BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Angka kematian ibu
merupakan salah satu indikasi yang menentukan derajat kesehatan suatu bangsa. Data
organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2007, memperkirakan bahwa setiap
tahun sejumlah 500 orang perempuan meninggal dunia akibat komplikasi kehamilan,
persalian dan nifas, fakta ini mendekati terjadinya 1 kematian setiap menit dan
diperkirakan 99% kematian tersebut terjadi di Negara-negara berkembang yang
tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup jika
dibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan Negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Prevalensi molahidatidosa lebih banyak ditemukan Negara Asia, afrika, dan
Amerika Latin. (Cuninngham. F.G. dkk, 2006, Martaadisoebrata. D, &
Sumapraja, 2002). Angka kejadian di Amerika Serikat adalah 1 kejadian dari
1.000 – 1.500 kehamilan, di Asia terjadi 2 dari 1000 kehamilan. Molahidatidosa
dapat terjadi pada wanita hamil yang berusia kurang dari 20 tahun dan berusia
antara 40 – 50 tahun. (American Cancer Society, Betel C, et al.,2006, Bugti QA, et al., 2005).
Di Indonesia
masalah ibu dan anak merupakan prioritas dalam upaya peningkatan status
kesehatan masyarakat, sesuai dengan target MDG’s 2015 (Millenium Development
Gold), Angka Kematian Ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Upaya kesehatan reproduksi salah
satunya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin.
Adapun penyebab langsung dari kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik
yaitu perdarahan, infeksi, toksemia gravidarum. Salah satu dari ketiga ketiga
faktor tersebut adalah perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat
kehamilan, persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada
kehamilan, bisa terjadi pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan
besar angka kejadiannya 3% pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan. Perdarahan yang terjadi pada awal kehamilan meliputi
abortus, mola hidatidosa dan kehamilan ektopik. Pada kehamilan lanjut antara
lain meliputi Solutio Plasenta dan Plasenta Previa. Dari kasus perdarahan
diatas ternyata didapatkan besar kasus paling tinggi adalah perdarahan pada
awal kehamilan yang dari salah satu perdarahan awal kehamilan tersebut terdapat
kehamilan mola hidatidosa.
Molahidatidosa adalah Tumor jinak
dari trofoblast dan merupakan kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus
korialis langka, vaskularisasi dan edematous, janin biasanya meninggal akan
tetapi villus-villus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus
menerus, sehingga gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umun
Mampu mengetahui asuhan keperawatan klien pada
kehamilan Mola Hidatidosa
1.2.2
Tujuan Khusus
1.
Mengetahui
kehamilan Mola Hidatidosa
2.
Mengetahui
penyebab, tanda dan gejala kehamilan Mola Hidatidosa
3.
Mengetahui
penatalaksanaan kehamilan Mola Hidatidosa
4.
Mengetahui asuhan keperawatan
pada kehamilan Mola Hidatidosa
BAB II
TELAAH LITERATUR
TELAAH LITERATUR
2.1
Tinjauan Teori
2.1.1
Pengertian
Mola Hidatidosa merupakan penyimpangan pertumbuhan dan
perkembangan kehamilan yang disertai janin dan seluruh vili korealis mengalami
perubahan hidropik (Manauba, 1998).
Kehamilan mola adalah suatu kehamilan yang ditandai
dengan hasil konsepsi yang tidak berkembang menjadi embrio setelah fetilisasi,
namun terjadi proliferasi dari vili karialis disertai dengan degenerasi hidropik.
Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi normal, tidak
dijumpai adanya janin, dan kavum uteri hanay terisi oleh jaringan seperti
rangkaian buah anggur, kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (Yulaikhah,
2008).
Mola Hidatidosa adalah perubahan
pertumbuhan embrionik dini yang menyebabkan gangguan pada plasenta, proliferasi
sel-sel abnormal yang cepat, dan penghancuran embrio (Stright, 2004).
Mola Hidatidosa ( MH ) merupakan salah satu tipe penyakit
trofoblas gestasional (Gestational Trophoblast Disease, GTD), yakni penyakit
berasal dari sel yang pada keadaan normal berkembang menjadi plasenta pada masa
kehamilan, meliputi berbagai penyakit yang berasal dari sel-sel trofoblast yang
diklasifikasikan World Health Organization sebagai mola hidatidosa parsial
(Partial Mola Hydatid, PMH), mola hidatidosa komplit ( Complete Mola Hydatid,
CMH), koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic tumors
(Simbolon, 2013).
Molahidatidosa dapat diklasifikasi yaitu :
a. Mola hidatidosa komplit
Pada molahidatidosa komplit tidak terdapat adanya tanda -
tanda embrio, tali pusat, ataupun membran. Mola hidatidosa komplit terjadi
akibat hasil dari fertilisasi oleh 1 atau 2 sel sperma terhadap sel telur yang
tidak memiliki DNA sehingga uterus tidak berisi jaringan fetus. Kematian
terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi plasenta. Villi korionik berubah
menjadi vesikel hidropik yang jernih dan
menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, seperti anggur.
Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.
b. Molahidatidosa parsial
Molahidatidosa parsial terbentuk dari fertilisasi sel ovum
oleh 2 sperma dengan karotipe triploid sehingga dapat ditemukannya jaringan
fetus yang tumbuh menjadi janin dan bertahan selam beberapa minggu. Tanda –
tanda adanya embrio, kantong janin dan kantong amnion dapat ditemukan karena
kematian terjadi sekitar minggu ke 8 atau 9. Hiperplasia trofoblas terjadi pada
lapisan sisitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar seperti mola komplit.
2.1.2
Penyebab, Tanda dan Gejala
Penyebab pasti
mola hidatidosa tidak diketahui. Faktor-faktor penyebab kehamilan ini, meliputi
(Yulaikhah, 2008)
:
1. Ovum: ovum sudah patologis sehingga mati, namun
terlambat dikeluarkan
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Gejala Klinis mola
hidatidosa tidak banyak perbedaan gejala seperti hamil muda, yaitu nek, mual,
muntah, pusing, hanya kadang-kadang berlangsung lebih hebat. Perkembangan hamil
selanjutnya menunjukkan pembesaran rahim yang pesat disertai pengeluaran hormon
semakin meningkat. Infiltrasi sel trofoblas yang merusak pembuluh darah
menimbulkan gejala pendarahan sedikit demi sedikit sampai pendarahan banyak dan
pengeluaran gelembung mola. Pengeluaran gelembung mola oleh masyarakat telah
dikenal dengan sebutan hamil anggur. Tinggi uteri pada penderita mola
hidatidosa dapat lebih tinggi dari umur kehamilan sebenarnya (Manauba, 1998).
Pada trimester 1 dan selama
trimester 2 terjadi perubahan seperti, perdarahan pervagina berwarna kecoklatan
yang disertai jaringan – jaringan seperti buah anggur, ukuran uterus membesar
lebih besar dari usia kehamilan, denyut jantung janin tidak ditemukan. Pada
perdarahan yang lama atau berkepanjangan akan terjadi anemia yang ditandai
dengan fatique dan sesak nafas, preeklampsia yang ditandai dengan
hipertensi dapat terjadi sebelum usia
kehamilan kurang dari 24 minggu, terbentuknya kista ovarium yang disebabkan
tingginya β-hCG perdarahan terutama pada CMH (Betel dkk, 2006)
2.1.3
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada Molahidatidosa ada tiga tahap
yaitu perbaikan keadaan umum ibu, pengeluaran jaringan mola dengan cara
Kuretase atau Histerektomi, dan pemeriksaan tindak lanjut yaitu follow up
selama 12 bulan, dengan mengukur kadar β-HCG dan mencegah kehamilan selama 1
tahun. Tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran
serial kadar β-HCG serum untuk mendeteksi Tumor Trofoblast Persisten.
Setelah didiagnosis mola hidatidosa ditegakkan,
kehamilan ini harus segera diakhiri karena sebagian (5%) dari kehamilan mola
akan berlanjut menjadi penyakit trofoblastik yang maligna kariokarsinoma.
Pelahiran dapat terjadi pada sebagian kasus, tetapi mungkin tidak lengkap.
Uterus harus dikosongkan dan pengosongan paling sering dilakukan dengan
tindakan kuretase issap secara
hati-hati. Histerektomi biasanya dilakukan kalau wanita tersebut berusia lebih
dari 40 tahun (Farren, 1999).
Suction
curettage adalah metode penanganan optimal untuk evakuasi
jaringan mola terutama bagi wanita yang masih ingin mempertahankan fungsi organ
reproduksinya. Tindakan ini juga memperkecil secara signifikan kemungkinan
terjadinya perdarahan hebat, infeksi dan resiko tertahannya residu jaringan
mola dibandingkan dengan metode induksi oksitosin maupun prostaglandin. Antigen
RhD yang ditemukan pada trofoblast diatasi dengan pemberian Rh immune
globulin pada pasien Rh negative bersamaan dengan tindakan kuretase.
Pasien-pasien yang tidak menginginkan kehamilan lagi dilakukan tindakan
histerektomi. Tindakan histerektomi sendiri tidaklah menutup kemungkinan
terjadinya metastase walaupun histerektomi sudah cukup untuk menghambat
perkembangan invasi lokalis. Monitoring kadar hormon β-hCG paska kuretase
sampai tidak terdeteksi selama 3 minggu atau 6 bulan berturut-turut sangat
dibutuhkan untuk memastikan tidak terjadinya persistent gestational
trophoblastic neoplasia (Simbolon, 2013)
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Ny.
X berusia 30 tahun dibawah keluarganya karena mengalami pendarahan. Klien
sudah6 hari mengalami pendarahan. Hasil pemeriksaan diadapatkan vulva tampak
kotor dan keluar cairan putih kekuningan serta berbau, darah yang keluar
disertai gelembung-gelembung cairan. Klien tampak lemah, mukosa bibir kering,
turgor kulit kering tidak elastis, pasien mengaku mual, muntah, tampak meringis
menahan nyeri. Pasien mengaku nyeri dibagian perutnya. Perdarahan 500 cc, TD
100/80 mmHg, RR 22x/menit, N 125x/menit, suhu 37ᵒ c, BB 55 kg. pasien juga
mengatakan pusing selama 2 hari. Usia kandungannya sudah 9 minggu. Selama
perdarahan pasien hanya berbaring di tempat tidur.
3.2 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Nama : Ny. X
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
3.1.2
Keluhan utama
Pasien dating ke Rumah Sakit dengan keluhan mengalami perdarahan disertai
gelembung berisi cairan.
3.1.3
Riwayat penyakit dahulu
-
3.1.4
Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh mengalami perdarahan disertai gelembung-gelemung berisi
sejak 6 hari, mual muntah, pusing sudah 3 hari, nyeri bagian perut.
3.1.5
Riwayat kesehatan keluarga
-
3.1.6
Riwayat Obstetri
a.
Riwayat menstruasi
Menstruasi pertama usia 14
tahun, siklus menstruasi teratur 28 hari, setiap kali menstruasi selama 6 hari.
Hari pertama haid terakhir tanggal 4
2016, sebelumnya tidak mengalami perdarahan , pada tanggal 2 september
mengalami perdarahan sampai saat ini dan baru di bawa kerumah sakit pada
tanggal 10 september 2016.
b.
Riwayat kehamilan
Klien tidak pernah mengalami
penyakit seperti sekarang, selama hamil
anak 1, dan baru kehamilan anak ke 2 mengalami perdarahan.
3.1.7
Pola kesehatan
a.
Pola aktivitas dan latihan : Klien seorang
ibu rumah tangga, setiap hari melakukan pekerjaan rumah dan waktu istirahat
sedikit. Klien merasakan nyeri pada bagian perut bawahnya, nyeri bertambah
berat ketika bergerak.
b.
Tidur dan istirahat : Klien tidur selama
6- 8 jam. Saat
sakit klien mengalami gangguan tidur karena nyeri yang dirasakan.
c.
Nyaman dan nyeri : Klien Mengalami nyeri
dibagian perut bawahnya dan perdarahan, nyeri yang hebat membuat klien tidak
bisa tidur.
d.
Pola nutrisi : Klien mengalami gangguan
nafsu makan, karena setiap kali makan dan minum klien selalu muntah.
e.
Cairan elektrolit : Mukosa bibir klien
kering, turgor kulit tidak elastis.
f.
Oksigenasi : Klien tidak mengalami sesak
nafas.
g.
Eliminasi urin : Klien BAK 6-7 kali dalam sehari, warna kuning bercampur
darah, tidak nyeri saat BAK, dilakuakn secara mandiri.
h.
Eliminasi fekal : Klien melakukan
eleminasi fekal 1 kali sehari, namun saat sakit klien tidak BAB sama sekali.
i.
Sensori, persepsi, dan kognitif : Klien tidak mengalami gangguan penglihatan,
ketajaman visus baik, Klien tidak mengalami gangguan pendengaran, tidak
mengalami gangguan penciuman maupun pengecapan.
3.1.8
Pemeriksaan fisik
Keadaan
umum : tampak meringis kesakitan memengang perutnya, pucat
Kesadaran
klien : composmentis dengan GCS 15,
Tanda
– tanda viital
TD
: 100/80,
RR : 22x/menit,
N : 125x/menit,
suhu : 37 ○ c.
BB
: 55 kg
a.
Kepala :
Inspeksi
: tampak simetris, rambut bersih, tidak ada lesi, konjungtiva anemis, sclera
tidak ikterik, hidung normal, tidak terlihat adanya sektum deviasi, epiktaksis.
telinga simetris. Wajah pucat, mukosa bibir kering.
b. Leher
:
Inspeksi
: Leher terlihat normal tidak terlihat adanya kaku kuduk, tenggorokan normal.
Palpasi
: Tidak teraba pembesaran tonsil dan nyeri telan, tidak teraba adanya
pembesaran tiroid.
c. Dada
:
Inspeksi
: Bentuk dada simetris, tidak terdapat adanya bantuan otot pernafasan.
Palpasi
: Fremitus kanan dan kiri sama, tidak terdapat nyeri tekan.
Auskultasi
: Suara nafas normal, Tidak terdengar suara nafas tambahan.
Perkusi
: Terdengar suara sonor.
d. Abdomen
:
Terdapat
nyeri tekan di perut, saat di auskultasi terdengar wising usus, dan peristaltik
15x/menit.
e.
Genetalia :
Vulva
tampak kotor, terdapat peradarahan pervagina.
f.
Kulit:
Turgor
kulit kering tidak elastis, tidak terdapat lesi, tidak terdapat tanda alergi.
g.
Rektum
Rektum
bersih tidak ada infeksi.
3.3
Diagnosa
/ Analisa data
No
|
Hari/ tanggal/ jam
|
Data Penunjang
|
Etiologi
|
Masalah
|
Paraf
|
1
|
Ds :
pasien mengatakan mengalami perdarahan sejak 6 hari
Do :
a. Vulva tampak kotor
b. Keluar cairan putih kekuningan serta berbau
c. Darah yang keluar disertai gelembung-gelembung
cairan
d. TD : 100/80 mmHg
e. Pucat
f.
Lemah
|
Abortus
Perdarahan yang terus menerus
Kehilangan volume darah
Resiko tinggi syok
hipovelemik
|
Resiko tinggi syok
hipovelemik
|
||
2
|
Ds : pasien mengatakan
mengalami perdarahan sejak 6 hari
Pasien mengaku mual dan
muntah
Do :
a.
Mukosa bibir kering
b.
Turgor kulit kering tidak elastis
c.
Pasien tampak lemah
|
Hiperemesis
Kehilangan cairan berlebih
Dehidrasi
Kehilangan volume cairan
|
Kekurangan volume cairan
|
||
3
|
Ds : pasien mengaku nyeri
dibagian perutnya
Do :
a.
Pasien tampak meringis menahan nyeri
b.
Pasien tampak lemah
c.
N : 22x/menit
d.
RR : 125x/menit
|
Jonjot-jonjot korio bermestatase
Terdapat ulkus divagina
Perlukaan jalan lahir
Nyeri akut
|
Nyeri akut
|
3.4 Intervensi
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan dan kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Resiko tinggi syok
hipovelemik
|
Setelah dilakukan perawatan
2x24 jam syok dapat teratasi
Kriteria hasil :
a.
Perdarahan berkurang
b.
TTV normal
c.
TD normal
|
1.
Monitor
status sirkulasi, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung.
2.
Monitor
input dan output.
3.
Berikan
cairan Iv atau oral yang tepat.
4.
Ajarkan
pasien dan keluarga tanda dan gejala datangya syok.
|
1. Mengetahui tanda syok hipovelemik
2. Menjaga keseimbangan cairan selama perdarahan.
3. Membantu mengangti cairan yang hilang selam
perdarahan.
4. Mengantisipasi terjadinya syok berulang
|
2
|
Kekurangan volume cairan
|
Setelah dilakukan perawtan
selama 2x24 jam dehidrasi teratasi
Kriteria hasil :
a. TTV dalam batas normal
b. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
c. elastisitas turgor kulit
baik
d. Membran mukosa lembab
|
1.
Monitor
status hidrasi
2.
Monitor
TTV
3.
Monitor
masukan cairan
4.
Monitor
intake dan output cairan
5.
Kolaborasi
pemberian cairan IV
6.
Persiapkan
transfusi
|
1.
mengetahui
status dehidrasi
2.
Mengetahui
tanda pendarahan
3.
Mengetahui
keseimbangan cairan
4.
Menghindari
terjadinya dehidrasi kembali
5.
Mempertahankan
cairan dan elektrolit
|
3
|
Nyeri akut
|
Setelah dilakukan perawatan
2x24 jam pasien mampu mengontrol nyeri
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Nyeri berkurang
c.
|
1.
Kaji
skala nyeri.
2.
Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu, ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan.
3.
Kaji
tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
4.
Observasi
aspek nonverbal dari ketidak nyamanan.
5.
Kolaborasi
pemberian analgetik.
|
1. Mengetahui skala nyeri yang dialami pasien.
2. Membantu mengurangi nyeri,.
3. Membantu menentukan intervensi yang tepat untuk
jenis nyeri.
4. Mengetahui skala nyeri, misalkan dari ekspresi
wajah.
5. Membantu mengurangi nyeri.
|
3.5 Implementasi
No.
|
Diagnosa
|
Hari/tanggal/jam
|
Implementasi
|
paraf
|
1
|
Resiko tinggi syok
hipovelemik
|
1.
Memonitor
status sirkulasi, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung.
2.
Memonitor
input dan output.
3.
Memberikan
cairan Iv atau oral yang tepat.
4.
Mengajarkan
pasien dan keluarga tanda dan gejala datangya syok
|
||
2
|
Kekurangan volume cairan
|
1.
memonitor
status dehidrasi
2.
memonitor
TTV
3.
memonitor
masukan cairan
4.
memonitor
intake dan output cairan
5.
memberikan
cairan IV
6.
mempersiapkan
transfuse
|
||
3
|
Nyeri akut
|
1.
Mengkaji
skala nyeri.
2.
Mengontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu, ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan.
3.
Mengkaji
tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
4.
Mengobservasi
aspek nonverbal dari ketidak nyamanan.
5.
Berkolaborasi
pemberian analgetik.
|
3.6 Evaluasi
No.
|
Hari/tanggal/jam
|
no. diagnose
|
Evaluasi
|
paraf
|
1
|
1
|
S : pasien mengatakan darah yang keluar lebih
sedikit
O :
a.
Darah
yang keluar tidak terlalu banyak
b.
Vulva
tidak tampak terlalu kotor
c.
Gelembung-gelembung
cairan sudah tidak keluar lagi
A : masalah teratasi
P
: lanjutkan intervensi
|
||
2
|
2
|
S :Pasien mengatakan sudah
tidak mual dan muntah saat makan
O :
a. Mukosa bibir kembali
normal
b. Turgor kulit kembali
elastis
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
|
||
3
|
3
|
S : pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang
O :
a.
Pasien tidak tampak meringis kesakitan lagi
b.
Pasien sudah tidak memagangi perutnya lagi
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi
|
BAB IV
SIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Mola hidatidosa
adalah penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan disertai janin dan
seluruh vili korealis mengalami perubahan hidro. Gejala klinis yang ditampakkan
pada kehamilan ini sama dengan kehamilan normal. Perkembangan hamil selanjutnya
menunjukkan pembesaran rahim yang pesat disertai pengeluaran hormon semakin
meningkat. Infiltrasi sel trofoblas yang merusak pembuluh darah menimbulkan
gejala pendarahan sedikit demi sedikit sampai pendarahan banyak dan pengeluaran
gelembung mola. Penyebabnya yaitu ovnamun terlambat dikeluarkan, immunoselektif
dan trofoblas, paritas tinggi, kekurangan protein. Pada wanita yang mengalami
mola hidatidosa ini sering mengalami mual dan muntah karena produksi Hcg yang
tinggi. Pendarahan yang abnormal dapat menyebabkan infeksi pada kandungan usia
muda. Resiko infeksi harus segera ditangani untuk demi kesesalamatan kandungan.
3.2 Saran
Kepada ibu hamil
disarankan untuk selalu melakukan pemeriksaan kandungan. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala patologis yang sering terjadi saat
sedang mengandung. Apabila terjadi gejala patologis, ibu harus segera
melaporkan kepada tenaga medis agar tidak terjadi hal-hal ang tidak diinginkan
terhadap kandungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Betel,
C. Atri, M. Dkk. 2006 Sonographic
Diagnosis of Gestational Trophoblastic Disease
and Comparison With Retained Products
of Conception. J Ultrasound Med:
Farren, H. 1999. Perawatan
Maternitas. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Gloria, M. Bulechek. Dkk. 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC). Kidlington: Elsevier
Manauba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Simbolon, Y. W. 2013. Mola Hidatidosa: Laporan Kasus. [serial
online]. https://xa.yimg.com/kq/groups/81481944/2132130294/name/YW+Lapsus+mola+hidatidosa+Mentawai.pdf. [diakses pada 21 Februari 2017].
Stright, B. R. 2004. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Sue. Moorhead. Dkk. 2013. Nursing Outcame
Classification (NOC). Kidlington: Elsevier
Yulaikhah,
L. 2008. Kehamilan : Seri Asuhan
Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Water Hack Burns 2 lb of Fat OVERNIGHT
BalasHapusMore than 160000 women and men are losing weight with a easy and secret "liquids hack" to lose 1-2lbs every night while they sleep.
It is proven and works every time.
This is how to do it yourself:
1) Hold a clear glass and fill it with water half glass
2) Now learn this strange HACK
so you'll become 1-2lbs skinnier the very next day!