Kamis, 16 Juni 2011

ASKEP NEONATUS dengan RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (RDS)

Latar Belakang
Penyakit saluran pernapasan adalah salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling sering pada anak terutama pada bayi, dikarenakan :
Saluran pernafasan yang masih sempit
Daya tahan tubuh yang masih rendah
Latar Belakang
Gangguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan :
Kelainan organik
Trauma
Alergi
Infeksi
dan lain-lain
Latar Belakang
Gangguan pernapasan dapat terjadi sejak bayi baru lahir (BBL), yang paling sering ditemukan :
Respiratory Distress Syndrome (RDS), atau
Idiopatic Respiratory Distress Syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi premature.
Definisi
RDS adalah perkembangan yang immature pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease.
(Suryadi dan Yuliani, 2001)
Definisi
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnea (>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. (Stark, 1986)
Definisi
Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) atau respiratory distress syndrome (RDS), merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea.

Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan.
Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.
Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini.
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah :
Pneumothoraks/pneumomediastinum
Penyakit membran hialin (PMH)
Pneumonia
Aspirasi

Fisiologi
Penilaian keadaan pernafasan dapat dilakukan dengan mengamati gerakan dada dan atau perut.
Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal.
Bila anak sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal.
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif.

Patofisiologi
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan.
Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II.
Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35.
Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi dan kehamilan kembar.
Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi.
Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. i
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
Oksigenasi jaringan menurun  metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic  asidosis metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris  transudasi kedalam alveoli  terbentuk fibrin  fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Manifestasi Klinis
Takipnea (>60 x/menit)
Retraksi dada
Sianosis pada udara kamar
X-ray thorak spesifik
yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan.

Manifestasi Klinis
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA. (Stark, 1986)
Syndrom ini berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi di membran kapiler alveolar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan, akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis.
Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru.
Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan manifestasi patologi yang umum.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola nafas b.d belum terbentuknya zat surfaktan dalam tubuh.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
Resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d seringnya BAB dan BAK.
Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
Kecemasan orangtua b.d kurang pengetahuan orangtua tentang kondisi bayi.
Rencana Keperawatan
Gangguan pola nafas b.d belum terbentuknya zat surfaktan dalam tubuh.
Ditandai dengan :
RR 78 x/menit
Retraksi dinding dada (+)
Retraksi dinding efigastrium (+)
Bayi tampak lemah
Rencana Keperawatan
Dx.1

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan pola nafas dapat teratasi. Kriteria Evaluasi :
RR 60 x/menit
Sesak (-)
Sianosis (-)
Retraksi dinding dada (-)
Reaksi diafragma (-)
Rencana Keperawatan
Dx.1

Intervensi dan Rasional :
Observasi pola nafas
R : Mengetahui frekuensi nafas
Observasi TTV
R : Mengetahui keadaan umum bayi
Monitor SPO2
R : Mengetahui kadar O2 dalam darah
Atur posisi semi ekstensi
R : Memudahkan paru-paru mengembang saat ekspansi
Rencana Keperawatan
Dx.1

Intervensi dan Rasional :
Tempatkan bayi pada tempat yang hangat
R : Mempertahankan suhu tubuh
Atur suhu dalam inkubator
R : Membantu memenuhi suplai O2
Berikan terapy O2 sesuai dengan kebutuhan
R : Membantu kemudahan dalam bernafas
Kolaborasi pemberian terapy obat Bronchodilator
R : Obat Bronchodilator berfungsi untuk membuka broncus guna memudahkan dalam pertukaran udara
Rencana Keperawatan
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
Ditandai dengan :
Reflek hisap lemah
Retensi lambung 0,5 cc
Bising usus 4x/menit
Bayi tampak lemah
Rencana Keperawatan
Dx.2

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Evaluasi :
Reflek hisap (+)
Retensi lambung (-)
Bising usus 8x/menit
Rencana Keperawatan
Dx.2

Intervensi dan Rasional :
Pertahankan pemberian cairan melalui IVFD, Glukosa 10%
R : Mempertahankan kebutuhan cairan dalam tubuh
Kaji kesiapan bayi untuk minum
R : Mengetahui reflek hirup
Retensi cairan lambung
R : Mengetahui cairan lambung dan konsistensinya
Rencana Keperawatan
Dx.2

Intervensi dan Rasional :
Berikan minum sesuai jadwal
R : Memberikan cairan tambahan melalui oral
Timbang BB
R : Mengetahui status nutrisi
Rencana Keperawatan
Resiko tinggi gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d seringnya BAB dan BAK.
Ditandai dengan :
Turgor kulit jelek
Pada mukosa bibir terdapat keputihan
Bayi sering BAK
Bayi terpasang infus
Rencana Keperawatan
Dx.3

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan kebutuhan cairan tidak terjadi.

Kriteria Evaluasi :
Turgor kulit baik/elastis
Mukosa bibir tak tampak keputihan
Frekuansi BAK normal
Rencana Keperawatan
Dx.3

Intervensi dan Rasional :
Kaji turgor kulit
R : Mengetahui tanda dehidrasi
Pertahankan pemberian cairan IVFD
R : Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
Beri minum sesuai jadwal
R : Mencegah terjadinya kekurangan cairan
Pantau frekuensi BAB + BAK
R : Mengetahui output tubuh
Rencana Keperawatan
Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
Ditandai dengan :
Suhu bayi 36,5 °C
Bayi didalam inkubator dengan suhu 32 °C
Bayi tidak menggunakan baju
Rencana Keperawatan
Dx.4

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh tetap normal.

Kriteria Evaluasi :
Suhu 37 °C
Bayi tidak kedinginan
Rencana Keperawatan
Dx.4

Intervensi dan Rasional :
Tempatkan bayi pada tempat yang hangat
R : Mencegah terjadinya hipotermi
Atur suhu inkubator
R : Menjaga kestabilan suhu tubuh
Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
R : Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi
Rencana Keperawatan
Kecemasan orangtua b.d kurang pengetahuan orangtua tentang kondisi bayi.
Ditandai dengan :
Ibu klien mengatakan kapan anaknya bisa pulang
Ibu tampak cemas
Ibu menangis
Rencana Keperawatan
Dx.5

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan cemas keluarga (orangtua) bayi berkurang.

Kriteria Evaluasi :
Ibu tidak menangis
Mimik/verbal tidak cemas
Rencana Keperawatan
Dx.5

Intervensi dan Rasional :
Kaji tingkat kecemasan
R : Mengetahui koping individu
Berikan penjelasan tentang keadaan klien saat ini
R : Meningkatkan pengetahuan orang tua
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan perasaan
R : Membina hubungan saling percaya
Anjurkan keluarga untuk tetap mengunjungi bayinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar