Rabu, 08 Februari 2012

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA


I. Pengertian

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea.
Sedang Laserasi kornea adalah ulkus yang dalam (Mansjoer, A. et all, 1999).

II. Patofisiologi


Trauma Mata Pada Kornea




Edema Kornea


Erosi Kornea

Laserasi Kornea + Perforasi Kornea






Edema Kornea
(Cairan Terkumpul di bawah epitel)



Kekeruhan yang menetap



Jaringan Intraokular
Sukar dilihat







Menjadi Vesikel
Rasa sakit
o/k tarikan
serat saraf
Pecah

Ulkus Kornea

Rasa nyeri bertambah




Tekanan intraokular meningkat













Erosi Kornea
(Terlepasnya epitel kornea)



Menimbulkan infiltrat Resiko Infeksi Sekunder
(Keratitis)

Kerusakan epitel

Ulkus Kornea

Rasa sakit pada matanya
(Setiap pergerakan)
 Lakrimasi dan fotofobia
 Kelopak mata menjadi kaku
pada pembukaan
 Blefarospasme
 Tajam penglihatan menurun
 Kornea iregular



Laserasi + Perforasi Kornea
(Ulkus yang dalam)



Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar Resiko infeksi sekunder ke dalam
jaringan intraokuler
Iris prolap (menyumbat fistel) * Endoftalmitis
* Panoftalmintis
Timbul jaringan parut (leukoma adherens) * Ptisis bulbi

Penyempitan sudut COA
(o/k adanya sinekhia anterior)

Aliran cairan bilik mata di sudut COA terganggu

Tekanan intraokular meningkat.



III. Fokus Pengkajian
Hal yang fokus dikaji adalah : (Ilyas, S., 2000)
1. Riwayat pekerjaan penderita.
Perlu diketahui untuk memberikan perawatan pada matanya yang tidak akan mendapatkan hal-hal yang buruk karena lingkungan pekerjaan. Juga untuk mewasdai trauma kembali. Penderita yang menderita erosi kornea tentu sangat berbahaya bila berada di lingkungan yang kotor tanpa menutup bola mata.

2. Penyakit lain yang sedang diderita.
Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk maka infeksi yang terjadi di mata akan sukar disembuhkan. Misal penyakit DM, sepsis atau kelainan darah.Riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat menerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yamng dikeluhkan
3. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan.
Trauma tumpul dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta pertolongan.
4. Pemeriksaan khusus Mata :
 Sakit untuk mengedip/pergerakan
 Lakrimasi
 Fotofobia
 Kelopak menjadi kaku (blefarospasme)
 Tajam penglihatan menurun
 Ada bagian kornea yang jernih (dangkal/tipis)
 Warna iris seakan-akan berwarna lebih hitam.



Bila telah terjadi perforasi :
 Pupil akan terlihat lonjong.
 Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar
 Cairan COA mengandung fibrin
 Bisa terbentuk jaringan parut di kornea
 Iris prolap.

IV. Data Penunjang :
1. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :.
SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
3. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)

V. Pengobatan :
1. Pengobatan pada tukak kornea bertujuan :
a. Menghalangi hidupnya bakteri, dengan antibiotika.
b. Mengurangi reaksi radang, dengan steroid.



2. Secara umum tukak diobati sebagai berikut :
a. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai inkubator.
b. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
c. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
d. Debridement sangat membantu penyembuhan.
e. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat.
3. Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelialisasi dan mata terlihat tenang.
4. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :
a. Dengan pengobatan tidak sembuh.
b. Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.


VI. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intraokular.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
3. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
4. Ansietas berhubungan dnegan kehilangan penglihatan aktual/potensial dan dampak yang dirasakan dari penyakit kronik pada gaya hidup.
5. Risiko terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan efek-efek keterbatasan penglihatan.


V. Intervensi
Diagnosa No. 1
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Klien akan :
 Melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.
 Klien tidak gelisah.

Intervensi :
1. Lakukan tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan non farmakologi, seperti berikut :
a. Posisi : Tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah-ubah antara berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak sakit.
b. Distraksi
c. Latihan relaksasi

R/ Tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan nonfarmakologi memungkinkan klien untuk memperoleh rasa kontrol terhadap nyeri.
2. Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
R/ Klien kebanyakan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang nyerinya dan tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
3. Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan analgesik yang diresepkan.
R/ Untuk beberapa klien terapi farmakologi diperlukan untuk memberikan penghilangan nyeri yang efektif.
4. Beritahu dokter jika nyeri tidak hilang setelah 1/2 jam pemberian obat, jika nyeri bertambah.
R/ Tanda ini menunjukkan peningkatan tekanan intraokular atau komplikasi lain.


Diagnosa No.2
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Klien akan :
 Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi.
 Nilai Labotratorium : SDP normal, kultur negatif.

Intervensi :
1. Tingkatkan penyembuhan luka :
a. Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupan cairan yang adekuat.
b. Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai diberitahukan untuk dilepas.
R/ Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan luka pembedahan. Memakai pelindung mata meningkatkan penyembuhan dengan menurunkan kekuatan iritasi.
2. Gunakan tehnik aseptik untuk meneteskan tetes mata :
a. Cuci tangan sebelum memulai.
b. Pegang alat penetes agak jauh dari mata.
c. Ketika meneteskan, hindari kontak antara mata, tetesan dan alat penetes.
d. Ajarkan tehnik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
R/ Tehnik aseptik meminimalkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi risiko infeksi.
3. Kaji tanda dan gejala infeksi .
a. Kemerahan, edema pada kelopak mata.
b. Injeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol).
c. Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.

d. Materi purulen pada bilik anterior (antara kornea dan iris).
e. Peningkatan suhu.
f. Nilai laboratorium abnormal (misal : peningkatan SDP, hasil kultur ).
R/ Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan keseriusan infeksi.
4. Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
R/ Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai penanganan farmakologi.
5. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian antibiotika dan steroid..
R/ Mengurangi reaksi radang, dengan steroid dan menghalangi hidupnya bakteri, dengan antibiotika.

































Daftar Pustaka


Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC
(2000). Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed. 8. Jakarta : EGC
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI Jakarta.
Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar