Minggu, 06 Maret 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN RETINOBLASTOMA

I. ANATOMI FISIOLOGI RETINA

Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata, di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 – 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Di tengah makula lutea terdapat bercak mengkilap yang merupakan reflek fovea. Kira-kira 3 mm ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak melekuk dinamakan eksvakasi foali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.

Retina meluas ke depan hampir mencapai badan siliaris. Struktur ini tersusun dalam 10 lapisan dan mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), yang merupakan reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis neuron:

1. Sel bipolar

2. Sel ganglion

3. Sel horizontal

4. Sel amakrin

Karena lapisan saraf pada retina disatukan bersama-sama oleh sel-sel glia yang disebut sel muller. Tonjolan-tonjolan dari sel-sel ini membentuk membran pembatas dalam di permukaan dalam retina dan membran pembatas luar di lapisan reseptor.

Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:

1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

3. Lapis nukleus, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.

Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aseluler merupakan tempat sinaps sel tripolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.

Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia dan merah pada hyperemia.

Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subjektif retina seperti: tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapang pandangan. Pemeriksaan objektif adalah:

- Elektroretino-gram (ERG)

- Elektro-okulogram (EOG)

- Visual Evoked Respons (VER)

• Fungsi Retina

Fungsi retina pada dasarnya adalah menerima bayangan visual yang dikirim ke otak. Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung lebih banyak fotoreseptor kerucut daripada bagian perifer retina.

- Sel kerucut (cones) yang berjumlah 7 juta dan paling banyak di region fovea, berfungsi untuk sensasi yang nyata (penglihatan yang paling tajam) dan penglihatan warna.

- Sel batang (rods) untuk sensasi yang sama-samar pada waktu malam atau cahaya remang. Sel ini mengandung pigmen visual ungu yang disebut rhodopsin.

• Komponen-komponen Retina


II. PENGERTIAN

Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang tidak berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina pad anak.

40 % penderita retinoblastoma merupakan penyakit herediten. Retinoblastoma merupakan tumor yang bersifat autosomal dominan dan merupakan tumor embrional.

Sebagian besar penderita dengan retinoblastoma aktif ditemukan pada usia 3 tahun, sedang bila terdapat binokuler biasanya terdapat pada usia lebih muda atau 10 bulan.

Retinoblastoma dapat ditemukan dalam bentuk yang regresi terutama pada anak-anak.

Pada saat terakhir ini terlihat kenaikan jumlah anak menderita retinoblastoma di Indonesia. Kenaikan insiden tumor ini mungkin sekali akibat sudah meningkatnya penerangan akan tumor pada anak, sehingga prang tua penderita lebih cepat memeriksakan mata anaknya.



III. PENYEBAB

Retinoblastoma terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13g14. Bisa karena mutasi atau diturunkan.

Mutasi terjadi akibat perubahan pada rangkaian basa DNA. Peristiwa ini dapat timbul karena kesalahan replikasi, gerakan, atau perbaikan sel. Mutasi dalam sebuah sel benih akan ditransmisikan kepada turunan sel tersebut. Sejumlah faktor, termasuk virus, zat kimia, sinar ultraviolet, dan radiasi pengion, akan meningkatkan laju mutasi. Mutasi kerapkali mengenai sel somatic dan kemudian diteruskan kepada generasi sel berikutnya dalam suatu generasi.



IV. PATOFISIOLOGI

Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional, dapat terjadi unilateral (70 %) dan bilateral (30 %). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediten yang diwariskan melalui kromosom.

Massa tumor dapat tumbuh ke dalam vitreous (endofilik) dan tumbuh menembus keluar lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofilik). Kadang-kadang tumor berkembang difus.

Pertumbuhan endofilik lebih umum terjadi. Tumor endofilik timbul dari lapisan inti dalam lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion retina. Tipe eksofilik timbul dari lapisan inti luar dan dapat terlihat seperti ablasio retina yang solid.

Perluasan retina okuler ke dalam tumor vitreous dapat terjadi pada tipe endofilik dan dapat timbul sebaran metastase lewat spatium subretina atau melalui tumor vitreous. Selain itu tumor dapat meluas lewat infiltrasi pada lamina cribrosa langsung ke nervus optikus dengan perluasan ke lapisan koroid dapat ditemukan infiltrasi vena-vena pada daerah tersebut disertai metastasis hematogen ke tulang dan sumsung tulang.

Tumor mata ini, terbagi atas IV stadium, masing-masing:

• Stadium I: menunjukkan tumor masih terbatas pada retina (stadium tenang)

• Stadium II: tumor terbatas pada bola mata.

• Stadium III: terdapat perluasan ekstra okuler regional, baik yang melampaui ujung nervus optikus yang dipotong saat enuklasi.

• Stadium IV: ditemukan metastase jauh ke dalam otak.

Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan, sering terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma.



V. TANDA DAN GEJALA

1. Leukokoria merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan.

2. Tanda dini retinoblastoma adalah mata juling, mata merah atau terdapatnya warna iris yang tidak normal.

3. Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, di dalam bilik mata depan, uveitis, endoftalmitis, ataupun suatu panoftalmitis.

4. Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola mata.

5. Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.

6. Tajam penglihatan sangat menurun.

7. Nyeri

8. Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga badan kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan pembuluh darah di atasnya.



VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Ultrasonografi dan tomografi komputer dilakukan terutama untuk pasien dengan metastase ke luar misalnya dengan gejala proptosis bola mata.

- Elektroretino-gram (ERG), berguna untuk menilai kerusakan luas pada retina.

- Elektro-okulogram (EOG)

- Visual Evoked Respons (VER), berguna untuk mengetahui adanya perbedaan rangsangan yang sampai ke korteks sehingga dapat diketahui adanya gangguan rangsangan/penglihatan pada seseorang.



VII. PENATALAKSANAAN

Semua tujuan terapi adalah merusak tumor dan mempertahankan penglihatan yang memungkinkan tanpa membahayakan hidup. Terapi primer retinoblastoma unilateral biasanya enuklasi, kendatipun pada kasus-kasus tertentu, alternatif seperti krioterapi, fotokoagulan atau radiasi dapat dipertimbangkan.

• Bila tumor masih terbatas intraokuler, pengobatan dini mempunyai prognosis yang baik, tergantung dari letak, besar dan tebal.

• Pada tumor yang masih intraokuler dapat dilakukan krioterapi, fotokoagulasi laser, atau kombinasi sitostatik dan fotokoagulasi laser untuk mempertahankan visus.

• Pada tumor intraokuler yang sudah mencapai seluruh vitreous dan visus nol, dilakukan enuklasi.

• Bila tumor telah keluar bulbus okuli, tapi masih terbatas di rongga orbita, dilakukan kombinasi eksenterasi, radioterapi, dan kemoterapi.

Pasien harus terus dievaluasi seumur hidup karena 20 – 90 % pasien retinoblastoma bilateral akan menderita tumor ganas primer, terutama osteosarkoma.



VIII. PROGNOSIS

Tumor mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini dan intraokuler. Prognosis sangat buruk bila sudah tersebar ekstra ocular pada saat pemeriksaan pertama. Tumor dapat masuk ke dalam otak melalui saraf optik yang terkena infiltrasi sel tumor.



ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian

A. Pengkajian yang penting untuk retinoblastoma

1. Sejak kapan sakit mata dirasakan

Penting untuk mengetahui perkembangan penyakitnya, dan sejauhmana perhatian klien dan keluarganya terhadap masalah yang dialami. Retinoblastoma mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini.

2. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan

Trauma dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta pertolongan.

3. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya

Retinoblastoma bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom, protein yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma.

4. Apakah pasien merasakan adanya perubahan dalam matanya.

Retinoblastoma dapat menyebabkan bola mata menjadi besar.

5. Apakah ada keluhan lain yang menyertai

Keluhan sakit kepala merupakan keluhan paling sering diberikan oleh penderita. Adanya keluhan pada organ lain juga bisa diakibatkan oleh tumor yang bermetastase.

6. Penyakit mata sebelumnya

Kadang-kadang dengan mengetahui riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat menerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yang dikeluhkan penderita.

7. Penyakit lain yang sedang diderita

Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat pula memperburuk keadaan klien

8. Usia penderita

Dikenal beberapa jenis penyakit yang terjadi pada usia tertentu. Retinoblastoma umumnya ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun.

9. Riwayat Psikologi

a. Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang dialami pasien: cemas, takut, gelisah, sering menangis, sering bertanya.

b. Mekanisme koping

10. Pemeriksaan Fisik Umum

Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya keadaan umum yang dapat merupakan penyebab penyakit mata yang sedang diderita.

11. Pemeriksaan Khusus Mata

a. Pemeriksaan tajam penglihatan

Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata sehingga dapat merusak semua organ di mata yang menyebabkan tajam penglihatan sangat menurun.

b. Pemeriksaan gerakan bola mata

Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan dapat merusak saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV, dan VI maka akan menyebabkan mata juling.

c. Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal

Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, lensa dan pupil. Pada retinoblastoma didapatkan:

- Leukokoria

Yaitu reflek pupil yang berwarna putih.

- Hipopion

Yaitu terdapatnya nanah di bilik mata depan.

- Hifema

Yaitu terdapatnya darah di bilik mata depan

- Uveitis

d. Pemeriksaan Pupil

Leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan pada penderita dengan retinoblastoma.

e. Pemeriksaan funduskopi

Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papil saraf optik, dan retina. Refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang banyak dalam badan kaca.

f. Pemeriksaan tekanan bola mata

Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola mata meningkat.



B. Pengelompokan Data

• Data Subjektif

- Mengeluh nyeri pada mata

- Sulit melihat dengan jelas

- Mengeluh sakit kepala

- Merasa takut

• Data Objektif

- Mata juling (strabismus)

- Mata merah

- Bola mata besar

- Aktivitas kurang

- Tekanan bola mata meningkat

- Gelisah

- Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)

- Tajam penglihatan menurun

- Sering menangis

- Keluarga sering bertanya

- Ekspresi meringis

- Tak akurat mengikuti instruksi

- Keluarga nampak murung

- Keluarga nampak gelisah

- Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi



II. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses penyakitnya

(kompresi/dekstruksi jaringan saraf, inflamasi), ditandai dengan:

- Keluhan nyeri

- Aktivitas kurang (distraksi/perilaku berhati-hati)

- Gelisah (respons autonomik)

- Sering menangis

- Keluhan sakit kepala

- Ekspresi meringis

2. Gangguan persepsi sensorik penglihatan sehubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari organ penerima, ditandai dengan:

- Menurunnya ketajaman penglihatan

- Mata juling (strabismus)

- Mata merah

- Bola mata membesar

- Tekanan bola mata meningkat

- Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)

3. Gangguan rasa aman cemas, sehubungan dengan:

- Perubahan status kesehatan

- Adanya nyeri

- Kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan

Ditandai dengan:

- Merasa takut

- Gelisah

- Sering menangis

- Sering bertanya

4. Resiko tinggi cedera, sehubungan dengan keterbatasan lapang pandang yang ditandai dengan:

- Menurunnya ketajaman penglihatan

- Mata juling (strabismus)

- Tekanan bola mata meningkat

- Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)

5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit anaknya yang ditandai dengan:

- Tak akurat mengikuti instruksi

- Keluarga nampak murung

- Keluarga nampak gelisah

- Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn, E., et. al., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Ganong, William, F., 1998, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, EGC, Jakarta.

Mansjoer, A., et. al. 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Cetakan IV, Media Aekulapius. FK-UI, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar