.

2. ETIOLOGI
• Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1–4/um dan tebal 0,3 – 0,6/um. Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan asam dan lebih tahan terhadap kimia, fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigen, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandungan oksigennya yaitu daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi prediklesi pada penyakit tuberkulosis.
• Mycobakterium bovis
• Herediter : resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetic.
• Jenis kelamin : pada akhir masa kanak – kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
• Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi
• Pada masa puber dan remaja dimana terjadi masa pertumbuhan yang cepat, kemunginan infeksi cukup tinggi karena diet yang tidak adekuat.
• Keadaan stress : situasi yang penuh stress( penyakit, kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik)
• Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebar luasan infeksi
• Nutrisi : satuan nutrisi yang kurang
• Infeksi berulang : HIV, measles, pertusis
• Tidak memenuhi turan pengobatan.

3. TANDA DAN GEJALA
• Dahak bercampur darah
• Batuk darah
• Sesak nafas dan rasa nyeri dada
• Badan lemah, nafsu makan menurun
• Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa..
• Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
• Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
• Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
• Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam

4. MANIFESTASI KLINIS
• Demam, malaise, anoreksia, berat badan menurun, kadang-kadang batuk (batuk tidak selalu ada, menurun sejalan dengan lamanya penyakit), nyeri dada, hemoptysis.
• Gejala lanjut, (jaringan paru – paru sudah banyak rusak) : pucat, anemia lemah dan berat badan menurun.
• Pemulaan tuberculosis primer biasanya sukar diketahui karena mulainya penyakit secra perlahan. Kadang tuberculosis ditemukan pada anak tanpa gejala atau keluhan.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Pemeriksaan fisik
• Riwayat penyakit : riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi penyakit
• Reaksi terhadap test tuberculin : reaksi test positif ( diameter = 5mm) menunjukkan adanya infeksi primer
• Radiologi : terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran pembesaran kelenjar paratrakeal, penyebran milier, penyebaran bronkogen, atelektasis, pleuritis dengan efusi, cairan asites.
• Kultur sputum : kultur bilasan lambung atau sputum, cairan pleura, urine, cairan serebrospinal cairan nodus limfe ditemukan hasil tuberculosis.
• Patologi anatomi dilakukan pada kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritoneum, kulit ditemukan tuberkal, dan basiltahan asam
• Uji BCG: reaksi positif jika setelah mendapatkan suntikan BCG langsung terdapat reaksi local yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari set penyuntikan.
• Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin test tuberculin positif
• Penyakit TB : gambaran radiologi positif, kultur sputum posif, dan adanya gejala- gejala penyakit



6. PATOFISIOLOGI
• Masuknya kuman tuberculosis didalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberculosis serta daya tahan tubuh manusia.
• Segera setelah menghirup basil tuberculosis hidup kedalam paru – paru, maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas disebut focus primer. Basil tuberculosis akan menyebar, histosit mulai mengangkut organisme tersebut kekelenjar limfe regional melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu(6-8 minggu) pasca infeksi.
• Bersamaan denga terbentuknya kompleks primer terjadi pula hypersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji tuberculin. Masa terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.
• Pada anak yang mengalami lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama di perifer dekat pleura,tetapi lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhannya mengarah ke klasifikasi dan penyebarannya lebih banyak terjadi melalui hematogen.
• Pada reaksi radang dimana leukosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar ke limfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitive terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokin yang merubah makrofag atau mengaktiifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian sentral memberikan gambaran yang relatifpadat pada keju, yang disebut nekrosis kaseosa.
• Terdapat 3 macam penyebaran secara patogen pada tuberculosis anak; penyebaran hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin menimbulkan gejala atau tanpa gejala klinis, penyebaran milier, biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang – kadang kronis, penyebaran hematogen berulang.

7. PENATALAKSANAAN
• Nutrisi adekuat
• Kemoterapi : pemberian terapi pada tuberculosis didasarkan pada 3 karasteristik basil, yaitu basil yang berkembang cepat ditempat yang kaya akan oksigen, basil yang hidup dalam lingkungan yang kurang oksigen berkembang lambat dan dorman hingga nbeberapa tahun, basil yang mengalami mutasi sehingga resistensi terhadap obat. Isonized (INH) bekerja sebagai bakterisidal terhadap basil yang tumbuh aktif, diberikan selama 18-24 bulan, dosis 10-20 mg/kgbb/hari melalui oral. Selanjutnya kombinasi antara INH, rifampizin, dan pyrazinamid (PZA) diberikan selama 6 bulan. Selama 2 bulan pertama obat diberikan setiap hari, selanjutnya obat diberiakan 2 kali dalam 1 minggu. Obat tambahan antara lain streptomycin (diiberikan intramuscular) dan ethambutol. Terapi kortikosteroid diberikan bersamaan dengan obat antituberculosis, untuk mengurangi respon peradangan, misalnya pada meningitis.
• Pembedahan : dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Dilakukan dengan cara mengangkat jaringan paru yang rusak, tindaka ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulornatosa tuberculosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.
Pencegahan ; menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberculosis, mempertahankan status kesehatan dengan intake nutrisi yang adekuat, meminum susu yang sudah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan karnoterapi, pemberian imunisasi BCG untuk menungkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis virulen.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
 Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi, penyakit yang pernah diderita sebelumnya.
 Kaji adanya gejala – gejala panas yang naik turun dan dalam jangka waktu lama ; batuk yang hilang timbul, anoreksia, lesu, kurang nafsu makan, hemoptysis.




2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret
 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
 Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
 Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
 Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori..
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu..
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi..g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.

 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringa paru
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.

Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.

 Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.

Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
e. Monitor temperatur.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

 Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai..c. Monitor intake dan output secara periodik. d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
e. Anjurkan bedrest.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
k. Berikan antipiretik tepat.

 Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.

Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.. k. Anjurkan untuk berhenti merokok.

4. IMPLEMENTASI
 Mencegah perluasan infeksi tidak terjadi
 Meninglkatkan pertukaran gas yang adekuat
 Meningkatkan pola nafas yang efektif dan kepatenan jalan nafas
 Memenuhi kebutuhan nutrisi
 Membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan.

5.EVALUASI
Keefektifan bersihan jalan napas.
 Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi
Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi
 Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
Suriadi, Yuliani R. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 2. 2010. Jakarta : Sagung Seto
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.

askep KEGAWAT DARURATAN INFARK MIOKARD AKUT(IMA)

I. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
1. Menurut Brunner & Sudarth, 2002 infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
2. Menurut Suyono, 1999 infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
3. Infark mioakard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Sebesar 80-90% kasus MCI disertai adanya trombus, dan berdasarkan penelitian lepasnya trombus terjadi pada jam 6-siang hari. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara progresif.
B. ETIOLOGI
Ada tiga penyebab terjadiya infark iokard akut yaitu :
1) Thrombus
2) Penimbunan lipid pada jaringan fibrosa
3) Syok / perdarahan
C. Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia. Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
D. Manifestasi Klinik
Pada infark miokard dikenal istilah TRIAS, yaitu:
1. Nyeri :
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
.
2. Laboratorium (Pemeriksaan enzim jantung) :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata / khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian adalah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung. Akan ditemukan gelombang T inverted, ST depresi, Q patologis.
2. Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.

5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
6. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
7. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
8. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
9. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
10. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi atau luasnya AMI.
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12. Pencitraan darah jantung
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
13. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
14. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
15. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi.
Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yang menderita infark miokard akut adalah sebagai berikut :
1. Rawat ICCU, puasa 8 jam
2. Tirah baring, posisi semi fowler.
3. Monitor EKG
4. Infus D5% 10 – 12 tetes / menit
5. Oksigen 2 – 4 liter / menit
6. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
7. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
8. Bowel care : laksadin
9. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam / infus
10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas.

G. Penatalaksanaan Gawat Darurat
Gangguan hemodinamika dapat disebabkan gangguan pada irama jantung, gangguan pada pompa jantung dan gangguan pada volume darah / cairan yang mengisi pembuluh darah. Gangguan hemodinamika dapat bermanifestasi klinis berupa hipotensi, sianosis, kesadaran menurun dan lain-lain. Pada topik ini akan kita bahas mengenai gangguan irama jantung dan gangguan pompa jantung yang dapat kita ketahui dari gambaran elektrokardiografi (EKG).
Dari Advance Cardiac Life Supports (ACLS), kegawatan irama jantung (aritmia / disritmia) dibagi menjadi tiga yaitu henti jantung, bradikardi dan takikardi.
1. Henti Jantung,
Henti jantung adalah idak ada nadi atau heart rate. Yang termasuk henti jantung adalah sebagai berikut :
a. Asistol
Kriteria : tidak ada aktivitas listrik, paling sering ditemukan pada kasus henti jantung. Sering timbul setelah Ventrikel Fibrilasi (VF) dan Pulseless Electrical Actifity (PEA) Pulseless Electrical Actifity (PEA).
b. Pulseless Electrical Actifity (PEA).
Kriteria : ada aktvitas listrik jantung tetapi tidak terdeteksi pada saat pemeriksaan arteri (nadi tidak teraba).



c. Ventrikel takikardi (VT) tanpa nadi
Kriteria :
1) Irama : Ventrike Takikardi
2) Heart Rate : > 100 kali/menit (250-300 kali/menit)
3) Gelombang P : tidak terlihat
4) Interval PR : tidak terukur
5) Gelombang QRS : lebar > 0,12 detik

d. Ventrikel Fibrilasi (VF)
Kriteria :
1) Irama : ventrikel fibrilasi
2) Heart Rate : tidak dapat dihitung
3) Gelombang P : tidak terlihat
4) Interval PR : tidak terukur
5) Gelombang QRS : tidak teratur, tidak dapat dihitung
2. Takikardi,
Takikardi yaitu heart rate lebih dari 150 kali /menit. Gambaran EKG dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu QRS sempit dan QRS lebar
QRS sempit, gambaran EKG-nya bisa berupa :
a. Sinus takikardi
Kriteria :
1) Irama : sinus takikardi
2) Heart Rate : > 100 kali/menit
3) Gelombang P : 0,04
4) Interval PR : 0,12
5) Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik
b. Atrial takikardi
Kriteria :
1) Irama : atrial takikardia/supraventrikel takikardi
2) Heart Rate : > 150 kali/menit
3) Gelombang P : kecil atau tidak terlihat
4) Interval PR : tidak dapat dihitung
5) Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik.
c. Atrial Flutter (gelepar atrial)
Kriteria :
1) Irama : atrial flutter
2) Heart Rate : bervariasi
3) Gelombang P : banyak bentuk seperti gergaji,perbandingan dengan komplek QRS bisa 3 atau 4 atau 5 dan seterusnya
4) Interval PR : tidak dapat dihitung
5) Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik
d. Atrial Fibrilasi (AF)
Kriteria :
1) Irama : tidak teratur
2) Heart Rate : bervariasi, dapat dibagi respon ventrikel cepat (HR > 100),, respon ventrikel normal (HR 60 –100), respon ventrikel lambat (< 60) 3) Gelombang P : tidak dapat diidentifikasikan 4) Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik 5) QRS lebar, gambaran EKG-nya bisa berupa : Ventrikel Takikardi atau Atrial Fibrilasi dengan aberan. Kedua gambarannya sama dengan di atas (henti jantung), hanya saja secara klinis pasien tampak sadar dan nadi atau heart rate masih dapat diperiksa. 3. Bradikardi Bradikardi yaitu heart rate < 60 kali/ menit, dapat berupa : a. sinus bradikardia Kriteria : 1) Irama : sinus 2) Heart Rate : < 60 kali/menit 3) Gelombang P : 0,04 detik 4) Interval PR : 0,12-0,20 detik 5) Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik b. Atrio-Ventrikuler (AV) blok derajat 1 Kriteria : 1) Irama : sinus 2) Heart Rate : biasanya 60-100 kali/menit 3) Gelombang P : normal (0,04 detik) 4) Interval PR : memanjang > 0,20 detik
5) Gelombang QRS : normal (0,04-0,08 detik
c. AV blok derajat 2 tipe Mobitz 1 (Wenchenbach)
Kriteria :
1) Irama : sinus
2) Heart Rate : biasanya < 60 kali/menit 3) Gelombang P : normal, ada gelombang P yang tidak diikuti QRS 4) Interval PR : semakin lama semakin panjang kemudian blok 5) Gelombang QRS : normal d. AV blok derajat 2 tipe Mobitz 2 Kriteria : 1) Irama : sinus 2) Heart Rate : biasanya < 60 kali/menit 3) Gelombang P : normal, ada gelombang P yang tidak diikuti QRS 4) Interval PR : normal atau memanjang secara konstan diikuti blok 5) Gelombang QRS : normal e. Total AV blok Kriteria : 1) Irama : sinus 2) Heart Rate : biasanya < 60 kali/menit, dibedakan heart rate gelombang P dan kompleks QRS 3) Gelombang P : normal, tapi gelombang P dan QRS berdiri sendiri 4) Interval PR : berubah-ubah/tidak ada 5) Gelombang QRS : normal 6) dari bradikardi, yang biasanya menimbulkan kegawatan adalah AV blok derajat 2 dan 3 Iskemik Miokard ditandai dengan adanya depresi ST atau gelombang T terbalik, injuri ditandai dengan adanya ST elevasi. Infark miokard ditandai adanya gelombang Q patologis. Pada fase awal terjadinya infark ditandai gelombang T yang tinggi sekali (hiperakut T) kemudian pada fase sub akut ditandai T terbalik lalu pada fase akut ditandai ST elevasi. Pada fase lanjut (old) ditandai dengan terbentuknya gelombang Q patologis Lokasi infark : 1) Anterior : V2 – V4 2) Anteroseptal : V1 – V3 3) Anterolateral : V5, V6, I dan aVL 4) Ekstensive anterior : V1 – V6, I dan aVL 5) Inferior : II, III, aVF 6) Posterior : V1, V2 (resiprokal/seperti cermin) Contoh infark miokard : Infark miokard (IM) akut inferior (ST elevasi di II, III, aVF) + iskemik ekstensif anterior (ST depresi di I, aVL, V1 s/d V6) Ventrikel kanan : V1, V3R, V4R H. Komplikasi 1. Aritmia 2. Bradikardia sinus 3. Irama nodal 4. Gangguan hantaran atrioventrikular 5. Gangguan hantaran intraventrikel 6. Asistolik 7. Takikardia sinus 8. Kontraksi atrium prematur 9. Takikardia supraventrikel 10. Flutter atrium 11. Fibrilasi atrium 12. Takikardia atrium multifokal 13. Kontraksi prematur ventrikel 14. Takikardia ventrikel 15. Takikardia idioventrikel 16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel 17. Renjatan kardiogenik 18. Tromboembolisme 19. Perikarditis 20. Aneurisme ventrikel 21. Regurgitasi mitral akut 22. Ruptur jantung dan septum H. Prognosis Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil pegangan 3 faktor penting yaitu: 1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll) 2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut. 3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama pada luas daerah infark). II. KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Pengkajian primer a. Airways 1). Sumbatan atau penumpukan sekret 2). Wheezing atau krekles b. Breathing 1). Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat 2). RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal 3). Ronchi, krekles 4). Ekspansi dada tidak penuh 5). Penggunaan otot bantu nafas c. Circulation 1). Nadi lemah , tidak teratur 2). Takikardi 3). TD meningkat / menurun 4). Edema 5). Gelisah 6). Akral dingin 7). Kulit pucat, sianosis 8). Output urine menurun 2. Pengkajian Sekunder a. Aktifitas Gejala : 1). Kelemahan 2). Kelelahan 3). Tidak dapat tidur 4). Pola hidup menetap 5). Jadwal olah raga tidak teratur Tanda : 1). Takikardi 2). Dispnea pada istirahat atau aaktifitas. b. Sirkulasi Gejala : Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus. Tanda : 1). Tekanan darah Dapat normal / naik / turun Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri. 2). Nadi Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia). 3). Bunyi jantung Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel. 4). Murmur Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung 5). Friksi ; dicurigai Perikarditis 6). Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur 7). Edema Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel. 8). Warna Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir. c. Integritas ego Gejala : Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga. Tanda : Menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri. d. Eliminasi Tanda : Normal, bunyi usus menurun. e. Makanan atau cairan Gejala : Mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar Tanda : Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan. f. Higiene Gejala atau tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan g. Neurosensori Gejala : Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat ) Tanda : Perubahan mental, kelemahan h. Nyeri atau ketidaknyamanan Gejala : Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral). i. Pernafasan Gejala : 1) Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat 2) Dispnea nocturnal 3) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum 4) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis. Tanda : 1) Peningkatan frekuensi pernafasan 2) Nafas sesak / kuat 3) Pucat, sianosis 4) Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum j. Interaksi sosial Gejala : 1) Stress 2) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS Tanda : 1) Kesulitan istirahat dengan tenang 2) Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut ) 3) Menarik diri B. Penyimpangan KDM Thrombus Penimbunan lipid di jaringan febrosa Syok/pendarahan Penyumbatan arteri koroner Atherosklerosis Penyempitan lumen pembuluh darah iNFARK MIOKARD Aliran darah kemiokard terganggu Tindakan kateterisasi Suplay O2 ke miokard terganggu Beban kerja jantung me↑ Informasi tidak akurat Hipoksia otot jantung Kontraktilitas jantung me↓ ANSIETAS/CEMAS Metabolisme anaerob Pe ↓ SV Merangsang katekolamin Penimbunan asam laktat Pe ↓ CO Infark meluas Pelepasan mediator kimia: histamine, Vol. residu ventrikel me↑ bradikinin, serotonin , prost aglandin Tek.Hidrostatik kapiler paru me Merangsang nosiseptor Perembesan cairan ke paru me↑ Proses transmisi, transduksi, modulasi Udema Paru Persepsi nyeri di hipotalamus Dispnea Nyeri GANGGUAN PERTUKARAN GAS GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI DADA Ancaman perubahan status kesehatan Krisis situasi ANSIETAS/ CEMAS C. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri 2) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan karakteristik miokard 3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler. 4) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis. D. Intervensi Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan : a. Nyeri dada dengan / tanpa penyebaran b. Wajah meringis c. Gelisah d. Delirium e. Perubahan nadi, tekanan darah. Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS Kriteria Hasil: 1) Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1 2) Ekspresi wajah rileks / tenang, tak tegang 3) Tidak gelisah 4) Nadi 60-100 x / menit, 5) TD 120/ 80 mmHg Intervensi : a. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada. b. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat. c. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi. d. Pertahankan oksigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit ) e. Monitor tanda-tanda vital ( nadi & tekanan darah ) tiap dua jam. f. Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik. 2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan karakteristik miokard. Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS. Kriteria Hasil : a. Tidak ada edema b. Tidak ada disritmia c. Haluaran urin normal d. TTV dalam batas normal Intervensi : a. Pertahankan tirah baring selama fase akut b. Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD c. Monitor haluaran urin d. Kaji dan pantau TTV tiap jam e. Kaji dan pantau EKG tiap hari f. Berikan oksigen sesuai kebutuhan g. Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi h. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan i. Berikan makanan sesuai diitnya 3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ditandai dengan : a. Dispnea berat b. Gelisah c. Sianosis d. Perubahan GDA e. Hipoksemia Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (Pa O2 < 80 mmHg, Pa CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS. Kriteria hasil : a. Tidak sesak nafas b. Tidak gelisah c. GDA dalam batas Normal ( Pa O2 < 80 mmHg, Pa CO2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )
Intervensi :
a. Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan
b. Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
c. Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya batuk, penghisapan lendir dll.
d. Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
e. Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.
4. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
Tujuan :
Cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
a. Klien tampak rileks
b. Klien dapat beristirahat
c. TTV dalam batas normal

Intervensi :
a. Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
c. Ajarkan tehnik relaksasi
d. Minimalkan rangsang yang membuat stress
e. Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
f. Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
g. Berikan support mental
h. Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000
http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan-akut-miocard-infark.html
http://tutorialkuliah.wordpress.com/2008/12/20/asuhan-keperawatan-pada-klien-akut-miokard-infak-ami/
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-infark-miokard-akut/
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/infark-miokard/
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-infark.html
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta: EGC; 1994

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EPISTAKSIS

KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Epistaksis adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.

B. Etiologi
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung, trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti lepra dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.
Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia).

C. Patofisiologi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.

D. Manifestasi Klinik
Pertama adalah menjaga ABC
- A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk.
- B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
- C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi.
Posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas.
1. Hentikan perdarahan
a. Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit.
b. Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk.
c. Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan hindari.
2. Jika perdarahan berlanjut :
a. Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
b. Bawa ke fasilitas yang .
c. Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah perdarahan.
Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung.

E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul :
• Sinusitis
• Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
• Deformitas (kelainan bentuk) hidung
• Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
• Kerusakan jaringan hidung
• Infeksi
F. Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.
• Pemeriksaan darah tepi lengkap.
• Fungsi hemostatis
• EKG
• Tes fungsi hati dan ginjal
• Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
• CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal dengan penekanan pada hidung. Bila tidak berhasil dilakukan pemasangan tampon pada hidung (tampon anterior ataupun posterior), kauterisasi secara kimia/listrik, pemberian obat antikoagulansia, atau ligasi pembuluh darah. Keempat tindakan tersebut membutuhkan keahlian medis tertentu.

KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.


d. Pola Persepsi dan konsep diri
- Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilekterus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
8.Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia
B. Penyimpangan KDM
Trauma Hidung
Masuknya benda asing
(jatuh, terpukul, pembedahan)
Mukosa Hidung Rapuh
Infeksi Nyeri
Perdarahan
Perdarahan Anterior
Perdarahan Posterior
Perdarahan Spontan
Mual, muntah, anemia
Obstruksi Jalan Nafas
Cemas
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh..
2. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.

D. Intervensi Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan: pemberian transfusi, medikasi.
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
INTERVENSI
• Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. R/ penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi sekret.
• Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif. R/ Sputum berdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial.
• Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi. R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
• Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. R/ mencegah obstruksi/aspirasi.
• Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi. R/ Membantu pengenceran sekret.
• Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator. R/ mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI
• Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya.
• Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
- Temani klien.
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien
• Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti. R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
• Singkirkan stimulasi yang berlebihan R/ dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
• Observasi tanda-tanda vital. R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini.
• Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan.
INTERVENSI
• Kaji tingkat nyeri klien. R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.
• Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. R/ Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
• Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi. R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
• Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien. R/ Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
• Kolaborasi dngan tim medis. R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien. Yaitu :
- Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta.
2. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby. Philadelpia.
3. www.fkunhas.com
4. www.warta.com
5. www.blog.ilmukeperawatan.com
6. www.jevuska.com

ASKEP FISIOTERAPI DADA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
A. FISIOTERAPI DADA
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Fisioterapi dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret. Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik. Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi.
1. Clapping/Perkusi Dada
a. Pengertian;
Perkusi dada adalah penepukan pada daerah dimana sekret terakumulasi (dada dan punggung) dengan tangan yang dibentuk menyerupai mangkuk, tepukan tangan secara berirama dan sistematis dari arah atas menuju kebawah. Selalu perhatikan ekspresi wajah klien untuk mengkaji kemungkinan nyeri. Setiap lokasi dilakukan perkusi selama 1-2 menit.
b. Tujuan:
Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan melepaskan atau melonggarkan secret yang tertahan.
c. Indikasi Klien Yang Mendapat Perkusi Dada
Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.
Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :
1. Patah tulang rusuk
2. Emfisema subkutan daerah leher dan dada
3. Skin graf yang baru
4. Luka bakar, infeksi kulit
5. Emboli paru
6. Pneumotoraks tension yang tidak diobati
d. Persiapan Alat dan Bahan
Baki berisi :
1. Handuk
3. Bantal ( 2 – 3 buah )
4. Segelas air
5. Tissue
6. Sputum pot, berisi cairan desinfektan
7. Buku catatan
e. Persiapan Klien
1. Informasikan klien mengenai : tujuan pemeriksaan, waktu dan prosedur
2. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
3. Atur posisi yang nyaman
f. Persiapan perawat :
1. Cuci tangan
2. Perhatikan universal precaution
g. Prosedur Kerja
1. Lakukan auskultasi bunyi napas klien
2. Instruksikan klien untuk mengatakan bila mengalami mual, nyeri dada, dispneu.
3. Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekresi.
4. Kendurkan pakaian klien
5. Tutup area yang akan diperkusi dengan menggunkan handuk
6. Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan relaksasi
7. Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk
8. Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan secara cepat menepuk dada
9. Perkusi pada setiap segmen paru selama 1 -2 menit, jangan pada area yang mudah cedera seperti mammae, sternum, dan ginjal
2. Vibrasi
a. Pengertian;
Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat yang diletakkan datar pada dinding dada klien
b. Tujuan:
Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.
c. Indikasi Klien Yang Mendapat Vibrasi
Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis yang tidak diobati
d. Persiapan Alat dan Bahan
Baki berisi :
1. Handuk
3. Bantal ( 2 – 3 buah )
4. Segelas air
5. Tissue
6. Sputum pot, berisi cairan desinfektan
7. Buku catatan
e. Persiapan Klien
1. Informasikan klien mengenai : tujuan pemeriksaan, waktu dan prosedur
2. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
3. Atur posisi yang nyaman
f. Persiapan perawat :
1. Cuci tangan
2. Perhatikan universal precaution
g. Prosedur Kerja
1. Lakukan auskultasi bunyi napas klien
2. Instruksikan klien untuk mengatakan bila mengalami mual, nyeri dada, dispneu.
3. Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekresi.
4. Kendurkan pakaian klien
5. Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang didrainase, satu tangan di atas tangan yang lain dengan jari-jari menempel bersama dan ekstensi.
6. Anjurkan klien inspirasi dalam dan ekspirasi secara lambat lewat mulut (pursed lip breathing )
7. Selama ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan, dan gunakan hamper semua tumit tangan, getarkan tangan, gerakkan ke arah bawah. Hentikan getaran saat klien inspirasi
8. Lakukan vibrasi selama 5 kali ekspirasi pada segmen paru yang terserang.

B. POSTURAL DRAINAGE
a. Pengertian;
Merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru dengan mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari secret.
Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi mengalirkan secret dari pohon trakheobronkhial ke dalam trachea. Batuk penghisapan kemudian dapat membuang secret dari trachea. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak drainase postural lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.
b. Tujuan:
Tujuan dilakukannya teknik postural drainage adalah:
• Untuk mengeluarkan secret yang tertampung
• Untuk mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelektasis
• Mencegah dan mengeluarkan secret.
c. Indikasi untuk Postural Drainage :
1. Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada :
• Pasien yang memakai ventilasi
• Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
• Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik atau bronkiektasis
• Pasien dengan batuk yang tidak efektif .
2. Mobilisasi sekret yang tertahan :
• Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
• Pasien dengan abses paru
• Pasien dengan pneumonia
• Pasien pre dan post operatif
• Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk
d. Kontra indikasi untuk postural drainage :
• Tension pneumotoraks
• Hemoptisis
• Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard kutrd infark dan aritmia.
• Edema paru
• Efusi pleura yang luas
e. Persiapan Alat dan Bahan
Baki berisi :
1. Handuk
3. Bantal ( 2 – 3 buah )
4. Segelas air hangat
5. Tissue
6. Sputum pot, berisi cairan desinfektan
7. Buku catatan
8. Stetoskop
f. Persiapan Klien
1. Informasikan klien mengenai : tujuan pemeriksaan, waktu dan prosedur
2. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
3. Atur posisi yang nyaman
g. Persiapan perawat :
1.Cuci tangan
2.Perhatikan universal precaution
h. Prosedur Kerja
1.Jelaskan prosedur
2.Kaji area paru, data klinis, foto x-ray
3.Cuci tangan
4.Pakai masker
5.Dekatkan sputum pot
6.Berikan minum air hangat
7.Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan didrainage
8.Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit. Sambil PD bisa dilakukan clapping dan vibrating
9.Berikan tisu untuk membersihkan sputum
10.Minta pasien untuk duduk, nafas dalam dan batuk efektif
11.Evaluasi respon pasien (pola nafas, sputum: warna, volume, suara pernafasan)
12.Cuci tangan
13.Dokumentasi (jam, hari, tanggal, respon pasien)
14.Jika sputum masih belum bisa keluar, maka prosedur dapat diulangi kembali dengan memperhatikan kondisi pasien
i.Posisi Postural Drainage
Postural drainage dilakukan pada posisi tertentu yaitu pada posisi supaya terjadi pengeluaran (drain-age) sputum yang cepat karena pengaruh gaya beratnya di-sertai pengaruh perkusi dan vibrasi dada. Posisi pen-derita yang diharapkan terjadi drainage sesuai dengan lokasikelainan paru adalah sebagai berikut:
1.Tidur dengan beberapa bantal, kepala letak tinggi membentuk sudut 45° untuk drainage kedua lobus atas dari segmen apical, perkusi dada dibawah leher serentak pada kedua sisi.
2.Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut untuk drainage lobus atas kanan segmen anterior dilakukan perkusi pada bahu kanan bagian atas, dan beberapa bantal tanpa bantal bawah lutut untuk drainage lobus atas kiri segmen ante-rior perkusi pada bahu kiri bagian atas.
3.Tidur menelungkup pada bantal untuk drainage lobus atas segmen posterior perkusi pada daerah punggung dibawah leher .
4.Tidur pada sisi kiri dengan3/4 bagian badan tidur, untuk drainage lobus tengah kanan dan lobus bawah kanan segmen anterior. Kepala lebih bawah dari bagian tubuh lainnya, perkusi pada dada kanan antara ICS 4-6.
5.Tidur pada sisi kanan dengan3/4 bagian badan tidur, untuk drainage lingula dan lobus bawah kiri segmen anterior, perkusi pada basal paru jangan sampai menepuk lambung . Letak kepala sama seperti No. 4.
6.Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut dengan letak kepala seperti no. 4, untuk drainage kedua lobus bawah segmen anterior.
7.Tidur pada sisi kiri, letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kanan segmen lateral.
8.Tidur pada sisi kanan dengan letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kiri segmen lateral dan lobus bawah kanan segmen kardiak.
9.Tidur menelungkup dengan satu bantal dibawah perut dengan letak kepala sama seperti no. 4 atau beberapa bantal di bawah perut untuk drainage kedua lobus bawah.
10.Tidur pada sisi kiri dengan ¾ bagian badan miring, letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kanan segmen posterior. Untuk penderita dengan kelainan paru pada beberapa tempat PD dapat dilakukan pada beberapa posisi. Setiap posisi sebaiknya dilakukan selama 5 - 10 menit. Keadaan ini biasa diperpanjang bila penderita tahan lama, sekret/cairan patologik jumlahnya banyak atau kental sehingga drainage memerlukan.
C. Terapi Oksigen
a. Pengertian;
Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kadar oksigen inspirasi (FiO2) atau meningkatkan tekanan oksigen (hiperbarik).
Dengan demikian maka terapi oksigen bukanlah pekerjaan rutin “biasa” yang dilakukan di ruang perawatan tetapi merupakan “obat” yang sebaiknya diinstruksikan oleh dokter tentang cara, kadar dan lamanya pemberian karena didalam pemberiannya harus memenuhi kriteria 4 tepat 1 waspada yaitu tepat indikasi, dosis, cara pemberian, waktu serta waspada terhadap efek samping.
b. Tujuan:
Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih dari 90%
c. Indikasi terapi oksigen antara lain:
Diabetes, Stroke, terapi untuk kecantikan dan kebugaran, Penyakit dekompresi, Emboli udara, Aktinomikosis, Anemia, Insufisiensi arteri perifer akut, Infeksi, Bakteri, Keracunan CO, Keracunan sianida, Gas ganren, Cangkokan kulit, Infeksi jaringan lunak, Osteomielitis, Ekstraksi gigi, Kontra indikasi terapi oksigen antara lain: Kelainan paru, Riwayat operasi paru, Infeksi saluran nafas atas, Cedera paru, Tumor ganas, Penyakit menular, Pengidap gaustrophobia, Kehamilan, Pneumothorax, Resiko terapi oksigen antara lain adalah: Keracunan oksigen, Retensi CO2, Atelektasis, Disstress substernal, Kongesti hidung, Nyeri tenggorokan, Batuk, Retinipati prematuritas, Kedutan otot, Rasa pening, kejang, Bunyi berdering dalam telinga, Koma.
d. Persiapan Alat dan Bahan
1. Tabung Oksigen lengkap dengan flow meter dan humidifier
2. kateter nasal,kanula nasal, atau masker
3. Vaselin / Jeli
e. Persiapan Klien
Sebelum pemberian oksigen harus terlebih dahulu diberitahukan kepada penderita tentang prosedur, maksud dan manfaat pemberian oksigen.
1. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
- Keuntungan
Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 45%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat.
- Prosedur Kerja
1.Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2.Cuci tangan
3.Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 liter/menit. Kemudian observasi humidifire dengan melihat air bergelembung.
4.Atur posisi dengan semi-Fowler.
5.Ukur kateter nasal dimulai dari lubang telinga sampai kehidung dan berikan tanda.
6.Buka saluran udara dari tabung oksigen.
7.berikan minyak pelumas (Vaselin/jeli)
8.Masukkan kedalam hidung sampai batas yang ditentukan.
9.Lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan menekan lidah pasien menggunakan spatel (akan terlihat posisinya dibelakang uvula).
10.Fiksasi pada daerah hidung.
11.Periksa kateter nasal setiap 6-8 jam.
12.Kaji cuping, septum, dan mukos hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8 jam.
13.Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respon klien.
14.Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.
2. Kanul Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal.
- Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1 cm, dapat mengiritasi selaput lendir.
- Prosedur Kerja
1.Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2.Cuci tangan
3.Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 liter/menit. Kemudian observasi humidifire pada tabung dengan adanya gelembung air.
4.pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
5.periksa kanula tiap 6-8 jam.
6.Kaji cuping, septum, dan mukos hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8 jam.
7.Catat kecepatan aliran oksingen, rute pemberian, dan respon klien.
8.Cuci tangan Setelah prosedur dilakukan.
3. Sungkup Muka Sederhana
Merupakan alat pemberian oksigen kontinu atau selang seling 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%.
- Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
4. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing :
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12 liter/mnt
- Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir
- Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.
5. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 liter/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
- Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
- Kerugian
Kantong oksigen bisa terlipat.
- Prosedur Kerja
1.Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2.Cuci tangan
3.Atur posisi dengan semi-Fowler
4.Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan (umumnya 6-10 L/menit). Kemudian observasi humidifire pada tabung air yang menunjukkan adanya gelembung.
5.Tempatkan masker oksigen diatas mulut dan hidung pasien dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
6.Periksa kecepatan aliran tiap 6-8 jam, catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian, dan respon klien.
7.Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

laporan vitamin

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tubuh membutuhkan jumlah yang berbeda untuk setiap vitamin. Setiap orang punya kebutuhan vitamin yang berbeda. Anak-anak, orang tua, orang yang menderita penyakit atau wanita hamil membutuhkan jumlah yang lebih tinggi akan beberapa vitamin dalam makanan mereka sehari-hari.(1)
Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dalam pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organic maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan.(1)
Vitamin merupakan nutrisi tanpa kalori yang penting dan dibutuhkan untuk metabolisme tubuh manusia. Vitamin tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia, tetapi diperoleh dari makanan sehari-hari. Fungsi khusus vitamin adalah sebagai kofaktor (elemen pembantu) untuk reaksi enzimatik. Vitamin juga berperan dalam berbagai macam fungsi tubuh lainnya, termasuk regenerasi kulit, penglihatan, sistem susunan syaraf dan sistem kekebalan tubuh dan pembekuan darah.(1)
Lama tidak diketahuinya mengenai vitamin karena bahan-bahan makanan mengandung vitamin yang cukup untuk mencegah timbulnya gangguan yang hebat terhadap kesehatan. Bahan makanan yang disajikan oleh alam mengandung berbagai vitamin dan bila dimakan secara bersama-sama akan saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu konsumsi jenis bahan makanan yang monoton dalam waktu lama dapat menimbulkan terjadinya kekurangan vitamin.(2)
Gejala defisiensi bervariasi dari tingkat masalah kecil, seperti sakit kepala, masalah-masalah kulit atau hilangnya nafsu makan sampai penyakit–penyakit yang serius misalnya beri-beri yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B atau kudisan yang disebabkan oleh kekurangan vitamin C dalam jangka waktu yang panjang. Namun demikian, konsumsi vitamin yang hampir sampai pada tahap optimum juga terjadi pada beberapa bagian grup populasi.(2)
Melihat pentingnya dan peranan vitamin dalam tubuh manusia maka dilakukan percobaan ini untuk mengetahui sifat-sifat vitamin.
I.2 Tujuan Percobaan
A. Tujuan umum :
1. Mempelajari sifat-sifat vitamin.
2. Membuktikan adanya vitamin dalam suatu bahan secara kualitatif.
B. Tujuan khusus :
1. Penentuan adanya vitamin A
Untuk membuktikan adanya vitamin A dalam suatu bahan secara kualitatif.
2. Penentuan adanya vitamin D
Untuk membuktikan adanya vitamin D dalam suatu bahan secara kualitatif.
3. Penentuan adanya vitamin B1
Untuk membuktikan adanya vitamin B1 secara kualitatif.
4. Penentuan adanya vitamin B6
Untuk membuktikan adanya vitamin B6 secara kualitatif.
5. Penentuan adanya vitamin C
Untuk mrmbuktikan adanya vitamin C secara kualitatif.
I. 3 Prinsip Percobaan
1. Penentuan vitamin A
Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya vitamin A dalam suatu bahan yang dapat dilakukan denga 2 metode yaitu dengan pereaksi Carr-Price atau pereaksi Trikloroasetat (TCA). Vitamin A dengan pereaksi Carr-Price akan memberikan warna biru, kemudian berubah menjadi merah coklat. Intensitas warna biru sebanding dengan banyaknya vitamin A yang terkandung dalam suatu bahan. Oleh karena itu reaksi dapat dijadikan dasar penentuan kualitatif vitamin A secara kolorimetri.
2. Penentuan adanya vitamin D
Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya vitamin D dalam suatu bahan dengan cara mencampurkan minyak ikan dengan larutan H2SO4 lalu dipanaskan beberapa menit, setelah itu didinginkan dan diuji dengan pereaksi Carr-Price. Adanya warna jingga-kuning berarti vitamin D positif.
3. Penentuan adanya vitamin B1
Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya vitamin D dalam suatu bahan dengan cara mencampurkan thiamin dengan Pb-asetat dan NaOH kemudian panaskan, jika timbul endapan warna coklat-hitam menandakan vitamin B1 positif. Atau dapat juga dilakukan dengan cara mencampurkan tiamin dengan larutan Bismuth nitrat dan tambahkan larutan KI. Timbulnya warna endapan merah jingga berarti vitamin B1 positif.
4. Penentuan adanya vitamin B6
Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya vitamin B6 dengan cara mencampurkan larutan pirodoksin dengan CuSO4 lalu ditambahkan NaOH. Bla terbentuk warna biru ungu berarti vitamin B6 positif. Atau dengan cara mencampurkan larutan pirooksin dengan FeCl3. Jika terbentuk warna jingga sampai merah tua berarti vitamin B6 positif.
5. Penentuan adanya vitamin C
Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya vitamin C dengan cara mencampurkan asam askorbat dengan pereaksi benedict dan kemudian dipanaskan. Bila endapan berwarna hijau kekuningan sampai merah bata menandakan vitamin C positif. Atau dengan cara menetralkan asam askorbat dengan NaHCO3 kemudian ditambahkan larutan FeCL3. Adanya warna merah-ungu berarti vitamin C positif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tahap pemrosesan dan pemasakan banyak vitamin hilang bila menggunakan suhu tinggi, air perebus dibuang, permukaan makanan bersentuhan dengan udara dan menggunakan alkali. Vitamin yang terpengaruh dalam hal ini adalah yang rusak oleh panas, oksidasi, atau yang larut dalam air. (Vita Healt ;2006)
Kehilangan vitamin dalam pemasakan dapat dicegah dengan cara : menggunakan suhu tidak terlalu tinggi.
1. waktu memasak tidak terlalu lama.
2. menggunakan air pemasak sesedikit mungkin.
3. memotong dengan pisau tajam menjadi potongan tidak terlalu halus.
4. panci memasak ditutup.
5. tidak mengguanakan alkali dalam pemasakan.
6. sisa air perebus digunakan untuk masakan lain.
Vitamin adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme organisme. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Istilah "vitamin" sebenarnya sudah tidak tepat untuk dipakai tetapi akhirnya dipertahankan dalam konteks ilmu kesehatan dan gizi. Nama ini berasal dari gabungan kata latin vita yang artinya hidup dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap demikian. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin sama sekali tidak memiliki atom N. (Saifudin ;2009)
Beberapa fungsi vitamin yang penting diantaranya: (Almatsier ;2004)
• Vitamin A berfungsi :mempertahankan struktur dan fungsi jaringan epitel, membantu pertumbuhan dan proses penglihatan.
• Vitamin D berfungsi :meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfor dalam saluran pencernaan, mepunyai peranan penting pada proses klasifikasi , dan berhubungan dengan aktifitas enzim fosfatase alkali di dalam serum.
• Vitamin B1 berfungsi :sebagai koenzim (tiamin difosfat, tiamin pirofosfat) pada reaksi-reaksi metabolisme karbohidrat misalnya : pada reaksi dekarboksilasi ooksidatif asa piruvat menjadi asetil-koenzim A dan reaksi transketolasi pada “the hexose monophosphate shunt”.
• Vitamin B6 berfungsi :fungsi vitamin B6 yang utama ialah sebagai koenzim pada metabolisme asam amino, diantaranya pada proses-proses dekarboksilasi dan transminasi.
• Vitamin C berfungsi :fungsi utama vitamin C ialah mempertahankan keadaan zat-zat intersel jaringan cartilage, dentin dan tulang.
Pada umumnya vitamin tidak dapat dibuat sendiri oleh hewan (atau manusia) karena mereka tidak memiliki enzim untuk membentuknya, sehingga harus dipasok dari makanan. Akan tetapi, ada beberapa vitamin yang dapat dibuat dari zat-zat tertentu (disebut provitamin) di dalam tubuh. Contoh vitamin yang mempunyai provitamin adalah vitamin D. Provitamin D banyak terdapat di jaringan bawah kulit. Vitamin lain yang disintetis di dalam tubuh adalah vitamin K dan vitamin B12. Kedua macam vitamin tersebut disintetis di dalam usus oleh bakteri: (Yazid ; 2006)
Bedasarkan kelarutannya vitamin dibagi menjadi dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam air (vitamin C dan semua golongan vitamin B) dan yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K). Oleh karena sifat kelarutannya tersebut, vitamin yang larut dalam air tidak dapat disimpan dalam tubuh, sedangkan vitamin yang larut dalam lemak dapat disimpan dalam tubuh. (Yazid ; 2006).
Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K. Untuk beberapa hal, vitamin ini berbeda dari vitamin yang larut dalam air. Vitamin ini terdapat dalam lemak dan bagian berminyak dari makanan. Vitamin ini hanya dicerna oleh empedu karena tidak larut dalam air. Adapun sumber dan macam-macam penyakit yang ditimbulkan dari masing-masing jenis vitamin adalah sebagai berikut : (Syahruddin ; 2007).
1. Vitamin A
• sumber vitamin A = susu, ikan, sayuran berwarna hijau dan kuning, hati, buah-buahan warna merah dan kuning (cabe merah, wortel, pisang, pepaya, dan lain-lain)
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin A = rabun senja, katarak, infeksi saluran pernapasan, menurunnya daya tahan tubuh, kulit yang tidak sehat, dan lain-lain.


2. Vitamin B1
• sumber yang mengandung vitamin B1 = gandum, daging, susu, kacang hijau, ragi, beras, telur, dan sebagainya
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B1 = kulit kering/kusik/busik, kulit bersisik, daya tahan tubuh berkurang.
3. Vitamin B12
• sumber yang mengandung vitamin B12 = telur, hati, daging, dan lainnya
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B12 = kurang darah atau anemia, gampang capek/lelah/lesu/lemes/lemas, penyakit pada kulit, dan sebagainya
4. Vitamin C
• sumber yang mengandung vitamin C = jambu klutuk atau jambu batu, jeruk, tomat, nanas, sayur segar, dan lain sebagainya
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin C = mudah infeksi pada luka, gusi berdarah, rasa nyeri pada persendian, dan lain-lain
5. Vitamin D
• sumber yang mengandung vitamin D = minyak ikan, susu, telur, keju, dan lain-lain
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin D = gigi akan lebih mudah rusak, otok bisa mengalami kejang-kejang, pertumbuhan tulang tidak normal yang biasanya betis kaki akan membentuk huruf O atau X.


6. Vitamin E
• sumber yang mengandung vitamin E = ikan, ayam, kuning telur, kecambah, ragi, minyak tumbuh-tumbuhan, havermut, dsb
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin E = bisa mandul baik pria maupun wanita, gangguan syaraf dan otot, dll.
7. Vitamin K
• sumber yang mengandung vitamin K = susu, kuning telur, sayuran segar, dkk
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin K = darah sulit membeku bila terluka/berdarah/luka/pendarahan, pendarahan di dalam tubuh, dan sebagainya (organisasi)
Vitamin B1 (Thiamin) pertama kali dikristalkan oleh Jansen dan Donath pada tahun 1962 dan pertama kali disintetis oleh Roger R.Williams dan kawan-kawannya pada tahun 1936 (Neal dan Sauberlich,1980). Ketiga reaksi enzim yang diketahui pada hewan dan manusia yang melibatkan thiamin pirofosfat sebagai suatu ko-enzim adalah dekarboksilase piruvat, dekarboksilase α- ketoglutarat (dalam siklus krebs) dan transketolase (dalam pentose-fosfat shunt) Dan juga merupakan hal yang sangat penting dalam reaksi gelap dari proses fotosintetis, selama konversi CO menjadi karbohidrat. Enzim yang mengikat thiamin, pirofosfat membentuk substrat dalam reaksi-reaksi tersebut. Secara fisiologis, tiamin dalam bentuk tiamin difosfat (kokarboksilase) bertindak sebagai koenzim pada sistem dekarboksilase oksidatif piruvat atau alfa-ketoglutarat masing-masing pada sistem enzim piruvat atau ketoglutarat dehidrogenase. (Toha ;1992).

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III. 1 Alat
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Alat yang dipakai adalah :
1. Tabung reaksi.
2. Pipet ukur dan pipet tetes
3. Spatula
2. Penentuan Adanya Vitamin D
Alat yang dipakai adalah :
1. Tabung reaksi.
2. Pipet ukur, dan pipet tetes.
3. Alat pemanas.
3. Penentuan Adanya Vitamin B1
Alat yang dipakai adalah :
1.Alat pemanas,
2.Tabung reaksi.
3.Pipet ukur dan pipet tetes
4. Penentuan Adanya Vitamin B6
Alat yang dipakai adalah :
1.Tabung reaksi.
2.Pipet tetes
5. Penentuan Adanya Vitamin C
Alat yang dipakai adalah :
1.Kertas pH atau lakmus,
2.Alat pemanas.
3.Tabung reaksi.
4. Pipet tetes.
III.2 Bahan
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Minyak ikan
2. Kloroform
3. Kristal SbCl3
4. Asam setat anhidrid
5. Asam trikloroasetat (TCA)
2.Penentuan Adanya Vitamin D
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Minyak ikan
2. Kloroform
3. Asam asetat anhidrid
4. Larutan H2O2 5%
5. Asam Trikloroasetat
3.Penentuan Adanya Vitamin B1
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Larutan thiamin 1%
2. Larutan bismuth nitrat, Bi (NO3)3
3. Larutan NaOH 6 N
4. Larutan KI 5%
5. Larutan Pb-asetat 10%
4. Penentan Adanya Vitamin B6
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Larutan pridoksin- HCl 1%
2. Larutan NaOH 3%
3. Larutan CuSO4 2%
4. Larutan besi (III) klorida, FeCl3 1%
5.Penentuan Adanya Vitamin C
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Larutan asam asetat 1%
2. Pereaksi benedid
3. Larutan NaHCO 5%
4. Larutan FeCl3 1%
5. Kertas PH atau Lakmus
III.3 lokasi dan pengambilan sampel
Pengambilan sampel di Laboratorium Biologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS, pada hari minngu tanggal 28 juni 2009.


III.4 Prosedur Kerja
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Prosedur A :
a. Didalam tabung reaksi , masukan 10 tetes minyak ikan
b. Ditambahkan 15 tetes klorofom, kemudian camprlah dengan baik.
c. Ditambahkan 4 tetes asam asetat anhidrid.
d. Dibubuhka sepucuk sendok Kristal SbCl3 ke dalamnya.
e. DiPerhatikan perubahan warna yang terjadi, terbentuknya warna biru yang akan brubah menjadi merah coklat berarti vitamin A positif.
Prosedur B:
a. Didalam tabung reaksi , masukan 10 tetes minyak ikan.
b. Ditambahkan 10 ml pereaksi asam trikloroasetat dalam kloroform.
c. Dicampurkan dengan baik.
d. Diamati warna yang terjadi, timbulnya warna biru kehijauan menandakan vitamin A positif.
2. Penentuan adanya vitamin D
a. Didalam tabug reaksi masukan 10tetes minyak ikan.
b. Ditambahkan 10 tetes larutan H2O2 5%.
c. Dikocoklah campuran selama kira-kira 1menit.
d. Dipanaskan diatas api kecil perlahan-lahan sampai tidak ada gelembung-gelembung gas keluar. Usahakan jangan sampai mendidih.
e. Didinginkan tabung dibawah air kran.
f. Dilakukan uji dengan pereaksi Carr-price seperti pada penentan adanya vitamin A.P
g. Diamati perubahan warna yang terjadi, adanya warna jingga-kuning berarti vitamin D positif.
3. Penentuan adanya vitamin B1
Prosedur A :
a. Dimasukan 1 ml larutan thiamine 1% kedalam tabung reaksi.
b. Ditambahkan 1 ml larutan Pb-asetat 10% dan 4,5 ml NaOH 6 N.
c. Dicampurkan dengan baik, kemudian perhatikan timbulnya warna kuning yang terjadi.
d. Dipanaskan, sehingga akan timbul endapan warna coklat-hitam yang menandakan vitamin B1 positif.
Prosedur B :
a. Didalam tabung reaksi masukan 5 tetes larutan thiamen 1%.
b. Ditambahkan 5 tetes larutan bismuth nitrat,dicampurkan dengan baik.
c. Ditambahkan pula satu tetes larutan KI 5%.
d. Diperhatikan perubahan warna yang terjadi. Timbulnya endapan warna merah jingga berarti vitamin B1 positif.
4. Penentuan adanya B6
Prosedur A
a. Dimaskan 10 tetes larutan pirodoksin 1 % kedalam tabung reaksi.
b. Ditambahkan 4 tetes larutan CuSO4 2% dan 20 tetes NaOH 3 N.
c. Diamati perubahan warna yang terjadi.bila terbentuk warna biru-unggu berarti vitamin B6 positif.
Prosedur B :
a. Dimasukan 10 tetes larutan pirodoksin 1% kedalam tabung reaksi
b. Ditambahkan 3-5 tetes larutan FeCl3
c. Diamati perubahan warna yang terjadi.timbulnya warna jingga sampai merah tua berarti vitanmin B6 positif
5. Penentuan adanya vitamin C
Prosedur A :
a. Dimasukan 10 tetes larutan askorbat 1% kedalam tabung reaksi
b. Ditambahkan 30 tetes preaksi benedit
c. Dipanaskan diatas api kecil sampai mendidih selama 2 menit
d. Diperhatikan adanya endapan yang terbentuk warna hijau, kekuningan sampai merah bata berarti vitamin C positif.
Prosedur B :
a. Dimasukan 10 tetes larutan asam askorbat 1% kedalam tabung reaksi
b. Dinetralkan larutan mengunakan NaHCO3 5%
c. Ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3
d. Diamati warna yang terjadi adanya warnah merah,unggu berarti vitamin C positif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Pengamatan
A. Tabel
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Bahan Prosedur A Prosedur B
Minyak ikan 10 tetes 10 tetes
Kloroform 15 tetes -
Asam asetat anhidrid 4 tetes -
SbCl3 kristal Sepucuk sendok -
TCA dalam kloroform - 2 Ml
Camparlah dengan baik
Hasil : Perhatikan warna yang terbentuk Berwarna coklat (+) Warna kuning (-)

2. Penentuan Adanya Vitamin D

Bahan Tabung 1
Minyak ikan 10 tetes
Larutan H2O2 5% 10 tetes
Panaskan tidak sampai mendidih, lalu uji dengan pereaksi Carr-Price
Hasil :
warna jingga-kuning (+/-) Kuning (+)

3. Penentuan Adanya Vitamin B1

Bahan Prosedur A Prosedur B
Larutan Thiamin 1% 1 mL 5 tetes
Larutan Pb-asetat 10% 1 mL -
Larutan NaOH 6N 4,5 mL -
Larutan Bi(NO3)3 - 5 tetes
Larutan KI - 1 tetes
Campurlah dengan baik dan panaskan untuk prosedur A
Hasil : Perhatikan warna endapan yang terbentuk Warna coklat tidak ada endapan (-) Ada endapan coklat (-)

4. Penentuan Adanya Vitamin B6

Bahan Prosedur A Prosedur B
Larutan asam askorbat 10 tetes 10 tetes
Peraksi Benedict 30 tetes -
Ph larutan - 8
Larutan FeCl3 - 2-3 tetes
Hasil : Perhatikan warna endapan yang terbentuk Biru (+) Jingga (+)

5. Penentuan Adanya Vitamin C

Bahan Prosedur A Prosedur B
Larutan pirodoksin 10 tetes 10 tetes
Larutan CuSO4 4 tetes -
Larutan NaOH 3N 20 tetes -
Larutan FeCl3 1% - 3-5 tetes
Hasil : Perhatikan warna endapan yang terbentuk Hijau ada endapan (+) Merah bata (+)

B. Pembahasan
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Pada percobaan ini diperoleh hasil bahwa pada prosedur A dari warna biru berubah menjadi warna coklat yang menandakan hasil yang positif atau dengan kata lain terdapat vitamin A. Ini dikarenakan dalam reaksi yang digunakan dapat dipakai untuk penentuan adanya vitamin A. karna pada percobaan A ini akan terbentuk warna biru yang akan berubah menjadi merah coklat yang menandakan vitamin A positif.
Hal ini dapat dibuktikan pada prosedur B diperoleh hasil larutan yang berwarna biru kehijauan yang menandakan positif terdapat vitamin A. Ini dikarenakan pada reaksi yang dipakai dengan TCA pada prosedur B akan menunjukkan larutan berwarna biru kehijauan sebanding dengan banyaknya vitamin A yang terkandung. Dimana TCA merupakan dasar penentuan secara kualitatif adanya vitamin A.
2. Penentuan Adanya Vitamin D
Pada percobaan ini hasil yang diperoleh warna kuning yang menunjukan vitamin D positif. Vitamin D ini umumnya stabil pada pemanasan, asam dan oksigen. Vitamin D secara lambat dapat didestruksi bila lingkungannya alkalis, terutama bila terdapat udara dan cahaya. Pemanasan dengan hidrogen peroksida tidak merusak vitamin D.
3. Penentuan Adanya Vitamin B1
Pada percobaan ini, prosedur A sebelum dipanaskan berwarna kuning setelah dipanaskan berwarna coklat tapi tidak terdapat endapan. Pada uji ini hasil yang seharusnya terdapat endapan warna coklat-hitam yang menandakan positif vitamin B1. Sedangkan pada prosedur B menghasilkan endapan berwarna coklat , yang menunjukkan hasil negative atau tidak adanya vitamin B1¬.
4. Penentuan Adanya Vitamin B6
Pada percobaan A, diperoleh warna biru yang menunjukkan positif adanya vitamin B6. Namun, pada prosedur B meunjukkan hasil yang positif dengan warna jingga positif ketika direaksikan dengan FeCl3.
5. Penentuan Adanya Vitamin C
Pada percobaan A, larutan yang diperoleh berwarna hijau dan ada endapan yang menunjukan vitamin C positif . Sedangkan pada prosedur B diperoleh hasil larutan berwarna merah bata yang menandakan vitamin C positif .

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
1. Vitamin A dapat ditentukan secara kualitatif dengan pereaksi Carr-Price atau pereaksi Trikloroasetat (TCA).
2. Adanya vitamin D pada minyak ikan yang ditunjukkan dengan warna hasil larutan yang berwarna jingga-kuning.
3. Dalam larutan netral atau alkalis, thiamin mudah rusak sedangkan dalam keadaan asam tahan panas.
4. Pirodoksin stabil terhadap pemanasan, alkali dan asam serta paling tahan terhadap pengaruh pengolahan dan penyimpanan.
5. Vitamin C mudah dioksidasi terutama bila di panaskan. Dimana proses oksidasi akan dipercepat dengan adanya tembaga, oksigen dan alkali.
V.2 Saran
• Saran asisten: mohon bimbingannya dengan baik pada saat praktikum berlangsung.
• Saran laboratorium : petugas laboratorium agar tepat waktu sehingga tidak terburu-buru dalam melaksanakan rangkaian praktikum. Alat-alat laboratorium juga perlu dibenahi agar proses praktikum berjalan secara efektif dan efisien.



DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier, Sunita.2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.

2. Vitahealth. 2006. Seluk-beluk Food Suplement. Jakarta : Gramedia
3. Saifuddin, Sirajuddin. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia. Laboratorium Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

4. Yazid, Estien, dkk. 2006. Penuntun Pratikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Gresik : Andi Yogayakrta.

5. Syahruddin, Kasim, dkk. 2007. Biokimia. Makassar: UPT MKU Universitas Hasanuddin.

6. Toha, A. 1992. Biokimia. Surabaya : Alfabeta.
Jawaban Pertanyaan
A. Penentuan Adanya Vitamin A
1. Sebutkan fungsi utama vitamin A!
Jawab : Fungsi utamanya memelihara integritas struktural dan permeabilitas normal membran sel
2. Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin A!
Jawab :
Hemeralopia (rabun ayam/rabun senja)
Frinoderma, kulit tangan atau kaki tampak bersisik
Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru
Kerusakan pada kornea
Terhentinya proses pertumbuhan
Terganggunya pertumbuhan pada bayi
3. Efek apakah yang dapat ditimbulkan bila seseorang mengalami hipervitaminosis dari vitamin A? Sebutkan gejalanya!
Jawab :
• Menyebabkan Hipervitaminosis A pada bayi dan anak kecil dapat menjadikan anak menjadi cengeng, kulit kering dan gatal-gatal
• Menyebabkan Sirosis dan Hipertensi Portal
• Menyebabkan Lemah, Rambut rontok, bintik-bintik pada kulit, sakit kepala, otot-otot kaku, sakit tulang, hepatosplenomegali dan papiledema


B. Penentuan Adanya Vitamin D
1. Apa fungsi H2O2 dan pemanasan pada percobaan !
Jawab: Fungsi H2O2 akan merusak vitamin A yang masih terkandung dalam bahan dan pemanasannya dilakukan hanyalah untuk menguapkan bahan lain yang tidak dibutuhkan dalam uji ini agar ketika diuji nanti vitamin D lah yang bereaksi.
2. Jelaskan mengapa pemanasan tidak boleh sampai mendidih!
Jawab: Pada dasarnya pemanasan dilakukan hanyalah untuk menguapkan bahan lain yang tidak dibutuhkan dalam uji ini agar ketika diuji nanti vitamin D lah yang bereaksi.
3. Sebutkan fungsi utama vitamin D dalam tubuh!
Jawab: Fungsi utamanya merangsang sintesis protein pengikat kalsium (calcium-binding protein,CaBP).
4. Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin D dan gejalanya !
Jawab: Proses Osifikasi (penulangan) terganggu sehingga menimbulkan rakhitis dan tulang mudah patah, terjadi gangguan pada pertukaran zat kapur dan fosfor serta gangguan pada sistem pertulangan.
C. Penentuan Adanya Vitamin B1
1. Sebutkan fungsi utama vitamin B1!
Jawab:
• Thiamin merupakan bagian dari TPP, yaitu koenzim yang dibutuhkan untuk metabolisme energi.
• Berperan dalam sistem syaraf
• Menimbulkan nafsu makan
• membantu penggunaan karbohidrat dalam tubuh dan sangat berperan dalam sistem saraf.
3. Tuliskan struktur kimia vitamin B1!
Jawab:
D. Penentuan Adanya Vitamin B6
1. Sebutkan fungsi utama vitamin B6!
Jawab:
• Berperan dalam metabolisme asam amino dan asam lemak.
• Membantu tubuh untuk mensintesis asam amino nonesensial.
• Berperan dalam produksi sel darah merah.
• Berperan mengatur dalam penggunaan protein, lemak, karbohidrat
• Berperan dalam pembaruan sel darah merah.
• Merupakan co factor terhadap beberapa jenis enzim
2. Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin B6 dengan gejalanya!
Jawab: gejala kegagalan pertumbuhan, kerusakan fungsi motorik dan sawah.

E. Penentuan Adanya Vitamin C
1. Jelaskan mengapa vitamin C positif terhadap uji Benedict!
Jawab: Dalam larutan vitamin C mudah rusak karena oksidasi dari udara, tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering. Jika vitamin C dilarutkan dengan asam askorbat dan pereaksi Benedict menghasilkan warna merah bata yang menunjukkan bahan asam askorbat mengandung vitamin C.
2. Sebutkan fungsi utama vitamin C dalam tubuh!
Jawab:
• Berperan membantu spesifik enzim dalam melakukan fungsinya.
• Bekerja sebagai antioksidan.
• Membentuk kolagen, serat, struktur protein.
• Meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi dan membantu tubuh menyerap zat besi.
• Membentuk senyawa kimiawi yang berfungsi sebagai perekat antar sel-sel.
• Berperan sekali dalam penyembuhan luka, memperkuat aliran darah dan membantu penyerapan zat besi, juga memperkuat daya tahan terhadap infeksi terhadap tubuh.
• Berperan dalam pembentukan substansi antarsel berbagai jaringan
• Meningkatkan aktivitas pagositas sel darah putih
• Meningkatkan absorpsi zat besi dalam usus serta transportasi zat besi
3. Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin C dan gejalanya!
Jawab: Berakibat pada sistem syaraf dan ketegangan otot.


DAFTAR PUSTAKA
1. Pujiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.
2. Almatsier, S. 2001. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

3. Sirajuddin, S. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia. Makassar : Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat AIPTKMI Regional Indonesia Timur UNHAS.

4. Sediaoetama, A. D. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat.

5. Lehninger, A. L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia I. Jakarta : Erlangga.

6. Tim Dosen Kimia. 2008. Kimia Dasar 2. Makassar : UPT MKU UNHAS.