BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan kualitas manusia berkaitan dengan banyak faktor, dan faktor gizi mempunyai peranan yang sangat strategis. Gizi yang baik merupakan hasil dari konsumsi makanan dengan kecukupan yang dianjurkan dan keseimbangan antar zat-zat gizi tersebut. Jika keseimbangan ini tidak tercapai maka akan timbul berbagai jenis kelainan gizi.
Kelainan gizi dihasilkan dari ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh untuk sumber zat gizi dan energi dengan penyediaan sunstrat matabolisme. Ketidakseimbangan mungkin terjadi karena kekurangan atau kelebihan yang ditandai dengan intik yang tidak sesuai atau penggunaan yang kurang baik, atau kadang-kadang karena kombinasi keduanya. Terlepas dari kebutuhan manusia untuk mempertahan kesehatan, malnutrisi selanjutnya akan menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang, khususnya bagi anak-anak.
Pada masyarakat yang teknologinya sudah maju, gizi kurang sehubungan dengan keterbatasan tidak lagi merupakan bahaya utama bagi kesehatan, tapi tetap terjadi pada pasien di rumah sakit dan khususnya pada kelompok yang rentan. Keadaan kekurangan tetap terjadi dan meningkat pada pasien dengan masalah alkohol dan penyiksaan jangka panjang dan dalam perilaku konsumsi pangan. Gizi kurang skunder yang dihasilkan dari kesalahan absorpsi, kegagalan transportasi, penyimpanan atau penggunaan seluler, atau kehilangan akibat praktek pengobatan. Penggunaan yang kurang tepat dari suplemen zat gizi menunjukkan berbagai contoh toksisitas vitamin dan mineral, yang sering disebabkan oleh kelalaian pengguna atau kekurangan informasi. Vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang mempunyai beragam resiko baik karena defisiensi maupun kelebihan intik.
Anak-anak yang mengalami kurang gizi berat berada pada resiko yang tinggi dari perkembangan kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A. Selain anak-anak, kelompok yang juga rentan terhadap defisiensi gizi adalah wanita hamil yang selanjutnya akan membahayakan janin yang dikandungnya. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena generasi-generasi baru yang akan lahir sangat ditentukan sejak dalam kandungan.
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
a. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa medis xeropthalmia.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengkajian pada pasien xeropthalmia.
b. Mahasiwa mengetahui diagnosa yang muncul pada pasien xeropthalmia.
c. Mahasiswa mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada pasien xeropthalmia.
d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi sesuai intervensi yang telah dibuat pada pasien xeropthalmia.
e. Mahasiswa dapat mengevaluasi pasien xeropthalmia.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
XEROPTHALMIA
I. Anatomi dan Fisiologi Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda Mata mempunyai reseptor khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna. Secara keseluruhan struktur mata terdiri dari bola mata, termasuk otot-otot penggerak bola mata, rongga tempat mata berada, kelopak, dan bulu mata.Bola mata di bungkus oleh tiga lapis jaringan, yaitu (Vaughan, 2000):
1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal memberikan bentuk pada mata,dan bagian luar yang melindungi bola mata. Bagian depan disebut kornea yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa di sebut juga perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan sillier dan koroid.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang mempunyai susunan 10 lapis. Retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.
A. Kornea
Kornea (latin cornum= seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan terdiri atas lapis (Vaughan, 2000);
1. Epitel
a) Tebalnya 50µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, yaitu sel basal, sel poligonal, sel gepeng.
b) Sel basal sering terlihat mitosis sel.
c) Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui dermosom dan makula okluden, ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
d) Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
e) Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
a) Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
b) Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen. Pada permukaan terlihat seperti anyaman yang teratur. Keratosit merupakan sel stroma kornae yang merupakan fibroblast.
4. Membrane Descemet
a) Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
b) Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnyayang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.
B. Uvea
Uvea terdiri dari iris, korpus silier dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan vascular . tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera (Vaughan, 2000);
1. Iris
Merupakan lanjutan dari badan siliar kedepan dan merupakan diafagma yang membagi bola mata menjadi dua segmen anterior dan segmen posterior. Berbentuk sirkular yang ditengah- tengahnya berlubang yang disebut pupil.
Secara histologi iris terdiri dari stroma yang jarang dan diantaranya terdapat lekukan-lekukan yang berjalan radier yang disebut kripta. Di dalam stroma terdapat sel pigmen yang bercabang, banyak pembulluh darah dan serat saraf . dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali kripta, dimana pembuluh darah dalam stroma dapat berhubungan langsung dengan cairan coa,yang memungkinkan cepatnya terjadi pengaliran makanan ke coa dan sebaliknya.
Di bagian posterior dilapisi oleh dua epitel yang mrupakan lanjutan dari epitel pigmen retina. Permukaan depan iris warnanya sangat bervariasi tergantung pada sel pigmen yang bercabang yang terdapat didalam stroma.Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos yang melingkar pupil (m. Sfingter pupil) terletak di dalam stroma dekat pupil dan di atur oleh saraf parasimpatis (N. III) dan yang berjalan radial dari akar iris ke pupil (m. dilatator pupillae) terletak di bagian posterior stroma dan diatur oleh saraf simpatis (Vaughan, 2000).
Iris menipis didekat perlekatannya di badan siliar dan menebal didekat pupil. Pembuluh darah disekitar pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatis untuk midriasis dan parasimpatis untuk miosis.
Pupil bekerja sebagai apertura di dalam kamera. Dalam keadaan radang, didapatkan iris menebal dan pupil mengecil. Dalam keadaan normal pupil sentral bulat, isokor (sama kanan dan kiri), reaksi cahaya langsung dan tidak langsung positif. Reaksi pupil ada tiga, yaitu reaksi cahaya langsung dan tidak langsung, reaksi terhadap titik dekat, dan terhadap obat-obatan.
2. Badan Siliar
Berbentuk segitiga terdiri dari dua bagian, yaitu (Vaughan, 2000):
a) Pars korona, pada bagian anterior bergerigi panjangnya kira-kira 2mm
b) Pars plana, yang posterior tidak bergerigi, panjangnya 4mm
Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot siliar dan prosesus siliar. Otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot ini berkontraksi ai menarik prosesus siliar dan koroid kedapan dan ke dalam, mengendorkan zonula zinni sehingga lensa menjadi lebih cembung. Radang pada badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran khas peradangan intraokular.
Prosesus siliar menghasilkan cairan mata yaitu, akueous humour yang mengisi bilik mata depan. Yang berfungsi memberi makanan untuk kornea dan lensa. Pada peradangan akibat hiperemi yang aktif, maka pembentukan cairan mata bertambah sehingga dapat menyebabkan tekanan intraokuler meninggi dan timbullah glukoma sekunder. Bila peradangan hebat dan merusak sebagian badan siliar maka produksi akueous humour berkurang, tekanan berkurang dan berakhir sebagai atrofi bulbi okuli (Sidarta dan Ilyas, 2005).
c) Koroid
Koroid merupakan suatu membran yang berwarna cokelat tua, yang terletak diantara sklera dengan retina terbentang dari ora serata sampai ke papil saraf optik. Koroid terdri dari beberapa lapisan, yaitu;
i. Lapisan epitel pigmen
ii. Membran Bruch (lamina vitrea)
iii. Koriokapiler
iv. Pembuluh darah sedang dan pembuluh darah besar
v. Suprakoroid
Lapisan suprakoroid terdiri dari lapisan protropoblas yang mengandung nukleus. Membran bruch merupakan membran yang tidak berstruktur. Pembuluh darah besar kebanyakan terdiri dari pembuluh balik yhang kemudian bergabung menjadi empat vena vortikosa,yang keluar dari tiap kuadran posterior bola mata yang menembus sclera (Sidarta dan Ilyas, 2005).
Pembuluh darah arteri berasal dari arteri siliais brevis yang mengandung serat elastis dan khromatofor. Koroid melekat erat pada pinggir N.II dan berakhir di oraserata.
C. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya kira-kira 4mm dan diameternya 9mm. Lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya dengan korpus silier. Di bagian anterior lensa terdapat humor aquaeus, disebelah posteriornya vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membranyang semi permiabel (sedikit lebih permeabel dari pada dinding kapiler) yang akan memperoleh air dan elektrolit masuk (Sidarta dan Ilyas, 2005).
Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula (zonula zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu (Sidarta dan Ilyas, 2005);
a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung.
b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
c. Terletak ditempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
a. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopi.
b. Keruh atau apa yang disebut katarak
c. Tidak berada ditempat atau subluksasi dan dislokasi.
D. Retina
Retina adalah selapis lembar tipis jaringan saraf yang semi transparan. Retina merupakan reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan (Sidarta dan Ilyas, 2005);
a. Membrana limitans interna
b. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju kenervus optikus.
c. Lapisan sel ganglion
d. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
e. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
f. Lapisan pleskiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
g. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
h. Membran limitans eksterna
i. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
j. Epitelium pigmen retina
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia dan merah pada hiperemia.
Pembuluh darah di dalam retina merupakan percabangan arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
II. Definisi
Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurang vitamin A. Sebelum terdeteksi menderita xeropthalmia, biasanya penderita akan mengalami buta senja. Gejala xeropthalmia terlihat pada kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata. Kekeringan berlarut-larut menyebabkan konjungtiva menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Selanjutnya pada konjungtiva akan tampak bercak putih seperti busa sabun (bercak Bitot).Selanjutnya, kornea akan melunak dan terjadi luka (tukak kornea). Jika kornea telah putih atau bola mata mengempis terjadi kebutaan permanen yang tak bisa dipulihkan lagi.
III. Etiologi
Xeroftalmia disebabkan oleh kekurangan vitamin A yang dipicu oleh kondisi gizi kurang atau buruk. Kerap terjadi pada bayi lahir berat badan rendah, gangguan akibat kurang yodium (GAKY) serta anemia gizi ibu hamil.
Kelompok rentan xeroftalmia adalah anak dari keluarga miskin, anak di pengungsian, anak di daerah yang pangan sumber vitamin A kurang, anak kurang gizi atau lahir dengan berat badan rendah, anak yang sering menderita penyakit infeksi (campak, diare, tuberkulosis, pneumonia) serta cacingan serta anak yang tidak mendapat imunisasi serta kapsul vitamin A dosis tinggi.Defisiensi vitamin A awalnya merupakan ancaman yang tidak kelihatan, yang apabila tidak ditangani dapat menyebabkan hilangnya penglihatan seseorang terutama pada anak-anak. Dampak selanjutnya adalah ketika mereka tidak lagi bisa melihat pada cahaya yang suram dan akan menderita penyakit yang disebut night blindness (buta senja) atau xerophthalmia.Apabila penderitaan terus berlanjut konjangtiva dan cornea mata menjadi kuning) kemudian muncul bercorak pada kornea dan selanjutnya berakibat pada kebutaan yang permanen.
Penyebab utama kekurangan vitamin A adalah asupan zat gizi vitamin A (preformed retinol) atau prekursor vitamin A yang tidak mencakupi peningkatan kebutuhan vitamin A pada kondisi fisiologis dan patologis tertentu, penyerapan yang kurang kehilangan karena diare sering merupakan penyebab kekurangan vitamin A.
Faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di Indonesia adalah:
a. Konsumsi makanan yang kurang / tidak mengandung cukup Vitamin A atau pro vitamin A untuk jangka waktu lama
b. Bayi tidak mendapatkan ASI Eksklusif
c. Gangguan penyerapan vitamin A
d. Tingginya angka infeksi pada anak (gastroenteritis/diare)
IV. Patofisiologi
Terjadinya defisiensi vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor dalam hubungan yang komplek seperti halnya dengan masalah KKP. Makanan yang rendah dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan hubungannya antar hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya defisiensi vitamin A.
Vitamin A merupakan “body regulators” dan berhubungan erat dengan proses-proses metabolisme. Secara umum fungsi tersebut dapat dibagi dua (i) Yang berhubungan dengan penglihatan dan (ii) Yang tidak berhubungan dengan penglihatan.
Fungsi yang berhubungan dengan penglihatan dijelaskan melalui mekanisme Rods yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan intensitas yang rendah, sedang Cones untuk cahaya dengan intensitas yang tinggi dan untuk menangkap cahaya berwarna. Pigment yang sensitif terhadap cahaya dari Rods disebut sebagai Rhodopsin, yang merupakan kombinasi dari Retinal dan protein opsin.
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.
Perubahan dari rhodopsin ke retinene terjadi pada proses penglihatan: Disini mungkin rhodopsin hanya salah satu dari struktur protein yang akan menjadi stabil setelah dikombinasi dengan vitamin A.
Efek lain dari vitamin A pada penglihatan yang berpengaruh secara tidak langsung ialah pada epitel kornea dan konjungtiva. Pada keadaan defisiensi, epitel menjadi kering dan terjadi keratinisasi seperti tampak pada gambaran Xerophthalmia.
Xeroftalmia merupakan mata kering yang terjadi pada selaput lendir (konjungtiva) dan kornea (selaput bening) mata. Xeroftalmia yang tidak segera diobati dapat menyebabkan kebutaan. Xeroftalmia terjadi akibat kurangnya konsumsi vitamin A pada bayi, anak-anak, ibu hamil, dan menyusui.
Patogenesis xeroftalmia terjadi secara bertahap;
1. Buta senja (XN)
Disebut juga rabun senja. Fungsi fotoreseptor menurun. Tidak terjadi kelainan pada mata (mata terlihat normal), namun penglihatan menjadi menurun saat senja tiba, atau tidak dapat melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Untuk mengetahui keadaan ini, penderita sering membentur atau menabrak benda yang berada di depannya. Jika penderita adalah anak yang belum dapat berjalan, agak susah mendeteksinya. Biasanya anak akan diam memojok dan tidak melihat benda di depannya. Dengan pemberian kapsul vitamin A maka pengelihatan akan dapat membaik selama 2 hingga 4 hari. Namun jika dibiarkan, maka akan berkembang ke tahap selanjutnya.
2. Xerosis konjungtiva (X1A)
Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, keriput, dan berpigmentasi pada permukaan sehingga terlihat kasar dan kusam. Mata akan tampak kering atau berubah menjadi kecoklatan.
3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot (X1B)
X1B merupakan tanda-tanda X1A ditambah dengan bercak seperti busa sabun atau keju, terutama di daerah celah mata sisi luar. Mata penderita umumnya tampak bersisik atau timbul busa. Dalam keadaan berat, tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih mata), konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Dengan pemberian vitamin A yang baik dan pengobatan yang benar, bercak akan membaik selama 2 hingga 3 hari, dan kelainan mata akan menghilang dalam waktu 2 minggu.
4. Xerosis kornea (X2)
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut hingga kornea (bagian hitam mata) sehingga tampak kering dan suram, serta permukaan kornea tampak kasar. Umumnya terjadi pada anak yang bergizi buruk, menderita penyakit campak, ISPA, diare, dan sebagainya. Pemberian vitamin A yang benar akan membuat kornea membaik setelah 2 hingga 5 hari, dan kelainan mata akan sembuh selama 2 hingga 3 minggu.
5. Keratomalasia dan ulserasi kornea (X3A/ X3B)
Kornea melunak seperti bubur dan terjadi ulkus kornea atau perlukaan. Tahap X3A bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea. Tahap X3B bila kelainan mengenai sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea. Keadaan umum penderita sangatlah buruk. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (pecahnya kornea). Bila penderita telah ditemukan pada tahap ini maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat disembuhkan.
6. Xeroftalmia Scars (XS)
Disebut juga jaringan kornea. Kornea mata tampak memutih atau bola mata tampak mengempis. Jika penderita ditemukan pada tahap ini, maka kebutaan tidak dapat disembuhkan.
Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan keberlangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) dengan mempertimbangkan faktor-faktor khas dari keadaan tubuh orang Indonesia
Tabel 1. Daftar Kecukupan Konsumsi Vitamin A
Golongan Umur Kebutuhan Vitamin A
(RE)
0-6 bulan
7-12 bulan
1-3 bulan
4-6 tahun
7-9 tahun
Pria
10-12 tahun
13-15 tahun
16-19 tahun
20-45 tahun
46-59 tahun
>60 tahun
Wanita
10-12 tahun
13-15 tahun
16-19 tahun
20-45 tahun
46-59 tahun
> 60 tahun
Hamil Menyusui
0-6 bulan
7-12 bulan 350
350
350
460
400
500
600
700
700
700
600
500
500
500
500
500
500
+200
+350
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998)
Diagnosis penderita xeroftalmia dapat diperoleh dengan memakai cara diagnostik, seperti(Wjitcher and Tears, 1995):
1. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal (produksi air mata sedikit/berkurang).
2. Tes Break-up Time
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid dalam cairan air mata; diukur dengan meletakkan secarik kertas berfluorescein di konjungtiva bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara penderita diminta tidak berkedip. Selang waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapis fluorescein kornea adalah break-up time. Biasanya lebih dari 15 detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan defisiensi lipid pada air mata.
3. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air mata ; dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di atas kaca obyek bersih.
4. Sitologi Impresi
Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel Goblet paling tinggi di kuadran infra nasal.
5. Pemulasan Fluorescein
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein akan memulas daerah yang tidak tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada epitel kornea.
6. Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan memulas semua sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mengering dari kornea dan konjungtiva.
7. Pengujian kadar lisozim air mata
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan cara spektrofotometri.
8. Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea. Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes yang paling spesifik bagi kerato- konjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.
9. Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar lakrimal.
V. Pencegahan Dan Pengobatan
Usaha-usaha untuk mencari pemecahan masalah vitamin A sudah dilakukan berbagai pihak dengan cara-cara pendekatan yang berbeda-beda, seperti
1. Dengan memberikan minyak kelapa sawit ± 4 cc sehari pada anak-anak Balita; terlihat bahwa frekuensi defisiensi vitamin A menurun dan serum vitamin A meningkat dengan nyata.
2. Sejak diperkenalkan pemberian massive oral dose vitamin A pada tahun 1970, maka di Indonesia juga telah dilakukan percobaan-percobaan pemberian massive oral dose vitamin A per oral dan dapat disimpulkan bahwa pemberian 200.000 I.U. massive oral dose vitamin A dalam bentuk oil emulsion dua kali dalam satu tahun pada anak Balita atau 300.000 I.U. sekali dalam satu tahun dapat memberikan perlindungan terhadap kemungkinan defisiensi vitamin A dan juga dapat menghilangkan gejala defisiensi vitamin A.
Pengobatan xeroftalmia adalah sebagai berikut;
a. Berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral atau 100.000 IU Vitamin A injeksi.
b. Hari berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral
c. 1 – 2 minggu berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral
d. Obati penyakit infeksi yang menyertai
e. Obati kelainan mata, bila terjadi
f. Perbaiki status gizi
VI. Pathway
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN DIAGNOSA MEDIS XEROPTALMIA
I. Pengkajian Keperawatan
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Biodata pasien
1.a Identitas Pasien
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis biasanya xeropthalmia akan menyerang pada kelompok umur bayi usia 6 – 11 bulan dan balita pada usia 1 – 5 tahun
Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit,
Tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya, biasnya tingkat pengetahuan yang rendah akan mempengaruhi resiko terjadinya penyakit.
Biasanya xeropthalmia terjadi pada daerah pengungsian dan derah yang kurang kandungan vitamin A nya biasnya daerah yang kekeringan.
1.b Identitas Penanggung Jawab
2. Keluhan utama
Pasien akan mengeluh biasanya penglihatn rabun.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang sama atau penyakit yang lainnya.
4. Riwayat tumbuh kembang
a. Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
b. Tahap perkembangan.
i. Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
ii. Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
iii. Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.
iv. Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
v. Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
vi. Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
vii. Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
viii. Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
ix. Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
x. Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
5. Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
6. Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
Status Gizi
Klasifikasinya sebagai berikut :
Gizi buruk kurang dari 60%
Gizi kurang 60 % - <80 %
Gizi baik 80 % - 110 %
Obesitas lebih dari 120 %
7. Dampak Hospitalisasi
Sumber stressor :
1. Perpisahan
a. Protes : pergi, menendang, menangis
b. Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
c. Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi
2. Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini akan menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.
3. Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.
4. Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.
5. Pemeriksaan fisik
II. Diagnosa Keperawatan
Dx.1: Gangguan sensori-perseptual: Visual berhubungan dengan ditandai dengan gangguan penerimaan sensori/ status organ indra.
Dx.2: Cedera, resiko tinggi terhadap degenerasi ditandai dengan peningkatan TIO, perdarahan intraokuler, dan kehilangan vitreus.
Dx.3: Kurang pengetahuan (Kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosisditandai dengan tidak mengenalk sumber informasi, salah interpretasi informasi.
III. Intervensi
Dx.1: Gangguan sensori-perseptual: Visual berhubungan dengan ditandai dengan gangguan penerimaan sensori/ status organ indra.
kriteria Hasil:
a. Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
b. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
c. Memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Tindakan/ intervensi Rasional
* Mandiri
- Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
- Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya.
- Observasi tanda-tanda dan gejala- gejala diorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anestesia.
- Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering; dorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
- Perhatikan tentang suram/ penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi menggunakan tetes mata.
- Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuanya memperbesar kuranglebih 25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik mungkin ada.
- Letakkan barang yang dibutuhkan/ posisi bel pemanggil dalam jangkauan pada sisi yang tak dioperasi
- Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda, tetaoi biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
- Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi pascaoperasi.
- Terbangun dalam lingkungan yang tak dikenal dan mengalami ketebatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua. Menurunkan resiko jatuh bila pasiern bingung/ tak kenal ukuran tempat tidur.
- Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
- Gangguan penglihatan/ iritasi dapt berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata. Tetapi secara bertahap menurun denganpenggunaan. Catatan: Iritasi local harus dilaporkan ke dokter, tetap jangan hentikan penggunaan obat sementara.
- Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan/ meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
- Memungkinkan pasien melihat obyek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan bila diperlukan.
Dx.2 : Cedera, resiko tinggi terhadap degenerasi ditandai dengan peningkatan TIO, perdarahan intraokuler, dan kehilangan vitreus.
Criteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
b. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
c. Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Tindakan/ intervensi Rasional
* Mandiri
- Diskusikan apa yang terjadi pasca operasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan, balutan mata.
- Beri pasien posisi berstandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
- Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
- - Dorong napas dalam, bentuk untuk bersihkan paru.
- Anjurkan menggunakan tekhnik manajemen stress contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, napas dalam danlatihan relaksasi.
- Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
.
* Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi:
Antiemetik, contoh proklorperazin (Compazine)
Asetazolamid (Diamox)
Sikloplegis
Analgesik, contoh Empirin dengan kodein, asetaminofen (Tyenol)
- Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
- Istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan resiko perdarahan atau stress pada jahitan/jahitan terbuka.
- Menurunkan stress pada area operasi / menurunkan TIO.
- Batuk meningkatkan TIO.
- Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO.
- Digunakan untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
Mual/ muntah dapat meningkatkan TIO, memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera okuler.
Diberikan untuk menurunkan TIO bila terjadi peningkatan. Membatasi kerja enzim pada produksi akueus humor.
Diberikan untuk melumpuhkan oto siliar untuk dilatasi dan istirahat iris setelah pembedahan bila lensa tidak terganggu.
Digunakan untuk ketidaknyamanan ringan, meningkatkan istirahat/ mencegah gelisah, yang deapat mempengaruhi TIO.
Catatan: Penggunaan aspirin dikontraindikasikan karena meningkatkan kecendrungan perdarahan.
Dx.3: Kurang pengetahuan (Kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosisditandai dengan tidak mengenalk sumber informasi, salah interpretasi informasi
Criteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan pengobatan.
b. Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Tindakan/ intervensi Rasional
* Mandiri
- Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur/ lensa.
- Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
- Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
- Diskusikan kemungkinan efek/ interaksi antara obat mata dan masalah medis paien, contoh peningkatan hipetensi, PPOM. Diabetes. Ajarkan metode yang tepat memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
- Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung, penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok (sendiri/ orang lain).
- Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang, menonton televisi.
- Anjurkan pasien memer5iksa ke dokter tentang aktivitas seksual.
- Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindungselama hari pembedahan/ penutup pada malam.
- Anjurkan pasien tidur telentang, mengatur intensitas lampu dan menggunakan kacamata gelap bila keluar/ dalam ruangan terang, keramas dengan kepalake belakang (buka ke depan), bentuk dengan mulut/ mata terbuka.
- Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka/ tertutup penuh; pindahkan perabot dari lalu lalang jalan.
- Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat/ kasar; gunakan pelunak feses yang dijual bebas, bila diindikasikan.
- Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba, penurunan penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair, fotofobia.
- Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerjasama dengan program pascaoperasi.
- Perawatan periodic menurunkan resiko komplikasi serius. Pada beberapa pasien kapsul posterior dapat menebal atau menjadi berkabut dala 2 minggu sampai beberapa tahun pascaoperasi, memerlukan terapi laser untuk memperbaiki deficit penglihatan.
- Dapat bereaksi silang/ campur dengan obat yang diberikan.
- Penggunaan obat mata topical, contoh agen simpatomimetik, penyekat beta, da agenkolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi; pencetus dipsnea pada pasien PPOM; gejala klinis hipoglikemik pada diabetes tergantung pada insulin. Tindakan benar dapat membatasi absorpsi dalam sirkulasi sistemik, meminimalkan masalah seperti interaksi obat dan efek sistemik tak diinginkan.
- Aktivitas yang menyebabkan mata lelah/ regang, manuver Valsalva, atau meningkatkan TIO dapat dapat mempegaruhi hasil bedah dan mencetuskan perdarahan.catatan: Iritasi pernapasan yang menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.
- Memberikan masukan sensori, mempertahankan rasanormalitas, melalui waktu lebih mudahbila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh. Catatan: menonton televise frekuensi sedang menuntut sedikit gerakan mata dan sedikit menimbulkan stress disbanding mambaca.
- Dapat meningkatkan TIO, menyebabkan cedera kecelakaan pada mata.
- Mencegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan dengan berkedip/ posisi kepala.
- Mencegah cedera kecelakaa pada mata.
- Menurunkan penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat menyebabkan pasien jalan ke dalam pintu yang terbuka sebagian/ menabrak perabot.
- Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari mengejan.
- Intervensi dini apat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan penglihatan.
IV. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi.
V. Evaluasi Keperawatan
a. ketajaman penglihatan klien dalam batas normal.
b. Klien dapat mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
c. Klien dapat memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
d. Klien dapat menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
e. Klien dapat Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan pengobatan.
BAB IV
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Xerophthalmia Gangguan kekurangan vitamin A pada mata yang mengakibatkan kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi retina yang berakibat kebutaan.
Vitamin sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan hidup, tidak hanya pada fungsi penglihatan tetapi juga pada proses perkembangan yang dimulai sejak pembentukan embrio. Vitamin A terus diperlukan untuk mempertahankan diferensiasi sel secara nornal sepanjang hidup. Dapat dipahami pentingnya jika vitamin A digunakan sepanjang waktu untuk pencegahan dan kontrol penyakit kanker.
1.2. Saran
Untuk menjaga kesehatan dan keseimbangan metabolisme dalam tubuh seseorang sebaiknya mengkonsumsi zat-zat gizi sesuai dengan kecukupannya. Karena vitamin A mempunyai efek yang kurang baik bagi keseimbangan di dalam tubuh, baik jika dikonsumsi dalam jumlah yang kurang maupun berlebihan maka sangat penting untuk dipertimbangkan kembali untuk mengkonsumsinya dalam jumlah yang berlebih (misalnya dengan suplemen).
DAFTAR PUSTAKA
Hasan,R.2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Ranuh, I.G.N,Dkk. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rodolfh.Dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rodolfh Edisi 20 Volum I. Jakarta :EGC
Santosa,B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar