Jumat, 18 November 2011

Askep Post Partum Blues

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu pengertian masa nifas adalah masa mulainya persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan (Ahmad Ramli. 1989). Dari dua pengertian di atas kelompok meyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan selama 6 minggu. Dalam proses adaptasi pada masa postpartum terdapat tiga metode yang meliputi ”immediate puerperineum” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, ”early puerperineum” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan ”late puerperineum” yaitu setelah satu minggu sampai 6 minggu postpartum.
Perubahan psikologi pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam tiga fase:
1. taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri, banyak bertanya dan bercerita tentang pengalamannya selama persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari.
2. taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang berlangsung 4 sampai 5 minggu.
3. fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.
Perubahan tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada seorang ibu yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan psikologi yang abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga kategori yaitu postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis, dan psikosis pascapartum. Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai post partum blues. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam lagi yang dimaksud dengan gangguan psikologis pada ibu masa postpartum khusunya post partum Blues.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Gangguan psikologis ibu postpartum.
b) Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan.
c) Memenuhi salah satu tugas perkuliahan Keperawatan Maternitas.
C. Rumusan Masalah
Masalah yang timbul kemudian yaitu : apa itu postpartum blues?, bagaimana epidemiologinya, etiologi, pathogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan serta bagaimana dengan asuhan keperawatannya?



BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN
GANGGUAN PSIKOLOGIS POSTPARTUM : POSTPARTUM BLUES

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai ‘milk fever ‘ karena gejala
disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anak, karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurung dan mudah sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan. Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
2. Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung.
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan.
Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh beberapa factor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya. Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu.
3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah tersinggung (iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah, khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja Anda lahirkan , insomnia yang berlebihan. Gejala-gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.
4. Insiden
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.
5. Pencegahan
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
a. Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu memperhatikan si ibu
b. Menu makanan yang seimbang
c. Olah raga secara teratur
d. Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya.
e. Rencanakan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami
f. Rekreasi
6. Pemeriksaan Diagnostik
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatigue) ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.
7. Penatalaksanaan
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut.
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi ;
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain-lain
2. Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
3. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
4. Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.
5. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
6. Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 ) Adalah :
a. Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas Ego
Peka rangsang, takut/menangis (" Post partum blues " sering terlihat kira-kira 3 hari setelah kelahiran).
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
e. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari – hari ke-3.
f. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum.
g. Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya ; menyusui). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues diantaranya Adalah :
a. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
b. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
c. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan emosional
d. Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu berkaitan perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
f. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
g. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi
ketidaknyamanan.
Intervensi Keperawatan :
1) Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan.
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
3) Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
Rasional : Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan mengurangi edema dan vasodilatasi.
4) Berikan kompres panas lembab (misalnya ; rendam duduk / bak mandi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres dan tekanan langsung pada perineum.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui.
Rasional : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain paling hebat karena pelepasan oksitosin.
b. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses/situasi menyusui, mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
2) Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga.
Rasional : Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil.
3) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor–faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
Rasional : Membantu menjamin supli susu adekuat, mencegah putting pecah dan luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.
4) Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik – teknik menyusui
Rasional : Posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting, tanpa memperhatikan lamanya menyusu.
5) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi ; misalnya ; progam Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ).
Rasional : Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional.
c. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan emosional
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat, mengidentifikasi sumber-sumber.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya.
Rasional : Mengidentifikasi faktor – faktor risiko potensial dan sumber-sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan klien/pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang tua.
2) Perhatikan respons klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua.
Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
3) Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.
Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
4) Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan.
Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif mempengaruhi menyusui.
5) Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal, atau pascapartal.
Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien.
6) Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai indikasi.
Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan.
7) Pantau dan dokumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada pertama kali ; selanjutnya, mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap.
8) Anjurkan pasangan/sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin.
Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.
9) Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara klien/pasangan dan bayi tidak terjadi.
Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.
d. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis
maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebuuhan.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan.
Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminin dan keunikan fungsi feminin serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui.
2) Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran.
Rasional : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasi.
3) Kaji terhadap gejala depresi yang fana (" perasaan sedih " pascapartum) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum (misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau berat).
Rasional : Sebanyak 80 % ibu – ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan.
4) Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuan domestik pada saat pulang.
Rasional : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stres.
5) Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir.
Rasional : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara insting tetapi harus dipelajari.
6) Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu – raguan tentang kemampuan menjadi orang tua
Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat.
7) Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung.
Rasional : Kira – kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala – gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan.
2) Kaji factor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat.
Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan menurunkan rangsang.
3) Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali ke rumah.
Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
4) Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.
Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI, dan penurunan refleks secara psikologis.
5) Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain.
Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya.
f. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan-alasan untuk tindakan.
Intervensi Keperawatan :
1) Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan klien.
Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan diri/perawatan bayi.
2) Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar.
Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.
3) Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan fisiologis.
Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan, dan berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional.
4) Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi.
Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metoda kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan sebelum kunjungan minggu ke-6.
g. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.

Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain.
Rasional : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap – tahap perkembangan.
2) Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi.
Rasional : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan keluarga membantu mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang.
3) Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode pascapartum.
Rasional : Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami, menurunkan stres dan meningkatkan koping positif.
4) Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling) tetang bayi baru.
Rasional : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan kemungkinan penggantian atau penolakan.
5) Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di komunitas.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan anak.
4. Implementasi
Menurut Doenges (2000) implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensi-intervensi yang terdapat dalam rencana perawatan. Menurut Allen (1998) komponen dalam tahap implementasi meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan respon pasien terhadap asuhan keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang ditetapkan yaitu meliputi ; kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan. Ibu dan keluarga akan mengembangkan koping yang efektif. Setiap anggota keluarga akan melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Perawat dapat yakin bahwa perawatan berlangsung efektif jika kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya secara efektif, dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan dan perkembangan yang sehat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Postpartum blues yaitu suatu perasaan bercampur aduk
2. Penyebab postpartum blues belum diketahui secara pasti.
3. Penderita postpartum dapat dideteksi melalui skrinning yaitu dengan kuisioner yang berupa pertanyaan tentang rasa cemas
4. Asuhan keperawatan pada pasien postpartum blues pada dasarnya harus holistik yaitu menyeluruh dari bio-psiko-sosio-spiritual dan melibatkan orang tua si anak yaitu ayah dan ibu si anak
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan Keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk para tim medis agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam perawatan depresi postpartum blues.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar: Keperawatan Maternitas edisi-4. Jakarta: EGC.
Diposting oleh Agus Sutiono dalam Postpartum Blues. 2008. Tags: Konsep Dasar dan Askep Postpartum Blues. http://agussutionopathy.blogspot.com/2008/05/bab-i-tinjauan-pustaka-konsep-dasar.html. diakses tanggal 09 januari 2011
Diposting Oleh zietraelmart dalam Postpartum Blues. 2008. Tags: Ilmu Jiwa Kebidanan.http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/8/POST_PARTUM_BLUES. diakses tanggal 09 januari 2011
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar