BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batasan
Batasan dari karya tulis dengan judul Asuhan Kebidanan pada Ny. D dengan Persalinan Multi Gravida Letak Sungsang di RSU Mardi Waluyo Blitar, meliputi :
2.1.1 Asuhan
Asuhan adalah bantuan yang dilakukan oleh bidan kepada individu, pasien atau kliennya (Santoso IN, 1995:3)
2.1.2 Kebidanan
Kebidanan adalah sintesa dari ilmu pengetahuan dan ketrampilan, yakni kedokteran, keperawata dan kesehatan masyarakat, yang melaksanakan pelayanan kesehatan secara mandiri kepada ibu, bayi bari lahir dan anak, baik normal, keadaan rrsiko tinggi, patologis, atau keadaan – keadaan darurat, dengan dirujuk dan ditangani secara kolaborasi atau dibawah pengawasan dokter (Depkes RI, 1993 : 2).
2.1.3 Asuhan Kebidanan
Asuhan Kebidanan adalah aktifitas atau intervensi yang dilaksanakan oleh Bidan kepada kliennya yang mempunyai kebutuhan / permasalahan khususnya dalam bidang KIA / KB (Depkes RI, 1993 : 3).
2.1.4 Multi Gravida
Multi Gravida adalah seorang wanita yang hamil untuk kedua kali atau lebih (Varney, 2000 : 1).
2.1.5 Letak Sungsang
Letak sungsang adalah dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah cavum uteri (Sarwono P, 1992 : 606).
2.2 Konsep Dasar Persalinan Letak Sungsang
2.2.1 Pengertian
2.2.1.1 Persalinan
Persalinan adalah persalinan untuk melahirkan janin yang membujur dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah dimana bokong atau kaki akan dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota badan lainnya.
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin atau uri) yang telah cukup bulan atau hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 1998 : 157).
Bentuk Persalinan
Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut: (Manuaba,1998 : 157)
a. Persalinan spontan, bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan buatan, bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
c. Persalinan anjuran, bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
2.2.1.2 Letak Sungsang
Letak Sungsang adalah janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Rustam M, 1998:350).
Letak sungsang adalah letak membujur dimana kepala terletak di fundus uteri sedangkan bokong di atas simphisis (Manuaba, 1993 : 145).
2.2.2 Angka Kejadian
Letak sungsang terjadi dalam 3-4% dari persalinan yang ada. Terjadinya letak sungsang berkurang dengan bertambahnya umur kehamilan. Letak sungsang terjadi pada 25% dari persalinan yang terjadi sebelum umur kehamilan 28 minggu, terjadi pada 7% persalinan yang terjadi pada minggu ke 32 dan terjadi pada 1-3% persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm.2,3 Sebagai contoh, 3,5 persen dari 136.256 persalinan tunggal dari tahun 1990 sampai 1999 di Parkland Hospital merupakan letak sungsang.
Kejadian presentasi bokong ditemukan sekitar 3-4% dari seluruh persalinan tunggal. Presentasi bokong adalah suatu keadaan pada letak janin memanjang dimana presentasi bokong dengan atau tanpa kaki merupakan bagian terendahnya.
Angka kejadiannya adalah 3-4% dari seluruh kehamilan. Beberapa peneliti lain seperti Greenhill melaporkan kejadian persalinan presentasi bokong sebanyak 4-4,5%. Sedangkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang sendiri pada tahun 2003-2007 didapatkan persalinan presentasi bokong sebesar 8,63%.Angka morbiditas dan mortalitas perinatal pada presentasi bokong masih cukup tinggi. Angka kematian neonatal dini berkisar 9-25%, lebih tinggi dibandingkan pada presentasi kepala yang hanya 2,6%, atau tiga sampai lima kali dibandingkan janin presentasi kepala cukup bulan.
Dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas, baik pada ibu maupun bayi dengan kehamilan presentasi bokong, maka diupayakan beberapa usaha untuk menghindari terjadinya persalinan dengan bayi presentasi bokong, salah satu diantaranya adalah dengan cara knee-chest position.
Insidens presentasi bokong meningkat pada kehamilan ganda; 25% pada gemelli janin pertama, dan 50% pada janin kedua. Kehamilan muda juga berhubungan dengan meningkatnya kasus ini, 35% pada kehamilan kurang dari 28 minggu, 25% pada kehamilan 28-32 minggu, 20% pada kehamilan 32-34 minggu, 8% pada kehamilan 34-35 minggu, dan 2-3% setelah kehamilan 36 minggu.Adanya kehamilan presentasi bokong sering dihubungkan dengan meningkatnya kejadian beberapa komplikasi sebagai berikut: kesulitan yang meningkat dalam persalinan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal; mengakibatkan persalinan prematur, sehingga kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) meningkat; pertumbuhan janin terhambat (PJT); tali pusat menumbung; plasenta previa; anomali janin (hidrosefalus, anensefalus); anomali uterus ataupun tumor uterus (mioma uteri); kehamilan ganda; panggul sempit (contracted pelvis); multiparitas; hidramnion atau oligohidramnion; presentasi bokong sebelumnya.
2.2.3 Klasifikasi dan Frekuensi
2.2.3.1 Letak Bokong (Frank Breech)
Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong. Frekuensi 50-70%.
2.2.3.2 Letak sungsang Sempurna (complete breech)
Yaitu letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong (letak bokong kaki sempurna atau lopat kejang), frekuensinya 75%.
2.2.3.3 Letak Sungsang Tidak Sempurna (Incomplete Breech)
Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki ( incomplete or footling ) ( 10-30%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki. Selain bokong bagian terendah juga kaki dan lutut, terdiri dari :
Kedua kaki : Letak kaki sempurna
Satu kaki : Letak kaki tidak sempurna, frekuensi 24 %.
Ke dua lutut : Letak lutut sempurna
Satu lutut : Letak lutut tidak sempurna, frekuensi 1%.
2.2.4 Posisi bokong ditentukan oleh Sacrum, ada 4 posisi yaitu :
2.2.4.1 Sacrum kiri depan (Left Sacrum Anterior)
2.2.4.2 Sacrum Kanan Depan (Right Sacrum Anterior)
2.2.4.3 Sacrum Kiri Belakang (Left Sacrum Posrerior)
2.2.4.4 Sacrum Kanan Belakang (Right Sacrum Posterior)
2.2.5 Patofisiologi dan Etiologi
Faktor penyebab Letak Sungsang
2.2.5.1 Gerakan Janin yang bebas
Hal ini terjadi karena adanya hidramion, premature, gravida / multi gravida. Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Sedangkan pada hidramion dan drande multi ruangan yang ditempati janin menjadi lebih luas sehingga mekanisme di atas juga terjadi dan timbulah letak sungsang.
2.2.5.2 Gangguan akomodasi
Gangguan akomodasi dapat terjadi pada kelainan bentuk uterus. Adanya tumor rahim, gemuk, placenta pada corno dan adanya ekstensi tungkai janin.
2.2.5.3 Gangguan Fiksasi
Gangguan fiksasi kepala pintu atas panggul dapat terjadi karena adanya placenta privea, tumor panggul, kesempitan panggul, anencephalus dan hydrocephalus (Hanifa-Wiknyo-Sastro,1994;611).
2.2.6 Faktor Penyebab Tali Pusat menumbung
2.2.6.1 Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban masih banyak dan kepala anak relatif besar.
2.2.6.2 Hidramnion karena anak mudah bergerak.
2.2.6.3 Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas panggul.
Panggul sempit
Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
Faktor lain yang menjadi predisposisi terjadinya letak sungsang selain umur kehamilan termasuk diantaranya relaksasi uterus berkaitan dengan multiparitas, multi fetus, persalinan sungsang sebelumnya, kelainan uterus dan tumor pelvis. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus.
Fianu dan Vaclavinkova (1978) menemukan prevalensi lebih tinggi pada implantasi plasenta di daerah kornual-fundal pada letak lintang (73 %) dari presentasi vertex (5 %) dengan sonografi. Frekuensi terjadinya letak sungsang juga meningkat dengan adanya plesenta previa, tetapi hanya sejumlah kecil letak sungsang yang berhubungan dengan plasenta previa. Tidak ada hubungan yang kuat antara letak sungsang dengan pelvis yang menyempit (panggul sempit).
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat, yakni kepala, dan kepala teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan bahwa kehamilannya terasa lain daripada kehamilannya yang terdahulu, karena terasa penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus.
Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Apabila masih ada keragu-raguan, harus dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau M.R.I. ( Magnetic Resonance Imaging ).
Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan adanya sakrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada persalinan lama, bokong janin mengalami edema, sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka.
Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba disamping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempurna, hanya teraba satu kaki di samping bokong.
2.2.7.1 Anamnesa
Dari anamnesa data yang diperoleh berdasarkan keluhan ibu antara lain klien merasakan perut terasa lebih keras dibagian ulu hati, gerakan janin lebih banyak dirasakan dibawah , keluhan ibu kadang sesak nafas, ulu hati terasa sakit, perut terasa penuh, nafsu makan berkurang dan kadang muntah (Sarwono, 1993 : 609).
2.2.7.2 Pemeriksaan fisik dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Palpasi menurut Leopold
Leopold I : Kepala di fundus uteri
Leopold II : teraba punggung disatu sisi , bagian kecil di bagian lain.
Leopold III : Bokong terasa di bagian bawah rahim (Sumarto .R. 1999 : 59)
2. Auskultasi : Dari auskultasi bunyi janting janin biasanya terdengan paling keras pada daerah punggung. Anak sedikit di atas pusat (Sarwono.P. 1998 : 609).
2.2.8 Prognosis
2.2.8.1 Maternal / ibu
Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan lahir akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan after coming head lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptura uteri, laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan robekan perineum yang dalam. Anestesi yang memadai untuk menimbulkan relaksasi uterus yang nyata dapat pula mengakibatkan atonia uteri yang selanjutnya diikuti oleh perdarahan postpartum dari tempat implantasi plasenta. Meskipun demikian, secara umum prognosis bagi ibu yang bayinya dilahirkan dengan ekstraksi bokong bagaimanapun juga lebih baik bila dibandingkan pada tindakan seksio sesarea.
2.2.8.2 Bagi janin, prognosisnya kurang menguntungkan dan akan semakin serius dengan semakin tingginya bagian presentasi pada awal dilakukannya ekstraksi bokong. Di samping peningkatan risiko terjadinya ruptura tentorium dan perdarahan intraserebral, yang menyertai persalinan sungsang, angka mortalitas perinatal juga meningkat akibat semakin besarnya kemungkinan terjadinya trauma lain pada saat dilakukan ekstraksi. Lebih lanjut, prolapsus funikuli pada presentasi bokong tak lengkap jauh lebih sering dijumpai bila dibandingkan pada presentasi verteks, dan komplikasi ini selanjutnya akan memperburuk prognosis bagi bayi.
Fraktur humerus dan klavikula tidak selalu dapat dihindari ketika dilakukan pembebasan lengan, dan fraktur femur dapat terjadi dalam pelaksanaan ekstraksi bokong pada persalinan frank breech yang sulit.
Hematom otot sternokleidomastoideus kadang kala terjadi setelah tindakan ekstraksi, meskipun keadaan ini akan hilang spontan. Tetapi, beberapa permasalahan yang lebih serius dapat mengikuti separasi epifisis pada tulang skapula, humerus atau femur. Paralisis lengan merupakan peristiwa yang bisa terjadi akibat tekanan oleh jari tangan operator pada pleksus brakialis ketika melakukan traksi, tetapi lebih sering lagi disebabkan oleh peregangan leher secara berlebihan ketika dilakukan pembebasan lengan bayi. Kalau bayi ditarik keluar secara paksa lewat panggul yang sempit, fraktur kompresi berbentuk sendok atau fraktur tengkorak yang sebenarnya, dengan akibat yang umumnya fatal, bisa saja terjadi. Kadang-kadang leher bayi sendiri dapat patah kalau pada waktu ekstraksi digunakan tenaga yang besar.
2.2.8.3 Penanganan persalinan sungsang
Persalinan pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan pervaginam dibagi menjadi 3 yaitu:
Persalinan spontan (spontaneous breech).
Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara Bracht.
1. Manual aid (partial breech axtraction; assisted breech delivery).
Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.
2. Ekstraksi sungsang (total breech extraction).
Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
Persalinan per abdominam ( seksio sesarea)
Prosedur Pertolongan Persalinan Spontan.
Tahapan
1. Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusat (skapula depan ).disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk melahirkan bokong, yaitu bagian yang tidak begitu berbahaya.
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin mulai masuk pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat segera dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin dapat bernafas lewat mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang tekanannya lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya ruptur tentorium serebelli).
Teknik
1. Sebelum melakukan persalinan, penolong harus memperhatikan sekali lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan kelahiran janin harus selalu disediakan cunam Piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva. Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua pangkal paha. Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikkan 2-5 unit oksitosin intra muskulus. Pemberian oksitosin ini adalah untuk merangsang kontraksi rahim sehingga fase cepat dapat diselesaikan dalam 2 his berikutnya.
3. Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang panggul.
4. Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak sangat tegang, tali pusat dikendorkan lebih dahulu.
5. Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini, seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uterus, sesuai dengan sumbu panggul. Maksud ekspresi Kristeller ini adalah:
a. Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepat dapat segera diselesaikan.
b. Menjaga agar posisi kepala janin tetap dalam posisi fleksi.
c. Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus dengan kepala janin sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.
6. Dengan melakukan gerakan hiperlordosis ini berturut-turut lahir tali pusat, perut, bahu dan lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
7. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu. Seorang asisten segera menghisap lendir dan bersamaan dengan itu penolong memotong tali pusat.
8. Keuntungan
a. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga mengurangi bahaya infeksi.
b. Cara ini adalah cara yang paling mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.
9. Kerugian
a. 5-10% persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, sehingga tidak semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin dengan cara Bracht.
b. Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan terutama dalam keadaan panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada primigravida, adanya lengan menjungkit atau menunjuk.
2.2.8.4 Penanganan Tali Pusat menumbung
Letak kepala
Bila pembukaan kecil sebaiknya lakukan SC
Bila pembukaan lengkap
Kepala dengan ukuran terbesar sudah melewati Pap, extrasi vakum atau forcep.
Kepala goyang versi dan extrasi atau SC.
a. Letak lintang : SC
b. Letak Sungsang
- Tunggu hingga pembukaan lengkap
- Extrasi kaki ( Rustam.M.,1998 : 383)
Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34-38 minggu, dengan beberapa syarat yaitu umur kehamilan 35-36 minggu bagian terendah masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul atau bagian terendah masih tinggi.
Kontra indikasi versi luar : Pendarahan ante partum, bekas seksio sesarea / operasi pada rahim, hamil ganda, hipertensi, suspek panggul sempit, terdapat hidrosephalus.
Perkembangan tatalaksana letak sungsang di Negara maju tidak ada lagi persalinan pervaginam untuk letak sungsang. Untuk mencapai well born baby persalinan letak sungsang dilakukan dengan seksio sesarea (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998 : 146).
2.3 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan
Yang dimaksud dengan asuhan kebidanan adalah bantuan yang dilakukan oleh Bidan kepada individu / klien dalam memecahkan amsalah dengan menggunakan menejemen kebidanan, meliputi tahap pelaksanaan asuhan, yaitu :
2.3.1 Pengkajian kehamilan
Yang dimaksud dengan pengkajian adalah bidan harus mencari dan menggali data baik dari klien maupun keluarga dan anggota tim kesehatan lainnya serta pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan sendiri. Langkah pertama ini mencakup langkah pengumpulan data subyektif dan data obyektif.
2.3.1.1 Data subyektif
Data subyektif adalah data yang diperoleh hanya melalui klien, semua data yang dirasakan dan disampaikan klien kepada bidan (Depkes, RI, 1993 : 126) melalui :
- Anamnesa / wawancara
Anamnesa adalah Tanya jawab antara penderita dengan petugas perawatan tentang sesuatu yang diperlukan (Christina, 1993 : 83).
Tujuannya untuk mengetahui bagaimana keadaan penderita untuk membantu menetapkan diagnosa dan dapat mengambil tindakan segera.
Pertanyaan – pertanyaan dalam anamnesa
Anamnesa Rasional
1. Anamnesa umum (biodata) Biodata yang ditanyakan adalah biodata ibu hamil dan suaminya. Teridiri dari nama, umur, suku/bangsa, agama, alamat, pekrjaan dan lain-lain.
2. Penyakit yang pernah dan sedang diderita, misalnya jantung, hipertensi, diabetes mellitus, tuberculosis, penyakit cronik lainnya.
3. Anamnesa keluarga
apakah dari keluarga klien ada yang memderita penyakit keturunan misalnya : jiwa, diabetes mellitus, haemophili, melahirkan anak kembar.
4. Anamnesa kebidanan terdiri dari riwayat kehamilan ini, persalinan lalu, keluhan hari pertama haid dan keadaan nifas uang lalu. 1. Dapat mengenal atau memanggil penderita dan tidak keliru dengan penderita lain (Christina S, 1993 : 84).
2. Mengganggu kehamilan secara langsung atau tidak (Christina S, 1993 : 86).
Kemungkinan ada pengaruh keturunan pada janin (Christina , S , 1993 : 86).
4. Dapat membantu membuat ramalan tentang kehamilan sekarang untuk membantu diagnosa, lamanya kehamilan, serta menduga kapankah kira-kira anak akan dilahirkan (Christina,S, 1993 : 86).
Pertanyaan pada saat anamnesa, meliputi :
1. Alasan kunjungan saat ini : Kunjungan pertama, kunjungan ulang, kunjungan rutin dan keluhan.
2. Keluhan utama : berisikan keluhan-keluhan yang dirasakan yang menyebabkan gangguan pada dirinya sehingga dia dating ke pelayanan kesehatan.
3. Riwayat kehamilan ini : berisikan riwayat menstruasi, yang perlu diketahui adalah sbb. : menarche, HPHT, pasti / tidak, lamanaya, banyaknya, warnanya, baunya, siklus, haid teratur tidaknya, apakah pernah keputihan banyak atau sedikit. Bagaimana warnanya bau atau tidak.
4. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu, riwayat kehamilan dan persalinan meliputi : apakah pernah hamil, melahirkan, kapan melahirkan, dimana melahirkan, ditolong siapa, bagaimana proses persalinanya, apabila klien pernah abortus berapa kali dikiret atau tidak. Riwayat nifas mencakup penyakit pendarahan (Christina S, 1993 : 87).
5. Riwayat kesehatan klien dan keluarga
Apakah klien pernah atau sedang menderita penyakit yang dapat mengganggu kehamilan dan persalinannya. Atau Kehamilan dan persalinannya akan memperberat penyakitnya. Misalnya : Riwayat penyakit yang pernah dan sedang diderita yaitu jantung, tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, anemia berat, penyakit kelamin, HIV, campak, malaria, TBC, gangguan mental, operasi dan lain-lain.
Pola kehidupan sehari – hari
Pola nutrisi : perubahan makanan yang dialami (ngidam, nafsu makan berubah).
Pola eleminasi : perubahan pada waktu BAB / BAK
Pola istirahat : waktu istirahat dan tidur harus lebih dari biasanya. 10-11 jam per hari.
Pola aktifitas : bekerja boleh ringan tidak melelahkan ibu yang tidak mengganggu kehamilannya. Misalnya : masak, menyapu dll.
Pola aktifitas sekesual : aktifitas seksual pada akhir kehamilan dan terakhir dilakukan sebelum impartu.
Pola kebiasaan : perilaku kesehatan, pengguna obat-obatan, alcohol, jamu-jamu, merokok, makan sirih dll.
2.3.1.2 Data obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh dari pemeriksaan klien, mencakup kegiatan : pemeriksaan fisik, laboratorium, obstetric, panggul dan pemeriksaan dalam.
Pemeriksan umum : pemeriksaan lengkap dari penderita untuk mengetahui keadaan atau kelainan dari penderita (Christina S. 1993 : 90).
Pemeriksaan fisik : meliputi ispeksi, palpasi, auskultasi.
Muka : kelopak mata, konjungtiva
Mulut dan gigi
Kelenjar tiroid : pembesaran kelenjar
Kelenjar getah bening : pembesaran
Dada : jantung, paru-paru, payudara (pembesaran, putting susu, semetris, benjolan/tumor, rasa nyeri dll.
Abdomen : bekas operasi, kontraksi uterus, frekuensinya.
Genetalia : vulva vagina, warna, kebersihan, varises, odema, keluaran,.
Anus : hemaroid
Ektrimitas : atas odem, bawah odem.
2.3.1.3 Pemeriksaan khusus obstetric
- Inspeksi : perut membesar, ada bekas luka / tidak, membuncit, menggantung atau kelembing stric livid atau albicans tampak gerakan janin (Christina S . 1993 : 118)
- Palpasi : adalah memeriksa penderita dengan meraba TFU. Fetus : letak, posis, pergerakan, denyut jantung fetus, frekuensi teratur/tidak, punctum maksimum, pembesaran, penurunan. Palpasi yang baik ialah menurut Leopold, Budine, Knebel, Ahfeld.
Leopold I : menentukan TFU dan teraba bagian keras dan melenting. Leopold II : menentukan punggung janin. Budine : pada letak membujur untuk lebih menentukan diamana punggung janin berada.
Teknik : FU didorong kebawah, badan janin akan melengkung sehingga punggung mudah ditetapkan (manauaba 1998 : 136).
Ahlfeld :
Teknik : pinggir tangan kiri tegak ditengah perut, kira-kira di daerah pusat menekan kebawah (arah punggung ibu) anak akan terdorong kesamping punggung hingga punggung lebih jelas. Bedakan rasa tahanan bila keras dan memanjang itu ialah punggung anak (Christina S. 1993 : 134).
Leopold III / Knebel : menentukan bagian bawah luna dan tidak melenting. Leopold IV : bokong sudah masuk pintu atas panggul atau belum (Manuaba, 1998 : 136).
Perkusi : periksa dengan cara mengetuk (Depkes, RI, 1993 : 68). Dalam perkusi diperiksa reflek, meteorismus tanda cairan bebas.
Auskultasi : adalah periksa dengar , dengar bising usus , jantung janin, gerak janin intra uteria.
Pemeriksaan khusus : pemeriksaan VT Q, eff, ketuban, presnetasi, hodge.
Pada letak sungsang potensial terjadi :
Partus lama : karena bokong dibandingkan kepala lebih lembek, jadi kurang kuat menekan servik sehingga pembukaan agak lama (Rustam M. 1998 : 353).
Kemacetan bahu mengakibatkan fruktur humerus, fluxus machialis.
Kemacetan kepala, kepala janin harus maksimal 8 sebatas pusat.
2.3.2 analisa Data, diagnosa dan kebutuhan
Diagnosa kehamilan, kesehatan ibu, kesehatan janin, factor-faktor resiko.
Data yang terkumpul dikelompokkan dicari diagnosanya masalah dan kebutuhannya.
2.3.2.1 Diagnosa kebidanan
Tidak haid, kehamilan yang ke berapa, mulai ada gerakan anak, hari pertama haid terakhir, pergerakan anak lebih banyak di daerah bawah dan di daerah pusat ada benda keras.
2.3.2.2 Masalah ibu hamil :
Nyeri punggung, gangguan system pernafasa, gangguan saluran pencernakan (sembelit) sering kencing (Rustam M 1998).
2.3.2.3 Diagnosa potensial
Diagnosa potensial adalah merumuskan pernyataan yang mencakup kondisi masalah, penyebab, dan prediksi yang meliputi potensial dan prognosa yang rumusannya ditegakan oleh bidan.
1. Partus lama : Karena bokong disbanding kepala lebih lembek, jadi kurang menekan pada serviks, pembukaan agak lama.
2. Macet bahu akibatnya fraktur humerus, flexus brachialis.
3. Macet kepala : kelahiran bokong belum tentu kepala bisa lahir yang dapat membawa kematian bayi. Kepala harus lahir maksimal 8 menit sejak lahir sebatas pusat. Bila terjadi kemacetan kepala dilakukan forceps piper atau dorceps yang panjang (Syaifudin, 2000 : 201).
2.3.3 Perencanaan dan pelaksanaan tindakan
Gambar teknik hiperlordosis punggung bayi pada perasat Bracht
Prosedur Manual Aid
Indikasi
1. Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, misalnya bila terjadi kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala.
Dari semula memang hendak melakukan pertolongan secara manual aid. Di Negara Amerika sebagian besar ahli kebidanan cenderung untuk melahirkan letak sungsang secara manual aid, karena mereka menganggap bahwa sejak pusar lahir adalah fase yang sangat berbahaya bagi janin, karena pada saat itulah kepala masuk ke dalam pintu atas panggul, dan kemungkinan besar tali pusat terjepit diantara kepala janin dan pintu atas panggul.
Tahapan
1. Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri.
2. Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong. Cara atau teknik untuk melahirkan bahu dan lengan adalah secara:
a. Klasik ( Deventer )
b. Mueller
c. Louvset
3. Tahap ketiga, lahirnya kepala.
Kepala dapat dilahirkan dengan cara:
a. Mauriceau
b. Najouks
c. Wigan Martin-Winckel
d. Prague terbalik
e. Cunam Piper
Gambar Melahirkan bahu dan lengan dengan cara klasik/Deventer
Gambar Melahirkan bahu dan lengan (Mueller) : ekstraksi depan kemudian belakang
Gambar Manual aid Mauriceau-Veit-Smellie
Gambar Perasat Prague terbalik
Gambar Ekstraksi dengan menggunakan cunam Piper
Prosedur Ekstraksi sungsang
Teknik Ekstraksi Kaki
1. Setelah persiapan selesai, tangan yang searah dengan bagian-bagian kecil janin dimasukkan secara obstetrik ke dalam jalan lahir, sedang tangan yang lain membuka labia. Tangan yang di dalam mencari kaki depan dengan menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi. Tangan yang di luar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki bawah fleksi pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut.
2. Kedua tangan penolong memegang betis janin, yaitu kedua ibu jari diletakkan di belakang betis sejajar sumbu panjang betis, dan jari-jari lain di depan betis. Dengan pegangan ini, kaki janin ditarik curam ke bawah sampai pangkal paha lahir.
3. Pegangan dipindahkan pada pangkal paha setinggi muingkin dengan kedua ibu jari di belakang paha, sejajar sumbu panjang paha dan jari-jari lain di depan paha.
4. Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokanter depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi ke atas sehingga trokanter belakang lahir. Bila kedua trokanter telah lahir berarti bokong telah lahir.
5. Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dahulu, maka yang akan lahir lebih dulu ialah trokhanter belakang dan untuk melahirkan trokhanter depan maka pangkal paha ditarik terus curam ke bawah.
6. Setelah bokong lahir, maka untuk melahirkan janin selanjutnya dipakai teknik pegangan femuro-pelviks. Dengan pegangan ini badan janin ditarik curam ke bawah sampai pusar lahir. Selanjutnya untuk melahirkan badan janin yang lain dilakukan cara persalinan yang sama seperti pada manual aid.
Teknik Ekstraksi Bokong
1. Ekstraksi bokong dikerjakan bila jenis letak sungsang adalah letak bokong murni (frank breech), dan bokong sudah berada di dasar panggul, sehingga sukar untuk menurunkan kaki.
2. Jari telunjuk tangan penolong yang searah dengan bagian kecil janin, dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk ini, pelipatan paha dikait dan ditarik curam ke bawah. Untuk memperkuat tenaga tarikan ini, maka tangan penolong yang lain mencengkeram pergelangan tangan tadi, dan turut menarik curam ke bawah.
3. Bila dengan tarikan ini trokanter depan mulai tampak di bawah simfisis, maka jari telunjuk penolong yang lain segera mengait pelipatan paha ditarik curam ke bawah sampai bokong lahir.
4. Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks, kemudian janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid (bedah kebidanan).
Penyulit persalinan pervaginam
1. Sufokasi.
Bila sebagian besar badan janin telah lahir, terjadilah pengecilan rahim, sehingga terjadi gangguan sirkulasi plasenta dan menimbulkan anoksia janin. Keadaan ini merangsang janin untuk bernapas. Akibatnya darah, mukus, cairan amnion dan mekonium akan diaspirasi, yang dapat menimbulkan sufokasi. Badan janin yang sebagian sudah berada diluar rahim, juga merupakan rangsangan yang kuat untuk janin bernapas.
2. Asfiksia fetalis.
Selain akibat mengecilnya uterus pada waktu badan janin lahir, yang menimbulkan anoksia, maka anoksia ini diperberat lagi, dengan bahaya terjepitnya tali pusat pada waktu kepala masuk panggul (fase cepat).
4. Kerusakan jaringan otak.
5. Trauma pada otak janin dapat terjadi, khususnya pada panggul sempit atau adanya diproporsi sefalo-pelvik, serviks yang belum terbuka lengkap, atau kepala janin yang dilahirkan secara mendadak, sehingga timbul dekompresi.
6. 4. Fraktur pada tulang-tulang janin.
7. Kerusakkan pada tulang janin dapat berupa:
a. Fraktur tulang-tulang kepala.
b. Fraktur humerus ketika hendak melahirkan lengan yang menjungkit (extended).
c. Fraktur klavikula ketika melahirkan bahu yang lebar.
d. Paralisis brakialis
e. Fraktur femur.
f. Dislokasi bahu.
g. Dislokasi panggul terutama pada waktu melahirkan tungkai yang sangat
ekstensi (fleksi maksimal).
h. Hematoma otot-otot.
8. Mengingat penyulit pada janin akibat persalinan pervaginam cukup berat, maka perlu dilakukan evaluasi obstetrik dengan teliti, sebelum memutuskan untuk melahirkan janin secara pervaginam. Bila sudah diputuskan melahirkan janin pervaginam, maka penolong dituntut untuk menguasai teknik persalinannya secara terampil. Cara persalinan secara ekstraksi total (total extraction) merupakan cara persalinan dengan penyulit janin yang sangat nburuk, yaitu kematian janin 3 kali lebih banyak dibanding persalinan spontan. Oleh karena itu cara persalinan ini sekarang sudah tidak dianjurkan lagi pada janin hidup. Kematian perinatal pada letak sungsang dibanding dengan letak belakang kepala rata-rata 5 kali lebih banyak.
Komplikasi pada persalinan pervaginam
Persalinan sungsang dengan tarikan sampai pada lahirnya umbilikus dan talipusat menyentuh pelvis, akan menekan tali pusat. Oleh karena itu, sekali letak sungsang melewati introitus vagina, abdomen, thoraks, lengan dan kepala harus lahir secara tepat. Ini melibatkan persalinan yang sedikit cepat dapat menekan bagian-bagian janin. Pada kehamilan aterm, beberapa pergerakan kepala mungkin sukses melewati jalan lahir. Pada keadaan yang tidak menguntungkan ini, pilihan persalinan pervaginam keduanya tidak memuaskan:
1. persalinan mungkin tertunda beberapa menit ketika melahirkan kepala yang menyusul melewati pelvis ibu, tetapi hipoksia dan asidemia bertambah berat; atau
2. persalinan mungkin dipaksakan, menyebabkan trauma dari penekanan, tarikan atau keduanya.
Pada fetus preterm, perbedaan antara ukuran kepala dan bokong biasanya lebih besar daripada fetus yang lebih tua. Saat itu, bokong dan ekstremitas bawah fetus preterm akan melewati serviks dan dilahirkan, dan serviks belum berdilatasi cukup untuk melahirkan kepala tanpa trauma. Pada keadaan ini, insisi Duhrssen pada serviks mugkin dapat dilakukan. Walaupun demikian, trauma pada fetus dan ibu mungkin dapat dinilai, dan fetal hipoksia mungkin berbahaya. Robertson dan kawan-kawan ( 1995,1996) mengamati tidak ada perbedaan yang bermakna pada kejadian kepala terperangkap pada persalinan sungsang umur kehamilan 28-36 mingggu atau 24-27 minggu. Mereka juga menemukan tidak ada hubungan kelahiran neonatus yang tidak diinginkan setelah kepala terperangkap. Masalah lain pada mekanisme letak sungsang adalah terperangkapnya lengan di belakang leher. Komplikasi lengan menunjuk ( nuchal arm) sampai 6 persen dari persalinan sungsang pervaginam dan dihubungkan dengan peningkatan mortalitas neonatal ( Cheng and Hanah, 1993 ).
Frekuensi prolaps tali pusat meningkat apabila fetus berukuran kecil atau bila sungsang tidak dalam posisi bokong murni. Dalam laporan Collea dan kawan-kawan ( 1978 ), insiden pada posisi frank breech sekitar 0.5 perse, yang sesuai dengan 0,4 persen pada presentasi kepala ( Barrett, 1991 ). Sedangkan, insiden prolaps tali pusat pada presentasi kaki adalah 15 persen, dan 5 persen pada letak bokong murni.
Soernes dan Bakke ( 1986) pada pengamatan awal menyatakan bahwa panjang tali pusat umbilikus lebih pendek pada letak sungsang dari keterlibaletak kepala secara signifikan. Lebih lanjut, keterlibatan tali pusat yang melingkar-lingkar pada fetus lebih umum pada letak sungsang ( Spellacy and associates, 1996). Abnormalitas tali pusat ini sepertinya memainkan peran dalam perkembangan janin letak sungsang seperti insiden yang relatif tinggi pola denyut jantung janin yang mencemaskan pada persalinan. Sebagai contoh, Flannagan dan kawan-kawan (1987) menyeleksi 244 wanita dengan letak sungsung yang bervariasi (72 persen adalah frank brech) untuk percobaan persalinan, didapatkan 4 persen kejadian prolaps tali pusat. Fetal distres bukan karena prolaps tali pusat didiagnosa pada 5 persen wanita lainnya yang dipilih untuk persalinan pervaginam. Keseluruhan, 10 persen dari wanita yang dikenali untuk persalinan pervaginam mengalami persalinan sesarean karena berisiko dalam persalinan.
Apgar skor, khususnya pada 1 menit, pada persalinan pervaginam letak sungsang secara umum lebih rendah dari bila dilakukan persalinan sesarean secara elektif (Flanagan dan kawan-kawan,1987). Dengan cara yang sama, nilai asam basa darah tali pusat secara signifikan berbeda untuk persalinan pervaginam. Christian dan Brady (1991) melaporkan bahwa pH darah arteri umbilikus rendah, Pco2 tinggi, dan HCO3 lebih rendah dibandingkan persalinan letak kepala. Socol dan kawan-kawan (1988) menyimpulkan, bagaimanapun, persalinan sesarean meningkatkan Apgar skor tetapi tidak status asm basa. Flanagan dan kawan-kawan (1987) menekankan bahwa kelahiran bayi pada persalinan sungsang tidak diperburuk oleh perbedaan yang signifikan dari Apgar skor atau status asam basa pada kelahiran.
Albrechtsen dan kawan-kawan (1997) mengevaluasi percobaan untuk memilih persalinan pervaginam atau sesarean pada letak sungsang. Pada 1212 letak sungsang,
D. Prosedur persalinan sungsang per abdominal
1. Persalinan letak sungsang dengan seksio sesarea sudah tentu merupakan cara yang terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak sungsang pervaginam, memberi trauma yang sangat berarti bagi janin, yang gejala-gejalanya akan tampak baik pada waktu persalinan maupun baru di kemudian hari.
2. Namun hal ini tidak berarti bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan per abdominal. Untuk melakukan penilaian apakah letak sungsang dapat melahirkan per vaginam atau harus per abdominam kadang-kadang sukar.
3. Beberapa kriteria yang dapat dipakai pegangan bahwa letak sungsang harus dilahirkan per abdominal, misalnya:
a. Primigravida tua.
b. Nilai sosial janin tinggi (high social value baby).
c. Riwayat persalinan yang buruk (bad obstetric history).
d. Janin besar, lebih dari 3,5 kg-4 kg.
e. Dicurigai adanya kesempitan panggul.
f. Prematuritas.
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai lebih tepat apakah persalinan dapat dilahirkan per vaginam atau per abdominam.
Komplikasi
Pada letak sungsang yang persisten, meningkatnya komplikasi berikut harus diantisipasi:
1. Morbiditas dan mortalitas perinatal dari persalinan yang sulit.
2. Berat badan lahir yang rendah pada persalinan preterm, hambatan pertumbuhan, a tau keduanya.
3. Prolaps tali pusat.
4. Plasenta previa.
5. Kelainan fetus, neonatus, dan bayi.
6. Anomali uterus dan tumor.
7. Multipel fetus
8. Intervensi operatif, khususnya seksio sesarea.
2.3.4 Evaluasi
Evaluasi adalah langkah akhir dari proses asuhan kebidanan. Jadi tujuan evaluasi adalah tindakan pengukuran antara keberhasilan dan rencana tindakan mencakup SOAPI yang artinya :
S : Subyek : data yang didapat dari klien secara langsung.
O : Obyek : Data yang didapat dari hasil observasi dan pemeriksaan.
A : Assenment : Pernyataan gangguan yang terjadi atas subyektif dan obyektif
P : Perencanaan : Perencanaan yang sesuai dengan masalah yang terjadi.
I : Implementasi : Realitas kenyatan yang ditetapkan.
Evaluasi dan catatan perkembangan
Evasluasi tindakan adalah langkah terakhir dalam melaksanakan menejemen kebidanan agar klien memperoleh asuhan kebidanan secara komprehensih dan berkesinambungan (Depkes RI, 1993 : 132)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar