Selasa, 04 Maret 2014

ASKEP HIPERPLASI PROSTATIK JINAK




HIPERPLASI PROSTATIK JINAK
      Definisi
Hiperplasi Prostatik jinak adalah suatu kondisi di mana prostate mengalami perbesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun.
      Manifestasi Klinis
Komplek gejala obstruktif dan iritatif mencakup:
Peningkatan frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan dan abdomen tegang, volume urin menurun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urin tidak lancer, dribbling, rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik, retensi urin akut dan kekambuhan infeksi saluran kemih. Pada akhirnya dapat terjadi azotemia dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar. Gejala generalisatanya mungkin juga tampak seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
      Patofisiologi
Gejala obstruksi biasanya terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat dan gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontrkasi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau perbesaran prostate menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi akan terjadi inkontensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal akan dipercepat dengan adanya infeksi. Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menyebabkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rectum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rectum dan prostate. Pada perabaan melalui colok dubur dapat diperhatikan konsistensi prostate, adakah asimetri, adakah nodul pada prostate, apakah batas atas dapat diraba.
Derajad berat obstrusi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih seterlah miksi.
Derajat berat hipertrofi prostate berdasarkan gambaran klinik
Derajat
Colok dubur
Sisa volume urin
I
II
III
IV
Penojolan prostate, batas atas mudah diraba
Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat dicapai
Batas atas prostate tidak dapat diraba
< 50 ml
50-100 ml
> 100 ml
Retensi urin total
Pemeriksaan Pencitraan
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos perut dan pielografi intravena dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan seperti batu saluran kemih, hidronefrosis atau divertikel kandung kemih. Perbesaran prostate dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar kandung kemih. Secara tidak langsung perbesaran prostate dapat diperkirakan apabila dasar buli-buli pada gambarran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membelok ke atas terbentuk seperti mata kail.
Pemeriksaan sistografi dilakukan apabila pada anamnesis diketemukan hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria.
      Penatalaksanaan
      Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi.
Terapi non bedah dianjurkan apabila WHO PSS dibawah 15. Untuk itu perlu dilakukan control untuk menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila skor PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.
Di dalam praktek pembagian besar prostate derajad I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan.
1. Derajad I
Biasanya belum memerlukan tindakan bedah. Diberikan pengobatan konservatif misalnya dengan penghambat adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin, dan terazosin. Keuntungannya yaitu efek positif segera timbul terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi hiperplasi prostate sedikitpun. Kekurangannya obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
2. Derajad II
Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (transurethral reseksion= TUR). Mortalitas sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%.
3. Derajad III
Reseksi endoskopik perlu dilakukan untuk oleh pembedah yang berpengalaman . Apabila diperkirakan prostate cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan reseksi terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui tranvesikal, retropubik atau perineal
4. Derajad IV
Tindakan pertama yang harus segera dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan memasang kateter atau sistostomi. Setelah itu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Untuk penderita dengan keadaan umum yang tidak mungkin dilakukan pembedahan dilakukan terapi konservatif. Seperti pemberian obat penghambat adrenonergik. Selain itu pengobatan konservatif lain ialah dengan pemberian obat antiandrogen yang menekan produksi LH. Kesulitanya yaitu menentukan berapa lama obat harus diberikan dan efek samping obat. Pengobatan lain yang invasive minimal adalah pemanasan prostate dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostate melalui antenna yang dipasang pada ujung kateter. Dengan cara ini yang disebut transurethral microwave thermotherapy (TUMT).
Pada penanggulangan invasive minimal lain ialah digunakan cahaya laser yang disebut transurethral ultrasound induced prostatectomy (TULIP), hasilnya cukup memuaskan. Uretra di daerah prostate juga dapat disilatasi dengan pemakaian balon yang dikembangkan didalamnya (trans urethtral ballon dilatation = TUBD). Perbaikan yang ditimbulkan bersifat sementara.
      Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi bergantung pada jenis pembedahan dan mencakup:
1. Hemoragi
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual
5. Infeksi
Rencana Keperawatan
no
Diagnosa
Tujuan/KH
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri b.d agen injury
Rasa nyeri berkurang
KH:
-Menunjukkan rasa nyaman
-TTV dalam rentang normal
-Klien mengatakan nyeri terkontrol
1.     Kaji keluhan nyeri
2.     Pantau tanda-tanda vital
3.     Berikan tindakan kenyamanan
4.     Anjurkan teknik non farmakologik pengurang nyeri
5.     Beri analgetik sesuai indikasi
Respon autonomis meliputi perubahan TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri
Memberikan dukungan mengurangi ketegangan otot, ↑relaksasi, memfokus ulang perhatian, ↑ rasa control&kemampuan koping
Titik managemen nyeri
2.
Resiko infeksi b.d prosedur invasif
Pasien tidak mengalami infeksi
KH:
Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
-Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi
6.     Mengobservasi&melaporkan tanda&gejal infeksi, spt kemerahan, hangat, rabas dan peningkatan suhu badan
7.     mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, melaporkan jika temperature lebih dari 380C
8.     Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji suhu
9.     Catat7laporkan nilai laboratorium
10.  kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan
11.  Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk pembentukan system imun
Onset infeksi dengan system imun diaktivasi&tanda infeksi muncul
Klien dengan netropeni tidak memproduksi cukup respon inflamasi karena itu panas biasanya tanda&sering merupakan satu-satunya tanda
Nilai suhu memiliki konsekuensi yang penting terhadap pengobatan yang tepat
Nilai lab berkorelasi dgn riwayat klien&pemeriksaan fisik utk memberikan pandangan menyeluruh
Dapat mencegah kerusakan kulit, kulit yang utuh merupakan pertahanan pertama terhadap mikroorganisme
Fungsi imun dipengaruhi oleh intake protein
3.
Kurang pengetahuan b.d kurang mengakses informasi kesehatan
Pengetahuan klien meningkat
KH:
-Klien & keluarga memahami tentang penyakit Stroke, perawatan dan pengobatan
1. Mengkaji kesiapan&kemampuan klien untuk belajar
2. Mengkaji pengetahuan&ketrampilan klien sebelumnya tentang penyakit&pengaruhnya terhadap keinginan belajar
3. Berikan materi yang paling penting pada klien
4. Mengidentifikasi sumber dukungan utama&perhatikan kemampuan klien untuk belajar & mendukung perubahan perilaku yang diperlukan
5. Mengkaji keinginan keluarga untuk mendukung perubahan perilaku klien
6. Evaluasi hasi pembelajarn klie lewat demonstrasi&menyebautkan kembali materi yang diajarkan
Proses belajar tergantung pada situasi tertentu, interaksi social, nilai budaya dan lingkungan
Informasi baru diserap meallui asumsi dan fakta sebelumnya dan bias mempengaruhi proses transformasi
Informasi akan lebih mengena apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang komplek
Dukungan keluarga diperlukan untuk mendukung perubahan perilaku
4.
PK: Perdarahan
Tidak terjadi perdarahan
KH:
-Tidak ada tanda-tanda perdarahan pada haluran urin
-Urin output ± 30 ml/jam
1. Pantau:
1.     Tanda-tanda vital/4 jam
2.     Masukan dan haluran urin/8 jam
3.     warna urin
2. Beritahu dokter bila urin berwarna merah terang/gelap
3. Ketika menarik kateter foley, instruksikan pasien untuk menekuk kaki dimana kteter dipasang, lepaskan jika ada instruksi dokter
4. Sediakan makanan tinggi serat dan memberikan obat untuk memudahkan defikasi, apabila ada riwayat konstipasi
5. rigasi kateter jika terdeteksi gumpalan pada saluran kateter
Deteksi awal terhadap komplikasi dgn intervensi awal yang tepat dapat mencegah kerusakan jaringan yang permanent
Normalnya haluran urin dalam 24 jam pertama berwarna merah ceri terang secara bertahap menjadi merah terang dan jernih dalam beberapa hari
Penarikan dilakukan setelah TURP untuk memungkinkan hemostatis. Dalam menggunakan kateter urolog akan menempatkan kateter dan melekatkan pada abdomen bawah
Dgn peningkatan pada fosa prostatika ayang akan mengendapkan perdarahan
Gumpalan dapat menyumbat kateter dan mengakibatkan peregangan dan perdarahan kateter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar