Senin, 21 Mei 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN PERSALINAN NORMAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN PERSALINAN NORMAL

  1. KONSEP DASAR PERSALINAN
    1. 1. Pengertian Persalinan dan Persalinan Normal

Persalinan adalah proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan yaitu janin, plasenta dan selaput ketuban keluar dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Farrer,1999). Persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm (bukan premature atau postmatur), mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi), selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya, mempunyai janin tunggal dengan presentase puncak kepala, terlaksana tanpa bantuan artificial, tidak mencakup komplikasi, plasenta lahir normal. Menurut Mochtar (1998), Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + uri), yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. Persalinan normal disebut juga partus spontan, adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan dimulai (inpartu) pada saat uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap.

  1. 2. Sebab – sebab yang Menimbulkan Persalinan (Mochtar, 1998)

Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanya merupakan teori – teori kompleks antara lain :

  1. Teori penurunan hormone

Terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron pada 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.

  1. Teori plasenta menjadi tua

Hal tersebut akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.

  1. Teori distensi rahim

Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenter.

  1. Teori iritasi mekanik

Di belakang serviks terletak ganglion servikale (fleksus Frankerhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.

  1. Induksi partus (Induction of labour)

Partus dapat pula ditimbulkan dengan jalan :

  • Gagang laminaria : beberapa laminaria dimasukkan dalam kanalis srvikalis dengan tujuan merangsang fleksus Frankerhauser
  • Amniotomi : pemecahan ketuban
  • Oksitosin drip : pemberian oksitosin menurut tetesan per infus

  1. 3. Tanda-Tanda Permulaan Persalinan (Rustam Mochtar, 1998)

Sebelum terjadinya persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki “bulannya” atau “minggunya” atau “harinya” yang disebut kala pendahuluan (preparatory stage of labor). Ini memberikan tenda-tanda sebagai berikut :

  1. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu kentara.
  2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
  3. Perasaan sering-sering atau susah kencing karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
  4. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut “false labor pains”.
  5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa bercamput darah (bloody show).

  1. 4. Tanda –tanda Inpartu

Inpartu adalah seorang wanita yang sedang dalam keadaan persalinan. Tanda-tanda inpartu adalah:

  1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
  2. Keluar lender bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks.
  3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
  4. Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

  1. 5. Faktor-faktor Persalinan

Faktor-faktor yang terlibat dalam persalinan menurut Farrer (1999), adalah:

  1. Power (kekuatan yang mendorong janin keluar):
  • His (kontraksi uterus): gerakan memendek dan menebal otot-otot rahim yang terjadi untuk sementara waktu.
  • Retraksi: pemendekan otot-otot rahim yang menetap setelah terjadi kontraksi
  • Tenaga sekunder (mengejan): kontraksi otot-otot dinding perut dan diafragma serta ligmentous action terutama ligament rotundum
  1. Passages (jalan lahir): tulang panggul, serviks, vagina dan dasar panggul
  2. Passenger (janin): kepala janin, plasenta, selaput dan cairan ketuban.

  1. 6. Proses Persalinan

Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu :

  1. Kala I

Dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala satu dibagi menjadi 2 fase yaitu :

1) Fase laten

Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap. Pembukaan serviks kurang dari 4 cm dan biasanya berlangsung dibawah 8 jam.

2) Fase aktif

Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat/ memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih. Serviks membuka dari 3 ke 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih perjam dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Dapat dibedakan menjadi tiga fase :

  • Ø Akselerasi : pembukaan dari 3 cm menjadi 4 cm yang membutuhkan waktu 2 jam
  • Ø Dilatasi maksimal : pembukaan dari 4 cm menjadi 9 cm dalam waktu 2 jam
  • Ø Deselarasi : pembukaan menjadi lambat, dari 9 menjadi 10 cm dalam waktu 2 jam

Fase – fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian, akan tetapi pada fase laten, fase aktif deselerasi akan terjadi lebih pendek. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara pada primigravida dan multigravida. Pada premi osteum uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis baru kemudian osteum uteri eksternum membuka. Pada multigravida osteum uteri internum sudah sedikit terbuka. Osteum uteri internu dan eksternum serta penipisan dan pendataran terjadi dalam saat yang sama.

  1. Kala II

Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua dikenal juga sebagai kala pengeluaran. Ada beberapa tanda dan gejala kala dua persalinan :

  • Ibu merasakan keinginan meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
  • Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan atau vaginanya.
  • Perineum terlihat menonjol
  • Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka
  • Peningkatan pengeluaran lender dan darah

Diagnosis kala dua persalinan dapat ditegakkan atas dasar hasil pemeriksaan dalam yang menunjukkan :

  • Pembukaan serviks telah lengkap
  • Terlihatnya bagian kepala bayi pada introitus vagina

  1. Kala III

Kala tiga persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta.

1) Fisiologi kala tiga

Otot uterus berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba – tiba setelah lahinya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta. Karena tempat implantasi menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan menekuk, menebal kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Setelah lepas plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau bagian atas vagina.

2) Tanda – tanda lepasnya plasenta

  • Perubahan ukuran dan bentuk uterus
  • Tali pusat memanjang
  • Semburan darah tiba – tiba

Kala III terdiri dari 2 fase :

  1. Fase pelepasan uri

Cara lepasnya uri ada beberapa cara :

  • Schultze :lepasnya seperti kita menutup payung, cara ini paling sering terjadi. Yang lepas duluan adalah bagian tengah lalu terjadi retroplasental hematoma yang menolak uri mula-mula pada bagian tengah kemudian seluruhnya. Menurut cara ini perdarahan ini biasanya tidak ada sebelum uri lahir.
  • Duncan: lepasnya uri mulai dari pinggir, jadi pinggir uri lahir duluan. Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban. Atau serempak dari tengah dan pinggir plasenta.
  1. Fase pengeluaran uri
  • Kustner: dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada/di atas simfisis. Tali pusat diteganggangkan maka bila tali pusat masuk artinya belum lepas, bila diam atau maju artinya sudah lepas.
  • Klein: sewaktu ada his, rahim kita dorong, bila tali pusat kembali artinya belum lepas. Diam atau turun artinya lepas.
  • Strassman : tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar artinya belum lepas. Tak bergetar artinya sudah lepas.

  1. Kala IV

Kala empat persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir selama 2 jam. Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan, antara lain :

  • Tingkat kesadaran ibu
  • Pemeriksaan TTV : tekanan darah, nadi, pernafasan
  • Kontraksi uterus
  • Terjadinya perdarahan

Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 – 500 cc

  1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
    1. 1. KALA I
      1. Pengkajian
  • Anamnesa
    • Nama, umur, dan alamat
    • Gravida dan para
    • Hari pertama haid terakhir (HPHT)
    • Riwayat alergi obat
    • Riwayat kehamilan sekarang: ANC, masalah yang dialami selama kehamilan seperti perdarahan, kapan mulai kontraksi, apakah gerakan bayi masih terasa, apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, cairan warnanya apa? Kental/ encer? Kapan pecahnya? Apakah keluar darah pervagina? Bercak atau darah segar? Kapan ibu terakhir makan dan minum? Apakah ibu kesulitan berkemih?
    • Riwayat kehamilan sebelumnya
    • Riwayat medis lainnya seperti hipertensi, pernafasan
    • Riwayat medis saat ini (sakit kepala, pusing, mual, muntah atau nyeri epigastrium)
    • Pemeriksaan fisik
      • Tunjukkan sikap ramah
      • Minta mengosongkan kandung kemih
      • Nilai keadaan umum, suasana hati, tingkat kegelisahan, warna konjungtiva, kebersihan, status gizi, dan kebutuhan cairan tubuh
      • Nilai tanda – tanda vital (TD, Nadi, suhu, dan pernafasan), untuk akurasi lakukan pemeriksaan TD dan nadi diantara dua kontraksi.
      • Pemeriksaan abdomen
        • Menentukan tinggi fundus
        • Kontraksi uterus

Palpasi jumlah kontraksi dalam 10 menit, durasi dan lamanya kontraksi

  • Memantau denyut jantung janin (normal 120-160x/menit)
  • Menentukan presentasi (bokong atau kepala)
  • Menentukan penurunan bagian terbawah janin
  • Pemeriksaan dalam
    • Nilai pembukaan dan penipisan serviks
    • Nilai penurunan bagian terbawah dan apakah sudah masuk rongga panggul
    • Jika bagian terbawah kepala, pastikan petunjuknya.

  1. Diagnosa keperawatan

1) Gangguan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan penurunan suplai 02 plasenta sekunder akibat kontraksi uterus

2) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan

3) Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat peningkatan metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan

4) Kurang pengetahuan tentang proses persalinan berhubungan dengan kurangnya informasi yang dimiliki ibu

5) Cemas b.d krisis situasional akibat proses persalinan

  1. Perencanaan

1) Gangguan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan penurunan suplai 02 plasenta sekunder akibat kontraksi uterus

Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan tidak terjadi fetal distress dengan KE : DJJ 120-160x/menit

Intervensi:

  • Kaji DJJ tiap 30 menit

Rasional: untuk mengetahui DJJ sehingga dapat dilakukan tindakan dengan segera apabila terjadi peningkatan atau perlambatan.

  • Sarankan ibu untuk tidak berbaring telentang lebih dari 10 menit

Rasional: jika terlentang maka berat janin, uterus, air ketuban akan menekan vena cava inferior, hal ini dapat mengakibatkan turunnya sirkulasi darah dari ibu ke plasenta

  • Catat kemajuan persalinan

Rasional: persalinan lama/disfungsional dengan perpanjangan fase laten dapat menimbulkan masalah kelelahan ibu, stres berat, infeksi dan hemoragi karena atonia/ruptur uterus

  • Catat DJJ bila ketuban pecah, periksa lagi 5 menit kemudian dan observasi perineum terhadap prolaps tali pusat

Rasional: perubahan pada tekanan cairan amniotik dengan ruptur dan prolaps tali pusat dapat menurunkan transfer oksigen ke janin

  • Kolaborasi pemberian oksigen

Rasional:meningkatkan oksigen ibu yang tersedia untuk ambilan fetal

2) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan

Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan ibu mampu mengendalikan nyerinya dengan kriteria evaluasi ibu menyatakan menerima rasa nyerinya sebagai proses fisiologis persalinan

Intervensi:

  • Kaji kontraksi uterus dan ketidaknyamanan (awitan, frekuensi, durasi, intensitas, dan gambaran ketidaknyamanan)

Rasional: untuk mengetahui kemajuan persalinan dan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu

  • Kaji tentang metode pereda nyeri yang diketahui dan dialami

Rasional: nyeri persalinan bersifat unik dan berbeda – beda tiap individu. Respon terhadap nyeri sangat tergantung budaya, pengalaman terdahulu dan serta dukungan emosional termasuk orang yang diinginkan (Henderson, 2006)

  • Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi terhadap nyeri

Rasional:mengidentifikasi jalan keluar yang harus dilakukan

  • Kurangi dan hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri

Rasional: tidak menambah nyeri klien

  • Jelaskan metode pereda nyeri yang ada seperti relaksasi, massage, pola pernafasan, pemberian posisi, obat – obatan

Rasional: memungkinkan lebih banyak alternative yang dimiliki oleh ibu, oleh karena dukungan kepada ibu untuk mengendalikan rasa nyerinya (Rajan dalam Henderson, 2006)

  • Dorong ibu untuk mencoba beberapa metode

Rasional: dengan beberapa metode diharapkan ibu dapat mengendalikan rasa nyerinya

  • Lakukan perubahan posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi ingin di tempat tidur anjurkan untuk miring ke kiri

Rasional: nyeri persalinan bersifat sangat individual sehingga posisi nyaman tiap individu akan berbeda, miring kiri dianjurkan karena memaksimalkan curah jantung ibu.

Beberapa teknik pengendalian nyeri :

  • Relaksasi

Bertujuan untuk meminimalkan aktivitas simpatis pada system otonom sehingga ibu dapat memecah siklus ketegangan-ansietas-nyeri. Tindakan dapat dilakukan dengan menghitung terbalik, bernyanyi, bercerita, sentuhan terapeutik, akupresur, hipnoterapi, imajinasi terbimbing, dan terapi music.

  • Massage

Massage yang lebih mudah diingat dan menarik perhatian adalah yang dilakukan orang lain. Tindakan massage diduga untuk menutup “gerbang” guna mencegah diterimanya stimulus nyeri, sentuhan terapeutik akan meningkatkan pengendalian nyeri (Glick, 1993). Dianjurkan massage selama persalinan bersifat terus menerus.

3) Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat peningkatan metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan ibu tidak mengalami keletihan dengan kriteria evaluasi: nadi:60-80x/menit(saat tidak ada his), ibu menyatakan masih memiliki cukup tenaga

Intervensi:

  • Kaji tanda – tanda vital yaitu nadi dan tekanan darah

Rasional: nadi dan tekanan darah dapat menjadi indicator terhadap status hidrasi dan energy ibu.

  • Anjurkan untuk relaksasi dan istirahat di antara kontraksi

Rasional: mengurangi bertambahnya keletihan dan menghemat energy yang dibutuhkan untuk persalinan

  • Sarankan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu

Rasional: dukungan emosional khususnya dari orang – orang yang berarti bagi ibu dapat memberikan kekuatan dan motivasi bagi ibu

  • Sarankan keluarga untuk menawarkan dan memberikan minuman atau makanan kepada ibu

Rasional: makanan dan asupan cairan yang cukup akan memberi lebih banyak energy dan mencegah dehidrasi yang memperlambat kontraksi atau kontraksi tidak teratur.

4) Kurang pengetahuan tentang proses persalinan berhubungan dengan kurangnya informasi yang dimiliki ibu

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama … diharapakan ibu dapat memahami proses persalinan dengan kriteria evaluasi : ibu menyatakan dapat menerima penjelasan perawat, ibu kooperatif

Intervensi :

  • Kaji pengetahuan yang telah dimiliki ibu serta kesiapan ibu menerima informasi

Rasional: untuk mengefektifkan penjelasan yang akan diberikan

  • Menjelaskan tentang proses persalinan serta apa yang mesti dilakukan oleh ibu

Rasional: untuk memberikan informasi kepada ibu dengan harapan terjadi perubahan tingkat pengetahuan dan psikomotor dari ibu sehingga ibu kooperatif

  • Menjelaskan tentang kemajuan persalinan, perubahan yang terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil pemeriksaan

Rasional: memberikan gambaran pada ibu tentang persalinan yang sedang dijalani, mengurangi cemas dengan harapan keadaan psikologis ibu tenang yang dapat mempengaruhi intensitas his

  • Memberi pujian atas sikap kooperatif ibu

Rasional: pujian dapat meningkatkan harga diri serta dapat menjadi motivasi untuk melakukannya lagi

5) Cemas b.d krisis situasional akibat proses persalinan

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan kecemasan berkurang dengan kriteria evaluasi : tampak rileks, ibu kooperatif dalam teknik relaksasi dan napas dalam, ibu melaporkan cemas berkurang, TD stabil.

Intervensi:

  • Berikan informasi tentang perubahan psikologis dan fisiologis pada persalinan sesuai kebutuhan

R/ pendidikan dapat menurunkan stres dan ansietas dan meningkatkan kemajuan persalinan

  • Kaji tingkat dan penyebab ansietas, kesiapan untuk melahirkan anak, latar belakang budaya dan peran orang terdekat

R/ memberikan informasi dasar, ansietas memperberat persepsi nyeri, mempengaruhi penggunaan teknik koping dan menstimulasi pelepasan aldosteron yang dapat meningkatkan resospsi natrium dan air

  • Pantau TTV sesuai indikasi

R/ stres mengaktifkan sistem adrenokortikal hipofisis-hipotalamik, yang meningkatkan retensi dan resorpsi natrium dan air dan meningkatkan eksresi kalium. Resorpsi natrium dan air dapat memperberat perkembangan toksemia intapartal/hipertensi, kehilangan kalium dapat memperberat penurunan aktivitas miometrik.

  • Pantau pola kontraksi uterus, laporkan disfungsi persalinan

R/ pola kontraksi hipertonik atau hipotonik dapat terjadi bila stres menetap dan memperpanjang pelepasan katekolamin

  • Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan, masalah dan rasa takut

R/ stres, rasa takut dan ansietas mempunyai efek yang dalam pada proses persalinan, sering memperlama fase pertama karena penggunaan cadangan glukosa ; menyebabkan kelebihan epinefrin yang dilepaskan dari stimulasi adrenal, yang menghambat aktivitas miometrial ; dan meningkatkan kadar norepinefrin yang cendrung meningkatkan aktivitas uterus.

  • Demonstrasikan metode persalinan dan relaksasi, berikan tindakan kenyamanan

R/ menurunkan stresor yang dapat memperberat ansietas; memberikan strategi koping

  1. Implementasi

Sesuai dengan rencana intervensi

  1. Evaluasi

Sesuai dengan respon masing-masing klien terhadap intervensi keperawatan yang diberikan dihubungkan dengan tujuan intervensi dan kriteria evaluasi.

WOC kala I terlampir

  1. 2. KALA II
  2. Pengkajian

1) Aktivitas /istirahat

  • adanya kelelahan, ketidak mampuan melakukan dorongan sendiri/ relaksasi.
  • Letargi.
  • Lingkaran hitam di bawah mata.

2) Sirkulasi: tekanan darah dapat meningkat 5-10mmHg diantara kontraksi.

3) Integritas Ego

  • Respon emosional dapat meningkat.
  • Dapat merasa kehilangan control atau kebalikannya seperti saat ini klien terlibat mengejan secara aktif.

4) Eleminasi.

  • Keinginan untuk defikasi, disertai tekanan intra abdominal dan tekanan uterus.
  • Dapat mengalami rabas fekal saat mengejan.
  • Distensi kandung kemih mungkin ada , dengan urine dikeluarkan selama upaya mendorong.

5) Nyeri/ Ketidak nyamanan

  • Dapat merintih/ meringis selama kontraksi.
  • Amnesia diantara kontraksi mungkin terlihat.
  • Melaporkan rasa terbakar/ meregang dari perineum.
  • Kaki dapat gemetar selama upaya mendorong.
  • Kontraksi uterus kuat terjadi 1,5 – 2 mnt masing-masing dan berakhir 60-90 dtk.
  • Dapat melawan kontraksi , khususnya bila tidak berpartisipasi dalam kelas kelahiran anak.

6) Pernafasan: peningkatan frekuensi pernafasan.

7) Keamanan

  • Diaforesis sering terjadi.
  • Bradikardi janin dapat terjadi selama kontraksi

8) Sexualitas

  • Servik dilatasi penuh( 10 cm) dan penonjolan 100%.
  • Peningkatan penampakan perdarahan vagina.
  • Penonjolan rectal/ perineal dengan turunnya janin.
  • Membrane mungkin rupture pada saat ini bila masih utuh.
  • Peningkatan pengeluaran cairan amnion selama kontraksi.
  • Crowning terjadi, kaput tampak tepat sebelum kelahiran pada presentasi vertex

b. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada bagian presentasi , dilatasi/ peregangan jaringan , kompresi saraf, pola kontraksi semakin intense

2) Perubahan curah jantung berhubungan dengan fluktuasi pada aliran balik vena, perubahan pada tahanan vaskuler sistemik.

3) Risiko terhadap kerusakan integritas kulit / jaringan b/d pencetusan persalinan, pola kotraksi hipertonik, janin besar.

4) Resiko terhadap kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan kompresi mekanis kepala/tali pusat, penurunan perfusi plasenta, persalinan yang lama, hiperventilasi maternal.

5) Resiko terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan aktif, penurunan masukan , perpindahan cairan.

6) Resiko infeksi maternal b/d prosedur invasive berulang, trauma jaringan, pemajanan terhadap pathogen, persalinan lama atau pecah ketuban

c. Perencanaan

1). Nyeri b/d tekanan mekanik pada presentasi, dilatasi/ peregangan jaringan,

kompresi saraf, pola kontraksi semakin intensif

Tujuan : Setelah diberikan askep selama … diharapkan klien dapat

mengontrol rasa nyeri dengan criteria evaluasi :

- Mengungkapkan penurunan nyeri

- Menggunakan tehnik yang tepat untuk mempertahan kan control.nyeri.

- Istirahat diantara kontraksi

Intervensi :

Mandiri :

  • Identifikasi derajat ketidak nyamanan dan sumbernya.

R/ Mengklarifikasi kebutuhan memungkinkan intervensi yang tepat.

  • Beri tindakan kenyamanan seperti : perawatan mulut, perawatan / masase perineal, linen yang bersih dan kering, lingkungan yang sejuk, kain yang sejuk dan lembab pada wajah dan leher ,kompres hangat pada perineum, abdomen atau punggung.

R/ Meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisik, memungkinkan klien fokus pada persalinan, menurunkan kebutuhan analgesia dan anastesi.

  • Pantau dan catat aktivitas uterus pada setiap kontraksi.

R/ Memberikan informasi tentangkemajuan kontinu, membantu identifikasi pola kontraksi abnormal

  • Berikan dukungan dan informasi yang berhubungan dengan persalinan.

R/ Informasi tentang perkiraan kelahiran menguatkan upaya yang telah dilakukan berarti.

  • Anjurkan klien untuk mengatur upaya untuk mengejan.

R/ Upaya mengejan spontan yang tidak terus menerus menghindari efeknegatif berkenaandenganpenurunan kadar oksigen ibu dan janin.

  • Bantu ibu untuk memilih posisi optimal untuk mengejan

R/ Posisi yang tepat dengan relaksasi memudahkan kemajuan persalinan

Kolaborasi

  • Kaji pemenuhan kandung kemih, kateterisasi bila terlihat distensi.

R/ Meningkatkan kenyamanan, memudahkan turunnya janin, menurunkan resiko trauma kantung kencing.

  • Dukung dan posisikan blok sadel / anastesi spinal, local sesuai indikasi.

R/ Posisi yang tepat menjamin penempatan yang tepat dari obat-obatan dan mencegah komplikasi.

2). Perubahan curah jantung berhubungan dengan fluktuasi pada aliran balik vena,

perubahan pada tahanan vaskuler sistemik.

Tujuan : Setelah diberikan askep selama… diharapkan tidak terjadi perubahan curah jantung dan perubahan tahanan vaskuler sistemik dengan criteria evaluasi

- Tanda- tanda vital dalam batas normal

- Djj dan variabilitas dalam batas normal.

Intervensi :

Mandiri:

  • Pantau TD dan nadi setiap 5-15 mnt, perhatikan jumlah dan konsentrasi haluaran urine, tes terhadap albuminuria.

R/ Peningkatan curah jantung 30-50% mempengaruhi kontraksi uterus

  • Anjurkan klien untuk inhalahi dan ekshalasi selama upaya mengejan menggunakan tehnik glottis terbukaan.

R/ Valsava manuver yang lama dan berulang terjadi bila pasien menahan nafas saat mendorong terhadap glottis yang tertutup.yang dapat mengganggu aliran balik vena.

  • Pantau DJJ setelah setiap kontraksi atau upaya mengejan.

R/ Mendeteksi bradikardi pada janin dan hipoksia .

  • Anjurkan klien memilih posisi persalinan yang mengoptimalkan sirkulasi.

R/ Posisi persalinan yang baik mempertahankan aliran balik vena dan mencegah hipotensi.

  • Pantau TD dan nadi segara setelah pemberian anastesi sampai klien stabil.

R/ Hipotensi adalah reaksi merugikan paling umum pada blok epidural lumbal atau subaraknoid memperlambat aliran balik vena dan menurunkan curah jantung

Kolaborasi:

  • Atur infus intra vena sesuai indikasi, pantau pembrian oksitosin dan turunkan kecepatan bila perlu.

R/ Jalur IV harus tersedia pada kasus perlunya memperbaiki hipotensi atau menaikkan obat kedaruratan.

3). Risiko terhadap kerusakan integritas kulit / jaringan b/d pencetusan persalinan, pola kotraksi hipertonik, janin besar.

Tujuan : setelah diberikan askep selama… diharapkan tidak terjadi kerusakan kulit/ jaringan dengan kriteria evaluasi :

- Otot-otot perineal rileks selama upaya mengedan

- Bebas dari laserasi yang dapat dicegah

Intervensi :

Mandiri :

  • Bantu klien dengan posisi tepat, pernapasan, dan upaya untuk rileks.

R/ Dengan posisi yang tepat, pernafasan yang baik membantu meningkatkan peregangan bertahap dari perineal dan jaringan vagina dan mencegah terjadinya trauma atau laserasi serviks

  • Tempatkan klien pada posisi Sim lateral kiri untuk melahirkan bila nyaman.

R/ Posisi Sim lateral kiri menurunkan ketegangan perineal ,meningkatkan peregangan bertahap, dan menurunkan perlunya episiotomy

  • Bantu klien mengangkat kaki secara simultan, hindari tekanan pada poplitea,sokong telapak kaki.

R/ Menurunkan regangan otot mencegah tekanan pada betis,dan ruang poplitea yang dapat menyebabkan tromboplebitis pasca partum.

Kolaborasi :

  • Kaji kepenuhan kandung kencing

R/ Menurunkan terauma kandung kemih dari bagian presentasi.

  • Bantu sesuai kebutuhan dengan manufer tangan , berikan tekanan pada dagu janin melalui perineum ibu saat tekanan pengeluaran pada oksiputdengan tangan lain.

R/ Memungkinkan melahirkan lambat saat kepala bayi telah distensidi perineum 5cm sehingga menurunkan trauma pada jaringan ibu.

  • Bantu dengan episiotomy garis tengan atau mediolateral k/p.

R/ Episiotomy dapat mencegah robekan perineum pada kasus bayi besar, persalinan cepat,dan ketidak cukupan relaksasi perineal.

4). Risiko terhadap kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan kompresi mekanis kepala/tali pusat, penurunan perfusi plasenta, persalinan yang lama, hiperventilasi maternal.

Tujuan : Setelah diberikan askep selama… diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas,pada janin dengan kriteria evaluasi :

- Bebas dari variable atau deselerasi lanjut dengan DJJ dalam batas normal.

- Pada klien mempertahankan control pola pernafasan.

- Menggunakan posisi yang meningkatkan aliran balik vena/ sirkulasi plasenta.

Intervensi :

  • Kaji stasion janin , presentasi, dan posisi.

R/ Selama persalinan tahap II , janin palin rentan bradikardia dan hipoksia yang dihubungkan dengan stimulasi vegal selama kompresi kepala.

  • Posisikan klien pada rekumben lateral atau posisi tegak, atau miring dari sisi ke sisi sesuai indikasi.

R/ Meningkatkan perfusi plasenta, mencegah sindroma hipotensi supine , meningkatkan oksigenasi janin dan memperbaiki pola DJJ.

  • Hindari menempatkan klien pada posisi dorsal rekumben.

R/ Menimbulkan hipoksia dan asidosis janin, menurunkan variabilitas dan sirkulasi plasenta.

  • Kaji pola pernafasan klien

R/ Mengindentifikasi pola pernafasan yang tidak efektif yang dapat menyebabkan asidosis.

  • Kaji DJJ dengan fetoskop atau monitor janin selama atau setiap kontrasi.

R/ Deselerasi dini karena stimulasi vegal dari kompresi kepala harus kembali pada pola dasar diantara kontraksi

Kolaborasi:

  • Lakukan pemeriksaan vagina steril ,rasakan prolaps.

R/ Peninggian verteks membantu membebaskan tali pusat, yang dapat ditekan diantara bagian presentasi jalan lahir.

  • Siapkan untuk intervensi bedah bila kelahiran pervaginam atau forcep rendah tidak memungkinkan dengan segera setelah kira-kira 30 mnt dan pH janin <7,20

R/ Cara kelahiran yang paling cepat harus diimplementasikan bila janin mengalami hipoksia atau asidosis berat.

5). Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan aktif, penurunan masukan , perpindahan cairan.

Tujuan : Setelah diberikan askep selama…diharapkan volume cairan dapat terpenuhi dengan kriteria eveluasi :

- Tanda-tanda vital dalam batas normal.

- Haluaran urine adekuat

- Membrane mukosa lembab.

Intervensi

Mandiri :

  • Ukur masukan dan haluaran , dan berat jenis urine.

R/ Pada dehidrasi haluaran urine menurun, beratjenis urine menurun.

  • Kaji turgor kulit, dan produksi mucus.

R/ Turgor kulit yang menurun dan penurunan poduksi mucus menandakan adanya dehidrasi.

  • Pantau suhu sesuai indikasi.

R/ Peningkatan suhu dan nadi dapat menandakan dehidrasi atau infeksi.

  • Lepaskan pakaian yang berlebihan, pertahankan lingkugan sejuk, lindungi dari menggigil.

R/ Menyejukkan tubuh dari evaporasi dapat menurunkan kehilangan diaforetik.Tremor otot yang dihubungkan dengan menggigil meningkatkan suhu tubuh dan ketidaknyamanan secara umum menimbulkan perubahan pada keseimbangan cairan dan elektrolit.

Kolaborasi :

  • Berikan cairan per oral (menyesap cairan jernih atau es batu), atau secara parenteral

R/ Menggantikan kehilangan cairan.Larutan seperti RL membantu memperbaiki

6). Risiko infeksi maternal b/d prosedur invasive berulang, trauma jaringan, pemajanan terhadap pathogen, persalinan lama atau pecah ketuban

Tujuan : Setelah diberikan askep selama… diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria evaluasi :

- Tidak ditemukan tanda-tanda adanya infeksi.

Intervensi :

Mandiri :

  • Lakukan perawatan parienal setiap 4 jam.

R/ Membantu meningkatkan kebersihan , mencegah terjadinya infeksi uterus asenden dan kemungkinan sepsis.ah kliendan janin rentan pada infeksi saluran asenden dan kemungkinan sepsis.

  • Catat tanggal dan waktu pecah ketuban.

R/ Dalam 4 jam setelah ketuban pecah akan terjadi infeksi .

  • Lakukan pemeriksaan vagina hanya bila sangat perlu, dengan menggunakan tehnik aseptik

R/ Pemeriksaan vagina berulang meningkatkan resiko infeksi endometrial.

  • Pantau suhu, nadi dan sel darah putih.

R/ Peningkatan suhu atau nadi > 100 dpm dapat menandakan infeksi.

  • Gunakan tehnik asepsis bedah pada persiapan peralatan.

R/ Menurunkan resiko kontaminasi.

Kolaborasi :

  • Berikan antibiotik sesuai indikasi

R/ Digunakan dengan kewaspadaan karena pemakaian antibiotic dapat merangsang pertumbuhan yang berlebih dari organisme resisten

c. Implementasi

Sesuai dengan rencana intervensi

f. Evaluasi

Sesuai dengan respon masing-masing klien terhadap intervensi keperawatan yang diberikan dihubungkan dengan tujuan intervensi dan kriteria evaluasi.

WOC kala II terlampir

  1. 3. KALA III
  2. Pengkajian

1) Aktivitas/istirahat

Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan.

2) Sirkulasi

  • Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat kemudian kembali ke tingkat normal dengan cepat.
  • Hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap analgesik dan anastesi.
  • Frekuensi nadi lambat pada respon terhadap perubahan jantung.

3) Makanan/cairan: kehilangan darah normal 200-300ml.

4) Nyeri/ketidaknyamanan: inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menetukan adanya robekan atau laserasi. Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir mungkin ada.

5) Seksualitas: darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari endometrium, biasanya dalam 1-5 menit setelah melahirkan bayi. Tali pusat memanjang pada muara vagina. Uterus berubah dari discoid menjadi bentuk globular.

6) Pemeriksaan fisik

  • Kondisi umum ibu: tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu tubuh), status mental klien.
  • Inspeksi: perdarahan aktif dan terus menerus sebelum atau sesudah melahirkan plasenta.
  • Palpasi: tinggi fundus uteri dan konsistensinya baik sebelum maupun sesudah pengeluaran plasenta.

  1. Diagnosa keperawatan

1) Risiko kekurangan volume cairan b/d kurangnya masukan oral, muntah, diaforesis, peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari, atonia uterus, laserasi jalan lahir, tertahannya fragmen plasenta.

2) Risiko cedera (meternal) b/d posisi selama melahirkan/pemindahan, kesulitan dengan plasenta.

3) Perubahan proses keluarga b/d terjadinya transisi (penambahan anggota keluarga), krisis situasi (perubahan pada peran/tanggung jawab).

4) Nyeri b/d trauma jaringan, respon fisiologis setelah melahirkan.

5) Risiko infeksi b/d trauma jaringan, sisa plasenta yang tertahan.

  1. Perencanaan

1) Risiko kekurangan volume cairan b/d kurangnya masukan oral, muntah, diaforesis, peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari, atonia uterus, laserasi jalan lahir, tertahannya fragmen plasenta.

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan kriteria evaluasi :

- Tanda vital dalam batas normal.

- Kontraksi uterus baik.

- Input dan output seimbang

Intervensi :

Mandiri

  • Ø Instruksikan klien untuk mendorong pada kontraksi. Bantu mengarahkan perhatiannya untuk mengejan.

R/ Perhatikan klien secara alami pada bayi baru lahir, selain itu keletihan dapat mempengaruhi upaya individu dan ia memerlukan bantuan dalam mengarahkan pelepasan plasenta. Mengejan membantu pelepasan dan pengeluaran, menurunkan kehilangan darah, dan meningkatkan kontraksi uterus.

  • Ø Kaji tanda vital sebelum dan setelah pemberian oksitosin.

R/ Efek samping oksitosin yang diberikan adalah hipertensi

  • Ø Palpasi uterus. Perhatikan ballooning.

R/ Menunjukkan relaksasi uterus dengan perdarahan ke dalam rongga uterus.

  • Ø Pantau tanda dan gejala kehilangan cairan berlebihan atau syok. Misal perhatikan tanda vital, perabaan kulit.

R/ Hemoragi dihubungkan dengan kehilangan cairan lebih besar dari 500 ml dapat dimanifestasikan oleh peningkatan nadi, penurunan tekanan darah, sianosis, disorientasi, peka rangsang dan penurunan kesadaran.

  • Ø Tempatkan bayi di payudara klien bila ia merencanakan untuk memberi ASI.

R/ Penghisapan merangsang pelepasan oksitosin dari hipofisi posterior, meningkatkan kontraksi miometrik dan menurukan kehilangan darah.

  • Ø Masase uterus dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta.

R/ Miometrium berkontraksi sebagai respon terhadap rangsang taktil lembut, karenanyan menurunkan aliran lokhea dan menunjukkan bekuan darah.

  • Ø Catat waktu dan pelepasan plasenta, missal mekanisme Duncan VS Schulze.

R/ Pelepasan harus terjadi dalam 5 menit setelah kelahiran. Kegagalan untuk lepas memerlukan pelepasan manual. Lebih banyak waktu diperlukan bagi plasenta untuk lepas dan lebih banyak waktu dimana miometrium tetap rileks, lebih banyak darah hilang.

  • Ø Inspeksi permukaan plasenta maternal dan janin. Perhatikan ukuran, insersi tali pusat, keutuhan, perubahan vaskular berkenaan dengan penuaan dan kalsifikasi (yang mungkin meninggalkan abrupsi).

R/ Membantu mendeteksi abnormalitas yang mungkin berdampak pada keadaan ibu atau bayi baru lahir, jaringan plasenta yang tertahanmenimbulkan infeksi pasca partum dan hemoragi segera atau lambat.

Kolaborasi

  • Ø Hindari menarik tali pusat secara berlebihan

R/ Kekuatan dapat menimbulkan putusnya tali pusat dan retensi fragmen plasenta, meningkatkan kehilangan darah.

  • Ø Berikan cairan melalui rute parenteral.

R/ Membantu memperbaiki volume sirkulasi dan oksigenasi dari organ vital.

  • Ø Berikan oksitosin melalui IM atau drip diencerkan dalam larutan elektrolit.

R/ Meningkatkan efek vasokonstriksi dalam uterus untuk mengontrol perdarahan pasca partum

  • Ø Dapatkan dan catat informasi yang berhubungan dengan inspeksi jalan lahir terhadap laserasi. Bantu dengan perbaikan serviks, vagina, dan luasnya episiotomi.

R/ Laserasi menimbulkan kehilangan darah; dapat menimbulkan hemoragi.

  • Ø Bantu sesuai kebutuhan dengan pengangkatan plasenta secara manual di bawah anastesi umum dan kondisi steril.

R/ Intervensi manual perlu memudahkan pengeluaran plasenta dan menghentikan hemoragi.

2) Risiko cedera (meternal) b/d posisi selama melahirkan/pemindahan, kesulitan dengan plasenta.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan tidak terjadi cedera maternal dengan kriteria evaluasi :

- Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan.

- Kesadaran pasien bagus.

Intervensi :

Mandiri

  • Palpasi fundus uteri dan masase perlahan.

R/ Memudahkan pelepasan plasenta.

  • Masase fundus secara perlahan setelah pengeluaran plasenta.

R/ Menghindari rangsangan/trauma berlebihan pada fundus.

  • Kaji irama pernapasan dan pengembangan.

R/ Pada pelepasan plasenta. Bahaya ada berupa emboli cairan amnion dapat masuk ke sirkulasi maternal, menyebabkan emboli paru.

  • Bersihkan vulva dan perineum dengan air larutan antiseptik, berikan pembalut perineal steril.

R/ Menghilangkan kemungkinan kontaminan yang dapat mengakibatkan infesi saluran asenden selama periode pasca partum.

  • Rendahkan kaki klien secara simultan dari pijakan kaki.

R/ Membantu menghindari regangan otot.

  • Kaji perilaku klien, perhatikan perubahan SSP.

R/ Peningkatan tekanan intrakranial selama mendorong dan peningkatan curah jantung yang cepat membuat klien dengan aneurisme serebral sebelumnya berisiko terhadap ruptur.

  • Dapatkan sampel darah tali pusat untuk menetukan golongan darah.

R/ Bila bayi Rh-positif dan klien Rh-negatif, klien akan menerima imunisasi dengan imun globulin Rh (Rh-Ig) pada pasca partum.

Kolaborasi

  • Gunakan bantuan ventilator bila diperlukan.

R/ Kegagalan pernapasan dapat terjadi mengikuti emboli amnion atau pulmoner.

  • Berikan oksitosin IV, posisikan kembali uterus di bawah pengaruh anastesi dan berikan ergonovin maleat (ergotrat) setelah penemapatan uterus kembali. Bantu dengan tampon sesuai dengan indikasi.

R/ Meningkatkan kontraktilitas miometrium uterus.

  • Berikan antibiotik profilatik.

R/ Membatasi potensial infeksi endometrial.

3) Perubahan proses keluarga b/d terjadinya transisi (penambahan anggota keluarga), krisis situasi (perubahan pada peran/tanggung jawab).

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … tidak terjadi perubahan proses dalam keluarga dengan kriteria evaluasi :

- Klien atau keluarga mendemonstrasikan perilaku yang menandakan kesiapan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pengenalan bila ibu dan bayi secara fisik stabil

Intervensi :

Mandiri

  • Fasilitasi interaksi antara klien dan bayi baru lahir sesegera mungkin setelah melahirkan.

R/ Membantu mengembangkan ikatan emosi sepanjang hidup di antara anggota-anggota keluarga ibu dan bayi mempunyai periode yang sangat sensitive pada waktu dimana kemampuan interaksi ditingkatkan.

  • Berikan klien dan ayah kesempatan untuk menggendong bayi dengan segera setelah kelahiran bila kondisi bayi stabil.

R/ Kontak fisik dini membantu mengembangkan kedekatan. Ayah juga lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas merawat bayi dan merasa ikatan emosi lebih kuat bila mereka secara aktif terlibat dengan bayi.

  • Tunda penetesan salep profilaksis mata sampai klien/pasangan dan bayi telah berinteraksi.

R/ Memungkinkan bayi untuk membuat kontak mata dengan orang tua dan secara aktif berpartisipasi dalam interaksi, bebas dari penglihatan kabur yang disebabkan oleh obat.

4) Nyeri b/d trauma jaringan, respon fisiologis setelah melahirkan.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria evaluasi :

- Menyatakan nyeri berkurang dengan skala (0-3).

- Wajah tampak tenang.

- Wajah tampak tidak meringis.

Intervensi :

Mandiri

  • Bantu dengan teknik pernapasan selama perbaikan pembedahan bila tepat.

R/ Pernapasan membantu mengalihkan perhatian langsung dari ketidaknyamanan, meningkatkan relaksasi.

  • Berikan kompres es pada perineum setelah melahirkan.

R/ Mengkonstriksikan pembuluh darah, menurunkan edema dan memberikan kenyamanan dan anastesi lokal.

  • Ganti pakaian dan linen basah.

R/ Meningkatkan kenyamanan, hangat, dan kebersihan.

  • Berikan selimut hangat.

R/ Tremor/menggigil pada pasca melahirkan mungkin karena hilangnya tekanan secara tiba-tiba pada saraf pelvis atau kemungkinana dihubungkan dengan tranfusi janin ke ibu yang terjadi pada pelepasan plasenta.

Kolaborasi

  • Bantu dalam perbaikan episiotomi bila perlu.

R/ Penyambungan tepi-tepi memudahkan penyembuhan.

5) Risiko infeksi b/d trauma jaringan, sisa plasenta yang tertahan.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan tidak

terjadi infeksi dengan kriteria evaluasi :

- Tanda vital stabil.

- Nilai lab (WBC) dalam batas normal.

Intervensi :

Mandiri

  • Ø Lakukan perawatan perineal setiap 4 jam. Ganti linen/pembalut sesuai kebutuhan.

R/ Membantu meningkatkan kebersihan, mencegah kontaminasi bakteri, mencegah infeksi.

  • Ø Pantau suhu, nadi, tekanan darah, dan WBC sesuai indikasi.

R/ Peningkatan suhu, nadi, dapat menandakan infeksi.

  • Ø Gunakan teknik aseptik pada persiapan peralatan.

R/ Menurunkan risiko kontaminasi.

  • Ø Berikan pengertian kepada keluarga untuk membatasi jumlah pengunjung.

R/ Menurunkan risiko infeksi karena kontaminasi silang.

Kolaborasi

  • Ø Berikan antibiotik sesuai indikasi.

R/ Penanganan terhadap infeksi.

  1. Implementasi

Sesuai dengan rencana intervensi

  1. Evaluasi

Sesuai dengan respon masing-masing klien terhadap intervensi keperawatan yang diberikan dihubungkan dengan tujuan intervensi dan kriteria evaluasi.

WOC kala III terlampir

  1. 4. KALA IV
  2. Pengkajian

1) Aktivitas / Istirahat

Pasien tampak “berenergi” atau keletihan / kelelahan, mengantuk

2) Sirkulasi

v Nadi biasanya lambat (50 – 70x / menit) karena hipersensitivitas vagal

v TD bervariasi : mungkin lebih rendah pada respon terhadap analgesia / anastesia, atau meningkat pada respon terhadap pemeriksaan oksitosin atau hipertensi karena kehamilan

v Edema : bila ada mungkin dependen (misal : pada ekstremitas bawah), atau dapat juga pada ekstremitas atas dan wajah atau mungkin umum (tanda hipertensi pada kehamilan)

v Kehilangan darah selama persalinan dan kelahiran sampai 400 – 500 ml untuk kelahiran per vagina atau 600-800 ml untuk kelahiran sesaria

3) Integritas Ego

v Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah misal : eksitasi atau perilaku menunjukkan kurang kedekatan, tidak berminat (kelelahan), atau kecewa

v Dapat mengekspresikan masalah atau meminta maaf untuk perilaku intrapartum atau kehilangan kontrol, dapat mengekspresikan rasa takut mengenai kondisi bayi baru lahir dan perawatan segera pada neonatal.

4) Eleminasi

v Hemoroid sering ada dan menonjol

v Kandung kemih mungkin teraba di atas simpisis pubis atau kateter urinarius mungkin dipasang

v Diuresis dapat terjadi bila tekanan bagian presentasi menghambat aliran urinarius dan atau cairan IV diberikan selama persalinan dan kelahiran.

5) Makanan / Cairan

Dapat mengeluh haus, lapar, mual

6) Neurosensori

Hiperrefleksia mungkin ada (menunjukkan terjadinya dan menetapnya hipertensi, khususnya pada pasien dengan diabetes mellitus, remaja, atau pasien primipara)

7) Nyeri / Ketidaknyamanan

Pasien melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya setelah nyeri, trauma jaringan / perbaikan episiotomi, kandung kemih penuh, atau perasaan dingin / otot tremor dengan “menggigil”

8) Keamanan

v Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit (dehidrasi)

v Perbaikan episiotomi utuh dengan tepi jaringan merapat

9) Seksualitas

v Fundus keras berkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi umbilikus

v Drainase vagina atau lokhia jumlahnya sedang, merah gelap dengan hanya beberapa bekuan kecil

v Perineum bebas dari kemerahan, edema, ekimosis, atau rabas

v Striae mungkin ada pada abdomen, paha, dan payudara

v Payudara lunak dengan puting tegang

10) Penyuluhan / Pembelajaran

Catat obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah

11) Pemeriksaan Diagnostik

Hemoglobin / Hematokrit (Hb/Ht), jumlah darah lengkap, urinalisis. Pemeriksaan lain mungkin dilakukan sesuai indikasi dari temuan fisik.

  1. Diagnosa keperawatan

1) Kekurangan volume cairan b/d kelelahan / kegagalan miometri dari mekanisme homeostatik (misal : sirkulasi uteroplasental berlanjut, vasokontriksi tidak komplet, ketidakadekuatan perpindahan cairan, efek – efek hipertensi saat kehamilan)

2) Nyeri akut b/d trauma mekanis / edema jaringan, kelelahan fisik dan psikologis, ansietas

3) Perubahan proses keluarga b/d transisi / peningkatan perkembangan anggota keluarga

4) PK Perdarahan

  1. Perencanaan
    1. Kekurangan volume cairan b/d kelelahan / kegagalan miometri dari mekanisme homeostatik (misal : sirkulasi uteroplasental berlanjut, vasokontriksi tidak komplet, ketidakadekuatan perpindahan cairan, efek-efek hipertensi saat kehamilan)

Tujuan : Setelah diberikan askep selama … diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan

Kriteria evaluasi :

- TTV dalam batas normal

- Kontraksi uterus kuat, aliran lokhea sedang, tidak ada bekuan

- Menunjukkan perbaikan episiotomi, luka kering, dan utuh

Intervensi :

  • Tempatkan pasien pada posisi rekumben

Rasional : Mengoptimalkan aliran darah serebral dan memudahkan pematauan fundus dan aliran vaginal

  • Kaji jenis persalinan dan anastesia, kehilangan darah pada persalinan dan lama persalinan tahap II

Rasional : Kaji manipulasi uterus atau masalah-masalah dengan pelepasan plasenta dapat menimbulkan kehilangan darah

  • Catat lokasi dan konsistensi fundus setiap 15 menit

Rasional : Aktivitas miometri uterus menimbulkan hemostasis dengan menekan pembuluh darah endometrial. Fundus harus keras dan terletak di umbilikus. Perubahan posisi dapat menandakan kandung kemih penuh, tertahannya bekuan darah atau relaksasi uterus

  • Observasi jumlah, warna darah yang keluar dari uterus setiap 15 menit

Rasional : Membantu mengidentifikasi laserasi yang potensial terjadi pada vagina dan servik yang dapat mengakibatkan aliran berlebihan dan merah terang. Atonia uteri dapat meningkatkan aliran lokhea.

  • Kaji penyebab perdarahan

Rasional : Untuk dapat melakukan intervensi, apakah perlu histerektomi karena ruptur uteri, apakah perlu oksitosin dan sebagainya.

  • Kaji TTV (nadi, TD) setiap 15 menit

Rasional : Perpindahan cairan dan darah ke dasar vena, penurunan sedang diastolik dan sistolik TD dan takikardia dapat terjadi. Perubahan yang lebih nyata dapat terjadi pada respon terhadap magnesium sulfat, atau syok atau ditingkatkan dalam respon terhadap oksitosin. Bradikardia dapat terjadi secara normal pada respon terhadap peningkatan curah jantung dan peningkatan isi sekuncup dan hipersensitif vagal setelah kelahiran. Takikardia lanjut dapat disertai syok.

  • Kaji intake dan output cairan

Rasional : Untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk dan keluar, dan untuk menentukan jumlah cairan yang harus diberikan, bila perdarahan berlebihan

  • Beri pasien cairan dan elektrolit peroral jika memungkinkan

Rasional : Untuk mengganti cairan intravaskuler yang hilang karena perdarahan

Kolaborasi :

  • Periksa Hb, Ht pada pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan segera

Rasional : membantu memperkirakan jumlah kehilangan darah

  • Pasang infus IV larutan isotonik

Rasional : meningkatkan volume darah dan menyediakan vena terbuka untuk pemberian obat-obatan darurat

  • Berikan preparat oksitosin atau preparat ergometrin, tingkatkan kecepatan infus oksitosin intravena bila perdarahan uterus menetap

Rasional : merangsang kontraktilitas miometrium, menutup pembuluh darah yang terpajan pada sisi bekas plasenta dan menurunkan kehilangan darah

  • Cek jumlah trombosit, kadar fibrinogen, dan produk fibrin split, masa protrombin, dan masa tromboplastin

Rasional : perubahan dapat menunjukkan terjadinya kelainan koagulasi

  • Gantikan kehilangan cairan dengan plasma atau darah lengkap sesuai indikasi

Rasional : Penggantian cairan yang hilang diperlukan untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah syok

  • Bantu dalam persiapan dilatasi dan kuretase, laparotomi, evakuasi hematoma, perbaiki laserasi jalan lahir, histerektomi

Rasional : Bila perdarahan tidak berespon terhadap tindakan konservatif / pemberian oksitosin, pembedahan dapat diindikasikan

  1. Dx 2 : Nyeri akut b/d trauma mekanis / edema jaringan, kelelahan fisik dan psikologis, ansietas

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri, nyeri berkurang

Kriteria Evaluasi :

- Pasien melaporkan nyeri berkurang

- Menunjukkan postur dan ekspresi wajah rileks

- Pasien merasakan nyeri berkurang pada skala nyeri (0-2)

Intervensi :

  • Ø Kaji sifat dan derajat ketidaknyamanan, jenis melahirkan, sifat kejadian intrapartal, lama persalinan, dan pemberian anastesia atau analgesia

Rasional : Membantu mengidentifikasi faktor – faktor yang memperberat ketidaknyamanan nyeri

  • Ø Berikan informasi yang tepat tentang perawatan rutin selama periode pascapartum

Rasional : Informasi dapat mengurangi ansietas berkenaan rasa takut tentang ketidaktahuan, yang dapat memperberat persepsi nyeri

  • Ø Inspeksi perbaikan episiotomi atau laserasi. Evaluasi penyatuan perbaikan luka, perhatikan adanya edema, hemoroid

Rasional : Trauma dan edema meningkatkan derajat ketidaknyamanan dan dapat menyebabkan stress pada garis jahitan

  • Ø Berikan kompres es

Rasional : Es memberikan anastesia lokal, meningkatkan vasokontriksi dan menurunkan pembentukan edema

  • Ø Lakukan tindakan kenyamanan (misalnya : perawatan mulut, mandi sebagian, linen bersih dan kering, perawatan perineal periodik)

Rasional : Meningkatkan kenyamanan, perasaan bersih

  • Ø Masase uterus dengan perlahan sesuai indikasi. Catat adanya faktor-faktor yang memperberat hebatnya dan frekuensi afterpain

Rasional : Masase perlahan meningkatkan kontraktilitas tetapi tidak seharusnya menyebabkan ketidaknyamanan berlebihan. Multipara, distensi uterus berlebihan, rangsangan oksitosin dan menyusui meningkatkan derajat after pain berkenaan dengan kontraksi miometrium

  • Ø Anjurkan penggunaan teknik pernafasan / relaksasi

Rasional : Meningkatkan rasa kontrol dan dapat menurunkan beratnya ketidaknyamanan berkenaan dengan afterpain (kontraksi) dan masase fundus

  • Ø Berikan lingkungan yang tenang, anjurkan pasien istirahat

Rasional : Persalinan dan kelahiran merupakan proses yang melelahkan. Dengan ketenangan dan istirahat dapat mencegah kelelahan yang tidak perlu

  • Ø Kolaborasi : pemberian analgesik sesuai kebutuhan

Rasional : Analgesik bekerja pada pusat otak, yaitu dengan menghambat prostaglandin yang merangsang timbulnya nyeri

  1. Dx 3 : Perubahan proses keluarga b/d transisi / peningkatan perkembangan anggota keluarga

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … diharapkan keluarga dapat menerima kehadiran anggota keluarga yang baru

Kriteria Evaluasi :

  • Ø Menggendong bayi saat kondisi ibu dan neonatus memungkinkan
  • Ø Mendemonstrasikan perilaku kedekatan dengan anak

Intervensi :

  • Ø Anjurkan pasien untuk menggendong, menyentuh, dan memeriksa bayi

Rasional : Jam-jam pertama setelah kelahiran memberikan kesemaptan untuk terjadinya ikatan keluarga, karena ibu dan bayi secara emosional saling menerima isyarat yang menimbulkan kedekatan dan penerimaan

  • Ø Anjurkan ayah untuk menyentuh dan menggendong bayi dan membantu dalam perawatan bayi, sesuai kondisi

Rasional : Membantu memfasilitasi ikatan / kedekatan di antara ayah dan bayi. Ayah yang secara aktif berpartisipasi dalam proses kelahiran dan aktivitas interaksi pertama dari bayi, secara umum menyatakan perasaan ikatan khusus pada bayi

  • Ø Observasi dan catat interaksi bayi – keluarga, perhatikan perilaku untuk menunjukkan ikatan dan kedekatan dalam budaya khusus

Rasional : Kontak mata dengan mata, penggunaan posisi menghadap wajah, berbicara dengan suara tinggi dan menggendong bayi dihubungkan dengan kedekatan antara ibu dan bayi

  • Ø Catat pengungkapan / perilaku yang menunjukkan kekecewaan atau kurang minat / kedekatan

Rasional : Datangnya anggota keluarga baru, bahkan sekalipun sudah diinginkan menciptakan periode disekulibrium sementara, memerlukan penggabungan anak baru ke dalam keluarga yang ada.

  • Ø Terima keluarga dan sibling dengan senang hati selama periode pemulihan bila diinginkan oleh pasien dan dimungkinkan oleh kondisi ibu / neonatus dan lingkungan

Rasional : Meningkatkan unit keluarga, dan membantu sibling untuk memulai proses adaptasi positif pada peran baru dan masuknya anggota baru dalam struktur keluarga.

  • Ø Anjurkan dan bantu pemberian ASI, tergantung pada pilihan pasien dan keyakinan / praktik budaya

Rasional : Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi pemberian ASI, kontak kulit dengan kulit, dan mulainya tugas ibu meningkatkan ikatan

  • Ø Berikan informasi mengenai perawatan segera pasca kelahiran

Rasional : Informasi menghilangkan ansietas yang mungkin mengganggu ikatan atau hasil dari “self absorption” lebih dari perhatian pada bayi baru lahir

  1. Implementasi

Sesuai rencana intervensi

  1. Evaluasi

Sesuai dengan respon masing-masing klien terhadap intervensi keperawatan yang diberikan dihubungkan dengan tujuan intervensi dan kriteria evaluasi

WOC kala IV terlampir

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2001. Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.

Doenges & Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi: Pedomaan Untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Jakarta. EGC

Farrer H. 1999. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta. EGC

Hanifa Wiknjosastro, Prof. dr. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Henderson & Jones. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC.

Mochtar R, Prof. dr. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

NANDA 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta. Prima Medika.

Waspodo, dkk. 2007. Asuhan Persalinan Normal, Buku Acuan. Jakarta : Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi.

Kondom

Kondom

Pengertian Kondom Kondom merupakan selubung/sarung karet yang terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan. Kondom terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang digulung berbentuk rata. Standar kondom dilihat dari ketebalannya, yaitu 0,02 mm.Kondom merupakan alat kontrasepsi atau alat untuk mencegah kehamilan atau penularan penyakit kelamin pada saat bersanggama. Kondom biasanya dibuat dari bahan karet latex dan dipakaikan pada alat kelamin pria atau wanita pada keadaan ereksi sebelum bersanggama (bersetubuh) atau berhubungan suami-istri. Kondom tidak hanya dipakai oleh lelaki, terdapat pula kondom wanita yang dirancang khusus untuk digunakan oleh wanita. Kondom ini berbentuk silinder yang dimasukkan ke dalam alat kelamin atau kemaluan wanita. Macam-Macam Kondom Fungsi kondom sebenarnya bukan sekadar sebagai alat KB atau pengaman saja. Anda bisa menjadikan kondom sebagai bagian dari foreplay agar suasana bercinta menjadi berbeda. Apalagi saat ini kondom tersedia dalam beragam tekstur dan aroma. Agar Anda tidak bingung memilihnya berikut jenis-jenis kondom yang banyak beredar di pasaran. 1.Kondom dengan aroma dan rasa Sensasi: Anda bisa memilih aroma favorit, seperti cokelat, stroberi, durian, pisang dan mint.Sesuaikan dengan selera Anda dan pasangan agar aktivitas bercinta makin ‘hot’. 2.Kondom berulir (ribbed condom) Sensasi: jenis satu ini memiliki keunikan di bentuknya yang berulir untuk menambah kenikmatan Anda dan pasangan. 3.Kondom ekstra tipis (extra thin) Sensasi: tipe satu ini berbahan karet dengan ukuran yang sangat tipis. Alhasil, Anda dan suami bercinta seakan-akan tanpa menggunakan kondom. 4.Kondom bintik (dotted condom) Sensasi: tipe ini dengan bintik-bintik di sekitarnya yang bisa menimbulkan efek mengejutkan bagi wanita 5. Kondom ekstra pengaman (extra safe) Sensasi: jenis ini memiliki tambahan lubrikan, serta mengandung perlindungan ekstra untuk mencegah kehamilan. 6. Kondom wanita Sensasi: Kondom yang juga berbahan lateks atau poliuretan, sehingga elastis dan fleksibel, kondom ini lebih menimbulkan sensasi atau rangsangan. Terutama bagi pria yang kurang suka memakai kondom. 7. Kondom twist Sensasi: tipe ini didesain secara khusus untuk menstimulasi area sensitif Anda dan pasangan. 8. Kondom getar Sensasi: kondom ini dilengkapi dengan cincin getar di bagian ujungnya. Kondom yang menggunakan baterai khusus untuk menggerakkan cincin getarnya ini bisa bertahan hingga 30 menit. 9. Kondom baggy Sensasi: tipe ini bentuknya agak membesar di bagian ujung serta memiliki ulir di bagian badannya, untuk untuk memaksimalkan gerakan saat bercinta. 10. Kondom dengan tambahan obat kuat Sensasi: jenis kondom satu ini dilengkapi dengan lubrikan yang mengandung obat kuat. Cara Kerja Alat kontrasepsi kondom mempunyai cara kerja sebagai berikut: 1. Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita. 2. Sebagai alat kontrasepsi. 3. Sebagai pelindung terhadap infeksi atau tranmisi mikro organisme penyebab PMS. Efektifitas Kondom Pemakaian kontrasepsi kondom akan efektif apabila dipakai secara benar setiap kali berhubungan seksual. Pemakaian kondom yang tidak konsisten membuat tidak efektif. Angka kegagalan kontrasepsi kondom sangat sedikit yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan per tahun. Manfaat Kondom Indikasi atau manfaat kontrasepsi kondom terbagi dua, yaitu manfaat secara kontrasepsi dan non kontrasepsi. Manfaat kondom secara kontrasepsi antara lain: 1. Efektif bila pemakaian benar. 2. Tidak mengganggu produksi ASI. 3. Tidak mengganggu kesehatan klien. 4. Tidak mempunyai pengaruh sistemik. 5. Murah dan tersedia di berbagai tempat. 6. Tidak memerlukan resep dan pemeriksaan khusus. 7. Metode kontrasepsi sementara Manfaat kondom secara non kontrasepsi antara lain: 1. Peran serta suami untuk ber-KB. 2. Mencegah penularan PMS. 3. Mencegah ejakulasi dini. 4. Mengurangi insidensi kanker serviks. 5. Adanya interaksi sesama pasangan. 6. Mencegah imuno infertilitas. Keterbatasan Kondom Alat kontrasepsi metode barier kondom ini juga memiliki keterbatasan, antara lain: 1. Efektifitas tidak terlalu tinggi. 2. Tingkat efektifitas tergantung pada pemakaian kondom yang benar. 3. Adanya pengurangan sensitifitas pada penis. 4. Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual. 5. Perasaan malu membeli di tempat umum. 6. Masalah pembuangan kondom bekas pakai.

ASKEP Cephalopelvic Disproportion (CPD)

Cephalopelvic Disproportion (CPD)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200 juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi 12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang lain 7,9%.1
Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap tahunnya, Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari seluruh proses kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan seksio sesarea primer. Laporan American College of Obstretician and Gynaecologist (ACOG) menyatakan bahwa seksio sesarea primer terbanyak pada primigravida dengan fetus tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut untuk seksio sesarea adalah presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal distress, dan elektif. Distosia merupakan indikasi terbanyak untuk seksio sesarea pada primigravida sebesar 66,7%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan penelitian Gregory dkk pada 1985 dan 1994 masing-masing 49,7% dan 51,4% distosia menyebabkan seksio sesarea.2
Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan kelainan jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan salah satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat kemajuan persalinan karena ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu yang biasa disebut dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi sefalopelvik muncul pada masa dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang disebabkan oleh rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah jarang ditemukan, umumnya disebabkan oleh janin yang besar.3
Berdasarkan uraian di atas maka kami perlu menguraikan permasalahan dan penatalaksanaan pada disproporsi sefalopelvik sebagai salah satu penyebab distosia penting dimiliki oleh dokter.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.3
3.2 Ukuran Panggul
3.2.1 Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.1,3
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.1
http://istanareload.files.wordpress.com/2009/05/gambar-pap.jpg
Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul
3.2.2 Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.3,4
3.2.3 Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm). 4,5
3.3 Panggul Sempit
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi, hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit jalan lahir.3,4
Pola Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan Metode Penanganannya3
Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan Penanganan Khusus
http://istanareload.files.wordpress.com/2009/05/pola-kelainan-persalinan-diagnostik-kriteria-dan-metode-penanganannya3_resize.png
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu:
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.4
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.3
3.3.1 Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.3 Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter.4
Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga memiliki kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas.3
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.3,4
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.3
3.3.2 Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.3,4
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang. (3) Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior pendek.4
3.3.3 Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.3
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.3
3.4 Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.4
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti.4
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina iskhiadika.6 Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin sehingga jarang dilakukan.4 Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya yang mahal.3 Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan.6
Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis.4
3.5 Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada yang melebihi 5000gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-5000 gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan. Factor keturunan memegang peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus, postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut masih diragukan.4
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila selama proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat. Untuk kasus seperti ini sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Selain itu, penggunaan alat ultrasonic juga dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala besar.4
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pntu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.4
3.6 Penanganan
3.6.1 Persalinan Percobaan

Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan.4
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.4
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan.4
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.7
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.7
3.6.2 Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.4
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.4

3.6.3 Simfisiotomi

Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.4
3.6.4 Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.4

DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: BP-SP, 2008.
2. Lowe, N.K. The Dystocia Epidemic in Nulliparous Women. School of Nursing Oregon Health & Science University. 2005. [Online] Hyperlink: http://196.33.159.102/1961%20VOL%20XXXV%20JulDec/Articles/10%20October/3.5%20A%20CLINICAL%20CLASSIFICATION%20OF%20CEPHALO-PELVIC%20DISPROPORTION.%20C.J.T.%20Craig.pdf, 10 Mei 2009.
Tautan
3. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2005.
4. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP, 2007.
5. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983.
6. Israr YA, Irwan M, Lestari, dkk. Arrest of Decent- Cephalopelvc Disproportion (CPD). 2008. [Online] Hyperlink: http://72.14.235.132/search?q=cache:RqVXzDPzkgIJ:yayanakhyar.wordpress.com/2008/09/05/arrest-of-decent-cephalopelvic-disproportion-cpd/+Cephalo-pelvic+disproportion&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id, 20 Mei 2009.
7. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar, 1982.


PROSES DAN PRAKTEK KIP/K DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

PROSES DAN PRAKTEK KIP/K DALAM PELAYANAN KEBIDANAN


Dalam praktek kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas sangat dibutuhkan. Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina hubungan, baik sesama rekan sejawat ataupun dengan orang yang diberi asuhan. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan juga ditentukan oleh ketrampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan melakukan konseling yang baik kepada klien.
Konseling merupakan proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah tersebut.

A. Pengertian KIP/K
Komunikasi Interpersonal adalah interaksi yang dilakukan antara orang ke orang, dua arah, verbal dan non verbal. Saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil.
Konseling kebidanan adalah pertolongan dalam bentuk wawancara yang menuntut adanya komunikasi interaksi yang mendalam, dan usaha bersama bidan dengan pemecahan masalah, pemenuhan kebutuhan, ataupun perubahan tingkah laku atau sikap dalam ruang lingkup pelayanan kebidanan.
Konselor adalah orang yang memberi nasehat, memberi arahan kepada orang lain (klien) untuk memecahkan masalahnya. Sedangkan konseli adalah orang yang mencari (membutuhkan) advis atau nasehat.
Tujuan konseling meliputi:
1. Mencapai kesehatan psikologi yang positif.
2. Memecahkan masalah meningkatkan efektifitas pribadi individu.
3. Membantu perubahan pada diri individu yang bersangkutan.
4. Membantu mengambil keputusan secara tepat dan cermat.
5. Adanya perubahan prilaku dari yang tidak menguntungkan menjadi menguntungkan.
Hal-hal yang harus diperhatikan bidan sebagai konselor adalah:
1. Membentuk kesiapan konseling.
Faktor yang mempengaruhi kesiapan konseling adalah motivasi memperoleh bantuan, pengetahuan klien tentang konseling, kecakapan intelektual, tingkat tilikan terhadap masalah dan harapan terhadap peran konselor.
Hambatan dalam persiapan konseling adalah:
a. Penolakan
b. Situasi fisik
c. Pengalaman konseling yang tidak menyenangkan
d. Pemahaman konseling kurang
e. Pendekatan kurang
f. Iklim penerimaan pada konseling kurang.
Penyiapan klien
a. Orientasi pra konseling
b. Teknik survey terhadap masalah klien
c. Memberikan informasi pada klien
d. Pembicaraan dengan berbagai topic
e. Menghubungi sumber-sumber referal.
2. Memperoleh informasi
Memperoleh Riwayat Kasus
Riwayat kasus merupakan kumpulan informasi ssistematis tentang kehidupan sekarang dan masa lalu. Riwayat kasus kebidanan, biasanya tercatat dalam rekam medis.
3. Evaluasi psikodiagnostik.
Psikodiagnostik meliputi pernyataan masalah klien, perkiraan sebab-sebab kesulitan (kemungkinan teknik konseling dan perkiraan hasil konseling).
Teknik Konseling
Teknik konseling ada 3 yaitu :
1. Pendekatan authoritatian atau directive, pusat dari keberhasilan konseling adalah dari konselor.
2. Pendekatan non-directive atau conseli centred, konseli diberikan kesempatan untuk memimpin proses konseling dan memecahkan masalah sendiri.
3. Pendekatan edetic, konselor menggunakan cara yang baik sesuai dengan masalah konseli.
Langkah-Langkah Konseling
Langkah-langkah konseling terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Pendahuluan (Langkah Awal)
Merupakan langkah penting dalam proses konseling kebidanan, keberhasilan langkah awal akan mempermudah langkah berikutnya dalam proses konseling kebidanan. Pada langkah awal tugas bidan sebagai seorang konselor adalah:
a. Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri
b. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri
c. Menentukan alas an klien minta pertolongan
d. Membina rasa percaya (trust), penerimaan dan melakukan komunikasi
e. Membuat kontrak bersama
f. Mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien
g. Mengidentifikasi masalah klien
h. Merumuskan tujuan bersama klien
2. Bagian Inti/ Pokok (Langkah Inti)
Bagian ini mencakup kegiatan mencari jalan keluar, memilih salah satu jalan keluar dan melaksanakan jalan keluar tersebut. Langkah ini menentukan apakah bantuan yang diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan klien dan apakah konseling berhasil dengan baik. Tugas bidan pada langkah inti adalah sebagai berikut:
a. Mengeksplorasi stressor yang tepat
b. Mendukung perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian koping mekanisme yang konstruktif
c. Mengatasi penolakan perilaku maladaptif
d. Memberikan beberapa alternatif yang dipilih klien
e. Merencanakan tindak lanjut dari alternative pilihan
3. Bagian Akhir (Langkah Akhir)
Merupakan kegaitan akhir dari konseling yang meliputi pengumpulan dari seluruh aspek kegiatan. Langkah ini merupakan langkah penutupan dari pertemuan dan penetapan untuk pertemuan berikutnya. Tugas bidan pada langkah akhir adalah:
a. Menciptakan realitas perpisahan
b. Membicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan
c. Saling mengeksplorasi perasaan, penolakan (kehilangan), sedih, marah dan perilaku lain.
d. Mengevaluasi kegiatan dan tujuan konseling
e. Apabila masih diperlukan, melakukan rencana tindak lanjut dengan membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.
Faktor Penghambat Konseling
Faktor penghambat dalam konseling antara lain :
1. Faktor individual
Keterikatan budaya merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari:
a. Faktor fisik atau kepekaan panca indera, usia dan seks
b. Sudut pandang terhadap nilai-nilai
c. Faktor sosial pada sejarah keluarga dan relasi, jaringan sosial, peran dalam masyarakat, status sosial
d. Bahasa
2. Faktor yang berkaitan dengan interaksi, antara lain:
a. Tujuan dan harapan terhadap komunikasi
b. Sikap terhadap interaksi
c. Pembawaan diri terhadap orang lain
d. Sejarah hubungan.
3. Faktor situasional
4. Kompetensi dalam melakukan percakapan
Komunikasi dikatakan efektif bila ada sikap perilaku kompeten dari kedua belah pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah:
a. Kegagalan informasi penting
b. Perpindahan topik bicara
c. Komunikasi idak lancar
d. Salah pengertian.
Tujuan/ harapan dari pelayanan konseling yang telah dilakukan adalah:
1. Peningkatan kemampuan klien dalam upaya mengenal masalah, merumuskan alternatif pemecahan masalah, dan manilai hasil tindakan secara tepat dan cermat.
2. Klien memiliki pengalaman dalam menghadapi masalah dan pelaksanaan pemecahan masalah kesehatan.
3. Adanya kemandirian dalam pemecahan masalah.

B. Perbedaan Konseling dan Nasehat
Nasehat
Memberitahukan klien apa yang sebaiknya klien lakukan, menghakimi perilakunya di masa lalu dan sekarang.
Konseling
Memberikan fakta-fakta sehingga klien dapat membuat keputusan, membuat klien bertanya dan mendiskusikan masalah pribadinya.

C. Proses Konseling
Hubungan antara konselor dan klien adalah inti proses konseling.
Proses konseling meliputi:
1. Pembinaan dan pemantapan hubungan baik (rapport).
“En rapport” mempunyai makna saling memahami dan mengenal tujuan bersama. Tujuannya adalah menjembatani hubungan antara konselor dengan klien, sikap penerimaan dan minat yang mendalam terhadap klien dan masalahnya.
Beberapa teknik untuk menguasai rapport adalah:
a. Memberikan salam
b. Memperkenalkan diri
c. Topik pembicaraan yangs sesuai
d. Menciptakan suasanan yang aman dan nyaman: sikap hangat, realisasi tujuan bersama, menjamin kerahasiaan, kesadaran terhadap hakekat klien.
2. Pengumpulan dan pemberian informasi.
Pengumpulan dan pemberian informasi merupakan tugas dari konselor. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: mendengar keluhan klien, mengamati komunikasi non verbal klien, bertanya riwayat kesehatan, latar belakang keluarga, masalah, memberikan penjelasan masalah yang dihadapinya.
3. Perencanaan, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
Apabila data telah lengkap, maka bidan membantu klien untuk memecahkan masalah atau membuat perencanaan dalam pemecahan masalahnya.
Tahapan dalam memecahkan masalah adalah:
a. Menjajagi masalah (menetapkan masalah yang dihadapi klien)
b. Memahami masalah (mempertegas masalah yang sesungguhnya)
c. Membatasi masalah (menetapkan batas-batas masalah)
d. Menjabarkan alternatif pemecahan masalah
e. Mengevaluasi alternatif (menilai setiap alternatif dg analisis SWOT)
f. Memilih alternatif terbaik
g. Menerapkan alternatif dan menindaklanjuti pertemuan.

Sumber :
Febrina, 2008. Pengertian KIP/K (Komunikasi Inter Personal/ Konseling), dipos 8 Februari : 19.41 WIB.
Tyastuti, dkk., 2008, Komunikasi & Konseling Dalam Praktik Kebidanan, Yogyakarta: Fitramaya.
Uripni, Sujianto, Indrawati, 2003. Komunikasi Kebidanan, Jakarta: EGC.
Yulifah, Rita, 2009, Komunikasi dan Koseling dalam Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika.

TUGAS (hasil diskusi dikirim lewat email de_istiqomah@yahoo.com)
Petunjuk Pengerjaan
1. Bagi kelas menjadi 6 kelompok
a. Kelompok 1 dan 2 membahas kasus A
b. Kelompok 3 dan 4 membahas kasus B
c. Kelompok 5 dan 6 membahas kasus C
2. Masing-masing kelompok mengumpulkan hasil diskusi dengan memberikan identitas anggota kelompoknya.
3. Hasil dikirim dalam format Microsoft Word. Jumlah halaman antara 8-15, ukuran kertas kuarto, dicantumkan referensi yang digunakan dalam LP dengan menggunakan spasi 1,5.
4. Diskusikan langkah dan proses konseling yang sebaiknya dilakukan bidan dengan menambahkan laporan pendahuluan (LP).
5. Fokus utama diskusi adalah proses konseling bidan terhadap kliennya.
6. Pengumpulan tugas paling lambat tanggal 18 Mei 2010.

KASUS A
Ny. A umur 21 tahun, baru melahirkan anak yang pertama 2 minggu yang lalu rencana ingin memberikan ASI eksklusif pada bayinya, pada waktu kontrol ke bidan menyampaikan ingin menggunakan kontrasepsi yang tidak mengganggu ASI dan tidak menggunakan obat maupun alat.
KASUS B
Ny. Z umur 24 tahun dengan P4 A0, menikah 6 tahun yang lalu. Anak yang terakhir umur 2 bulan. Ketika melahirkan di bidan, Ny Z disarankan untuk mengikuti program Keluarga Berencana, tetapi Ny Z menolak dengan alasan takut dilarang oleh agama.
KASUS C
Ny. D umur 20 th, 2 mg yang lalu baru saja menikah, datang ketempat bidan bersama suaminya berniat menunda kehamilan tetapi mereka tidak mau menggunakan kondom atau cara KB sederhana dan alami lainnya. Ibu saat ini sedang menstruasi hari ke 8 dan memiliki riwayat kelainan payudara jinak.