II.1 Definisi
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. (Judarwanto, 2008). Pada umumnya penderita autisme mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Autisme bukan salah satu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar sehingga anak autisma seperti hidup dalam dunianya sendiri. (Yatim, 2007)
Menurut kelompok definisi dari autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang biasanya muncul pada anak-anak terutama anak berusia 1 – 3 tahun akibat dari adanya kelainan biologis dan neurologis pada otak termasuk ketidakseimbangan biokimia, factor genetic dan gangguan kekebalan tubuh, yang dibuktikan dengan pola tingkah laku yang tidak normal.
II.2 Etiologi
Seperti telah diuraikan dalam catatan pakar autis ( Nakita, 2002 ) jumlah penyandang autisme dibandingkan dengan jumlah kelahiran normal dari tahun ketahun meningkat tajam sehingga ditahun 2001 lalu sudah mencapai 1 dari 100 kelahiran. Peningkatan yang tajam ini tentunya menimbulkan pertanyaan, ada perubahan apa dalam rentang waktu tersebut sehingga kasus terjadinya autisme bisa meningkat tajam tidak saja di Indonesia tetapi juga di berbagai negara.
a. Factor Psikogenik
Ketika autisme pertamakali ditemukan tahun 1943 oleh Leo Kanner, autisme diperkirakan disebabkan pola asuh yang salah. Kasus-kasus perdana banyak ditemukan pada keluarga kelas menengah dan berpendidikan,` yang orangtuanya bersikap dingin dan kaku pada anak. Kanner beranggapan sikap keluarga tersebut kurang memberikan stimulasi bagi perkembangan komunikasi anak yang akhirnya menghambat perkembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial anak. Pendapat Kanner ini disebut dengan teori Psikogenik yang menerangkan penyebab autisme dari factor-faktor psikologis, dalam hal ini perlakuan/ pola asuh orangtua. Namun penelitian-penelitian selanjutnya tidak menyepakati pendapat Kanner. Alasannya, teori psikogenik tidak mampu menjelaskan ketertinggalan perkembangan kognitif, tingkah laku maupun komunikasi anak autis. Penelitian-penelitian selanjutnya lebih memfokuskan kaitan factor-faktor organik dan lingkungan sebagai penyebab autis. Kalau semula penyebabnya lebih pada faktor psikologis, maka saat ini bergeser ke factor organik dan lingkungan.
b. Factor biologis dan lingkungan
Pada factor bilogis dan lingkungan terdapat beberapa teori yang dapat membuat seseorang menjadi penderita autisme. Teori-teori tersebut antara lain :
1) Teori kelebihan opioid
Opioid adalah zat yang dapat menstimulasi perubahan perilaku. Zat ini meningkat kadarnya didalam tubuh penderita autisme.
2) Teori Gulten-Casein
Konsumsi makanan dengan kadar gluten dan casein akan memperparah autisme yang diderita. Zat yang terkandung didalam gluten maupun casein akan menyebabkan seseorang menderita penyakit celiac, dimana penyakit tersebut akan memicu gejala autisme.
3) Genetik (heriditer)
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita . Bila ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 20 – 40%, ke dua orang tua alergi resiko meningkat menjadi 40 – 80%. Sedangkan bila tidak ada riwayat alergi pada kedua orang tua maka resikonya adalah 5 – 15%. Pada kasus terakhir ini bisa saja terjadi bila nenek, kakek atau saudara dekat orang tuanya mengalami alergi.
4) Teori Autoimun dan Alergi makanan
Alergi pada suatu makanan menyebabkan hipersensitifitas pada tubuh seseorang. Reaksi tersebut diperantarai oleh mekanisme yang bersifat imunologi, farmakologi, toksin dan neurology yang pada akhirnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak.
5) Teori Infeksi karena virus Vaksinasi
Penggunaan vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella) yang disuntikkan pada saat anak berusia 16 bulan tersebut mengandung zat kimia berbahaya yang mengandung zat pengawet thimerosal dengan ethilmerkuri didalamnya yang diketahui sebagai penyebab utama sindrom autisme.
6) Teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut)
Pada bayi baru lahir sel yang mengandung IgA, Imunoglobulin utama di sekresi eksternal, jarang ditemui di saluran cerna, belum sempurnanya saluran cerna pada anak mengakibatkan integritas mukosa usus dan peristaltic yang merupakan pelindung masuknya allergen ke dalam tubuh tidak mampu menahan masuknya allergen tersebut. Pada usus imatur (tidak matang) sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh.
7) Teori kekurangan Vitamin, mineral dan nutrisi tertentu
Adanya defisiensi zinc pada penderita autisme sehingga menyebabkan gangguan metabolism melationin dalam tubuh dimana melationin tersebut digunakan dalam mendetoksifikasi logam berat dalam tubuh yang dapat mengakibatkann kerusakan otak.
II.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. yakni yang terdapat pada penderita autisme dengan membedakan usia anak. Tanda dan gejala tersebut dapat terlihat sejak bayi dan harus diwaspadai.
USIA
TANDA DAN GEJALA AWAL
0 – 6 bulan
· Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
· Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
· Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
· Tidak “babbling”
· Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
· Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
· Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
6 – 12 bulan
· Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
· Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
· Gerakan tangan dan kaki berlebihan
· Sulit bila digendong
· Tidak “babbling”
· Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
· Tidak ditemukan senyum sosial
· Tidak ada kontak mata
· Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
1 – 2 tahun
× Kaku bila digendong
× Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
× Tidak mengeluarkan kata
× Tidak tertarik pada boneka
× Memperhatikan tangannya sendiri
× Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
× Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
2 – 3 tahun
× Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
× Melihat orang sebagai “benda”
× Kontak mata terbatas
× Tertarik pada benda tertentu
× Kaku bila digendong
4 – 5 tahun
× Sering didapatkan ekolalia (membeo)
× Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
× Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
× Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala) dan temper tantrum
Namun, selain tanda dan gejala awal yang dapat dilihat diatas, terdapat juga beberapa gejala umum yang pasti dapat terlihat apabila seseorang menderita autisme. Gejala tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan Sosial
Penderita autisme mengalami kerusakan interaksi social dan seringkali kurang perhatian terhadap lingkungan sekitarnya. Berikut adalah karakteristik (tanda dan gejala) sehubungan dengan gangguan (kerusakan) interaksi social penderita autisme :
a. Menolak / menghindar untuk beratatap muka
b. Tidak menoleh jika dipanggil, sehingga seringkali diduga tuli
c. Menolak atau merasa tidak senang jika dipeluk
d. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknya.
e. Hidup dalam dunianya sendiri (tidak mau berbagi kesenangannya dengan orang lain).
f. Menjauh bila didekati saat ia sedang bermain
2. Komunikasi
Sepertiga atau setengah dari individu yang menderita autisme kemampuan perkembangan komunikasi alaminya tidak terjadi, baik secara verbal maupun non-verbal. Gangguan komunikasi tersebut dikarakteristikkan dengan antara lain :
a. Kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat terjadi.
b. Menggunakan kata tanpa menghubungkan dengan arti yang lazim digunakan.
c. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat.
d. Kata-kata tidak dapat dimengerti orang lain.
e. Tidak menggunakan kata dalam konteks yang sesuai.
f. Ekolia (meniru/membeo), menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya.
g. Bicara monoton seperti robot.
h. Mimik datar.
3. Bermain
Penderita autis mengalami gangguan bermain, karakteristinya antara lain :
a. Bermain sangat monoton dan aneh misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama.
b. Ada kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi.
c. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
d. Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang menarik seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya
e. Tidak spontan / reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura.
f. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak.
g. Perilaku yang ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas sehari hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
4. Perilaku
Anak dengan autisme mengalami gangguan dalam perilaku sehari-harinya, karakteristiknya antara lain :
a. Sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya
b. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah.
c. Mengulang suatu gerakan tertentu atau repetitive behavior (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau membenturkan kepala di dinding
d. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong dengan tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri.
e. Gangguan kognitif, tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
5. Perasaan dan Emosi
Gangguan perasaan dan emosi juga dialami oleh penderita autisme, gangguan tersebut dikarakteristikkan dengan antara lain :
a. Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata
b. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan
c. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum) bila keinginannya tidak didapatkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.
d. Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain
6. Persepsi Sensoris
Gangguan persepsi sensoris juga terdapat oleh penderita autisme dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
b. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja
c. Bila mendengar suara keras, menutup telinga.
d. Menangis setiap kali dicuci rambutnya.
e. Merasa tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu.
f. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
II.4 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita autisme. Komplikasi tersebut terutama berimbas pada gangguan tumbuh kembang dari penderita autisme. Beberapa komplikasi tersebut adalah :
a. Gangguan Nutrisi (Gizi)
Nutrisi yang kurang atau yang lebih dikenal dengan malnutrisi adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada penderita autism. Hal ini disebabkan karena penderita autis tidak dapat makan makanan tertentu yang mengandung gluten seperti : biscuit, mie, roti dan segala bentuk kemasan lain dari terigu. Penderita autis juga tidak dapat memakan makanan atau minuman dengan kandungan casein seperti : susu sapi, keju, mozzarella, butter ataupun permen. Anak autis juga cenderung malas makan sehingga asupan makanan yang masuk tidak adekuat. Untuk itu diperlukan diet yang tepat bagi penderita autis.
b. Gangguan Metabolisme system pembuangan racun dan logam berat
c. Gangguan metabolisme khususnya terjadi pada metabolism melationin, dimana metabolism tersebut berfungsi sebagai detoksifikasi logam berat yang masuk kedalam tubuh. Adanya kegagalan pada metabolism melationin mengakibatkan system pembuangan racun dan logam berat di dalam tubuh menjadi terganggu.
d. Gangguan penyerapan dan pencernaan makanan
Gangguan ini dapat terjadi sebagai akibat lanjutan dari ketidak matangan (imaturitas) usus selama dalam masa kehamilan. Hal ini berkaitan dengan nutrisi yang dikonsumsi oleh ibu hamil tersebut. Imaturitas usus tersebut berlanjut hingga mengakibatkan gangguan pada proses mekanik pada proses peristaltic dan penyerapan di mukosa usus.
e. Gangguan system kekebalan tubuh
Gangguan ini terjadi akibat lanjutan dari system imun tubuh yang menurun akibat tidak adekuatnya nutrisi pada masa kehamilan dan adanya gangguan pada system syaraf di otak.
f. Kerusakan Komunikasi Verbal Persisten
Kerusakan komunikasi verbal menetap dapat terjadi apabila gejala klinis dari gangguan bucara caik verbal amaupun non-verbal tidak dapat ditanggulangi dengan baik. Penderita akan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan berbicara dengan orang lain akibat dari keterlambatan bicara atau tidak bicara sama sekali yang ia alami sejak usia dini dalam waktu lama.
g. Gangguan sosial
Isolasi sosial merupakan salah satu komplikasi yang terjadi akibat dari gejala klinis pada gangguan interaksi sosial yang tidak ditindak lanjuti. Penderita akan mengalami keterbatasan dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dan aktualisasi diri.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.
y.
z.
aa.
bb.
cc.
dd.
ee.
ff.
gg.
hh.
a.
b.
c.
d.
e.
II.5 Pathophysiology Autis
Faktor psikologi Faktor Biologi
Kesalahan pola asuh orang tua Infeksi vaksin Paparan logam Intake nutrisi tidak
MMR Berat adekuat (trimester 3)
Hambatan Pertumbuhan &
Perkembangan anak Keracunan zat ethilmercury gang. Met. Metalotionin perk.otak tak
Optimal
Mnciptakan dunia Malfungsi regulasi
Sendiri elemen logam
Keracunan pada otak
Neurokimia otak terganggu
Norephineprin, serotonin, 5-TH tidak stabil
Fungsi otak terganggu
AUTISMA
Iteraksi sosial tidak Perkembangan perilaku abnormal kepedulian
Normal Komunikasi terganggu terhadap sekitar
II.6 Diagnostic Test
Mendiagnosis autisme dapat dilakukan dengan menggunakan klarifikasi yang disebut sebagai Zero to three’s Diagnostic Classification of Mental Health and Development Disorder of Infancy and early Childhood. DC-0-3 menggunakan konsep bahwa proses diagnosis adalah proses berkelanjutan dan terus menerus, sehingga dokter yang merawat dalam pertambahan usia dapat mendalami tanda, gejala dan diagnosis pada anak. Diagnosis tidak dapat ditegakkan secara cepat, tapi harus melalui pengamatan yang cermat dan berulang-ulang. Dalam penegakkan diagnosis harus berkerjasama dengan orangtua dengan mengamati perkembangan hubungan anak dengan orangtua dan lingkungannya.
Konsep DC 0-3 tersebut digunakan karena pengalaman kesulitan dalam mendiagnosis Autis atau gangguan perilaku sejenisnya di bawah 3 tahun, khususnya yang mempunyai gejala yang belum jelas. Faktor inilah yang menyulitkan apabila anak didiagnosis autism terlalu dini, padahal dalam perkembangannya mungkin saja gangguan perkembanagn tersebut ada kecenderungan membaik atau menghilang. Sehingga kalau anaknya didiagnosis Autism adalah sesuatu yang berat bagi orang tua, seolah-olah sudah tidak harapan bagi si anak.
a. MSDD (Multisystem Developmental Disorders)
MSDD (Multisystem Developmental Disorders) adalah diagnosis gangguan perkembangan dalam hal kesanggupannya berhubungan, berkomunikasi, bermain dan belajar. Gangguan MSDD tidak menetap seperti gangguan pada Autistis Spectrum Disorders, tetapi sangat mungkin untuk terjadi perubahan dan perbaikkan. Pengertian MSDD meliputi gangguan sensoris multipel dan interaksi sensori motor. Gejala MSDD meliputi : gangguan dalam berhubungan sosial dan emosional dengan orang tua atau pengasuh, gangguan dalam mempertahankan dan mengembangkan komunikai, gangguan dalam proses auditory dan gangguan dalam proses berbagai sensori lain atau koordinasi motorik.
b. Pervasive Developmental Disorders Screening Test PDDST – II.
PDDST-II adalah salah satu alat skrening yang telah dikembangkan oleh Siegel B. dari Pervasive Developmental Disorders Clinic and Laboratory, Amerika Serikat sejak tahun 1997. Perangkat ini banyak digunakan di berbagai pusat terapi gangguan perliaku di dunia. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang cukup baik sebagai alat bantu diagnosis atau skrening Autis.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dan mendiagnosis anak dengan kelainan autisme adalah berdasarkan pengamatan langsung dan tidak langsung (melalui wawancara orangtua atau anamnesa). Tetapi terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis yang dapat digunakan sebagai dasar intervensi dan strategi pengobatan. Sehingga pemeriksaan penunjang laboratorium hanya untuk kepentiangan strategi penatalaksanaan semata dan bukan sebagai alat diagnosis.
Bila terdapat gangguan pendengaran harus dilakukan beberapa pemeriksaan seperti :
a. Audio gram and Typanogram.
b. EEG untuk memeriksa gelombang otak yang mennujukkan gangguan kejang yang diindikasikan pada kelainan tumor dan gangguan otak.
c. Screening gangguan metabolic yakni pemeriksaan darah dan urine untuk melihat metabolisme makanan di dalam tubuh dan pengaruhnya pada tumbuh kembang anak. Beberapa spectrum autism dapat disembuhkan dengan diet khusus.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CAT Scans (Computer Assited Axial Tomography)
Keduanya sangat menolong untuk mendiagnosis kelainan struktur otak, karena dapat melihat struktur otak secara lebih detail. Pemeriksaan genetic dengan melalui pemeriksaan darah adalah untuk melihat kelainan genetik, yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan. Beberapa penelitian menunjukkkan bahwa penderita autism telah dapat ditemukan pola DNA dalam tubuhnya.
II.7 Penatalaksanaan Klinis pada Pasien dengan Autisme
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan adalah dengan terapi secara rutin pada anak atau penderita autisme. terapi tersebut dapat berupa terapi behavior dan terapi nutrisi untuk menunjang kebutuhan nutrisi dari penderita autis.
II.7.1 Terapi Behaviour pada penderita autisme
a. Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
b. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
c. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.
d. Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
e. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.
f. Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
g. Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,
h. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
i. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal ini dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
j. Terapi Biomedik
Terapi biomedik menemukan bahwa gejala-gejala anak autisme diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Lebih banyak penderita autis mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).
II.7.2 Terapi Diet dan Nutrisi pada penderita autisme
a. Diet bebas ikan
Sebisa mungkin hindari pemberian ikan-ikanan pada anak penderita autisme. hal ini disebabkan kandungan logam beratnya yang tinggi akibat pencemaran lingkungan yang terdapat pada ikan terutama ikan laut.jenis ikan yang dapat diberikan hanya : ikan salmon, ikan tuna, ikan makarel / tenggiri.
b. Diet bebas gula
Membatasi asupan gula baik asupan gula yang berasal dari gula murni maupun gula buatan.
Jenis Gula
Gula yang tidak diberikan
Gula pengganti
Gula murni
Gula pasir, syrup, minuman yang berkarbonasi dan jus buah dalam kemasan.
Jus buah alami tanpa gula, gula palem namun dengan jumlah yang sedikit dan hanya untuk dicampur kedalam pembuatan kue, gula buah (fruktosa) namun tidak dalam frekuensi sering.
Gula buatan
Gula dari saccharine, aspartame seperti Tropicana slim dan equal.
Gula stevia, gula gyserin, dan gula jagung (gula sarbitol) dengan penggunaan secara bergantian.
(sumber : Diet anak autis, 2008)
c. Diet bebas jamur
Diet ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kembali infeksi jamur dalam usus. Sesuai dengan namanya, semua jenis makanan yang diolah dengan proses fermentasi tidak diberikan. Jenis makanan tersebut seperti :
- Kecap
- Tauco
- Keju
- Kue yang dibuat dengan menggunakan soda pengembang, vermipan, atau sejenisnya.
- Makanan yang sudah lama disimpan atau buah-buahan yang dikeringkan.
- Hindarkan makanan yang dibuat melalui peragian (tempe, roti, dan lain-lain)
d. Diet bebas GFCF (Gluten free – Casein free)
Diet ini adalah diet dengan menghindarkan semua produk yang mengandung gluten dan casein.
Diet
Makanan yang tidak diberikan
Makanan pengganti
Bebas gluten
Biscuit, mie, roti, kue-kue, snack dan segala jenis makanan lain yang mengandung tepung terigu. Hindarkan beras ketan karena mengandung gluten yang cukup tinggi.
Makanan yang mengandung tepung beras, tepung larut atau tepung tapioca.
Bebas Casein
Makanan atau minuman yang mengandung susu sapi seperti: keju, mozzarella, butter, permen susu, es krim, yoghurt, sancks dll.
-
(sumber : Diet anak autis, 2008)
e. Diet bebas zat aditif
Jangan memberikan makanan dengan zat aditif atau makanan yang mengandung campuran bahan-bahan kimia.
Zat aditif
Makanan yang dihindari
Makanan pengganti
Pengawet (preservatives)
Makanan olahan : sosis, kornet, nugget, bakso olahan dan makanan olahan lainnya.
Gunakan makan yang dimasak secara alami. Gunakan pengganti warna makanan dengan bahan-bahan alami seperti : daun pandan, daun suji, kunyit dan bit.
Pewarna (colouring)
Penyedap (flavouring)
Pengemulsi
(sumber : Diet anak autis, 2008)
f. Diet bebas fenol dan salisilat
Jenis diet
Makanan yang tidak diberikan
Makanan pengganti
Diet bebas fenol
Terkandung dalam buah-buahan berwarna cerah seperti : anggur, ceri, plum, prun, apel, almond dll.
Ganti buah-buahan tersebut dengan buah-buahan yang betakaroten seperti : pepaya, mangga, bit, kiwi, nanas dan wortel. Perbanyak memakan sayur-sayuran sebagai penambah serat agar anak tidak susah buang air besar karena keterbatasan konsumsi buah.
Diet bebas salisilat
Terdapat pada jeruk dan tomat
(sumber : (Diet anak autis)
g. Diet rotasi dan eliminasi
Sebagian besar penderita autisme mempunyai alergi makanan akibat penumpukan makanan yang sama akibat konsumsi yang berlebihan, maka perlu dilakukan rotasi makanan dan eliminasi yakni dengan menggunakan Makanan yang bervariasi. Setelah di tes pada makanan, apabila IgG dalam kadar rendah, makanan tersebut dapat diberikan dengan minimal rotasi empat kali. Maka harus dibuat daftar susunan menu makanan bagi penderita autis.
h. Suplemen makanan
Penderita autis umumnya mengalami defisiensi vitamin dan mineral akibat perlakuan diet yang cukup ketat. Dengan demikian, dibutuhkan suplemen makanan seperti :
- Kalsium (calcium citrate)
- Magnesium (magnesium glycinate)
- Zinc
- Selenium
- Vitamin A
- Vitamin B kompleks
- Vitamin B6 dosis tinggi atau dalam bentuk jadi P5P
- Vitamin C dosis tinggi (bentuk esters) dan vitamin E
- Multimineral yang tidak mengandung copper dan manganese
- asam lemak esensial yang mengandung omega 3 & 6 dan asam amino
- kolostrum dan enzim probiotik
- methylsulfonylmethane dan ubiquinone
- yeast control, biotin, taurin, dan reduced L-glutathione
Tidak ada komentar:
Posting Komentar