Minggu, 11 November 2018

ASKEP LIMFOMA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1                        Latar Belakang
Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH), yang diderita sang rocker, dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg.
Sifat LNH lebih agresif dan jumlah penderitanya lebih banyak dibandingkan PH bahkan terus meningkat setiap tahun seiring semakin banyaknya kasus HIV. Oleh karena itu, dalam edisi ini Farmacia lebih khusus membahas LNH.
The American Cancer Society memperkirakan terdapat 53.600 kasus baru setiap tahun dan 23.800 di antaranya meninggal dunia akibat LNH pada tahun 1997. Di Indonesia, menurut Prof Dr dr Arry Haryanto SpPD KHOM, LNH menduduki peringat ke-6 kanker terbanyak.
LNH lebih sering diderita pada usia lanjut dengan usia pertengahan (median) 50 tahun. Laki-laki lebih sering menderita LNH daripada perempuan dengan rasio 2:1. Insidennya meroket tiap tahun sekitar 3-4% dan 4 kali lebih banyak daripada PH. Jenis LNH yang paling sering diderita pada anak-anak adalah limfoma Burkitt sedangkan pada dewasa muda adalah limfoma limfoblastik keganasan tinggi.
1.2                        Rumusan Masalah
1.      Jelaskan apa saja tentang limfoma maligna?
2.      Bagaimana pengaplikasian dalam asuhan keperawatan?
1.3                        Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah pembaca dapt mengerti dan paham mengenai penyakit limfoma maligna dan pengaplikasiannya dalam asuhan keperawatan
1.4                        Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1.      Menjelaskan tentang penyakit limfoma maligna
2.      Mengaplikasikan penyakit limfoma pada asuhan keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1            Definisi
Limfoma maligna, berlainan dengan leukemia, merupakan transformasi neoplastik sel yang terutama berada di jaringan limfoid. Dua farina utama limfoma maligna adalah limfoma non-Hodgkin dan penyakit Hodgkin. Walaupun kedua tumor ini menyebuk organ retikuloendotel, secara biologis dan klinis keduanya berbeda.
Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum (maligna = ganas).
Dalam kondisi normal, sel limfosit merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh. Sementara sel limfosit yang tidak normal (limfoma) bisa berkumpul di kelenjar getah bening dan menyebabkan pembengkakan. Sel limfosit ternyata tak cuma beredar di dalam pembuluh limfe, sel ini juga beredar ke seluruh tubuh di dalam pembuluh darah karena itulah limfoma bisa juga timbul di luar kelenjar getah bening. Dalam hal ini, yang tersering adalah di limpa dan sumsum tulang. Selain itu, bisa juga timbul di organ lain seperti perut, hati, dan otak.
Limfoma maligna merupakan bagian dari penyakit pada klien yang mengalami masalah pada hematologi.Limfoma maligna merupakan penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid yang bersifat padat (solid) meskipun kadang-kadang dapat menyebar secara sistemik
2.2            Klasifikasi Limfoma Maligna
Secara klinis dan patologis limfoma maligna dapat dibagi menjadi dua golongan besar berikut :
1.      Penyakit Hodgkin
2.      Limfoma non Hodgkin
2.3            Limfoma Hodgkin
A.    Pengertian
Limfoma hodgin merupakan limfoma yang khas ditandai oleh adanya sel reed Sternberg dengan latar belakang sel-sel radang pleomorf
B.     Epidimiologi
Limfoma hodgin merupakan penyakit yang relative jarang dijumpai, hanya merupakan 1 % dari seluruh kanker. Dinegara barat insidennya dilaporkan 3,5/100.000/ tahun pada laki-laki dan 2,6/100.000/tahun pada wanita. Di Indonesia belum ada laporan angka kejadian limfoma hodgin, berdasarkan jenis kelamin LImfoma Hodgkin lebih banyaka pada laki-laki dengan perbandingan 1,2: 1. Penyakit limfoma hodgin terutama ditemukan pada orang dewasa muda antara usia 18-35 tahun dan pada seseorang di atas 50 tahun
C.    Etiologi
Penyebab limfoma Hodgkin sampai saat ini tidak diketahui secara pasti, namun salah satu yang paling dicurigai adalah virus Epstein-barr. Biasanya dimulai pada satu kelenjar getah bening dan menyebar ke sekitarnya secara per kontiunatum atau melalui sistem saluran kelenjar getah beningke kelenjar-kelenjar sekitarnya. Meskipun jarang sesekali menyerang juga organ-organ ekstranodal seperti lambung, testis. dan tiroid, pada penemuan statistik, penyakit ini didapatklan pada kelas sosioekonomi lebih tinggi dan insidennya meningkat pada keluarga dengan riwayat penyakit Hodgkin
D.    Klasifikasi
Pada umumnya limfoma Hodgkin diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi RYE yang membagi penyakit Hodgkin menjadi 4 golongan
1.      Tipe Limphocyte predominance
Ø  Merupakan 5 % dari penyakit Hodgkin
Ø  Pada tipe ini limfodit kecil merupakan sel latar belakang yang domnan, hanya sedikit sel R-S yang dijumpai
Ø  Dapat bersifat nodular atau difus
2.      Tipe mixed cellularity
Ø  Terdapat sebanyak 30 % dari penyakit Hodgkin
Ø  Jumlah sel R-S mulai banyak dijumpai dalam jumlah seimbang dengan limfosit
3.      Tipe lymphocyte depleted
Ø  Kurang dari 5% limfoma Hodgkin tetapi merupakan tipe yang paling agresif
Ø  Sebagian besar terdiri dari atas sel R-S sedangkan limfosit jarang sekali ditemui
4.      Tipe nodular sclerosis
Ø  Tiep ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai yaitu 40-69 % dari seluruh penyakit Hodgkin
Ø  Ditandai oleh fibrosis dan sklerosis yang luas
Ø  Sel esinofil banyak dijumapai, juga terdapat sel R-S
E.     Gejala Klinis
Gejala klinis yang biasanya terdapat pada limfoma Hodgkin adalah :
1.      Gejala utama adalah pemebesaran kelenjar yang terserimg dan termudah terdeteksi adalah pembesaran kelenjar didaerah leher
2.      Gejala selanjutnya bergantung pada lokasi penyakit dan organ-organ yang diserang. Pada jenis ganas dan penyakit yang telah dalam stadium lanjut sering di\sertai gejala-gejala sistemik, yaitu : demam yang tidak jelas penyebabnya, berkeringat malam, dan penurunan berat badan sebesar 10 % selama 6 bulan. Kadang-kadang kelenjar terasa nyeri bila klien minum alcohol
3.      Hampir semu sistem dapat diserang penyakuit ini, seperti saluran pencernaan, pernafasan, persarafan, dan vaskularisasi
F.     Tingkatan Penyakit
Menurut symposium penyakit Hodgkin di Amm Arbor tingkatan penyakit Hodgin diklasifikasikan
Stadium I
Penyakit menyerang satu regio KGB (I); atau satu organ ekstralimfatik (IE)
Stadium II
Penyakit menyerang dua atau lebih KGB pada satu sisi diafragma (atas atau bawah diafragma); atau satu organ ekstralimfatik dan satu atau lebih KGB pada satu sisi diafragma (IIE)
Stadium III
Penyakit menyerang KGB pada kedua sisi diafragma, yang dapat disertai dengan keterlibatan limpa (IIIS) atau terlokalisasi pada satu organ ekstralimfatik (IIIE) atau keduanya (IIISE)
Stadium IV
Penyakit menyerang KGB secara difus mengenai satu atau lebih organ ekstralimfatik, dengan atau tanpa disertai keterlibatan pada KGB
G.    Prosedur Penentuan Derajat Penyakit
Prosedur penentuan derajat penyakit dapat dilakukan dengan cara berikut ini :
1.      Evaluasi awal terdiri atas:
Ø  Anamnesa dan pemerikasaan fisik
Ø  Laboratorium: darh rutin, faal hati, faal ginjal, dan fosfatase alkali
Ø  Aspirasi atau biopsy sumsum tulang
2.      Evaluasi toraks terdiri dari:
Ø  foto torak Pa dan lateral
Ø  tomografi paru atau CT scan otak
3.      Evaluasi abdomen terdiri atas :
Ø  bipedal lymphangiograhy
Ø  CT scan abdomen
Ø  Staging laparotomi (untuk stage I,IIA dan B, serta IIIA)
H.    Pemeriksan Penunjang
1.      Secara patologis anatomi didapatkan gambaran khas yang merupakan gambaran sel keganasan
Ø  Sel reed strenberg: merupakan sel R-S, ukuran besar, serta berinti banyak dan polipoid
Ø  Sel Hodgkin : H-cell yang merupakan sel pre-Sternberg lacunar
-        Varian L dan H
-        Varian pleomorf
2.      Pada pemeriksaan daerah didapatkan anemia yang bersifat normositer normokromik, leukositos moderat yang disebabkan oleh netrofilia, limfopenia, laju endap darah meningkat, serta LDH (Lactate dehydrogenase serum) meningkat
I.       Penatalaksanaan
Terapi untuk penyakit Hodgkin adalah :
1.      Radioterapi
a.       Merupakan moalitas terapi utamauntuk penyakit Hodgkin yang terlokalisasi derajat I dan II. Dosis radiasi adalah 4000-5000 rad
b.      Diberikan dengan tekhnik penyinaran extended field (lesi di atas atau di bawah diafragma) atau total nodal irradiation (TNI) untuk lesi di atas dan di bawah diafragma
2.      Kemoterapi
Merupakan pilihan utama untuk penyakit derajat III dan IV. Kombinasi yang paling utama digunakan adalah sebagai berikut :
a.       Regimen MOPP
Ø  Mustargen : 6 Mg/m2 IV hari ke-1 dan 8
Ø  Oneovin : 1,4 mg/m2 IV hari ke-1 dan 8
Ø  Procarbazine : 100 mg/m2 oral hari ke-1 sampai dengan 4
Ø  Prednison: 60-80 mg/m2/hari oral hari ke-1 sampai5
b.      Regimen ABVD
Ø  Doxorubicin ()Adriamycin) : 25 mg/m2 IV hari ke-1 dan 15
Ø  Bleomycine 10 mg/m2 Iv hari ke-1 dan 15
Ø  Vimblastin 6 mg/m2 IV hari ke-1 dan 15
Ø  Dacar
c.       Kombinasi regimen MOPP dan ABVD
d.      Regimen Hybrid MOP/ABV
e.       Kombinasi radioterapi dan kemoterapi
J.      Komplikasi Akibat Terapi
Komplikasi
1.      Radioterapi : dapat menimbulkan nausea, disfagia, oesofagitis dan hipotiroid
2.      Kemoterapi : dapat menimbulkan mielosupresi, sterilitas, dan timbulnya keganasan hematologis sekunder : AML dan Limfoma non-Hodgkin
3.      Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
4.      Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia
2.4            LImfoma Non Hodgkin
A.    Pengertian
Limfoma non Hodgkin merupakan suatu kelompok penyakit heterogen yang didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin
B.     Insidens
Lebih dari 45.0000 klien didiagnosa sebagai limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika serikat. Di Indonesia frkuensi relative LNH jauh lebih tinggi dibandingkan dengan limfoma Hodgkin
C.    Etiologi
Etiologi dari penyakit limfoma non-Hodgkin adalah
1.      Abnormalitas sitogenik seperti translokasi kromosom
2.      Infeksi virus yang menyebabkan antara lain :
Ø  Virus Epstein-Barr yang berhubunga dengan limfoma burkitt (sebuah penyakit yang ditemukan di Afrika)
Ø  Infeksi HTLV-1 (human T iymphotropic virus tipe 1)
D.    Kalsifikasi
Klasifikasi KIEl membagi LNH menjadi dua golongan besar berikut ini :
1.      LNH dengan derajat keganasan rendah
2.      LNH dengan derajat keganasan tinggi
Kalsifikasi Kiel sudah menyesuaikan dengan kompartmen dari kelenjar getah bening serta membedakan asal sel, apakah dari limfosit B atau limfosit T
E.     Penentuan Derajat Penyakit
Menurut Hariyanto, penentuan derajat penyakit LNH di bagi menjadi empat tahap berikut
1.      Tahap I
a.       Pengambilan riwayat penyakit yang cermat
b.      Pemeriksaan fisik yang lengkap
c.       Pemeriksan laboratorium lengkap terdiri dari
Ø  hemogram lengkap
Ø  asupan darah tepi
Ø  tes faal hati dan ginjal
d.      Pemeriksaan radiologi terdiri atas:
Ø  torak PA
Ø  jika perlu survey kerangka
e.       Fine needle aspiaration pada klenjar getah bening yang dicurigai pada sisi lain diafragma
2.      Tahap II
pada penderita dengan dugaan stadium I derajat keganasan tinggi atau stadium I dan II derajat keganasan menengah dilakukan biopsy summsum tulang bilateral
3.      Tahap III
Penderita dengan stadium I derajat keganasan tinggi atau stadium I dan II derajat keganasan menengah dilakukan penelitian radiologi traktus gastrointestinal
4.      Tahap IV
Penderita dengan dugaan stadium I derajat keganasan menengah setelah prosedur limfangiografi
F.     Gejala Klinis
Gejala klinis yang dirasakan pada sebagian besar klien asimptomatik adalah
1.      Pemebesaran kelenjar getah bening yang asimetris
2.      Demam berkeringat pada malam hari
3.      Hepatomegali dan splenomegali
4.      Dapat timbul komplikasi saluran cerna
5.      Demam, kelelahan atau terjadi penurunan berat badan
6.      Nyeri punggung dan leher yang di sertai dengan hiperefleksia
7.      Anemia infeksi dan perdarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai sumsum tulang secara difus
G.    Pemeriksaaan diagnsotik
Pemeriksan diagnostic yang dilakukan pada klien dengan LNH adalah
1.      Pada pemeriksaan hematologi ditemukan
Ø  Adanya anemia yang bersifat normositer normokromik
Ø  Adanya leucopenia dan trombositopenia serta gambaran leukoeritroblastik
Ø  Pada biopsy sumsum tulang menunjukkan lesi fokal
2.      Pemeriksan kromosom : adanya kelainan yang khas (limfoma burkitt’s. follicular limfoma)
3.      LDH : sering meningkat pada LNH dengan poliferasi yang cepat
4.      Pemeriksan pertanda imunologis : untuk menentukan jenis sel (sel T atau B) serta perkembangannya
H.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien dengan LNH adalah
1.      Radioterapi
LNH sangat radiosensitive, radio terapi ini dapt dilakukan untuk penyakit local, stadium I limfoma indolendan untuk tujuan paliatif pada stadium lanjut
2.      Kemoterapi
Kemoterapi dapat dilakukan pada :
Ø  LNH indolen derajat ringan dengan menggunakan klorambusil atau siklofosfamid dengan atau tanpa prednisone
Ø  Limfoma stadium I atau II derajat menengah atau tinggi
3.      Kombinasi radioterapi dan kemoterapi setelah biopsy bedah
4.      Dapat diusahakan transplantasi sumsum tulang
5.      Kemoterapi dosis tinggi dengan memakai peripheral blood stem cell transplantation
6.      Terapi dengan imunomodulator, terapi yang dilakukan dengan interferon dikombinasikan dengan kemoterapi
Stadium I dan II
Stadium III dan IV
Keganasan Rendah
Rekomendasi:
Radioterapi lapangan terbatas (involvement field radiation therapy)
Alternatif:
Kombinasi terapi (dengan kemoterapi)
Rekomendasi:
Asimtomatik atau ukuran tumor kecil:
Observasi dan deferred
Simtomatik atau ukuran tumor besar:
Kombinasi kemoterapi dengan tanpa interferon
Alternatif:
Asimtomatik atau bulk kecil:
Kemoterapi regimen tunggal
Total-body irradiation
Keganasan Menengah/Tinggi
Rekomendasi:
Kemoterapi CHOP diikuti dengan involved-field radiation therapy
Rekomendasi:
Kemoterapi CHOP
Radiasi adjuvan atau profilaksis
Profilaksis kraniospinal
Penatalaksanaan pada Limfoma Keganasan Rendah
1.      Stadium I-II (terbatas)
Prognosis pasien secara umum baik. Bila lesi terlokalisasi dan pasien tidak mempunyai gejala khas sel B, radioterapi menjadi pilihan utama. Jenis radioterapinya adalah radiasi lapangan terbatas (involved field radiotherapy/IFRT) dengan dosis 35-45 Gy dalam 10-20 fraksi selama 2-4 minggu.
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien dengan stadium 1 dan 2 yang ditatalaksana dengan radioterapi adalah sekitar 70%. Kebanyakan kekambuhan terjadi pada daerah yang tidak diradiasi.
Alternatif terapi yang lain adalah hanya melihat dan menunggu (watch-and-wait) sampai penyakit menunjukkan progresifitas atau dengan menggunakan kemoterapi saja. Kemoterapi yang diberikan adalah klorambusil atau siklofosfamid. Pada stadium terbatas keganasan rendah, kemoterapi adjuvan diikuti radiasi akan menurunkan risiko kekambuhan.
Radiasi total KGB (total lymphatic irradiation/TLI) tidak digunakan pada stadium I dan II karena belum ada bukti yang mendukung bahwa TLI lebih baik daripada IFRT.
2.      Stadium III-IV (lanjut)
Penatalaksanaan pada stadium lanjut keganasan rendah masih kontroversial. Ada yang hanya melihat dan menunggu tetapi ada juga yang memberikan kemoterapi tunggal atau malah gabungan kemo-radioterapi.
Terapi pada stadium III keganasan rendah meliputi IFRT dengan dosis rendah atau menggunakan regimen tunggal alkylating agent seperti klorambusil atau siklofosfamid. Selain itu TLI dosis tinggi juga dapat dilakukan bahkan dapat menurunkan kejadian kekambuhan dan meningkatkan angka ketahanan hidup. Radiasi total tubuh (total body irradiation/TBI) dapat dilakukan sebagai terapi paliatif. Dosis TBI yang dianjurkan adalah 1-1,5 Gy dengan 10cGy tiap fraksi, 5 fraksi tiap minggu, diikuti masa vakum (tidak dilakukan radiasi) selama 2-3 minggu, kemudian ditambah 1,7 Gy.
Penatalaksanaan pada Keganasan Menengah
1.      Stadium I-II (terbatas)
Secara keseluruhan keberhasilan kuratif dari radioterapi pada stadium I dan II keganasan menengah berkisar 40-50%. Yang menjadi faktor kegagalan radioterapi adalah stadium II dengan keterlibatan KGB > 2, ukuran tumor > 2-3 cm, usia > 60 tahun, ada gejala sel B, dan keterlibatan organ ekstralimfatik selain abdomen, tiroid dan cincin Waldeyer. Pada pasien IA dan IIA yang terlokalisasi, usia < 60 tahun, dan ukuran tumor (< 2,5 cm) menunjukkan angka keberhasilan 70-80% dengan IFRT saja.
Anjuran dosis radiasi untuk mengontrol tumor lokal adalah 30-35 Gy, 1,75-3 Gy tiap fraksi selama 3-4 minggu. Pada beberapa keadaan seperti limfoma otak primer, ukuran tumor besar, dan beberapa limfoma sel T, dosis radiasi tersebut kurang berhasil dalam mengontrol tumor lokal. Sebagai alternatifnya dapat digunakan kemoterapi. Kombinasi kemoterapi dan radioterapi bahkan mampu menghilangkan gejala dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya keberhasilan dengan kemoterapi saja belum ada penelitian sahih sampai saat ini.
Anjuran terapi pada limfoma sel berukuran besar stadium I atau II adalah kemoterapi CHOP (siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin, prednison) jangka pendek  sebanyak 3 siklus, kemudian diikuti IFRT bila ukuran tumor tidak besar; atau kemoterapi jangka panjang diikuti radiasi bila ukuran tumor > 10 cm atau adanya keterlibatan organ eksralimfatik
2.      Stadium III-IV (lanjut)
Pada stadium lanjut (III atau IV), kemoterapi dengan regimen CHOP merupakan terapi baku. Penggunaan radioterapi sebagai adjuvan masih kontroversial. Akan tetapi pada beberapa keadaan, radioterapi dapat mencegah kekambuhan. Radioterapi dapat mencegah kekambuhan testis kontralateral pada limfoma testis. Radioterapi adjuvan dapat dipertimbangkan pada pasien usia lanjut yang tidak diperbolehkan mendapat kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sumsum tulang. Dengan demikian, radioterapi pada stadium lanjut sebenarnya lebih diperuntukkan sebagai terapi paliatif daripada kuratif. 
Ø  IFRT
IFRT merupakan teknik radioterapi yang umum dipakai pada LNH. Pada stadium IA atau IE, daerah KGB diradiasi secara in toto. Misalnya, bila cincin Waldeyer ikut terlibat, radiasi harus dilakukan pada seluruh KGB di daerah leher hingga daerah infraklavikular. Sementara itu, pada kasus dimana saluran pencernaan ikut terlibat, radiasi harus diberikan dengan lapang pandang seluruh abdomen.
Pada stadium II atau III-IV, terkadang pasien masih memiliki sisa tumor (residu) meski telah menyelesaikan siklus kemoterapi dengan lengkap. Biasanya KGB residu paling sering ditemukan di mediastinum, dapat juga di retroperitoneum, leher dan daerah inguinal. Disinilah IFRT berperan sehingga angka ketahanan hidup pasien lebih tinggi.
Ø  TBI
TBI digunakan sebagai terapi paliatif pada LNH keganasan rendah. Sedangkan pada keganasan menengah dan tinggi dimana angka kekambuhan cukup tinggi yaitu 50-60%, perlu dilakukan salvage therapy yang terdiri dari kemoterapi dan terapi mieloablatif. TBI termasuk dalam komponen mieloablatif.
Oleh karena lapangan radiasi dari TBI sangat luas (seluruh tubuh) maka biasanya toleransi pasien rendah sehingga dosis TBI pun diatur sedemikian rupa yaitu dengan total dosis adalah 150 cGy dalam 10 fraksi, 2 kali setiap minggu.
Ø  Terapi Paliatif
Masalah utama dari LNH adalah metastasis ke tulang atau saraf tulang belakang. Bila hal itu terjadi, penanganannya sangat sulit terutama bila mengenai daerah paraspinal. Steroid diberikan sebagai terapi inisial yaitu dexametason parenteral 4-8 mg setiap 8 jam.
Selain medikamentosa, radioterapi juga dapat digunakan sebagai terapi paliatif. Radioterapi yang diberikan harus mencakup batas aman (safe margin) yaitu 3-5 cm di atas dan bawah dari batas luar tumor. Dosis hiperfraksinasi (30 Gy/10 fraksi) mengakibatkan dekompresi yang cepat dan perbaikan gejala neurologis pada kasus LNH paraspinal. Dosis radiasi pada metastasis tulang adalah 30 Gy dalam 10 fraksi selama 2 minggu atau 20 Gy dalam 5 fraksi selama 1 minggu.
                                                                                                     
Ø  Rituximab
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kelompok limfoma dunia (GELA atau Group d’Etude des Lymphomes de l’adulte) menyimpulkan, kombinasi rituximab dengan CHOP memberi angka kesembuhan yang lebih baik daripada CHOP saja. Penelitian yang dipimpin oleh Prof Mark Hertzberg dari University of Sydney ini menunjukkan adanya perbedaan angka harapan hidup yang cukup signifikan. Sekitar 53% pasien LNH yang diterapi kombinasi dapat hidup setelah 3 tahun pengobatan, sedangkan yang diterapi CHOP saja hanya 35%. Rituximab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja spesifik hanya pada sel tumor sehingga efek toksisistasnya kecil.
          
Saat ini pengembangan terapi terus dilakukan terutama yang mengarah pada targeted therapy. Usaha itu bukan tanpa alasan sebab LNH adalah salah satu penyakit kanker yang potensial untuk disembuhkan. Dengan demikian, kita dapat membuka kembali harapan sang rocker, juga pasien-pasien lainnya.
I.       Komplikasi
Akibat efek samping pengobatan biasanya terjadi aplasia sumsum tulang, gagal jantung. gagal ginjal. serta neuritis oleh obat vinkristin
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia
2.5           Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.

Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel          limfoma.


PATHWAY







Infeksi Virus Epstein barr (kelompok virus HIV)
 







BAB III
PEMBAHASAN
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosa Medis Limfoma Maligna
      I.            Pengkajian
A.    Identitas Pasien
Jenis Kelamin              : Limfoma hodgin merupakan penyakit yang relative jarang dijumpai, hanya merupakan 1 % dari seluruh kanker. Dinegara barat insidennya dilaporkan 3,5/100.000/ tahun pada laki-laki dan 2,6/100.000/tahun pada wanita. Di Indonesia belum ada laporan angka kejadian limfoma hodgin, berdasarkan jenis kelamin LImfoma Hodgkin lebih banyaka pada laki-laki dengan perbandingan 1,2: 1 sedangkan untuk limfoma non hdgkin Lebih dari 45.0000 klien didiagnosa sebagai limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika serikat. Di Indonesia frkuensi relative LNH jauh lebih tinggi dibandingkan dengan limfoma Hodgkin
Usia                                   : Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda yaitu antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun
Pekerjaan               : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut   organik.
B.     Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dengan limfoma maligna biasanya  adalah demam yang berkepanjangan
C.     Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelum sakit, tetapi pasien  mengatakan bahwa kondisi tubuhnya sangat kelelahan, dan daya tahan tubuhnya kurang.
D.    Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan bahwa ada benjolan pada daerah leher yang bisa digerakkan dan semakin membesar serta di barengi dengan demam tinggi yang berkepanjangan dan sering berkeringat di malam hari.
E.     Riwayat Penyakit keluarga
Pada kelainan limfoma maligna faktor keturunan merupakan faktor yang bisa menyebabkan penyakit ini
   II.            Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat di temukan Gejala Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam
Pemeriksaan fisik pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha
Pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha)

Ø  Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pembesaran suprapubic bila tumor sudah            besar.
Ø  Palpasi, teraba tumor masa suprapubic, pemeriksaan bimanual teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau     RT.
III.            Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yaitu hemogran dan trombosit. LED sering meninggi dan kemungkinan ada kaitannya dengan prognosis. Keterlibatan hati dapat diketahui dari meningkatnya alkali fosfatase, SGOT, dan SGPT
2.      Sitologi biopsi aspirasi
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) sering dipergunakan pada diagnosis pendahuluan limfadenopati jadi untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma, dan limfoma maligna. Ciri khas sitologi biopsi aspirasi limfoma Hodgkin yaitu populasi limfosit yang banyak aspek serta pleomorfik dan adanya sel Reed-Sternberg. Apabila sel Reed-Sternberg sulit ditemukan adanya sel Hodgkin berinti satu atau dua yang berukuran besar dapat dipertimbangkan sebagai parameter sitologi Limfoma Hodgkin.
Penyulit diagnosis sitologi biopsi aspirasi pada Limfoma non-Hodgkin adalah kurang sensitif dalam membedakan Limfoma non-Hodgkin folikel dan difus. Pada Limfoma non-Hodgkin yang hanya mempunyai subtipe difus, sitologi, biopsi aspirasi dapat dipergunakan sebagai diagnosis definitif.
Penyakit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi Limfoma Hodgkin ataupun Limfoma non-Hodgkin adalah adanya negatif palsu termasuk di dalamnya inkonklusif. Untuk menekan jumlah negatif palsu dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multipel hole di beberapa tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.
3.      Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtipe histopatologi walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas limfoma Hodgkin ataupun Limfoma non-Hodgkin.
4.      Radiologi
a.       Foto thoraks
b.      Limfangiografi
c.       USG
d.      CT scan
5.      Laparotomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening pada iliaka, para aorta dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium.
 IV.            Analisa Data
Tgl/ Jam
Pengelompokan Data
Masalah  Keperawatan
Etiologi
Ds : Pasien mengatakan bahwa tubuhnya demam
Do :
- Pembesaran kelenjar limfe
- Perdarahan
-Suhu 38 C
-Nadi 102 x/mnt
Resiko tinggi infeksi
Virus epstein barr
Melemahkan limfosit
Menyererang imunitas
Kerusakan organ
Kelainan su-tul
Anemia
Malnutrisi
Resiko infeksi
Ds: Pasien mengatakan bahwa pasien demam
Do:
-    Suhu tubuh 38 C
-    Nadi
-    Nadi 102 x/mnt
-    RR 22x/mnt
Hipertermi
Virus epstein barr
Melemahkan limfosit
Menyererang imunitas
Inflamasi
Hipertermi
Ds: Pasien mengatkan baha badan cepat lelah dan nyeri
Do:
-      Mata terlihat kuyu
-      Menarik napas panjang
-      Nyeri skala 8
Nyeri
Virus epstein barr
Melemahkan limfosit
Menyererang imunitas
Kerusakan organ
Hepatomegali
Interupsi sel saraf
Nyeri
Ds: Pasien mengatakan bahwa tidak mengerti tentang pengobatan
Do:
-          Kegelisahan
-          Disstres
-          Perasaan tidak adekuat
-          Takut
-          Khawatir
 Ansietas
Virus epstein barr
Melemahkan limfosit B,T
Menyererang imunitas
Kerusakan organ
Kurang pengetahuan
Ansietas
Ds: Pasien mengatakan bahwa Nafsu makan menurun
Do:
-   Berat badan menurun dari 59 kg jadi 45 kg
-   Badan lemah
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Virus epstein barr
Melemahkan limfosit
Menyererang imunitas
Kerusakan organ
Kelainan su-tul
Anemia
Intake dalam tubuh kurang
Nutrisi kuarang dari kebutuhan


    V.            Diagnosa Keperawatan
No
Tgl /Jam
Diagnosa Keperawatan
Paraf
1
2 Oktober 2011
07.00 WIB
Resiko tinggi infeksi b.d imunosupresi dan malnutrisi
2
2 Oktober 2011
07.00 WIB
Hipertermia b.d ketidakefektifan termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
3
2 Oktober 2011
07.00 WIB
Nyeri b.d interupsi sel saraf
4
2 Oktober 2011
07.00 WIB
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan kebutuhan metabolic dan penurunan absorbsi zat gizi
6
2 Oktober 2011
07.00 WIB
Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatan
 VI.            Intervensi
Tabel NOC: Resiko infeksi
Indikator
Berat
Agak berat
Sedang
Ringan
Tidak ada
Status imun
ü   
Pengetahuan: pengendalian infeksi
ü   
Deteksi Risiko
ü   
Pengendalian Risiko
ü   
Suhu :  36,5-37 C
ü   
Nadi : 80-100x/mnt
ü   
Tabel NIC : Resiko infeksi
Tgl/ jam
No DX
Tujuan/ Kriteria Hasil
Aktivitas
Intervensi
Rasional
Paraf
1
Tujuan : Setelah dilakukan terapi selama 1x 24 jam pasien terhindar dari resiko infeksi
Kriteria Hasil :
- Status imun baik
-Pngendalian tentang infeksi baik
- Deteksi resiko tidak ada
- Pengendalian resiko baik
- Suhu tubuh bayi 36,8 C
Pengkajian
1. Pantautanda/ gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh,  denyut jantung, pembuangan, penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, dan malaise)
2. kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (misalnya tanggap imun rendah dan malnutrisi)
3. Amati penampilan praktik hygiene pribadi
1.    Mengetahui resiko infeksi
2.    Mengetahui resiko infeksi
3.    Mengurangi faktor terjadinya infeksi
Pendidikan untuk pasien/ keluarga
1. Jelaskan kepada pasien/ keluaraga mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan resiko terhadap infeksi
2. Intrusikan untuk menjaga hygiene pribadi
3. Informasikan pada orang tua mengenai jadwal imunisasi untuk difteri, tetanus,pertusi,polio,campak,parotis, dan rubella
4. Jelaskan alas an/keuntungan dan efek samping imunisasi
5. Ajarkan pada pasien teknik mencuci tangan yang benar
6. Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan mengingalkan ruang pasien
7. Ajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda/ gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya  ke pusat kesehatan
1.    Mengurangi rasa kecemasan orang tua
2.    Mengurangi faktor resiko
3.    Mengurangi faktor resiko
4.    Mengurangi faktor resiko terjadinya infeksi
5.    Mengurangi adanya faktor infeksi yang di bawa oleh keluarga
6.    Mengurangi adanya faktor infeksi yang di bawa oleh keluarga
7.    Memantau terjadinya infeksi
Aktivitas kolaboratif
1. Ikuti petunjuk pelaporan terhadap infeksi yang dicurigai dan/ budaya yang positif
2. Pengendalian infeksi (NIC): berikan terapi antibiotik, bila diperlukan
1.    Mengurangi terjadinya faktor resiko infeksi
2.    Menhilangkan bakteri yang menginfeksi pasien
Aktivitas lain
1. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi faktor di lingkungan mereka, gaya hidup dan praktik kesehatan yang meningkatkan resiko infeksi
2. Bersikan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan pasien
3. Pertahankan teknik isolasi, bila diperlukan
1.    Mengetahui faktor dari terjadinya infeksi sehingga bisa melanjutkan intervensi
2.    Menghilangkan infeksi yang telah di timbulkan
3.    Pasien tidak terinfeksi oleh pengunjung lain
Tabel Noc.  Hipertermi
Indikator
Sangat menyimpang sekali dari rentang yang diharapkan
Sangat menyimpang  dari rentang yang diharapkan
Menyimpang  dari rentang yang diharapkan
Agak  menyimpang  dari rentang yang diharapkan
Tidak menyimpang  dari rentang yang diharapkan
1
2
3
4
5
Nadi (80-100 x/mnt)
ü   
Suhu (36,5-37,5)
ü   
Mual
ü   
RR (18-24 x/mnt)
ü   
Tekanan Darah (120-110/80-70 mmHg)
ü   
Tabel NIC. Hipertermi
Tgl/Jam
No DK
Tujuan dan Kriteria Hasil
Aktivitas Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
26 Juni 2010
08.00
2
.
Pengkajian
1.      Pantau aktivitas kejang
2.      Pantau hidrasi(Misalnya, turgor kulit, kelembapan membrane mukosa)
3.      Pantau tekanan darah, nadi, dan pernafasan
4.      Pantau tanda hipertermia ( misalnya, demam, takipnea, aritmia,perubahan tekanan darah, bercak pada kulit,kekakuan dan berkeringat banyak
5.      Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
6.      Pantau suhu basal secara kontinu, sesuai dengan kebutuhan
7.      Pantau warna kulit dan suhu
8.      Untuk pasien medical bedah dapatkan riwayat pribadi dan keluarga terhadap hipertemia maligna, kematian akibat ansietas atau demam pasca operasi,
9.      Pantau tanda hipertemia maligna (misalnya demam,takipnea,aritmia,perubahan tekanan darah, bercak pada kulit, kekakuan, dan berkeringat banyak)
1.    Memantau aktivitas kejang
2.    Memantau hidrasi(Misalnya, turgor kulit, kelembapan membrane mukosa)
3.    Memantau tekanan darah, nadi, dan pernafasan
4.    Memantau tanda hipertermia ( misalnya, demam, takipnea, aritmia,perubahan tekanan darah, bercak pada kulit,kekakuan dan berkeringat banyak)
5.    Memantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
6.    Memantau suhu basal secara kontinu, sesuai dengan kebutuhan
7.    Memantau warna kulit dan suhu
Pendidikan untuk pasien dan keluarga
1.  Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia( misalnya, sengatan panas, dan keletihan karena panas)
2.  Ajarkan indikasi keletihan karena panas dan tindakan kedaruratan yang diperlukan, sesuai dengan kebutuhan
1.     Mengajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia( misalnya, sengatan panas, dan keletihan karena panas)
2.     Mengajarkan indikasi keletihan karena panas dan tindakan kedaruratan yang diperlukan, sesuai dengan kebutuhan
Aktivitas Kolaboratif
1.    Berikan obat antisepiretik, sesuai dengan kebutuhan
2.    Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh, sesuai dengan kebutuhan
1.     Memberikan obat antisepiretik, sesuai dengan kebutuhan
2.     Untuk mengatasi gangguan suhu tubuh, sesuai dengan kebutuhan
Aktivitas Lain
1.    Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar pakaian
2.    Gunakan waslap dingin ( atau kantong es yang dibalut dengan pakaian ) pada aksila, kening, leher, dan lipat paha.
3.    Ajarkan asupan cairan oral.
4.    Gunakan kipas yang berputar di ruangan pasien.
5.    Gunakan selimut pendingin
1.    Melepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar pakaian
2.    Menggunakan waslap dingin ( atau kantong es yang dibalut dengan pakaian ) pada aksila, kening, leher, dan lipat paha.
3.    Mengajarkan asupan cairan oral.
4.    Menggunakan kipas yang berputar di ruangan pasien.
5.    Menggunakan selimut pendingin
Tabel NOC : Nyeri
Indikator
Berat
Agak berat
Sedang
Ringan
Tidak ada
Tingkat kenyamanan
ü   
Perilaku mengendalikan nyeri
ü   
Nyeri : efek merusak
ü   
Tingkat Nyeri
ü   
Tabel NIC : Nyeri
Tgl/ jam
No DX
Tujuan/ Kriteria Hasil
Aktivitas
Intervensi
Rasional
Paraf
3
 Tujuan : Setelah dilakukan terapi selama 1x24 jam nyeri pada pasien akan menghilang
Kriteria Hasil :
-Tingkat kenyamanan sangat nyaman
- Periolaku pengendalian nyeri tidak ada
- Nyeri efek merusak tidak ada
- Tingkat nyeri membaik
Pengkajian
1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian
2. Minta pasien untuk menilai nyeri/ ketidaknyamanan pada skala 0-10
3. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan nyeri, dan faktor prespitasinya
1.    Mengumpulkan data-data tentang nyeri pasien
2.    Mengetahui tingkat nyeri pasien
3.    Mengetahui seberapa besar bnyeri dan akibat yang ditimbulkan
Pendidikan untuk pasien/ keluarga
1. Intruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurang nyeri tidak dapat dicapai
2. Informasikan kepada pasien/ keluarga tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan saran koping
3. Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, seberapa lama akan berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
4. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti : terapi music, relaksasi, terapi bermain, terapi aktivitas, kompres hangat/dingin, dan masase) sebelum, setelah dan jika memungkinkan, selama aktivitas yang menyakitkan, sebelum nyeri terjadi/ meningkat dan selama pengguanaan tindakan pengurangan nyeri yang lain
1.    Melakukan tindakan selanjutnya
2.    Mengurangi rasa nyeri pada pasien
3.    Membangun rasa percaya pasien kepada perawat
4.    Membuat pasien lupa terhadap nyeri yang dialami
Aktivitas kolaboratif
1. Kelola nyeri pascaoperasi awal dengan pemberian opiat yang terjadwal ( misalnya setiap 4 jam atau 36 jam ) atau PCA
2. Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil / jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu
1.    Mengurangi rasa nyeri yang diderita pasien pasca operasi
2.    Menentukan tindakan selanjutnya
Aktivitas lain
1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan memenuhi kebutuhan rasa nyaman yang telah berhasil dilakukannya seperti, relaksasi atau kompres hangat/ dingin
2. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas daripada nyeri/ ketidaknyamanan dengan melakukan penalihan melalui televise, radio, tape, dan kunjungan
1.    Mengurangi rasa cemas dan nyeri yang dialami
2.    Melupakan nyeri yang telah dialami
Tabel Noc Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Indikator
Tidak mencukupi
Sedikit mencukupi
Agak mencukupi
Cukup
Sangat mencukupi
Status Gizi
ü   
Asupan makanan dan cairan
ü   
Nilai Gizi
ü   
Tabel NIC : Manajemen Nutrisi
Tgl/ jam
No DX
Tujuan/ Kriteria Hasil
Aktivitas
Intervensi
Rasional
Paraf
3-10- 2011
07.00
4
Tujuan : Setelah dilakukan terapi selama 1x 24 jam kebutuhan nutrisi pasien akan segera terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Status gizi pasien tercukupi
- Asupan makanan dan
Cairan tercukupi
-Nilai gizi baik
Pengkajian
1. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
2. Ketahui makanan kesukaan pasien
3. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
4. Timbang pasien pada interval yang tepat
1.     Mengetahui penyebab pasien untuk makan
2.     Menambah nafsu makan pasien
3.     Memenuhi asupan nutrisi pada pasien
4.     Mengetahui berat badab pasien sehingga bisa menentukan intervensi lanjutan
Pendidikan untuk pasien/ keluarga
1. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
2. Ajarkan pasien/ keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
1.     Pasien dapat makan dengat teratur
2.     Memenuhi asupan makanan pada pasien
Aktivitas kolaboratif
1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk pasien dengan ketidakadekuatan asupan protein atau jehilangan protein
2. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi
3. Rujuk ke program gizi komunitas yang tepat jika pasien tidak dapat membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat
1.     Mengetahui kualitas makanan yang dimakan pasien
2.     Mengetahui dan menentukan tindakan berikutnya
3.     Mengetahui nutrisi yang tepat dan berguna
Aktivitas lain
1. Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan/ketidaksukaan pasien, suhu makanan
2. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan aktivitas pada lokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang per hari
3. Tawarkan makanan porsi besar pada siang hari ketika nafsu makan tinggi
4. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (misalnya, pindahkan barang-barang yang tidak enak dipandang atau ekskresi)
1.     Mengajarkan pasien untuk makan dengan teratur
2.     Memotivasi pasien untuk makan makanan yang bergizi
3.     Untuk manambah asupan makanan pada tubuh
4.     Memotivasi pasien untuk makan
Tabel NOC : Ansietas
Indikator
Tidak ada
Sedikit/ terbatas
Sedang
Substansial
Luas
Kontrol agresi
ü   
Kontrol ansietas
ü   
Koping
ü   
Kontrol impuls
ü   
Penahanan Mutilasi Diri
ü   
Keterampilan Interaksi Sosial
ü   
Tabel NIC : Ansietas
Tgl/ jam
No DX
Tujuan/ Kriteria Hasil
Aktivitas
Intervensi
Rasional
Paraf
6
Tujuan : Setelah dilakukan terapi selama 1x 24 jam dan penjelasan kepada pasien dan keluarga, ansietas atau kecemasan menjadi berkurang dan menghilang
Kriteria Hasil :
-Kontrol agresi baik
- Kontrol ansietas baik
- Koping baik
- Kontrol impuls baik
- Ketrampilan interaksi sosial baik
- Pemahaman mutilasi diri baik
Pengkajian
1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien setiap 3x sehari
2. Selidiki dengan pasien tentang tekhnik yang telah dimiliki dan belum dimiliki
1.    Menentukan seberapa besar rasa kecemasan keluarga pasien
2.    Mengetahui tindakan koping yang akan diperbuat
Pendidikan untuk pasien/ keluarga
1. sediakan informasi factual menyangkut diagnosis, perawatan, dan prognosis
2. Intruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi
3. Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dirasakan selama prosedur
1.    Mengurangi kecemasan keluarga pasien
2.    Mengurangi rasa cemas dan takut
3.    Membangun rasa percaya pasien
Aktivitas kolaboratif
1. Berikan pengobatan untuk mengurangi ansietas sesuai dengan kebutuhan
1.    Menghilangkan rasa cemas
Aktivitas lain
1. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
2. Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini.
3. Yakinkan kembali pasien dengan menyentuh, saling member empatik secara verbal dan nonverbal, dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi serta ijinkan pasien untuk menangis
1.    Mengurangi rasa cemas
2.    Membangun rasa percaya diri pasien
3.    Menghilangkan rasa takut dan mengembalikan rasa percaya diri pasien
VII.            Implementasi
No DK
Tgl/ Jam
IMPLEMENTASI
1
3 oktober 2011
11.00
12.00
12.15
12.15
12.15
12.30
12.45
13.00
13.15
13.30
1.         Memantautanda/ gejala infeksi : suhu tubuh 37,8o C , Nadi : 95/ mnt
2.         Mengkaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (misalnya tanggap imun rendah dan malnutrisi)
3.         Mengamati penampilan praktik hygiene pribadi
4.         Menjelaskan kepada pasien/ keluaraga mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan resiko terhadap infeksi
5.         Mengintrusikan untuk menjaga hygiene pribadi
6.         Mnginformasikan pada orang tua mengenai jadwal imunisasi untuk difteri, tetanus,pertusi,polio,campak,parotis, dan rubella
7.         Menjelaskan alas an/keuntungan dan efek samping imunisasi
8.         Mengajarkan pada pasien teknik mencuci tangan yang benar
9.         Mengajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan mengingalkan ruang pasien
10.     Mengajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda/ gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya  ke pusat kesehatan
11.     Mengikuti petunjuk pelaporan terhadap infeksi yang dicurigai dan/ budaya yang positif
12.     Mengendalian infeksi (NIC): berikan terapi antibiotik, bila diperlukan
13.     Membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi faktor di lingkungan mereka, gaya hidup dan praktik kesehatan yang meningkatkan resiko infeksi
14.     Membersikan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan pasien
15.     Mempertahankan teknik isolasi, bila diperlukan
2
4-10-2011
07.00
08.00
09.00
09.30
09.45
10.00
10.30
11.00
13.00
13.30
14.00
1.        Memantau aktivitas kejang
2.        Memantau hidrasi(Misalnya, turgor kulit, kelembapan membrane mukosa)
3.        Memantau tekanan darah 130/90, nadi 95x/mnt, dan pernafasan 20 x/mnt
4.        Memaantau tanda hipertermia ( misalnya, demam, takipnea, aritmia,perubahan tekanan darah, bercak pada kulit,kekakuan dan berkeringat banyak
5.        Memantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan  dengan hasil 37,8 C
6.        Memantau warna kulit dan suhu
7.        Untuk pasien medical bedah dapatkan riwayat pribadi dan keluarga terhadap hipertemia maligna, kematian akibat ansietas atau demam pasca operasi,
8.        Mengajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia( misalnya, sengatan panas, dan keletihan karena panas)
9.        Mengajarkan indikasi keletihan karena panas dan tindakan kedaruratan yang diperlukan, sesuai dengan kebutuhan
10.    Mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat antisepiretik, sesuai dengan kebutuhan
11.    Mengguunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh, sesuai dengan kebutuhan
12.    Melepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar pakaian
13.    Menggunakan waslap dingin ( atau kantong es yang dibalut dengan pakaian ) pada aksila, kening, leher, dan lipat paha.
14.    Mengajarkan asupan cairan oral.
15.    Mengguunakan kipas yang berputar di ruangan pasien.
16.    Mengguunakan selimut pendingin
3
4-10-2011
10.00
10.30
11.00
11.15
11.45
12.00
13.00
14.00
1.         Menggunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian
2.         Meminta pasien untuk menilai nyeri/ ketidaknyamanan pada skala 0-10, dan skala yang didapt adalah skala 5
3.         Melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan nyeri, dan faktor prespitasinya
4.         Mengintruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurang nyeri tidak dapat dicapai
5.         Menginformasikan kepada pasien/ keluarga tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan saran koping
6.         Memberikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, seberapa lama akan berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
7.         Mengajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti : terapi music, relaksasi, terapi bermain, terapi aktivitas, kompres hangat/dingin, dan masase) sebelum, setelah dan jika memungkinkan, selama aktivitas yang menyakitkan, sebelum nyeri terjadi/ meningkat dan selama pengguanaan tindakan pengurangan nyeri yang lain
8.         Mengelola nyeri pascaoperasi awal dengan pemberian opiat yang terjadwal ( misalnya setiap 4 jam atau 36 jam ) atau PCA
9.         Melaporkan kepada dokter  tindakan berhasil
10.     Membantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan memenuhi kebutuhan rasa nyaman yang telah berhasil dilakukannya seperti, relaksasi atau kompres hangat/ dingin
11.     Membantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas daripada nyeri/ ketidaknyamanan dengan melakukan penalihan melalui televise, radio, tape, dan kunjungan
4
5-10-2011
07.00
07.30
08.00
08.30
09.00
09.15
09.45
10.00
10.15
11.00
13.00
1.        Menentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
2.         Mengetahui makanan kesukaan pasien
3.         Memantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
4.         Menimbang pasien pada interval yang tepat dengan hasil BB naik 0,5 kg
5.         Mengajarkan metode untuk perencanaan makan
6.         Mengajarkan pasien/ keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
7.         Mendiskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk pasien dengan ketidakadekuatan asupan protein atau jehilangan protein
8.         Merujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi
9.         Merujuk ke program gizi komunitas yang tepat jika pasien tidak dapat membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat
10.     Membuat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan/ketidaksukaan pasien, suhu makanan
11.     Menganjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan aktivitas pada lokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang per hari
12.     Menawarkan makanan porsi besar pada siang hari ketika nafsu makan tinggi
13.     Menciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (misalnya, pindahkan barang-barang yang tidak enak dipandang atau ekskresi)
5
1.         Mengkaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien setiap 3x sehari
2.         Menyelidiki dengan pasien tentang tekhnik yang telah dimiliki dan belum dimiliki
3.         Menyediakan informasi factual menyangkut diagnosis, perawatan, dan prognosis
4.         Mengintruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi
5.         Menjelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dirasakan selama prosedur
6.         Memberikan pengobatan untuk mengurangi ansietas sesuai dengan kebutuhan
7.         Memberi dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
8.         Membantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini.
9.         Meyakinkan kembali pasien dengan menyentuh, saling member empatik secara verbal dan nonverbal, dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi serta ijinkan pasien untuk menangis
VIII.            Evaluasi
Tgl/Jam
Diagnosa Keperawatan
EVALUASI
6-10-2011
08.00 WIB
Resiko tinggi infeksi b.d imunosupresi dan malnutrisi
S: Pasien mengatakan bahwa tubuhnya demam
O :
- Pembesaran kelenjar limfe sudah mulai kecil
-Suhu 37,8 C
-Nadi 95 x/mnt
A :REsiko infeksi mulai dapt diatasi
P : Lanjutkan intervensi aktivitas mandiri dan kolaboratif
6-10-2011
08.00 WIB
Hipertermia b.d ketidakefektifan termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
S:  Pasien mengatakan bahwa sudah tidak terlalu demam seperti waktu pertama datang
O:
-    Suhu tubuh 37,8 C
-    Nadi 95 x/mnt
RR 20x/mnt
A : Hipertermia dapt diatasi
P: Lanjutkan intervensi
6-10-2011
08.00 WIB
Nyeri b.d interupsi sel saraf
S:  Pasien mengatkan bahwa Nyeri sudah agak menghilang
Do:
-      Mata tidak  terlihat kuyu
-      Terkadang masih menarik napas panjang
Nyeri skala 5
A : Nyeri pasien muali mereda
P: Lanjutkan Intervensi
6-10-2011
08.00 WIB
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan kebutuhan metabolic dan penurunan absorbsi zat gizi
S:  Pasien mengatakan bahwa Nafsu makan bertambah
O:
-   Berat badan naik 0,5 kg
-   Badan tidak lagi terasa lemah
A: Nutrisi dalam tubuh mulai meningkat
P: Lanjutkan intervensi aktivitas mandiri, kolaboratif, dan pendidikan untuk orang tua
6-10-2011
08.00 WIB
Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatan
S:Pasien mengatakan bahwa tmulai mengerti tentang pengobatan dan terapinya
O:
-          Kegelisahan menghilang
-          Disstres tidak ada
-          Khawatir mereda
A: Ansietas pada pasien sudah tidak ada
P: Hentikan intervensi



BAB IV

PENUTUP

  1. Simpulan
    Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa Limfoma maligna, berlainan dengan leukemia, merupakan transformasi neoplastik sel yang terutama berada di jaringan limfoid. Dua farina utama limfoma maligna adalah limfoma non-Hodgkin dan penyakit Hodgkin. Walaupun kedua tumor ini menyebuk organ retikuloendotel, secara biologis dan klinis keduanya berbeda.
    Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum (maligna = ganas).
    Dalam kondisi normal, sel limfosit merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh. Sementara sel limfosit yang tidak normal (limfoma) bisa berkumpul di kelenjar getah bening dan menyebabkan pembengkakan. Sel limfosit ternyata tak cuma beredar di dalam pembuluh limfe, sel ini juga beredar ke seluruh tubuh di dalam pembuluh darah karena itulah limfoma bisa juga timbul di luar kelenjar getah bening. Dalam hal ini, yang tersering adalah di limpa dan sumsum tulang. Selain itu, bisa juga timbul di organ lain seperti perut, hati, dan otak
    selain itu juga penulis telah mencantumkan etiologi, tanda gejala, klasifikasi, patofisiologi, terapi, pemeriksaan penunjang dan juga pada aplikasi asuhan keperawatan yang berdasarkan Nic noc.
  2. Saran
    Saran dari penulis unruk pembaca adalah agar pembaca memahami tentang penyakit limfoma maligna dan pengaplikasian pada asuhan keperwatan










DAFTAR PUSTAKA


www.jurnalnasional/limfoma/44356.com. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2009

Rohmah Nikmatur  dan Saiful Walid. 2009. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-ruzz media

Handayani, Wiwik.Andi sulistyo H. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar