Rabu, 08 Februari 2012

Asuhan Keperawatan Ruptur Uretra


BAB I
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Dalam anatomi, uretra adalah saluran yang menghubungkan kantung kemih ke lingkungan luar tubuh. Uretra berfungsi sebagai saluran pembuang baik pada sistem kemih atau ekskresi dan sistem seksual. Pada pria, berfungsi juga dalam sistem reproduksi sebagai saluran pengeluaran air mani.
Uretra pada wanita
Pada wanita, panjang uretra sekitar 2,5 sampai 4 cm dan terletak di antara klitoris dan pembukaan vagina.
Pria memiliki uretra yang lebih panjang dari wanita. Artinya, wanita lebih berisiko terkena infeksi kantung kemih atau sistitis dan infeksi saluran kemih.






Uretra pada pria
Pada pria, panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada akhir penis.
Uretra pada pria dibagi menjadi 4 bagian, dinamakan sesuai dengan letaknya:
• pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat.
• pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil, dimana terletak muara vas deferens.
• pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar bulbouretralis.
• pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus spongiosum penis.









Histologi
Sel epitel dari uretra dimulai sebagai sel transisional setelah keluar dari kantung kemih. Sepanjang uretra disusun oleh sel epitel bertingkat torak, kemudian sel bertingkat kubis di dekat lubang keluar.
Terdapat pula kelenjar uretra kecil yang menghasilkan lendir untuk membantu melindungi sel epitel dari urin yang korosif.










































tampak ada ekstravasasi kontras keluar dari lumen uretra. pasien diputuskan untuk dilakukan cystostomi untuk diversi urin







s

B. DEFINISI
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).
C. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
a) Etiologi
Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun perineum.
• cedera eksternal
o Fraktur pelvis : ruptur
uretra pars membranasea.
o Trauma selangkangan :
ruptur uretra pars bulbosa.
o Iatrogenik : pemasangan
kateter folley yang salah.
o Persalinan lama.
o Ruptur yang spontan
b) Klasifikasi
Ruptur uretra dibagi menjadi 2 macam:
1. Ruptur uretra anterior :
Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Injury, dimana robekan uretra terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya.
Terdapat daerah memar atu hematom pada penis dan scrotum (kemungkinan ekstravasasi urine
Penyebab tersering : straddle injury ( cedera selangkangan )
Jenis kerusakan :
• Kontusio dinding uretra.
• Ruptur parsial.
• Ruptur total.
2. Ruptur uretra posterior : paling sering pada membranacea.
• Ruptur utertra pars prostato-membranasea
• Terdapat tanda patah tulang pelvis.
• Terbanyak disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.
• Robeknya ligamen pubo-prostatikum.
• Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan.
• Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan peritoneum.
Klasifikasi rupture uretra menurut Collapinto & Mc Collum :
1. Stretching/
teregang. Tidak ada ekstrvasasi.
2. Uretra
putus diatas prostato membranasea. Diafragma urogenital utuh. Ekstravasasi
terbatas pada diafragma urogenital.
• Uretra
posterior, diafragma uretra, dan uretra pars bulbosa proksimal rusak,
ekstravasasi sampai perineum.

RUPTUR URETRA TOTAL
- Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi ruda paksa.
- Nyeri perut bagian bawah dan daerah supra pubic.
- Pada perabaan mungkin dijumpai kandung kemih yang penuh.
D. PATOFISIOLOGI
E. MANIFESTASI KLINIS
a) Perdarahan per-uretra post trauma.
b) Retensi urine.
c) Merupakan kontraindikasi
pemasangan kateter.
Lebih khusus:
Pada Posterior:
• Perdarahan per uretra.
• Retensi urine.
• Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat.
• Ureterografi
: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis.
Pada Anterior:
•Perdarahan per-uretra/ hematuri.
•Sleeve Hematom/butterfly hematom.
•Kadang terjadiretensi urine.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
- Tampak adanya defek uretra anterior daerah bulbus dengan ekstravasasi bahan kontras uretografi retrograd.
G. KOMPLIKASI
A. Komplikasi dini setelah rekonstruksi uretra
- Infeksi
- Hematoma
- Abses periuretral
- Fistel uretrokutan
- Epididimitis
B. Komplikasi lanjut
- Striktura uretra
- Khusus pada ruptur uretra posterior dapat timbul :
* Impotensi
* Inkontinensia
H. PENATALAKSANAAN
- Pada ruptur anterior
a. Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan melakukan drainase bila ada.
b. ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungan dengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy.
c. Kontusio :
observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi ulang.
d. sistosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura sache jika timbul stiktura uretra
e. Debridement
dan insisi hematom untuk mencegah infeksi.
- Pada ruptur uretra posterior
a. Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu. tidak boleh dipasang kateter.
b. Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang douwer kateter.
c. Operasi
uretroplasti 3 bulan pasca ruptur.








s
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA RUPTUR URETRA
A. PENGKAJIAN
BIODATA
Jenis kelamin laki-laki lebih dari pada wanita
RIWAYAT KESEHATAN PASIEN
Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat penyakit sekarang :
Nyeri tekan , memar atau hematum , hematuri
Bila terjadi ruptur total urethra anuria
PEMERIKSAAN FISIK
1.adanya trauma didaerah perineum
2.adanya perdarahan per urethra
3.adanya nyeri tekan pada daerah supra pubik dan abdomen bagian bawah
4.adanya jejas pada daerah supra pubik dan abdomen bagian bawah
5.adanya fraktur tulang pelvis
6.Adanya Retensi urine.
7.Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi
tampak adanya defek urethra anterior daerah bulbus dengan ektra vasasi bahan kontras uretrografi retrograde
Pada rupture posterior:
• Ureterografi
: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis.
Pada rupture anterior:
Radiologis :
•Kontusio : tidak ada ekstravasasi.
•Ruptur : adaekstravasasi bahkan sampai bulbosa.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b-d adanya trauma urethra
Anxietas b-d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnyaPotensial infeksi b d efek pemasangan DK
2. Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b-d adanya hematoma dan ekstravasasi
3. Potensial infeksi b-d efek pemasangan DK
C. INTERVENSI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN
1 Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b-d adanya trauma urethra
Anxietas b-d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnyaPotensial infeksi b d efek pemasangan DK Tujuan : menyatakan atau menunjukkan nyeri hilang 1. Kaji nyeri meliputi lokasi , karakteristik , lokasi, intensitas ( skala 0-10 )
R. membantu evaluasi derajat ketidak nyamanan dan deteksi dini terjadinya komplikasi.
2. Perhatikan aliran dan karakteristik urine
R. penurunan aliran menunjukkan retensi urine ( s-d edema ), urine keruh mungkin normal ( adanya mukus ) atau mengindikasikan proses infeksi.
3. Dorong dan ajarkan tehnik relaksasi
R. mengembalikan perhatian dan meningkatkan rasa control
4. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik
R. menghilangkan nyeri
Lakukan persiapan pasien dalam pelaksanaan tindakan medispemasangan DKdrainase cistostomy
R. persiapan secara matang akan mendukung palaksanaan tindakan dengan baik
2 Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b-d adanya hematoma dan ekstravasasi
Tujuan :
menunjukkan penurunan anxietas dan menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya 1. Ajarkan tentang proses penyakit dan penyebab penyakit
R. dengan pengajaran meningkatkan pengetahuan pasien , menurunkan kecemasan pasien
2. Anjurkan pasien dan orang terdekat untuk mengungkapkan tentang rasa takut , berikan privasi tanpa gangguan , sediakan waktu bersama mereka untuk mengembangkan hubungan
R. pasien yang merasa nyaman berbicara dengan perawat , mereka sering dapat memahami dan memasukkan perubahan kebutuhan dalam praktek dengan sedikit kesulitan.
3. Beri informasi dan diskusikan prosedur dan pentingnya prosedur medis dan perawatan
R. informasi yang adekuat meningkatkan pengetahuan dan koopereratif pasien
4. Orientasikan pasien terhadap lingkungan , obat-obatan , dosis , tujuan , jadwal dan efek samping , diet , prosedur diagnostik
R. pengorientasian meningkatkan pengetahuan pasien


3 Potensial infeksi b-d efek pemasangan DK
Tujuan :
menurunkan atau mencegah terjadinya infeksi 1. Pertahankan tehnik steril dalam pemasangan kateter , berikan perawatan kateter steril dalam manipulasi selang
R. mencegah pemasukan bakteri dan kontaminasi yang menyebabkan infeksi
2. Gunakan tehnik mencuci tangan yang baik dan ajarkan serta anjurkan pasien melakukan hal yang sama
R. mengurangi kontaminasi yang menyebabkan infeksi
3. Observasi tanda-tanda infeksi
R. deteksi dini adanya infeksi dan menentukan tindakan selanjutnya
4. Perhatikan karakter , warna , bau , dari drainase dari sekitar sisi kateter
R. drainase purulent pada sisi insersi menunjukkan adanya infeksi lokal
5. Intruksikan pasien untuk menghindari menyentuh insisi , balutan dan drainase
R. mencegah kontaminasi penyebab penyakit
6. Kolaborasi dalam pemberian anti biotika sesuai indikasi
R. mengatasi infeksi dan mencegah sepsis
4

5



D. IMPLEMENTASI
Implementasi pada asuhan keperawatan rupture uretra dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah di buat.
E. EVALUASI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN EVALUASI
1 Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b-d adanya trauma urethra
Anxietas b-d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnyaPotensial infeksi b d efek pemasangan DK menunjukkan kemampuan untuk membantu dalam tindakan kenyamanan umum dan mampu untuk tidur / istirahat dengan tenang
2 Gangguan eliminasi urine ( retensio urine ) b-d adanya hematoma dan ekstravasasi
1. mengungkapkan masalah anxietas dan tak pasti pada pemberi perawatan atau orang terdekat
2. mengidentifikasi mekanisme koping yang adaptif
3. memulai penggunaan tehnik relaksasi
kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan
3 Potensial infeksi b-d efek pemasangan DK
tidak terdapat tanda-tanda infeksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar