Senin, 21 Mei 2012

ASKEB Asfiksia


A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).

B. Etiologi / Penyebab Asfiksia
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
· Preeklampsia dan eklampsia
· Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
· Partus lama atau partus macet
· Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
· Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
· Lilitan tali pusat
· Tali pusat pendek
· Simpul tali pusat
· Prolapsus tali pusat


3. Faktor Bayi
· Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
· Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
· Kelainan bawaan (kongenital)
· Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

C. Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
  • Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
  • Warna kulit kebiruan
  • Kejang
  • Penurunan kesadaran

D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999)

E. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
- Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
- Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
- Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
- Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
- Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
- Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
- Kompresi dada.
- Pengobatan

Langkah-Langkah Resusitasi
1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
a. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
b. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
c. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
d. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
e. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
f. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung.
g. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
h. Kompresi jantung


Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :

a. Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi.
b. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.

7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara intravena, malelui vena umbilikal. Bila diberikan melalui pipa endotrakeal, dosis adalah 0,3 – 1,0 ml/kgBB. (Prawirohardjo, 2008)
10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak respon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar