BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Dari kepustakaan yang ada, saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda - tanda dan gejala setelah kematian sangat bervariasi. Hal ini karena tanda atau gejala yang ditunjukan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya, umur, kondisi fisik pasien, penyakit sebelumnya, keadaan lingkungan mayat, sebelumnya makanan maupun penyebab kematian itu sendiri. Dalam era ini dibutuhkan penentuan saat kematian secara tepat.
Selain itu salah satu penyebab asfiksia adalah persalinan dengan bedah caesar sangat tinggi risikonya terhadap bayi baru lahir yaitu kematian bayi, risiko gangguan pernafasan bayi, risiko trauma bayi dan risiko gangguan otak. Risiko yang dialami bayi baru lahir terkait persalinan dengan caesar adalah 3,5 kali lebih besar dibandingkan dengan persalinan normal ( Dr. Andon Hestiantoro SpOG ( K ) dari Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM
Menurut Anne Hansen dari Aarhus University Hospital, Denmark, mengatakan bahwa bayi yang lahir dengan seksio sesarea memiliki risiko lebih tinggi pada sistem pernafasan kemungkinan berkaitan dengan perubahan fisiologi akibat proses kelahiran. Proses kelahiran dengan seksio sesarea memicu pengeluaran hormon stres pada ibu yang diperkirakan menjadi kunci pematangan paru-paru bayi yang terisi air sehingga bayi lahir mengalami asfiksia. Asfiksia sendiri adalah kegagalan bayi untuk bernafas dan mempertahankannya. Selain dapat menimbulkan kematian, jika terlambat ditangani asfiksia bisa mengakibatkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli, dan cacat otak.
Menurut dr. Wayan Retayasa, SpA (K) dari RS Wangaya Bali,Angka Kematian Bayi akibat asfiksia di tingkat nasional berkisar 3 % dari 100 juta bayi yang lahir di negara berkembang sehingga perlu penanganan yang benar agar tidak menimbulkan kecacatan bayi dan gangguan pada tumbuh kembangnya di kemudian hari. Sementara sekitar 900.000 bayi di Indonesia lahir dengan asfiksia dan merupakan penyebab nomor dua kematian bayi.
Gambaran singkat mengenai AKB, dimana AKB terdapat 32 kasus yaitu 16 kasus dikarenakan asfiksia, 1 kasus karena tetanus neonatorum, 2 kasus infeksi dan 13 kasus sisanya karena berbagai macam faktor. Menurut Helen Varney 2007, kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah dari faktor persalinan dengan tindakan yaitu persalinan dengan seksio sesarea. Hansen dan koleganya mempublikasikan British Medical Journal Online 11 desember 2007, yang meneliti lebih dari 34.000 kelahiran di Denmark. Mereka menemukan hampir 4 kali peningkatan risiko kesulitan bernafas pada bayi-bayi yang dilahirkan secara seksio sesarea. Sedangkan menurut Helen Varney 2007, neonatus yang dilahirkan dengan seksio sesarea, terutama jika tidak ada tanda persalinan, tidak mendapatkan manfaat dari pengeluaran cairan paru dan penekanan pada toraks sehingga mengalami gangguan pernafasan yang lebih persistan.
Kompresi toraks janin pada persalinan kala II mendorong cairan untuk keluar dari saluran pernafasan. Sander 1978 menemukan bahwa tekanan yang agak besar seiring dengan ditimbulkan oleh kompresi dada pada kelahiran pervaginam dan di perkirakan bahwa cairan paru-paru yang didorong setara dengan seperempat kapasitas residual fungsional. Jadi, pada bayi yang lahir dengan seksio sesarea mengandung cairan lebih banyak dan udara lebih sedikit di dalam parunya selama 6 jam pertama setelah lahir ( Milner dkk, 1978 ). Kompresi toraks yang menyertai kelahiran pervagainam dan ekspansi yang mengikuti kelahiran, mungkin merupakan suatu faktor penyokong pada inisiasi respirasi ( Obstetri Williams edisi 21, 2005 ).
Dari studi pendahuluan Di Rumah Sakit pada tahun 2005 terdapat 741 bayi yang dilahirkan dengan persalinan seksio sesarea. Dari persalinan seksio sesarea terdapat 39 bayi yang mengalami asfiksia. Sedangkan periode bulan Agustus sampai September 2009 terdapat 184 kelahiran, dimana kelahiran seksio sesarea sebanyak 130 kelahiran dan 52 kelahiran normal sedangkan sisanya kelahiran dengan tindakan vacum. Dari 130 kelahiran dengan cara seksio sesarea terdapat 8 bayi yang mengalami gangguan pernafasan sedangkan pada 52 kelahiran normal terdapat 2 bayi yang mengalami gangguan sistem pernafasan.
Dari studi pendahuluan Di Rumah Sakit pada tahun 2005 terdapat 741 bayi yang dilahirkan dengan persalinan seksio sesarea. Dari persalinan seksio sesarea terdapat 39 bayi yang mengalami asfiksia. Sedangkan periode bulan Agustus sampai September 2009 terdapat 184 kelahiran, dimana kelahiran seksio sesarea sebanyak 130 kelahiran dan 52 kelahiran normal sedangkan sisanya kelahiran dengan tindakan vacum. Dari 130 kelahiran dengan cara seksio sesarea terdapat 8 bayi yang mengalami gangguan pernafasan sedangkan pada 52 kelahiran normal terdapat 2 bayi yang mengalami gangguan sistem pernafasan.
B. Rumusan masalah
Bila dilihat dari angka kejadian diatas, asfiksia pada bayi baru lahir masih cukup tinggi, penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang asfiksia.
C. Tujuan
Di harapkan mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pasda bayi asfiksia.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. (Noname: Online)
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Prawirohardjo: 1991).
- Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas atau pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian hes;ir asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu
a. Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.
b. Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
1) Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
3) Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :
a. Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
b. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
C. Patofisiologi
Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan factor lain : anestesi,
Presentasi janin abnormal obat-obatan narkotik
ASFIKSIA
Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan
Dan kadar CO2 meningkat
|
Nafas cepat
|
Ke paru dlm darah
perubahan asam
|
G3 perfusi ventilasi
DJJ & TD
|
Asidosis respiratorik
Kematian
bayi
|
Janin tdk bereaksi
|
D. Manifestasi klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
1. DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
2. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3. Apnea
4. Pucat
5. Sianosis
6. penurunan terhadap stimulus.
E. Insiden asfiksia
Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter. Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu - lintas dan trauma mekanik.
- Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.Meliputi berbagai organ yaitu:
a. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
b. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema paru.
c. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
d. Ginjal: tubular nekrosis akut.
e. Hematologi
G. Pemeriksaan diagnostic
1. Analisa gas darah
2. Penilaian APGAR score
3. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
4. Pengkajian spesifik
5. Elektrolit darah
6. Gula darah
7. Baby gram
8. USG ( Kepala)
9. Pemeriksaan darah Kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar PaO2, PH
H. Penatalaksanaan asfiksia
1. Tindakan Umum
a. Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih dalam.
b. Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.
c. Mempertahankan suhu tubuh.
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
b. Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit dan Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit dan Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas klien
b. Identitas orang tua
1) Ayah
2) Ibu
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama
2) Riwayat keuhan utama
3. Riwayat kesehatan lalu
a. Prenatal care
b. Natal
c. Post natal
4. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
c. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
5. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir.
6. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44-45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
7. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
8. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
9. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor
(misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak
2. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan edema paru
3. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
4. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia
6. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
C. RENCANA INTERVENSI
DP 2: Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
Kriteria Hasil :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak adanya sianosis.
3. PaCO2 dalam batas normal.
4. Keseimbangan perfusi ventilasi
Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
R/untuk meentukan tindakan keperawatan yang tepat
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
R/untuk mengetahui perubahan pernafasan sesudah dan sebelum suction
3. Beritahu keluarga tentang suction.
R/menambah pengetahuan agar keluarga tidak cemas
4. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
R/oksigen pasien dalam keadaan statis
Resusitasi Neonatus:
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap
mekonium.Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium
mekonium.Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium
5. dari jalan nafas bawah.Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
6. Monitor respirasi.
7. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.
DP 2 : Penurunan cardiac out put berhubungan dengan edema paru.
Tujuan : Menunjukan curah jantung dalam batas normal
Kriteria hasil:
Tujuan : Menunjukan curah jantung dalam batas normal
Kriteria hasil:
1. Menunjukan warna kulit yang normal
2. Edema perifer tidak ada
3. Bunyi nafas tambahan tidak ada
4. Distensi vena leher tidak ada
Intervensi:
1. Monitoring jantung paru
R/untuk mengetahui
2. Mengkaji tanda vital
R/untuk memonitor kerja jantung apakah telah berfungsi dengan baik.
3. Memonitor perfusi jaringan tiap 2-4 jam
R/kebutuhan jaringan terpenuhi
4. Memonitor denyut nadi
R/menunjukkan kerja jantung
5. Kolaborasi dalam pemberian vasodilator
6. R/agar pembuluh darah dapat berdilatasi dan dapat mengalirkan oksigen dengan baik yang ada dalam darah.
DP 3 : Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Intervensi :
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lendir.
R/membebaskan jalan nafas
2. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
R/kebutuhan oksigen terpenuhi
3. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
R/mengetahui keefektifan jalan nafas
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
R/alat bantu nafas dapat mengefektifkan pernafasan
5. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
R/agar kebutuhan oksigen terpenuhi
DP 4: Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
R/mengetahui kelainan nafas pada bayi
2. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
R/mengetahui kosentrasi oksigen
3. Pantau hasil Analisa Gas Darah
R/Sbagai pemeriksaan penunjang
DP 5: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia
Tujuan: Menunjukan peningkatan perfusi sesuai secara individual
Kriteri hasil:
Tujuan: Menunjukan peningkatan perfusi sesuai secara individual
Kriteri hasil:
1. Status mental dalam keadaan normal
2.Irama jantung dan nadi perifer dalam batas normal
3.Tidak ada sianosis sentral atau perifer
4.Kulit hangat
5.Keluaran urine dan berat jenis dalam batas normal
Intervensi:
1. Mempertahankan output yang normal dengan cara mempertahankan intake dan output.
R/untuk keseimbangan antara intake dan output
2. Kolaborasi dalam pemberian diuretik sesuai indikasi
R/diuretic membantu pengontrolan output
3. Memonitor laboratorium urine lengkap
R/sebagai pedoman dalam melakukan tindakan yang tepat
DP 6 : Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
Kriteria Hasil :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
R/untuk menghindarkan bayi dari hipothermi
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
R/untuk meminimalkan resiko terjadinya hipotermi
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
R/memudahkan untuk mendeteksi bayi hipothermi
4. Monitor TTV.
R/bayi sangat rentan kehilangan panas
5. Monitor adanya bradikardi.
R/memantau adanya masalah dalam pernafasan
6. Monitor status pernafasan.
R/mengetahui pernafasan tetap dalam keadaan normal
7. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
R/untuk memantau suhu bayi tetap dalam keadaan stabil
8. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.
R/untuk menjaga kestabilan suhu bayi.
D. EVALUASI
Bayi dapat bernafas secara normal,curah jantung dalam batas normal serta keseimbangan suhu bayi terjaga dan bayi tidak menunjukkan tanda-tanda hipotermi/hipertermi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. (Noname: Online) Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan perlukaran gas atau pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian hes;ir asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
1. Faktor Ibu
2. Gangguan aliran darah uterus
3. Faktor plasenta
4. Faktor fetus
5. Faktor Neonatus
B. SARAN
Penulis berharap pembaca dapat mengambil pelajaran dan menambah wawasan dari makalah yang kami buat.
DAFTAR PUSTAKA
Purnawan J, DKK.(1989). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : media aeusculapius FKUI
Staf pengajar IKA FKUI. ( 1995 ). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta : IKA 01 december 2010, 04:00 pm,Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC
terdapat pada http://www.freewebs.com/asfiksia/polacederaasfiksia.htm
terdapat pada http://www.freewebs.com/asfiksia/polacederaasfiksia.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar