Selasa, 04 Maret 2014

ASKEP KEJANG DEMAM SEDERHANA

KEJANG DEMAM SEDERHANA
A.     Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.
Secara umum kejang demam diklasifikasikan menjadi:
1.      Kejang demam sederhana (KDS)
Beberapa criteria modifikasi Livingstone adalah sbb:
a.       Umur anak waktu kejang pertama 6 bulan-4 tahun
b.      Kejang terjadi dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
c.       Kejang bersifat umum
d.      Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
e.       Frekuensi bangkitan kejang tidak lebih dari 4x/tahun.
f.       Pemeriksaan EEG yang dibuat 10-14 hari sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
g.       Tidak ditemukan kelainan neurologik
2.      Kejang demam kompleks, ditandai dengan:
a.  Kejang disertai demam
b.  Bersifat fokal dan umum
c.  Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
Kejang multiple (lebih dari 4x dalam 24 jam), anak dapat memiliki kelainan neurologist sebelumnya atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam.
B.     Patofisiologi dan manifestasi klinik
Pada keadaan umum demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi K+ dan Na+ melalui membrane, terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel sekitarnya dengan bantuan bahan neuron transmitter dan terjadilah kejang. Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa, tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya terjadi disertai apnea, meningkatnya kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobic, hipertensi arteria disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin tinggi disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan peningkatan metabolisme otak. Kerusakan neuron otak terjadi karena adanya gangguan peredaran darah menyebabkan hipoksia sehingga meningkatnya permeabilitas kapiler dan timbulnya edema otak.
Umumnya kejang  berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik, atonik klonik bilateral, fokal atau akinetik, dapat terjadi seperti mata terbalik ke atas seperti kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa disertai kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak bereaksi ataupun sejenak dan setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurologis.
C.     Etiologi dan factor resiko
Penyebab kejang demam belum diketahui secara pasti, sering disebabkan ISPA, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan ISK. Kejang tidak selalu timbul pada suhu tinggi.
Factor resiko kejang demam antara lain:
  1. Demam
  2. Riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung
  3. Perkembangan terhambat
  4. Problema pada masa neonatus
  5. Anak dalam perawatan khusus
  6. Kadar Na rendah
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dari kira-kira 9% anak mengalami 3x rekurensi atau lebih.
Resiko rekurensi meningkat dengan:
  1. usia dini
  2. Cepatnya nak mengalami kejang setelah demam timbul
  3. Tempertaur yang rendah saat kejang
  4. Riwayat keluarga kejang demam
  5. Riwayat keluarga epilepsy
D.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan organis didalam susunan saraf pusat (otak). Kelainan bisa karena infeksi, misalnya meningitis, encephalitis, abses otak, dll
Fungsi lumbal teridentifikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis, terutama pada bayi kurang dari 6 bilan, karena gejala meningitis tidak jelas.
EEG kurang memiliki nilai prognostic. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam terulang di kemudian hari.
E.     Penatalaksanaan
Anak yang mengalami kejang demam pertama kali dan harus dirawat di RS, untuk dilakukan fungsi lumbal dan pemeriksaan penunjang lain. Penderita baru harus dirawat inap bila:
  1. Kejang pertama perlu dilakukan fungsi lumbal dan observasi sehari.
  2. Kejang lebih dari 20 menit
  3. Dalam sehari terjadi 2x/lebih serangan kejang tidak beruntun
  4. Ada penurunan kesadaran dan kelainan neurologik yang meragukan.
Penatalaksanaan kejang meliputi 3 hal yaitu:
  1. Pengobatan fase akut
Saat kejang:
a.       Pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan
b.      Membebaskan jalan napas dan memberikan oksigenasi yang cukup
c.       Mengukur suhu tubuh yang tinggi dengan kompres dan antipiretik
d.      Memonitor keadaan vital: kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung
e.       Memberikan cairan yang cukup bila berlangsung cukup lama (>10 menit)
  1. Mencari penyebab dan mengobati penyebab
  2. Pengobatan profilaksis
Terdapat 2 cara profilaksis yaitu profilaksis intermiten saat demam dan profilaksis terus menerus dengan anti konvultan setiap hari.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah epilepsy. Diberikan antikonvultan rumatan: fenitoin (Difenilhidantoin 5-8 mg/kgBB/hari) dalam 2 x pemberian atau dengan fenobarbitol: 5-8 mg/kgBB/hari dalam 2x pemberian. Profilaksis terus menerus dipertimbangkan bila ada criteria:
a.       Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (ex. Serebral palsy, RM atau mikrosefal)
b.      KD lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurology sementara atau menetap
c.       Ada riwayat kejang tanpa demam pada keluarga
d.      Bila kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam 1 episode demam

F. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
 
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Hipertermia b.d proses infeksi.
Suhu tubuh dalam batas normal. Indikator:
Suhu tubuh 36 OC -  37 OC
Fever treatment:
1.   Monitor warna dan suhu kulit
2.   Anjurkan klien untuk minum yang banyak
3.   Monitor TTV
4.   Anjurkan untuk kompres dengan air hangat
5.   Ciptakan lingkungan yang aman dan hangat
6.   Anjurkan klien menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
7.   Kolaborasi antipyretik
Mengetahui tingkat hipertermia
Mengganti cairan yang hilang.
Menilai kemajuan
Mempecepat penguapan
Mengurangi produksi panas dan membantu penguapan.
Menurunkan demam
2.
Resiko cedera b.d penurunan kesadaran pada saat kejang.
Pengetahuan: Kontrol resiko.
Indiaktor:
1. Hitung lamanya periode kejang
2. Hindari penggunaan pengikatan. Diskusikan dengan dokter bila diperlukan
3. Pertimbangkan penggunaan pengaman tempat tidur khusus di sekeliling klien
4. Minta keluarga untuk menemani klien
5. Jelaskan semua kemungkinan bahaya seperti benda-benda keras dis ekeliling anak
6. Hindarkan menaruh apapun di mulut anak seperti spatel lidah, makanan atau minuman saat kejang
Untuk mengetahui durasi kemungkinan hipoksia, dan kebutuhan perawatan khusus
Klien yang diikat sering menunjukkan peningkatan frekuensi jatuh, kemungkinan sebagi hasil hilangnya koordinasi
Tempat tidur khusus merupakan alternative pilihan pengikatan dan dapat menjaga keamanan klien selama periode kejang
Mencegah klien dari jatuh secara tiba-tiba
Melindungi anak dari benturan fisik
Mencegah aspirasi yang dapat mengganggu sistenm pernapasan
Melindungi dari resiko cedera servikalis
3
Cemas b.d krisis situasional
Koping keluarga meningkat.
Kriteria hasil:
1.      Verbalisasi pengontrolan perasaan
2.      Verbalisasi penerimaan stuasi
3.      Melaporkan penurunan pikiran negatif
Mengurangi cemas:
1.   Jelaskan semua prosedur, meliputi sensasi yang mungkin dialami selama prosedur
2.   Sediakan informasi faktual tentang diagnosis, penanganan dan prognosis
3.   Dukung klien untuk menemani anak dengan cara yang tepat
4.   Dengarkan dengan penuh perhatian
5.   Bantu klien untuk mengidentifikasikan situasi yang menciptakan cemas
6.   Bantu klien untuk menjelaskan deskripsi realistik tentang kejadian yang akan dialami
Pengetahuan dan informasi yang cukup tentang situasi / keadaan penyakit dapat mengurangi kecemasan.
Mengurangi kecemasan orang tua dan anak
Menunjukan rasa empati.
Mereduksi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.
Markum, AH., 1991, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Jakarta
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
Wong, 2003, Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar