LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA MEDULLA SPINALIS
1.1 PENGERTIAN
Cedera spinal biasanya fraktur atau cedera lain pada tulang vetrebrata.Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada daerah servikal(leher) ke-5,6 dan 7,torakal ke-12dan lumbal pertama.Verterba ini adalah paling rentang karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertepral dalam area ini. Korda spinalis itu sensiri, yang terletak didalam kolumna vertebralis,dapat terpotong,tertarik,terpilin,atau tertekan.Kerusakan pada kolumna vertebralis atau korda dapat terjadi disetiap tingkatan.Kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya separuhnya.Demikian juga, kerusakan pada spinal dapat menyebabkan dispungsi temporer atau kerusaka permanen apbila korda spinalis mengalami trasseksi (terputus).
Sebagian besar kerusakan pada medula spinalis terjadi pada saat cidera.Cidera medula spinalis sekunder terjadi karena gerakan kolumna vertebralis yang tidak stabil;cidera yang terjai adalah akibat gerakan medula spinalis terhadap fragmen tulang tajam yang menonjol dalam kanalis vertebralis,dan akibat tekanan yang terus menerus pada medula spinalis.
Perubahan primer yang terjadi setelah cidera medula spinalis adalah pendarahan kecil dalam substansia grisea akibat berkurangnya aliran darah medula spinalis dan hipoksia yang diikuti oleh edema.
Apabila medula spinalis putus total,dua bencana fungsional akan terlihat :
1.Semua aktifitas voluntar pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh segmen-segme medula spinalis tersebut akan hilang selamanya.
2.Semua sensasi yang tergantung pada intregritas lintasan asendens medula spinalis akan hilang.
1.2 ETIOLOGI
Penyebab tersering cidera spinalis adalah kecelakaan mobil,kecelakaan motor
cidera ditempat industri,luka akibat tembakan atau pisau,olah raga,dan paling banyak adalah akibat jatuh.
1.3 PATOFISIOLOGI DAN DAMPAK PENYIMPANGAN KDM
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara (dimana pasien sembuh.
sempurna ) sampai kontusio,laserasi,dan komperensi substansi medula (baik salah satu atau dalam kombinasi),sampai transaksi lengkap medula (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis,darah dapat merembes keekstra dural,subdural,atau daerah subarakhloid pada kanal spinal.Setelah terjad kontisio atau robekan akibat cidera,serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.Sirkulsi darah kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan bertambahnya usia. Selain itu,serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah hernia nukleus pulposus melalui anulus,dan menekan radiks saraf spinal.
PENDARAHAN MIKROSKOPIK
Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-perdarahan kecil.Yang disertaireaksi peradangan,sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda.Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambatalira darah sehingga terjadi hkposia dan secara drastis meningkatkan luas cidera korda.Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.
HILANGNYA SESASI, KONTROL MOTORIK, DAN REFLEKS.
Pada cidera spnal yangparah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segen diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontor sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang parah.
SYOK SPINAL.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segme diatas dan dibawah tempat cidera. Repleks-refleks yang hilang adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks.Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.
HIPERREFLEKSIA OTONOM.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya utuh,tekanan darahnya akan segera diketahui oleh baroreseptor.Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh darah.Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan darah kenormal.Pada individu yang mengalami lesi korda,pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom,tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg sistolik,sehingga terjadi stroke atau infanr miokardium.Rangsangan biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.
PARALISIS
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi korda spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia.Paralisis separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.Apabila hanya separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
1.4 MANIFESTASI KLINIK
1. Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena.
2. Hilangnya sensasi kontrol motorik da repleks dibawah tingkat cdera akan segera terjadi.Suhu tubuh akan mencerminkan suhu lingkungan, dan tekanan darah akan menurun.
3. Kecepatan denyut nadi sering normal disertai tekanan darah normal.
4. Tingkat neurologik bagian bawah mengalami paralisis sensori da paralitik total, kehilangan kandung kemih dan usus besar (biasanya terjadi retensi urine dan distensi kandung kemih, penurunan keringat dan tonus vaso motor, dan penurunan tekanan darah diawali dengan resistensi vaskuler verifer.
5. Pada cidera medula servikal tinggi, kegagalan pernapasan akut adalah penyebab utama kematian.
1.5 PERANGKAT DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik ditambah CT scan dan MRI akan mengidentifikasi cedera dan edema vertebra serta korda spinalis.
2. Diagnostik dengan sinar-x (sinar-x pada spinal servikal lateral).
3. Pemantauan EKG kontinu merupakan indikasi karena brakikardia (perlambatan frekuensi jantug) dan asistole (standstill jantung) mum terjadi pada cidera servikal akut
1.7 ASUHAN KEPERAWATAN MEDULA SPINALIS
1.7.1 PENGKAJIAN
Pola pernapasan harus diobservasi, juga dikaji kekuatan batuk pasien serta diauskultasi paru-paru karena paralisis abdominal dan otot pernapasan yang menyebabkan penurunan batuk dan membuatnya sulit membersihkan sekresi bronkial dan paring. Ekskursi dada juga menurun.
Pasien dipantau dengan adanya perubaha fungsimotorik dan sensorik dan gejala kerusakan neurologik progresif. Pada tahap awal cidera medula spinalis tidak mungkin untuk menentukan apakah medula telah memburuk karena tanda dan gejala edema medula tidak dapat dibedakan dari transseksi medula. Edema medula medula spinalis dapat tejadi dengan cidera medula berat dan dapat terus menurunkan fungsi medula spinalis.
Fungsi sesorik dan motorik dikaji melalui pemeriksaan neurologik cermat. Temuan ini dicatat sehingga perubahan atau kemajuan dari status data dasar neurologik dapat dievaluasi dengan akurat.
1. Kemampuan motorik dikaji dengan meminta pasien meregangkan jari-jari tangan, meremas tangan pemeriksa dan menggerakkan jaribu kaki atau membalik kaki.
2. Sensasi dikaji dengan mencubit kulit atau menusuk kulit dengan ujung patahan lidi kapas, mulai dari tingkat bahu dan berjalan turun kedua sisi ekstremitas. Pasien ditanya apakah sensasi dirasakan.
3. Adanya penurunan pada fungsi neurologik dilaporkan dengan segera.
Pasien juga dikaji terhadap adanya syok spinal, dimana terjadi kehilangan repleks kompleks, motorik, sensori, dan aktifitas autonom dibawah tingkat lesi, yang menyebabkan paralisis kandung kemih dan distensi.Palpasi abdomen bagian bawah dipalpasi terhadap tand-tanda retensi urine dan distensi kandung kemih yang berlebihan.Kaji dengan ketat dilatasi lambung dan usus karena atonik usus besar sebagai gangaguan autonom.
Suhu dipantau karena pasien dapat mengalami periode hipertermia sebagai akibat perubahan kontrol suhu karena gangguan aoutonom.
1.7.2DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien terdiri dari:
1. Pola napas tidak efektif dengan kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi.
2. Kerusakan mobilitas pisik yang berhubungan dengan sensorik dan motorik
3. Kerusakan terhadap intregitas kulit yang berhubungan dengan kehilangan sensori dan imobilitas.
4. Retensi urinarius yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk berkemih spontan.
5. Konstipasi berhubungan adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomik.
6. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan pengobatan dan namanya imobilitas.
1.7.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif dengan kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi.
Kriteria evaluasi: mempertahankan kesejajaran yang tepat dari spinal tanpa cidera medula spinalis lanjut.
# Pertahankan tirah baring dan alat-alat imobilisasi seperti traksi, halobrace, polar leher, bantal pasir dan sebagainya.
2. Kerusakan mobilitas pisik yang berhubungan dengan sensorik dan motorik
3. Kerusakan terhadap intregitas kulit yang berhubungan dengan kehilangan sensori dan imobilitas.
4. Retensi urinarius yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk berkemih spontan.
5. Konstipasi berhubungan adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomik.
6. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan pengobatan dan namanya imobilitas.
Cedera spinal biasanya fraktur atau cedera lain pada tulang vetrebrata.Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada daerah servikal(leher) ke-5,6 dan 7,torakal ke-12dan lumbal pertama.Verterba ini adalah paling rentang karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertepral dalam area ini. Korda spinalis itu sensiri, yang terletak didalam kolumna vertebralis,dapat terpotong,tertarik,terpilin,atau tertekan.Kerusakan pada kolumna vertebralis atau korda dapat terjadi disetiap tingkatan.Kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya separuhnya.Demikian juga, kerusakan pada spinal dapat menyebabkan dispungsi temporer atau kerusaka permanen apbila korda spinalis mengalami trasseksi (terputus).
Sebagian besar kerusakan pada medula spinalis terjadi pada saat cidera.Cidera medula spinalis sekunder terjadi karena gerakan kolumna vertebralis yang tidak stabil;cidera yang terjai adalah akibat gerakan medula spinalis terhadap fragmen tulang tajam yang menonjol dalam kanalis vertebralis,dan akibat tekanan yang terus menerus pada medula spinalis.
Perubahan primer yang terjadi setelah cidera medula spinalis adalah pendarahan kecil dalam substansia grisea akibat berkurangnya aliran darah medula spinalis dan hipoksia yang diikuti oleh edema.
Apabila medula spinalis putus total,dua bencana fungsional akan terlihat :
1.Semua aktifitas voluntar pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh segmen-segme medula spinalis tersebut akan hilang selamanya.
2.Semua sensasi yang tergantung pada intregritas lintasan asendens medula spinalis akan hilang.
1.2 ETIOLOGI
Penyebab tersering cidera spinalis adalah kecelakaan mobil,kecelakaan motor
cidera ditempat industri,luka akibat tembakan atau pisau,olah raga,dan paling banyak adalah akibat jatuh.
1.3 PATOFISIOLOGI DAN DAMPAK PENYIMPANGAN KDM
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara (dimana pasien sembuh.
sempurna ) sampai kontusio,laserasi,dan komperensi substansi medula (baik salah satu atau dalam kombinasi),sampai transaksi lengkap medula (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis,darah dapat merembes keekstra dural,subdural,atau daerah subarakhloid pada kanal spinal.Setelah terjad kontisio atau robekan akibat cidera,serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.Sirkulsi darah kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan bertambahnya usia. Selain itu,serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah hernia nukleus pulposus melalui anulus,dan menekan radiks saraf spinal.
PENDARAHAN MIKROSKOPIK
Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-perdarahan kecil.Yang disertaireaksi peradangan,sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda.Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambatalira darah sehingga terjadi hkposia dan secara drastis meningkatkan luas cidera korda.Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.
HILANGNYA SESASI, KONTROL MOTORIK, DAN REFLEKS.
Pada cidera spnal yangparah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segen diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontor sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang parah.
SYOK SPINAL.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segme diatas dan dibawah tempat cidera. Repleks-refleks yang hilang adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks.Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.
HIPERREFLEKSIA OTONOM.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya utuh,tekanan darahnya akan segera diketahui oleh baroreseptor.Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh darah.Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan darah kenormal.Pada individu yang mengalami lesi korda,pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom,tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg sistolik,sehingga terjadi stroke atau infanr miokardium.Rangsangan biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.
PARALISIS
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi korda spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia.Paralisis separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.Apabila hanya separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
1.4 MANIFESTASI KLINIK
1. Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena.
2. Hilangnya sensasi kontrol motorik da repleks dibawah tingkat cdera akan segera terjadi.Suhu tubuh akan mencerminkan suhu lingkungan, dan tekanan darah akan menurun.
3. Kecepatan denyut nadi sering normal disertai tekanan darah normal.
4. Tingkat neurologik bagian bawah mengalami paralisis sensori da paralitik total, kehilangan kandung kemih dan usus besar (biasanya terjadi retensi urine dan distensi kandung kemih, penurunan keringat dan tonus vaso motor, dan penurunan tekanan darah diawali dengan resistensi vaskuler verifer.
5. Pada cidera medula servikal tinggi, kegagalan pernapasan akut adalah penyebab utama kematian.
1.5 PERANGKAT DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik ditambah CT scan dan MRI akan mengidentifikasi cedera dan edema vertebra serta korda spinalis.
2. Diagnostik dengan sinar-x (sinar-x pada spinal servikal lateral).
3. Pemantauan EKG kontinu merupakan indikasi karena brakikardia (perlambatan frekuensi jantug) dan asistole (standstill jantung) mum terjadi pada cidera servikal akut
1.7 ASUHAN KEPERAWATAN MEDULA SPINALIS
1.7.1 PENGKAJIAN
Pola pernapasan harus diobservasi, juga dikaji kekuatan batuk pasien serta diauskultasi paru-paru karena paralisis abdominal dan otot pernapasan yang menyebabkan penurunan batuk dan membuatnya sulit membersihkan sekresi bronkial dan paring. Ekskursi dada juga menurun.
Pasien dipantau dengan adanya perubaha fungsimotorik dan sensorik dan gejala kerusakan neurologik progresif. Pada tahap awal cidera medula spinalis tidak mungkin untuk menentukan apakah medula telah memburuk karena tanda dan gejala edema medula tidak dapat dibedakan dari transseksi medula. Edema medula medula spinalis dapat tejadi dengan cidera medula berat dan dapat terus menurunkan fungsi medula spinalis.
Fungsi sesorik dan motorik dikaji melalui pemeriksaan neurologik cermat. Temuan ini dicatat sehingga perubahan atau kemajuan dari status data dasar neurologik dapat dievaluasi dengan akurat.
1. Kemampuan motorik dikaji dengan meminta pasien meregangkan jari-jari tangan, meremas tangan pemeriksa dan menggerakkan jaribu kaki atau membalik kaki.
2. Sensasi dikaji dengan mencubit kulit atau menusuk kulit dengan ujung patahan lidi kapas, mulai dari tingkat bahu dan berjalan turun kedua sisi ekstremitas. Pasien ditanya apakah sensasi dirasakan.
3. Adanya penurunan pada fungsi neurologik dilaporkan dengan segera.
Pasien juga dikaji terhadap adanya syok spinal, dimana terjadi kehilangan repleks kompleks, motorik, sensori, dan aktifitas autonom dibawah tingkat lesi, yang menyebabkan paralisis kandung kemih dan distensi.Palpasi abdomen bagian bawah dipalpasi terhadap tand-tanda retensi urine dan distensi kandung kemih yang berlebihan.Kaji dengan ketat dilatasi lambung dan usus karena atonik usus besar sebagai gangaguan autonom.
Suhu dipantau karena pasien dapat mengalami periode hipertermia sebagai akibat perubahan kontrol suhu karena gangguan aoutonom.
1.7.2DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien terdiri dari:
1. Pola napas tidak efektif dengan kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi.
2. Kerusakan mobilitas pisik yang berhubungan dengan sensorik dan motorik
3. Kerusakan terhadap intregitas kulit yang berhubungan dengan kehilangan sensori dan imobilitas.
4. Retensi urinarius yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk berkemih spontan.
5. Konstipasi berhubungan adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomik.
6. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan pengobatan dan namanya imobilitas.
1.7.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif dengan kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi.
Kriteria evaluasi: mempertahankan kesejajaran yang tepat dari spinal tanpa cidera medula spinalis lanjut.
# Pertahankan tirah baring dan alat-alat imobilisasi seperti traksi, halobrace, polar leher, bantal pasir dan sebagainya.
2. Kerusakan mobilitas pisik yang berhubungan dengan sensorik dan motorik
3. Kerusakan terhadap intregitas kulit yang berhubungan dengan kehilangan sensori dan imobilitas.
4. Retensi urinarius yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk berkemih spontan.
5. Konstipasi berhubungan adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomik.
6. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan pengobatan dan namanya imobilitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar