Jumat, 18 November 2011

Askep Retardasi Mental

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bias dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.(Swaiman KF, 1989).Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.
B. Permasalahan
1. Bagaimana konsep teori retardasi mental?
2. Bagamana pula memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan retardasi mental?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori retardasi mental pada anak.
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan retardasi mental.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Retardasi Mental
RM menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 : Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sbl 18 tahun) ditandai dengan fs. kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa; ketrampilan merawat diri, ADL; ketrampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dll.
Sedangkan menurut WHO,retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi.
Retradasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fs. Intelektual berada dibawah normal, timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991)
Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi iritelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Fungsi intelektual umum dibawah normal
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif social
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
Retardasi Mental sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
1. Lemah Pikiran ( feeble-minded)
2. Terbelakang Mental (Mentally Retarded)
3. Bodoh atau Dungu (Idiot)
4. Pandir (Imbecile)
5. Tolol (moron)
6. Oligofrenia (Oligophrenia)
7. Mampu Didik (Educable)
8. Mampu Latih (Trainable)
9. Ketergantungan Penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat
10. Mental Subnormal
11. Defisit Mental
12. Defisit Kognitif
13. Cacat Mental
14. Defisiensi Mental
15. Gangguan Intelektual
Jadi, Retradasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari gangguan fungsi intelektual dibawah rata-rata dan dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun.
B. Etiologi
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
1. Organik
a. Faktor prekonsepsi : kelainan kromosom (trisomi 21/Down syndrome dan Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neuro­cutaneos, dll.)
b. Faktor prenatal : kelainan petumbuhan otak selama kehamilan (infeksi, zat teratogen dan toxin, disfungsi plasenta)
c. Faktor perinatal : prematuritas, perdarahan intrakranial, asphyxia neonatorum, Meningitis, Kelainan metabolik:hipoglikemia, hiperbilirubinemia, dll
d. Faktor postnatal : infeksi, trauma, gangguan metabolik/hipoglikemia, malnutrisi, CVA (Cerebrovascularaccident) - Anoksia, misalnya tenggelam
2. Non organik
a. Kemiskinan dan klg tidak harmonis
b. Sosial kultural
c. Interaksi anak kurang
d. Penelantaran anak
3. Faktor lain : Keturunan; pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain (15-20% ; AAP, 1984)
C. Klasifikasi
Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan sebagai berikut (dikutip dari Swaiman 1989):
Nilai IQ :
1. Sangat superior 130 atau lebih
2. Superior 120-129
3. Diatas rata-rata 110-119
4. Rata-rata 90-110
5. Dibawah rata-rata 80-89
6. Retardasi mental borderline 70-79
7. Retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69
8. Retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51
9. Retardasi mental berat 20-35
10. Retardasi mental sangat berat dibawah 20
Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:
1. Tipe klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisis maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya
2. Tipe sosio budaya
Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat men­gikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi enam jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti anak­anak yang normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya ketainan pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali tidak naik kelas. Pada urnumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi mental ringan.
Klasifikasi Menurut Page :
1. Idiot (IQ dibawah 20; umur mental dibawah 3 tahun)
2. Imbisil (IQ antara 20-50, umur mental 3-7,5 tahun)
3. Moron ( IQ 50-70, umur mental 7,5-10,5 tahun)

Tabel Derajat Retradasi Mental
Derajat RM
IQ
Usia Prasekolah
(0-5 tahun)
Usia Sekolah
(0-21 tahun)
Usia Dewasa
(>21 tahun)
Sangat berat



Berat





Sedang







Ringan
<20



20-23





35-49







50-69
Retradasi jelas



Perkembangan motorik yang miskin




Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, ditangani dengan pengawasan sedang



Dapat mengembangkan keterampilan social dan komunikasi, retradasi minimal
Beberapa Perkembangan motorik dapat berespon namun terbatas

Dapat bicara atau berkomunikasi namun latuhan kejujuran tidak bermanfaat


Latihan dalam keterampilan social dan pekerjaan dapat bermanfaat, dapat pergi sendiri ketempat yang telah dikenal


Dapat belajar keterampilan akademik sampai ± kelas 6 SD
Perkembangan motorik dan bicara sangat terbatas

Dapat berperan sebagian dalam pemeliharaan diri sendiri dibawah pengawasan ketat

Dapat bekerja sendiri tanpa dilatih namun perlu pengawasan terutama jika berada dalam stress

Biasanya dapat mencapai keterampilan social dan kejujuran namun perlu bantuan terutama bila stres
D. Manifestasi Klinik
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu (Swaiman, 1989):
1. Kelainan pada mata
2. Kejang
3. Kelainan kulit
4. Kelainan rambut
5. Kepala
6. Perawakan pendek
7. Distonia
Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:
1. Retradasi Mental Ringan
Keterampilan social dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, deficit koognitif tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan dirinya dari anak lain seusianya.
2. Retradasi Mental Sedang
Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi social dirinya mungkin dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan retradasi mental ringan.
3. Retradasi Mental Berat
Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia prasekolah sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin kemampuan bahasanya berkembang. Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang.
4. Retradasi Mental Sangat Berat
Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa dewasa dapat terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana. Tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain.
Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian dari gangguan retradasi mental , yaitu hiperakivitas, toleransi frustasi yang rendah, agresi, ketidakstabilan efektif , perilaku motorik stereotipik berulang, dan perilaku melukai diri sendiri.
E. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari. Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara dan berbahasa , kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri , kesehatan dan keamanan , akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
F. Penatalaksanaan Medis
Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1. Pencegahan primer adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan gangguan. Tindakan tersebut termasuk pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari profesional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat , aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal, dan eredekasi gangguan yang diketahui disertai kerusakan system saraf pusat. Konseling keluarga dan genetic dapat membantu.
2. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat perjalanan penyakit.
3. Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan yang terjadi. Dalam pelaksanaanya kedua jenis pencegahan ini dilakuakn bersamaan, yang meliputi pendidikan untuk anak : terapi perilaku, kognitif dan psikodinamika ; pendidikan keluarga; dan intervensi farmakologi. Pendidikan untuk anak harus merupakan program yang lengkap dan mencakup latihan keterampilan adaptif, sosialn, dan kejuruan. Satu hal yang penting dalam mendidik keluarga tentang cara meningkatkan kopetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang realistic.
Untuk mengatasi perilaku agresif dan melukai diri sendiri dapat digunakan naltrekson. Untuk gerakan motorik stereotopik dapat dipakai antipsikotik seperti haloperidol dan klorpromazin. Perilaku kemarahan eksplosif dapat diatasi dengan penghambat beta seperti propranolol dan buspiron. Adapun untuk gangguan deficit atensi atau hiperktivitas dapat digunakan metilpenidat.
G. Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R (2002) komplikasi retardasi mental adalah :
1. Serebral palsi
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi / hiperaktif
5. Deficit komunikasi
6. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan, kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).
H. Insiden
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini.4 Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kromosom
2. Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
3. Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
J. Pencegahan
1. Imunisasi bagi anak dan ibu sebelum kehamilan
2. Konseling perkawinan
3. Pemeriksaan kehamilan rutin
4. Nutrisi yang baik
5. Persalinan oleh tenaga kesehatan
6. Memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga
7. Pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat
8. Program mengentaskan kemiskinan, dll

BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data demografi
a. Identitas Klien
b. Identitas Orang tua
2. Riwayat Kesehatan
a. Tanda dan gejala :
1) Mengenali sindrom seperti adanya mikrosepali
2) Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator RM seperti anak RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembangan pada tahun pertama kehidupannya, terutama psikomotor; RM sedang memperlihatkan penundaan pada kemampuan bahasa dan bicara, dengan kemampuan motorik normal-lambat, biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah dengan memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
3) Gangguan neurologis yang progresif
4) Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994)
a) Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik :
* Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, ttp terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
* Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.
* Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
b) Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun)
Karakteristik :
* Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
* Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada kemampuan membaca dan berhitung.
* Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dalam rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yg dikenal, tidak bisa membiayai sendiri.
c) Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)
Karakteristik :
* Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik, kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam perawatan diri tingkat dasar sepeti makan.
* Usia sekolah, gangguan spesifik dlm kemampuan berjalan, memahami sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.
* Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara minimal, meggunakan gerak tubuh.
d) Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)
Karakteristik :
* Usia prasekolah retardasi mencolok, fungsi. Sensorimotor minimal, butuh perawatan total.
* Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan, memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki, tangan dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental bayi muda.
* Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya diikuti dengan kelainan fisik.
3. Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (bentuk kepala tidak simetris)
b. Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/ tidak ada, halus, mudah putus dan cepat berubah
c. Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
d. Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung keatas, dll
e. Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/ melengkung tinggi
f. Geligi : odontogenesis yang tidak normal
g. Telinga : keduanya letak rendah; dll
h. Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
i. Leher : pendek; tidak mempunyai kemampuan gerak sempurna
j. Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibu jari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
k. Dada & Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit, dll
l. Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
m. Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/ panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan kromosom
b. Pemeriksaanurin, serum atau titer virus
c. Test diagnostic sepetti : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
2. Kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
3. Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
4. Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
5. Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
6. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian/ berhias, toileting b/d ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya kematangan perkembangan.
C. Rencana Intervensi :
1. Dx : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
Tujuan : pertumbuhan dan perkembangan berjalan sesuai tahapan
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
b. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal.
c. Berikan aktivitas stimulasi yang sesuai dengan usia
d. Pantau pola pertumbuhan (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala dan rujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan intervensi nutrisi)
2. Dx : kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
Tujuan : komunikasi terpenuhi sesuai tahap perkembangan anak.
Intervensi :
a. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
b. Berikan intruksi berulang dan sederhana
c. Beri waktu yang cukup untuk berkomunikasi.
d. Dorong komunikasi terus menerus dengan dunia luar contoh Koran, televises, radio, kalender, jam.
3. Dx : Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
Tujuan : menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor risiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang aman dan nyaman.
b. Manajemen perilaku anak yang sulit
c. Batasi aktifitas yang berlebihan.
d. Ambulasi dengan bantuan ; berikan kamar mandi khusus.
4. Dx : Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi social
Tujuan : meminimalkan gangguan interaksi social
Intervensi :
a. Bantu anak dalam mengidentifikasi kekuatan pribadi
b. Beri pengetahuan terhadap orang terdekat anak mengenai Retardasi Mental
c. Dorong anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak-anak dan keluarga lain
d. Dorong anak mempertahankan hubungan dengan teman-teman
e. Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
5. Dx : Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
Tujuan : keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan terapinya
Intervensi :
a. Kaji pemahaman keluarga tentang penyakit anak dan rencana perawatan
b. Tekankan dan jelaskan penjelasan tim kesehatan lain tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan
c. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyakit dan terapinya
d. Ulangi informasi sesering mungkin
6. Dx : Defisit perawatan diri b/d ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya kematangan perkembangan.
Tujuan : melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan anak.
Intervensi :
a. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
b. Identifikasi kesulitan dalam perawatan diri, seperti keterbatasan gerak fisik, penurunan kognitif.
c. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
Pendidikan pada orangtua :
a. Perkembangan anak untuk tiap tahap usia
b. Dukung keterlibatan orangtua dalam perawatan anak
c. Bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak yang sulit
d. Informasikan sarana pendidikan yang ada dan kelompok, dll
D. Evaluasi
1. Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya.
2. Dapat berkomunikasi dengan baik sesuai usia.
3. Perilaku dan pola hidup anak jauh dari risiko cidera.
4. Anak berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak-anak dan keluarga lain.
5. Keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan terapinya.
6. Anak melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Retradasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari gangguan fungsi intelektual dibawah rata-rata dan dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun.
Faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental : organik, non organik dan faktor lain (Keturunan; pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain).
Klasifikasi RM menurut IQ-nya yaitu retardasi mental borderline 70-79, retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69, retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51, retardasi mental berat 20-35, dan retardasi mental sangat berat dibawah 20.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain :
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
2. Gangguan komunikasi verbal b/d kelainan fungsi kognitif
3. Risiko cedera b/d perilaku agresif/ ketidakseimbangan mobilitas fisik
4. Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
5. Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
6. Defisit perawatan diri b/d perubahan mobilitas fisik/ kurangnya kematangan perkembangan.
B. Saran
Penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar dapat meningkatkan lagi ilmu dan pengetahuan yang dimiliki dibidang Keperawatan anak khususnya yang terkait dengan Retardasi Mental pada anak.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
KTI.2010. Retardasi Mental ( http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/08/retardasi-mental.html, diakses tanggal 20 Desember 2010)
Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wardhani, W.A., dan Setiowulan, wiwiek │Eds.│. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Auscalapius.
Rohmah, Nikmatur dan Walid, Saiful. 2009. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Santa Teresa. 2010. (http://www.asterpix.com/tagcloudclick/?id=2437661&url=http%3A//scribd.asterpix.com/cy/2437661/%3Fq%3D&tag=Asuhan%20Keperawatan%20Jiwa%20Retardasi&q=mental%20retardasi%20keperawatan&referer=http%3A%2F%2Fwww.scribd.com%2Fdoc%2F29385639%2FASKEP-JIWA-RETARDASI-MENTAL-RM&ct=3&t=1292936078, diakses tanggal 20 Desember 2010)
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar