2.1 Anatomi Fisiologi Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya.
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular, merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan merah pada hiperemia.
Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang paling vital dari retina. Makula merupakan bagian dari retina yang memungkinkan mata melihat detil-detil halus pada pusat lapang pandang.
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
2.2 Definisi
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991)
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
2.3 Klasifikasi
Dikenal 3 bentuk ablasi retina:
2.3.1 Ablasi Retina Regmatogenosa
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa. Pada ablasi retina regmatogenosa maka ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca air (fluid vitreous)yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior.
2.3.2 Ablasi Retina Eksudatif / Serosa & Hemoragik
Ablasio retina serosa dan hemoragik dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau traksi vitreo-retina.
Ablasi retina eksudatif adalah ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Penyakit degenerative, inflamasi, dan infeksi yang terbatas di makula. Termasuk neovaskularisasi subretina yang disebabkan oleh bermacam-macam hal.
2.3.3 Ablasi Retina Tarikan atau Traksi
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua. Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferatif, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
Gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya disebabkan oleh adanya membrane vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri dari fibroblas dan sel glia atau sel epitel pigmen retina. Pada ablasio retina akibat traksi pada diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik jaringan fibrovaskular dan retina di bawahnya kea rah anterior menuju dasar korpus vitreum. Pada awalnya, pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangansehingga kelainan mengakibatkan retina midperifer dan makula.
2.4 Etiologi
Mata yang berbakat untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia terjadi pada tahun pertama, dan trauma atau penggunaan fisik yang kuat dan mendadak akan menyebakan robekan retina.
Komplikasi Diabetes Melitus dan Peradangan yang terjadi pada mata juga dapat mengakibatkan ablasio retina.
2.5 Manifestasi Klinis
Ablasi retina akan memberikan gejala terdapatnya:
1. gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup.
2. Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya(fotopsia) / light flashes atau keduanya
3. Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
4. Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
5. Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa adanya keterlibatan makula
2.5.1 Retina lepas dengan robekan (rhegmatogenous)
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan peninggian retina umumnya mulai dari perifer dan dapat mencapai posterior pole dengan cairan di bawah retina.
b. Retina (yang lepas) tampak bergelombang (rugae), kadang ditemukan perdarahan vitreus. Di vitreus ditemukan sel pigmen retina, tanda utama adalah robekan retina dengan cairan di bawahnya.
c. Umumnya disertai dengan penurunan tekanan intraokuler.
d. Terkadang ditemukan afferent pupillary defect (APD).
e. Pada yang kronis sering ditemukan pigmen epitel retina berbentuk garis lurus (demarcation line) membatasi antara daerah retina yang lepas dengan yang masih melekat, atau pada yang berat ditemukan fibrosis vitreus berat (proliferative vitreo-retinopathy) hingga perlekatan retina hebat (star fold, napkins ring, fixed folds, subretinal bands).
2.5.2 Retina lepas akibat cairan serous di bawah retina tanpa robekan (exudative)
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan retina lepas dengan bentuk permukaan relatif mulus disertai cairan di bawah retina.
b. Tidak ditemukan robekan retina.
c. Cairan subretina biasanya bullous dengan bentuk retina lepas sesuai dengan posture atau posisi tubuh, prinsipnya adalah cairan mencari tempat yang paling rendah.
d. Pemeriksaan APD (afferent pupillary defect) mungkin ditemukan.
2.5.3 Retina lepas karena tarikan akibat fibrosis vitreus seperti pada proliferative diabetic retinopathy (PDR), retinopathy of prematurity (tractional detachment). Disebut juga tractional
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan retina lepas, umumnya tidak terlalu tinggi kecuali pada riwayat neonatus prematur.
b. Retina yang lepas berhubungan dengan traksi atau fibrosis yang terjadi di dalam vitreus, dengan detachmnet yang paling tinggi di tempat perlekatan traksi/fibrosis.
c. Terkadang disertai dengan robekan retina akibat tarikan traksi/fibrosis.
d. Tanda lainnya dapat ditemukan sesuai dengan penyakit penyerta atau yang mendasari.
2.6 Pemerikasaan Diagnostik
2.6.1 Pemeriksaan oftalmologi
a. Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
b. Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.
Pemeriksaan lapang pandangan dapat dilakukan dengan:
1. Pemeriksaan konfrontasi, yaitu pemeriksaan dengan melakukan perbandingan lapang pandangan pasien dengan si pemeriksa sendiri.
2. Pemeriksaan perimeter atau kampimetri.
Lapang pandangan normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat ke bawah.
c. Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.
2.6.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
b. Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
c. Scleral indentation
d. Goldmann triple-mirror
e. Indirect slit lamp biomicroscopy
f. Tes refraksi
g. Respon refleks pupil
h. Gangguan pengenalan warna
i. Tekanan intraokuler,
Hasil Pemeriksaan:
1. Visus atau salah satu posisi lapang pandang memburuk.
2. Fundus refleks hilang
3. Retina terangkat, terlihat abu-abu, bergoyang-goyang.
4. Terkdang robekan retina berwarna merah dapat terlihat langsung pada
pemeriksaan funduskopi.
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Kolaborasi Intervensi Bedah
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:
1. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Pasien harus mempertahankan posisi kepala selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina. Keuntungan dari tindakan ini adalah pasien tidak perlu dirawat inap dan mencegah komplikasi yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan prosedur buckling. Kerugiannya adalah kepala pasien harus dalam posisi tertentu dalam 7 – 10 hari, dan mempunyai tingkat keberhasilan lebih rendah dibandingkan dengan skleral buckle.
2. Scleral buckle ( pelibatan Sklera )
Operasi jenis ini sampai sekarang masih merupakan pilihan untuk ablasi tipe regmatogenosa, terutama jika tidak ada komplikasi. Buckle biasanya berupa silicon berbentuk spons atau padat tergantung dari lokasi dan jumlah robekan retina.Silikon tersebut dipasangkan melingkari bola mata dengan tujuan membentuk cekukan kedalam pada dinding bola mata untuk menutupi rongga yang terjadi akibat robeknya retina.Jika robekan telah tertutup, maka cairan dalam retina akan menghilang secara spontan dalam jangka waktu 1 – 2 hari.Prosedur ini lebih sering dilakukan dengan anestesi lokal dan pasca operasi pasien tidak harus dalam posisi tertentu pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa kecuali aktivitas yang dapat melukai kepala.
3. Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus(perdarahan viterus) atau hemoragik vitreus.Pada dasarnya vitrektomi merupakan tindakan pengeluaran cairan vitreus kemudian digantikan dengan gas khusus yaitu SFG ( Sulfoheksafliurid). Secara perlahan gas tersebut akan diserap dan digantikan kembali dengan cairan yang diproduksi oleh mata itu sendiri. Cara pelaksanaan vitrektomi yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrument ke dalam rongga viteus,setelah instrument di masukkan viterus di pindahkan dengan menggunakan vitreus culter kemudian dilanjutkan dengan teknik sayatan tractional bands dan air fluid exchange yakni memasukkan cairan silikon untuk menempelkan kembali retina. Pada operasi vitrektomi kepala pasien harus berada dalam posisi tertentu untuk menjaga agar retina tetap menempel.Terkadang vitrektomi dapat dilakukan bersamaan dengan pemasangan sklera buckle.
Operasi-operasi tersebut diatas bisa dilakukan dengan menggunakan bius lokal maupun general, tergantung pada kesehatan penderita dan waktu yang diperkirakan diperlukan untuk merekatkan kembali retina.Pada penderita dengan lepasnya retina sederhana biasanya soudah dibolehkan berjalan sehari setelah operasi dan tidak perlu rawat inap di rumah sakit.Tetapi setelah pulang pasien memerlukan salep dan obat tetes untuk merawat mata pasca pembedahan,dan terkadang diperlukan kacamata atau lensa kontak bila setalah pembedahan retina ternyata penglihatan terganggu.
Bila retina robek tetapi belum lepas, maka lepasnya retina itu dapat dicegah dengan tindakan laser atau menggunakan tindakan kriopeksi.
1. Laser
Pembedahan laser digunakan untuk menutup lubang atau robekan pada retina yang biasanya ditemukan sebelum terjadinya ablasio.Sinar laser yang digunakan adalah yang mampu menciptakan lingkungan yang terbakar pada retina, Laser akan menempatkan luka bakar kecil di sekeliling pinggir robekan. Luka bakar ini akan menimbulkan jaringan parut yang mengikat pinggiran robekan dan mencegah cairan lewat dan berkumpul di bawah retina.
2. Kriopeksi
Kriopeksi merupakan teknik membekukan dinding bagian belakang mata yang terletak di belakang robekan retina.Cara kerja kriopeksi yaitu dapat merangsang pembentukan jaringan parut dan merekatkan pinggir robekan retina dengan dinding belakang bola mata. Teknik ini digunakan bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara dan kepala dipertahankan pada posisi tertentu untuk mencegah penimbunan kembali cairan di belakang retina. Kriopeksi biasanya dilakukan pada pasien berobat jalan dan hanya memerlukan pembiusan local pada mata.
Penempelan kembali retina yang sukses, terdiri dari penempelan robekan retina, dan pencegahan agar retina tidak tertarik lepas lagi.
2.7.2 Perawatan Preoperasi
Klien mungkin mengalami kecemasan atau ketakutan. Perawt perlu memberikan informasi secara akurat dan tenangkan hati klien untuk mengurangi kecemasan klien.
2.7.3 Perawatan Postoperasi
Tanda vital dan TIO. Pemantauan tanda vital perlu dilakukan tiap 15-30 menit (atau sesuai kebijakan rumah sakit) sampai kondisi klien stabil. Monitor TIO minimal 24 jam secara ketat.
Perawatan mata. Adanya drainase, harus segera dilaporkan pada ofthalmologist. Balutan tidak boleh dilepas tanpa order khusus. Kedua mata dibalut selama 5-6 hari dan setelah boleh dilepas balutan mata diganti minimal 1 kali sehari. Bantu aktivitas sehari – hari klien untuk mencegah hentakan atau pergerakan kepala yang berlebihan. Berikan kompres dingin untuk mengurangi bengkak dan memberikan kenyamanan.
Visus tidak dapat kembali dengan segera karena pembengkakan post op dan efek dilatasi tetes mata. Visus meningkat bertahap dalam beberapa minggu samapi bulan. Jelaskan pada klien agar membatasi membaca dan menulis untuk mencegah pergerakan mata yang berlebihan.
Posisi dan aktivitas klien. Posisi dan tingkat yang diizinkan setelah pembedahan diberikan oleh dokter. Kepala diposisikan sedemikian rupa sehingga daerah yang diperbaiki menggantung, mencegah dorongan gravitasi merusak daerah operasi. Jika gas (sulfaheksafluorid) digunakan untuk membantu penyatuan retina kembali, maka klien diatur dalam posisi yang memungkinkan gas mengangkat retina. Pembatasan aktivitas yang sama juga dilakukan pada klien yang menggunakan minyak silikon. Memposisikanklien pada abdomen dengan kepala menoleh ke arah mata yang dioperasi sering dianjurkan, sehingga klien berbaring dengan mata yang tidak dioperasi berada dibawah. Posisi ini dipertahankan beberapa hari sampai gas diabsorpsi. Hindari gerakan menghentakkan kepala ( menyisir rambut, membungkuk, mengejan, bersin, batuk, muntah ) dan batasi aktivitas yang berlebihan hingga tercapai penyembuhan. Perawat perlu membantu aktivitas sehari-hari klien untuk mencegah hentakan atau pergerakan kepala yang berlebihan.
Medikasi. Klien kadang memerlukan antiemetik atau obat batuk yang yang dianjurkan serta laksatif (jika perlu).
Nyeri. Klien mungkin mengalami nyeri pascaoperasi. Analgesik seperti meperidi atau asetaminofen dan kodein biasanya diresepkan. Tindakan non-farmakologis seperti distraksi atau imajinasi terbimbing dapat dilakukan pada kondisi ini. Peningkatan nyeri secara mendadak atau nyeri yang disertainausea mungkin merupakan indikasi berkembangnya komplikasi dan harus dilaporkan pada dokter mata.
2.8 Komplikasi
a. Komplikasi awal setelah pembedahan
Peningkatan TIO
Glaukoma
Infeksi
Ablasio koroid
Kegagalan pelekatan retina
Ablasio retina berulang
b. Komplikasi lanjut
Infeksi
Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
Diplopia
Kesalahan refraksi
astigmatisme (tidak mampu memfokuskan cahaya.
2.9 Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka robekan l yang ebih luas pada vitreus dapat dicegah .Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.
Korpus vitreum yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan retina menyebabkan tidak semua retina yang terlepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun penglihatannya dan akhirnya menjadi buta.
2.10 Web of Caution
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
Kaji faktor resiko penyakit afakia, meningkatnya umur, degenerasi vitreoretina dan miopia. Klien yang mengeluhkan penurunan visus mendadak harus dievaluasi segera. Kaji situasi ketika klien pertama kali mengeluhkan penurunan visus. Kaji riwayat okuler dan kondisi medis sebelumnya, catat riwayat operasi mata atau cedera mata. Kaji apakah gejala terjadi pada satu atau kedua mata, lamanya waktu sejak timbulnya gejala, keparahan gejala dan hal-hal yang mengurangi atau memperburuk gejala. Timbulnya ablasio retina biasanya mendadak dan tidak nyeri karena tidak ada serabut nyeri yang terletak pada retina (Ignatavicius D, 1991). Klien sering mengeluh melihat sinar kilat atau titik-titik hitam di depan mata yang terkena. Selama fase awal atau ablasio retina parsial, klien mengeluhkan sensasi adanya tabir menutupi bagian lapang pandang. Hilangnya lapang pandang tergantung area lepasnya retina.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan data yang berkaitan dengan manifestasi klinis dan diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik.
3.1.3 Pengkajian Psikososial
Klien dengan ancaman gangguan penglihatan dapat mengalami kecemasan. Kecemasan yang berat akan merusak kemampuan klien untuk memproses informasi baru. Catat postur, sikap dan pola bicara klien. Klien yang cemas akan menunjukan kebingungan, perubahan topik yang sering dan menanyakan informasi secara berulang. Klien cemas juga dapat mengalami salah interpretasi informasi. Mereka mungkin hanya mendengar sebagian dari apa yang dibicarakan dan menerima keterangan yang diberikan dngan lambat. Kaji juga kemampuan aktivitas sehari-hari klien.
3.1.4 Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS :
1. Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang
2. Pasien sering mengeluh adanya titik-titik hitam (floater)
3. Pasien mengatakan jika dirinya memiliki riwayat kesehatan rabun dekat 4 dioptri
DO :
1. Miopi (rabun jauh)
2. Adanya robekan pada retina (pemeriksaan fundudkopi)
Miopia
Ukuran anteroposterior mata membesar
Mendesak Retina
Lapisan retina robek
Lapisan retina lepas dari lapisan berpigmen
Cahaya yang
masuk tidak
bisa ditangkap
retina
Robekan retina dan sel – sel darah merah mengapung di sekitar vitreus
Hilangnya lapang pandang
Floater
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual Perubahan Sensori Preseptual
2. DS :
1. Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya (Fotopsia)
2. Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat kesehatan diabetic neuropati
3. Pasien mengeluh sering melihat titik-titik hitam (Floater)
DO :
1. Diabetic retinopathy
2. Didapatkan jaringan fibrous pada vitreus.
3. Robekan retina dan sel-sel darah merah mengapung di daerah viterus (pemerikasaan funduskopi)
Diabetic Retinopaty
Jaringan fibrosis pada vitreus menarik lapisan retina sampai terlepas dari lapisan pigmennya
Fotopsia (timbul kilatan cahaya)
Lapisan retina robek dan kapiler darah terputus
Robekan retina dan sel darah merah mengapung pada ruang vitreus.(floater).
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual
Perubahan Sensori Preseptual
3. DS :
1. Pasien mengatakan memiliki riwayat kesehatan Diabetes mellitus
2. Pasien mengeluh pandangannya sering kabur
3. Pasien mengeluk adanya kilatan cahaya dan titik-titik hitam pada pandangannya
DO :
1. LDL > 220
2. Ditemukan robekan retina dan sel-sel darah mengapung pada ruang vitreus (pemeriksaan funduskopi) Diabetes mellitus
Kadar glukosa dalam darah meningkat
Viskositas darah meningkat
Aliran darah menuju ke mata menjadi terhambat
Mata kekurangan nutrisi terutama pada retina
Retina lepas dari lapisan berpigmen
dan kapiler darah terputus
Robekan retina dan sel darah merah mengapung pada ruang vitreus.(floater).
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual
Perubahan Sensori Preseptual
4. DS :
1. Pasien mengatakan rasa perih dan gatal-gatal pada mata
2. Pasien mengatakan sering keluar air dari mata
3. Pasien mengeluh pandangannya kabur
DO :
1. Pasien menderita uveitis kronis
2. Adanya robekan retina pada ruang vitreus (pemeriksaan funduskopi) Uveitis
Akumulasi cairan akibat proses peradangan
Cairan mendesak pada ruang subretina
Retina lepas dari lapisan berpigmen
Hilangnya lapang pandang
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual
5. DS :
1. Pasien mengeluh pandangannya sering kabur
2. Pasien sering mengeluh melihat titik-titik hitam pada pandangannya (floater)
3. Pasien mengeluh melihat kilatan cahaya dalam pandangannya.
4. Pasien mengatakan khawatir dengan keadaanya
DO :
1. Pemerikasaan funduskopi : adanya robekan retina dan sel –sel darah mengapung di ruang vitreus
2. Penurunan visus
3. Pasien terlihat cemas
4. Pasien menanyakan informasi secara berulang. Lepasnya retina dari lapisan berpigmen
Penurunan visus
Hilangnya lapang pandang
Hilangnya penglihatan mendadak
ancaman terhadap konsep diri serta ancaman terhadap perubahan peran dan fungsi.
Menimbulkan kecemasan Cemas / Ansietas
5. DS :
1. Pasien mengeluh pandangannya menjadi kabur
2. Pasien mengatakan tidak dapat beraktivitas secara optimal
DO :
1. Penurunan visus
2. Lepasnya retina dari sel berpigmen Lepasnya retina dari lapisan berpigmen
Hilangnya lapang pandang dan kedalaman persepsi berkurang
Resiko cedera Resiko Cedera
6. DS :
1. Pasien meraskan nyeri pascaoperasi
DO : - Lepasnya retina dari lapisan berpigmen
Pembedahan (operasi)
Pascaoperasi
Timbul nyeri pada mata yang dioperasi Nyeri
3.2 Diagnosa dan Interverensi Keperawatan
1. Perubahan sensori perseptual(visual) yang berhubungan dengan kerusakan kemampuan memproses rangsangan visual.
Tujuan, Klien akan :
Mampu mempertahankan kemampuan untuk menerima rangsangan visual dan tidak mengalami kehilangan penglihatan lebih lanjut.
Intervensi :
• Anjurkan pasien untuk bedrest dengan satu atau kedua mata ditutup.
Rasional : untuk mempertahankan mata dalam keadaan istirahat untuk mencegah robekan lebih lanjut.
• Atur kepala agar rongga retina dalam posisi tidak menggantung.
Rasional : Gravitasi dapat membantu mencegah lapisan retina pertama lepas dari lapisan kedua.
• Kolaborasi untuk pembedahan.
2. Defisit perubahan diri yang berhubungan dengan pembatasan aktivitas.
Intervensi :
• Beritahu klien bahwa aktvitasnya sementara di batasi.
Rasional : mencegah robekan lebih lanjut.
• Bantu kebutuhan sehari hari klien.
Rasional: mengurangi resiko cedera lebih lanjut
• Letakkan call bell pada tempat yang mudah di jangkau. Rasional:Memudahkan pasien untuk meminta pertolongan
3. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan, hilangnya pandangan mendadak dan kemungkinan kegagalan mendapatkan pandangan kembali, ancaman terhadap konsep diri serta ancaman terhadap perubahan peran dan fungsi.
Tujuan klien akan :
Klien akan mengalami penurunan tingkat ansietas.
Intervensi :
• Berikan kesempatan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya.
Rasional : Mengurangi rasa cemas
• Walaupun kemungkinan pemulihan penglihatan tidak dapat dipastikan, klien dapat diyakinkan bahwa banyak robekan retina dapat diperbaiki dengan operasi.
Rasional :Memberikan dukungan moral untuk mengurangi beban stress
4. Resiko cedera yang berhubungan dengan berkurangnya penglihatan dan perubahan kedalaman persepsi.
Tujuan :
• Klien tidak mengalami cedera selama dalam perawatan.
Intervensi :
• Observasi ketajaman penglihatan klien.
Rasional: Mengetahui perkembangan keadaan mata.
• Beritahu klien bahwa kedalaman persepsi akan berubah dan bantu klien sesuai kebutuhan.
• Jauhkan benda benda berbahaya dari jangkauan klien
Rasional : mencegah terjadinya cedera karena keterbatasan lapang pandang.
• Bersihkan jalan yang dilewati klien dari benda-benda berbahaya jika klien sudah diperbolehkan beraktivitas.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan diri dan aktivitas rutin pre dan pasca operasi yang berhubungan dengan kurangnya informasi atau salah interpretasi informasi yang didapat sebelumnya.
Tujuan, klien akan :
• Menjelaskan penggunaan obat yang benar.
Rasional: Menghindari pasien defisit pengetahuan tentang penggunaan obat yang benar
• Menjelaskan tanda dan gejala robekan retina.
Rasional : Menghindari terjadinya trauma
• Aktivitas yang perlu dibatasi
Rasional : Menghindari terjadinya cedera
Intevensi:
• Usahakan aktivitas tetap dalam 2 minggu,jangan mengangkat yang berat atau aktivitas yang terlalu aktif selama enam minggu atau sesuai yang diintrusikan dokter.
• Periksa shampoo rambut yang diintruksikan oleh dokter.
Rasional :Menghindari bahan bahan shampoo yang dapat mengiritasi mata sehingga memperparah kondisi mata.
• Batasi membaca selama 3 minggu atau sesuai advis.
Rasional: mencegah robekan semakin luas.
• Beritahu klien cara menggunakan obat mata yang benar.
• Beritahu klien untuk lapor ke dokter mata jika ada gejalan robekan retina yang berlanjut atau kegagalan penyatuan retina pada klien pasca operasi (ditandai dengan melihat cahaya sperti kilat,titik-titik hitam didepan mata,penglihatan kabur/adanya “tabir”pada lapang pandang).
Rasional: Mencegah terjadinya komplikasi
• Beritahu klien untuk melakukan tinjauan lanjutan sesuai program.
6. Hambatan mobilitas yang berhubungan dengan kehilangan pandangan dan berada dlingkungan yang tidak dikenal.
Intevensi :
• Observasi tanda dan gejala disorientasi .
• Orientasikan klien pada lingkungan baru.
Rasional: mencegah klien agar tidak mengalami stress akibat lingkungan yang baru
• Letakkan barang yang dibutuhkan dalam jangkauan klien.
7. Nyeri yang berhubungan dengan manipulasi bedah pada jaringan.
Intevensi :
• Observasi tempat nyeri klien.
Rasional: mengobati nyeri pada posisi yang tepat dan mencegah terjadinya infeksi
• Ajarkan dan dorong klien untuk melakukan distraksi atau imajinasi terbimbing.
• Beritahu klien untuk melaporkan adanya peningkatan nyeri secara mendadak atau nyeri yang disertai nausea yang dapat merupakan indikasi berkembangnya komplikasi.
Rasional: mencegah komplikasi berlanjut
• Kolaborasi: Pemberian analgesic seperti meperidin atau asetaminofen.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar