TUGAS KMB II
PENYAKIT TETANUS
Dosen: Sugeng jhowijono S.kep,NS
Disusun oleh :
PUTU WERDIASIH
B/KP/VI
04.08.1965
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid).
Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan.
Clostridium tetani
C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat mempengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan. Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.
1.2 Tujuan
- Mahasiswa mampu mengetahui pengertian tentang penyakit tetanus
- Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala penyakit tetanus
- Mahasiswa mampu mengetahui penyebab terjadinya penyakit tetanus
- Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi penyakit tetanus
- Mahasiswa mampu mengetahui pengobatan dan pencegahan penyakit tetanus
- Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan penyakit tetanus
BAB II
Landasan Teori
2.1 Pengertian
Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoksin spesifik dari kuman anaerob clostridium tetani (Syamsuhidayat, 1997). Selain itu juga Tetanus merupakan penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
2.2 Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 - 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.
2.3 Tanda dan Gejala
1.Lokal : nyeri, kaku dan spasme dari daerah yang terluka
2.Umum : Trismus ( sukar membuka mulut ), Risos sardinikus ( kekauan pada otot –otot wajah ), Kaku kuduk, epistotonus, perut tegang(papan), Kejang tonik umum, kejang rangsang(terhadap visual, suara dan taktil)kejang spontan dan retensi urine.
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung sering tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir
2.4 Patofisiologi
Masa tunas tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak didahului oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot masseter. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk ()epistotonus), dinding perut dan tulang belakang. BiLa serangkali kejang tonik sedang berlangsung, sering tampak risus sardonikus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas. Sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi
Gambaran umum yang khas pada tetanus ialah berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dengan tangan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paróksismal dapat dicetuskan oleh rangsang suara, cahaya, maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot yang sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urine bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir.
2.5 Pathway
Clostridium Tetani
· Luka tusuk,bakar,tembak
· Gigitan hewan / manusia
· Infeksi telinga, gigi berlubang
· Tempat pemotonganumbilikus pada bayi
Eksotoksin
Tetanolisin Tetanusplasmin
Menghancurkan sel darah merah Pembuluh darah
Dan sel darah putih
Neuro Muscular Junction
Otot laring otot pengubyah otot erektor otot erektor generalspasm
Trunki ani
Sekret Trismus convulsi
Terkumpul
ditrachea
Ggn pola Sukar membuka episthotanus Perubahan Ggn istirahat
Nafas mulut eliminasi
Ansietas
Ggn.kebutuhan Ggn Mobilisasi
Nutrisi fisik Resiko injuri
2.4 Komplikasi
1. Spasme otot faring
2. Pnemonia aspirasi
3. Asfiksia
4. Atelektasis
5. Fraktur kompresi
2.5 Diagnosis
Diagnosis cukup ditegakan berdasarkan gejala klinis karena pemeriksaan kuman Clostridium Tetani belum tentu berhasil.
Stadium dibagi dalam :
Stadium 1: Trismus ( 3cm) tanpa kejang tonik umum walau dirangsang
Stadium 2: Trismus ( <3cm) dengan kejang tonik umum bila dirangsang
Stadium 3: Trismus ( 1cm ) dengan kejang tonik umum spontan.
2.6 Epidemlologi
Kuman.C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai orang-orang tua. Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Arnenka Senkat, diketahui rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
• Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
• Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L.
• Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L.
2.8 Penatalaksanaan
A. Umum
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap pasien.
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trakeotomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
B. Obat-obatan
1) Anti Toksin
Tetanus Imun Globulin (TIG) lebih dianjurkan. pemakaiannya dibandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Dosis Inisial TIG yang dianjurkan adalah 5000 U intramuskular yang dilanjutkan dengan dosis harian 500-6000 U. Bila pemberian TIG tidak memungkinkan, ATS dapat diberikan dengan dosis 5000 U intramuskular dan 5000 U intravena. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
2) Anti Kejang
Beberapa obat yang dapat digunakan serta efek samping obat yang dimaksud tercantum pada tabel I berikut ini.
Tabel I
Jenis Obat Anti Kejang, Dosis, Efek Sampingnya,
Yang Lazim Digunakan pada Tetanus
Jenis Obat | Dosis | Efek Samping |
Diazepam | 0,5-01 mg/kg/BB/ 4 jam IM | Sopor, koma |
Meprobamat | 300-400 mg/4 jam IM | Tidak ada |
Klorpomazin | 25-75 mg/4 jam IM | Depresi |
Fenobartbital | 50-100 mg/4 jam IM | Depresi pernafasan |
3) Antibiotik
Pemberian penisilin prokain 1,2 Juta Unit/hari atau tetrasiklin 1 gr/hari, secara intra vena, dapat memusnahkan C. tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologisnya
2.9 Prognosis
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :
a. Masa Inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari)
b. Neonatus dan usia tua (lebih dari 5tahun)
c. Frekuensi kejang yang sering
d. Kenaikan suhu badan yang tinggi
e. Pengobatan terlambat
f. Periode trismus dan kejang yang semakin senng
g. Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas
2.10 Pencegahan
Pencegahan penyakit tetanus meliputi:
1. Mencegah terjadinya luka
2. Merawat luka secara adekuat
3. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi. Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U intrarnuskular setelah dilakukan tes kulit.
4. Di negara Barat pencegahan tetanus dilakukan dengan pernberian toksoid dan TIG.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TETANUS
A. Pengkajian :
Data fokus meliputi :
1. Apakah ada riwayat luka tusuk, bakar atau luka tembak.
2. Apaka pernah digigit hewan
3. Apakah sedang menderita infeksi telinga atau gigi berlubang.
4. Pada neonatus : pengkajian prenatal, antal dan Post natal.
5. Keadaan umum klien
6. Tanda-tanda vital
7. Pemeriksaan fisik
- Diagnosa keperawatan :
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mucus
2. Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
4. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.
5. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktifitas tatanuslysin
7. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
C. Rencana Keperawatan dan Rasional
Dx. 1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mukus.
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih, tidak ada sekresi
Intervensi :
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih, tidak ada sekresi
Intervensi :
1. Kaji position pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 – 4 jam
2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret
3. Gunakan sudip lidah saat kejang
4. Miringkan ke samping untuk drainage
5. Observasi oksigen sesuai program.
6. Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp)
Rasional:
1. Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan pappa tak simetris sering terjadi karena adanya secret
2. Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan osbtruksi
3. Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
4. Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
5. Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
6. Mengurangi rangsangan kejang
Dx. 2. Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan kriteria:
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan kriteria:
Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
Intervensi
Intervensi
1. Kaji intake dan out place setiap 24 jam
2. Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
3. Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
4. Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya
5. Pertahankan kepatenan NGT
Rasional
1. Memberikan informasi tentang position cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
2. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
3. Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
4. Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan
5. Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh
Dx. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi dengan kriteria:
Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi dengan kriteria:
Ø Berat badan sesuai usia
Ø makanan 90 % dapat dikonsumsi
Ø Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan viotamin seimbang
Intervensi
1. Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan
2. Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang
3. Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein
4. Timbang berat badan sesuai protocol
Rasional
1. Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh
2. Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsrobsi air.
3. Suplay Kalori dan accelerator yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh
4. Mengevalusai kefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
Dx. 4. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.
Tujuan : Tidak terjadi aspirasi dengan kriteria: Jalan nafas bersih dan tidak ada secret
Intervensi
Tujuan : Tidak terjadi aspirasi dengan kriteria: Jalan nafas bersih dan tidak ada secret
Intervensi
1. Kaji position pernafasan setiap 2-4 jam
2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati
3. Gunakan sudip lidah saat kejang
4. Miringkan ke samping untuk drainage
Rasional
1. Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan pappa tak simetris sering terjadi karena adanya secret
2. Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi
3. Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
4. Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
Dx. 5. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
Tujuan : Cedera tidak terjadi dengan criteria: Klien tidak ada cedera dan Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
Intervensi
Intervensi
1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus
2. Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
3. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
4. Lindungi pasien pada saat kejang
5. Catat penyebab mulai terjadinya kejang
Rasional
1. Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang
2. Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
3. Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang memperberat kondisi klien
4. Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
5. Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang
Dx. 6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin , pembatasan aktifitas (immobilisasi)
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria : Tidak ada kemerahan , lesi dan edema
Intervensi
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria : Tidak ada kemerahan , lesi dan edema
Intervensi
1. Observai adanya kemerahan pada kulit
2. Rubah posisi secara teratur
3. Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longga.
4. Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa
5. Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotion
Rasional
1. Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat menimbulkan dikubitus
2. Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang mempercepat proses kesembuhan
3. Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
4. Mendeteksi adanya dehidrasi/overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
5. Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit.
Dx. 7. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan criteria:
Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan criteria:
Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.
Intervensi
1. Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari
2. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat tidur dan kebersihan diri
3. Berikan makanan perparenteral
4. Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Rasional
1. Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
3. Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar