Rabu, 08 Februari 2012

Asuhan Keperawatan VESIKOLITHIASIS

DUTA4DIAGNOSA
BAB I
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARY
I. Pengertian
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
II. Susunan Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
a. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.Fungsi ginjal adalah:
• Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
• Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
• Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
• Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
Fascia Renalis terdiri dari:
Fascia renalis terdiri dari:
• fascia (fascia renalis),
• Jaringan lemak peri renal, dan
• kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal
Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
Proses pembentukan urin
Tahap pembentukan urin
• Proses Filtrasi ,di glomerulus
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.
• Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
• Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.


Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.
Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
• Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
• Lapisan tengah lapisan otot polos
• Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
c. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
• Lapisan sebelah luar (peritoneum).
• Tunika muskularis (lapisan berotot).
• Tunika submukosa.
• Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

d. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
• Urethra pars Prostatica
• Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
• Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
• Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
• Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
• Lapisan mukosa.

e. Urin (Air Kemih)
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
• Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya.
• Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
• Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
• Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
• Berat jenis 1,015-1,020.
• Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam.

Komposisi air kemih, terdiri dari:
• Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
• Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.
• Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
• Pagmen (bilirubin dan urobilin).
• Toksin.
• Hormon.


III. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2.
b. adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).

Ciri-Ciri Urin Normal
a. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.
b. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
c. Baunya tajam.
d. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.





BAB II
KONSEP DASAR MEDIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM URINARY DENGAN DIAGNOSA MEDIS VESIKOLITHIASIS

I. PENGERTIAN
a. Visikolithiasis adalah batu yang terdapat dalam vesikourinaria atau kandung kemih. (M.A HENOARSON)
b. Visikolithiasis adalah batu kecil yang berasal dari ginjal dapat turun kevesikourinaria lalu menjadi besar disana, kadang-kadang batu timbul langsung didalam kandung kemih. (G. OSWARI).
c. Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal (Long, 1996:322).
d. Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri ( Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027).
e. Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).
f. Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).
II. Etiologi
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah
a. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
b. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
c. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
d. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
e. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
f. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
g. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
h. Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
i. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).
III. Pathofisiologi
Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi, pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2001:997).
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi






























IV. Manifestasi Klinis
Menurut Dr willie japans, 1993 bahwa tanda dan gejala atau keluhan tidak selalu ditemukan pada penderita yang mengidap batu saluran kemih. Bila batunya masih kecil atau besar tapi tidak berpindah, tidak meregang atau menyumbat permukaan saluran kemih, tidak akan timbul keluhan seperti biasa sampai suatu saat mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat melalukan check up dan poto roentgen tampak ada batu pada ginjal. Jika pada suatu saat batu tergeser mengelilingi ginjal kebawah, maka timbullah gejala nyeri hebat pada daerah pinggang. Saluran ureter yang menghubungkan ginjal dan kandung kamih kecil sekali sehingga batu akan meregangkan dindingnya, bahkan merobek menyumbat lubang visika. Jika batu berhasil sampai bagian bawah saluran ureter maka nyeri akan berpindah dan terasa merambat kearah kemaluan atau daerah pangkal paha. Biasanya disertai keluar darah bersama air. Bila lukanya kecil, darah yang keluarpun sedikit dan hanya dapat dilihat dengan mokroskop. Sumbatan atau regangan batu pada kandung kemih dapat juga menimbulkan nyeri pada konstan dan tumpul pda daerah atas kemaluan pada waktu kencing, kencing tidak tuntas, pancaran kencing tidak kuat.
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.
Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal (http://www.medicastore.com, 4 Desember 2009) adalah:
a. Hematuri.
b. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
c. Demam.
d. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal
e. Mual.
f. Muntah.
g. Nyeri abdomen.
h. Disuria.
i. Menggigil.
V. PROSEDUR DIAGNOSTIK/PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
a. Urine
• pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
• Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
• Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
• Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi.
b. Darah
• Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
• Lekosit terjadi karena infeksi.
• Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
• Kalsium, fosfat dan asam urat.
c. Radiologis
• Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.
• Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.
d. USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.





VI. PETATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan batu saluran kemih tergantung pada besar kecilnya batu yang terdapat pada saluran kencing. Batu yang kecil biasanya dihancurkan (lithalapaxy) dengan systoskopy penghancur yang khusus (lithtripsy) dan pecahannya dikeluarkan melalui lavase kandung kemih. Sedangkan batu yang besar memerlukan operasi. Kandung kemih dibuka (lithotomic suprapubis) dan batunya dikeluarkan dan diangkat.Menurut Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :
1) Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan pasang kateter.
2) Pengambilan Batu
a. Batu dapat keluar sendiri
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm.
b. Vesikolithotomi.
c. Pengangkatan Batu
• Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
• Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk menghancurkan batu.
• Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
VII. KOMPLIKASI
Batu yang letaknya pada ureter dapat memberikan komplikasi obstruksi baik sebagian atau total. Obstruksi yang lama biasanya disertai dengan infeksi berulang-ulang dan piuria yang sukar ditanggulangi. Obstruksi saluran kemih dapat memberikqn berbagai akibat pada ginjal, baik struktur maupun fungsional yang dipengaruhi oleh sempurnanya obstruksi, lama obstrusi, lokasi obstruksi dan letak infeksi. Soeparman ( 2001:383)
Akibat gangguan struktur tubuh karena obstruksi berbagai fungsi tubuh mengalami perubahan fungsi reabsorpsi menurun dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, sedangkan pada pada obstruksi yang persial dapat terjadi penurunan ekresi natrium dan diikuti dengan rendahnya konsentrasi natrium urine serta tingginya osmolaitas. Apabila obstruksi berkelanjutan, RBF (renal blood flow) akan menurun.Soeparman ( 2001:383)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM URINAY DENGAN DIAGNOSA MEDIS BATU BULI-BULI (VESIKOLITHIASIS)

I. PENGKAJIAN
b. Biodata klien dan penanggung jawab
c. Keluhan klien
Nyeri pinggang, sakit saat miksi keluar darah serta nyeri pada supra pubis.
d. Riwayat penyakit sebelumnya
• Apakah klien pernah dirawat sebelumnya bagaimana cara klien mengatasi nyeri (mis. Nyeri berkurang jika klien bnyak minum dan mengurangi aktifitas
• Apakah klien ada riwayat alergi
e. Riwayat penyakit keluarga
• Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama
• Apakah keluarga biasa mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung asam urat (ikan, daging, jeroan dan ayam)
• Apakah klien biasa minum air yang sudah dimasak
f. Pemahaman klien tentang kejadian
- Ahli bedah bertanggung jawab, untuk menjelaskan sifat operasi, semua pilihan alternatif, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Ahli bedah mendapatkan dua consent (ijin) satu untuk prosedur bedah dan satu untuk anestesi. Perawat bertanggung jawab untuk menentukan pemahaman klien tentang informasi, lalu memberitahu ahli bedah apakah diperlukan informasi lebih banyak (informed consent).

g. Kondisi akut dan kronis :
- Untuk mengkompensasi pengaruh trauma bedah dan anestesi, tubuh manusia membutuhkan fungsi pernafasan, sirkulasi, jantung, ginjal, hepar dan hematopoetik yang optimal. Setiap kondisi yang mengganggu fungsi sistem ini (misalnya: DM, gagal jantung kongestif, PPOM. Anemia, sirosuis, gagal ginjal) dapat mempengaruhi pemulihan. Disamping itu faktor lain, misalnya usia lanjut, kegemukan dan penyalahgunaan obat / alkohol membuat klien lebih rentan terhadap komplikasi.

h. Pengalaman bedah sebelumnya
- Perawat mengajukan pertanyaan spesifik pada klien tentang pengalaman pembedahan masa lalu. Informasi yang didapatkandigunakan untuk meningkatkan kenyamanan (fisik dan psikologis) untuk mencegah komplikasi serius.
i. Status Nutrisi
- Status nutrisi klien praoperatif secara langsung mempengaruhi responnya pada trauma pembedahan dan anestesi. Setelah terjadi luka besar, baik karena trauma atau bedah, tubuh harus membentuk dan memperbaiki jaringan serta melindungi diri dari infeksi. Untuk membantu proses ini, klien harus meningkatkan masukan protein dan karbohidrat dengan cukup untuk mencegah keseimbangan nitrogen negatif, hipoalbuminemia, dan penurunan berat badan. Status nutrisi merupakan akibat masukan tidak adekuat, mempengaruhi metabolik atau meningkatkan kebutuhan metabolik.
j. Status cairan dan elektrolit
- Klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektolit cenderung mengalami shock, hipotensi, hipoksia, dan disritmia, baik pada intraoperatif dan pascaoperatif. Fluktuasi valume cairan merupakan akibat dari penurunan masukan cairan atau kehilangan cairan abnormal.
k. Status emosi.
- Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan yang direncanakan tergantung pada pengalaman masa lalu, strategi koping, signifikan pembedahan dan sistem pendukung.
- Kebanyakan klien dengan pembedahan mengalami ancietas dan ketakutan yang disebabkan penatalaksanaan tindakan operasi, nyeri, dan immobilitas.
h. Pola eliminasi
- Masalah kebiasaan eliminasi urin pada klien vesikolithiasis ( terganggu ).
- penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

i. Pola istirahat tidur
- Sering terbangun pada malam hari untuk kencing.
- Klien merasa tidak nyaman.
j. Terapi dan diet.
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
- Mengurangi makanan kaya akan kalsium.
- Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari. Kurangi
- Berolahraga secara rutin.
- Pertahankan berat badan ideal.

f. Pemeriksaan Fisik ( hah to toe )
a) Kepala :
Biasanya pada klien dengan vesikolithiasis tidak ada ke abnormalan kepala yang dikarenakan oleh batu buli buli
a) Mata :
Tidak ada tampak ikterik.
b) Mulut dan gigi :
bibir kering, mukosa agak kering.
c) Thorax :
Auskultasi bunyi napas normal
Abdomen :
- Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
- Distensi kandung kemih
- Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik  retensi urine
- Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil  retensi urine
- Perkusi : Redup  residual urine

f) Pemeriksaan penis :
uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
Pengkajian per sistem
• Sistem Pernafasan
Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik, anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi emboli pulmonal.

• Sistem Sirkulasi
Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.
• Sistem Gastrointestinal
Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.
• Sistem Genitourinaria
Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya tonus otot.
• Sistem Integumen
Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis).
• Sistem Saraf
Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.
g. Pemeriksaan penunjang
1) Lab.  hematuria (bila terjadi obstruksi yang lama)
2) Pemeriksaan pielografi intravena
3) Pemeriksaan ultrasonografi
Adanya batu didalam ginjal, vesika urinaria dan tanda-tanda obstruksi urine


j. Pengelompokan data
Data subjektif Data Objektif
a. Klien mengeluh nyeri suprapubis, panggul.
b. Mengeluh kencing menetes ( retensi urine ).
c. Klien mengeluh tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil
d. Klien merasakan nyeri seperti terbakar pada waktu kencing.
e. Klien mengeluh mual / muntah. a. Klien tampak meringis.
b. Peningkatan suhu tubuh klien.
c. Distensi kandung kemih
d. Penonjolan pada daerah supra pubik
e. Pada photo BOP ditemukan batu pada vesika urinari


II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka gesekan batu pada vesika urinaria
2) Perubahan eliminasi (BAK) retensio urine berhubungan dengan adanya penutupan saluran kemih oleh batu dan adanya obstruksi mekanik, peradangan ditandai dengan urgensi dan frekuensi, oliguria (retensi) dan hematuria.
3) Kurangnya pengetahuan tentang prognosis kebutuhan perawatan berhubungan dengan pemahaman dan rencana tindakan
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai dengan keluhan rasa nyeri terus menerus operasi, ekpresi wajah meringis, nyeri pada angka….(dengan skala 0-10), tingkah laku, focus pada diri sendiri
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dampak obat anastesi ditandai dengan pernapasan lebih dari 20 kali permenit, adanya secret pada jalan napas
3) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemasangan kateter, efek medikasi, akumulasi, drainase, status metabolic yang menurun ditandai dengan pemasangan kateter pada permukaan kulit dan jaringan.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terputus jaringan, dampak dari insisi pembedahan ditandai dengan adanya luka jahitan operasi.


III. RENCANA KEPERAWATAN.
a. Pre Operasi
1) Diagnosa I : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka gesekan batu pada vesika urinaria
No DX Tujuan / Kriteria hasil Itervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri teratasi dengan Kriteria hasil:
 Melaporkan keluhan nyeri berkurang ,
 klien tampak tenang dan tidak meningkatkan.
 klien dapat tidur/istirahat yang cukup.
 Skala nyeri: 0-3
 Pasien tidak mengeluh kesakitan.
 TTV normal:
N : 60-100x/mnt
S: 36,5-37,5 oC
R : 14-20 x/mnt
TD: 120/80 mmHg
• Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik, intensitas (skala 0-10). Dan perhatikan tanda-tanda peningkatan tekanan darah, nadi, tidak bisa beristirahat, gelisah dan rasa nyeri yang meningkat.
• Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya mengidentifikasi perubahan terjadinya karakteristik nyeri

• Berikan tindakan untuk kenyamanan seperti membatasi pengunjung, lingkungan yang tenang.

• Anjurkan teknik napas dalam sebagai upaya dalam merelaksasi otot.


• Anjurkan/Bantu klien melakukan ambulasi secara teratur sesuai dengan indikasi dan meningkatkan intake cairan minimal 3-4 liter/hari sesuai toleransi jantung
• Catat keluhan meningkatnya nyeri abdomen.



• Berikan kompres hangat pada punggung.


• Pertahankan posisi kateter

Kolaborasi:
• Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
- Narkotik missalnya : meperidin (Demerol) morphin.

- Antispasmodic seperti flavoxate oxybutynin.

- Kortikosteroid Membantu mengevaluasi lokasi nyeri, obstruksi dan pergerakan batu.


Pengetahuan klien dengan penyebab nyeri dapat membantu meningkatkan koping klien dan dapat menurunkan kecemasan.
Meningkatkan relaksasi, mengurangi ketegangan otot, dan meningkatkan koping

mengalihkan perhatian sebagai upaya dalam merelaksasi otot.

hidrasi meningkatkan jalan keluarnya batu mencegah urine statis dan mencegah pembentukan batu.
Obstruksi sempurna pada ureter/vesika urinaria dapat menyebabkan perforasi dan ekstra vasasi didalam daerah perineal yang memerlukan pembedahan segera.
Menghilangkan ketegangan otot dan menurunkan reflek spasme sehingga rasa nyeri hilang.
Mencegah urine statis/retensi mengurangi vesiko meningkatnya tekanan renal dan infeksi.
Biasanya diberikan pada fase akut untuk menurunkan kolik dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan reflek spasme yang dapat menurunkan kolik dan nyeri.
Digunakan untuk meningkatkan edema jaringan, untuk memfasilitasi gerakan batu.

2) Diagnosa II: Perubahan eliminasi (BAK) retensio urine berhubungan dengan adanya penutupan saluran kemih oleh batu dan adanya obstruksi mekanik, peradangan ditandai dengan urgensi dan frekuensi, oliguria (retensi) dan hematuria
No DX Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2 Perubahan pola eliminasi BAK :
Retensio urin teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan criteria hasil:
 Urine dalam jumlah normal,
 pola BAK seperti biasa/ normal,
 Kandung kemih kosong sempurna
 nyeri hilang saat kencing Mandiri:
• Monitor out put intake serta karakteristik urine.


• Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan (minimal 3 – 4 liter/hari sesuai dengan toleransi jantung.

• Tampung urine 24 jam catat jika ada batu yang ikut keluar dan kirim kelaboratorium untuk dianalisa.


• Observasi perubahan warna, bau, PH urine setiap 2 jam.


Kolaborasi:
 Kolaborasi dalam memonitor pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit BUN (Blood Urea Nitrogen), keratin.

Memberikan info tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi seperti infeksi dan perdarahan dapat mengidentifikasi peningkatan obstruksi atau iritasi ureter
Meningkatkan hidrasi dapat mengeluarkan bakteri darah dan dapat mamfasilitasi pengeluaran batu.

Dapat membantu dalam mengidentifikasi tipe batu dan akan membantu pilihan terapi.



Untuk deteksi dini masalah pengumpulan ureum dan ketidakseimbangan setiap elektrolit dapat menjadi racun terhadap CNS (Central Nervus System)

Peningkatan BUN, Kreatinin, dan elektrolit-elektrolit tertentu menindikasikan adanya disfungsi ginjal.


3) Diagnosa III: Kurangnya pengetahuan tentang prognosis kebutuhan perawatan berhubungan dengan pemahaman dan rencana tindakan
No DX Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
3 setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 1 jam ketakutan tertasi dengan criteria hasil:
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan mengidentifikasi cara yang tepat untuk menangani kecemasannya
 Klien tampak rileks dapat tidur/istirahat dengan cukup.
 Klien menyatakan Ketakutan dan kecemasannya berkurang sampai tingkat dapat di tangani.
 Klien memahami penyebab terjadinya cemas.
Mandiri:
• Adakan kunjungan pada klien dengan personal ruangan bedah sebelum operasi jika mungkin diskusikan hal-hal yang kiranya dapat menimbulkan ketakutan kekhawatiran pada klien misalnya masker, lampu, elektroda, suara outoclave, tangisan kecil.
• Informasikan tentang peran perawat sebagai klien intraperatif pada klien.

• Identifikasi tingkak ketakukan klien yang mungkin mengharuskan penundaan prosedur operasi.



• Beritahu klien tentang anastesi spinal/general yang akan membuat klien tidak sadar/tertidur, dimana jumlah yang lebih akan diberikan jika perlu
• Perkenalkan staf operasi saat klien dipindahkan keruang operasi
• Bandingkan jadwal operasi, status klien, tingkat operasi dan bicarakan informed consent.
Dapat memberikan ketenangan/ketentraman hati dan meredakan kecemasan klien sekaligus memberikan informasi untuk tindakan operatif.



Membina hubungan saling percaya, mengurangi ketakutan akan kehilangan control dilingkungan yang baru/asing.
Ketakutan yang berlebihan atau yang menetap dapat menyebabkan reaksi stress yang berlebihan yang beresiko atau munculnya reaksi yang merugikan terhadap prosedur pembedahan dan obat anastesi.

Menurunkan kecemasan atau ketakutan bahwa klien melihat prosedur operasi


Memberi hubungan dan kenyamanan psikis

Menurunkan ketakuatan bahwa prosedur yang salah mungkin dilakukan




IV. Post Operasi
1) Diagnosa I: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dampak obat anastesi ditandai dengan pernapasan lebih dari 20 kali permenit, adanya secret pada jalan napas.

No DX Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Jalan napas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam dengan criteria hasil:
• pola respirasi klien normal (respirasi 16-20) kali permenit),
• Tidak ada ronchi dan stridor,
• Tidak adanya sianosis dan
• tanda-tanda hipoksia lainnya
Mandiri:
• Tidurkan klien dengan posisi terlentang dengan kepala dimiringkan selama kesadaran belum pulih
• Auskultasi suara napas, dengarkan adanya wheezing crowing dan tidak adanya suara napas setelah ekspirasi




• Observasi frekuensi kedalaman penggunaan otot-otot Bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, warna kulit dan mukosa

• Monitor tanda-tanda vital secara teratur

• Observasi tingkat kesadaran



• Observasi kebersihan jalan napas dan kebersihan sisa muntahan yang masih tertiggal (dimulut, melakukan section bila perlu)
Kolborasi:
• Kolaborasi dalam pemberian O2 intake sesuai indikasi

Posisi tersebut menurunkan resiko aspirasi karena secret terlentang dan dapat keluar lewat mulut

Kurangnya perbedaannya suara napas merupakan indikasi adanya obstruksi oleh mukusa/lidah yang dapat dikoreksi dengan pengaturan posisi/suction wheezing dapat merupakan indikasi bronkho spasma, berkurangnya suara napas menandakan parsia, total laring spasme

Memastikan keefektifan respirasi dengan segera sehingga tindakan, koreksi dapat dilakukan segera jika diperlukan

Respirasi yang meningkat, takikardi dan atau barikardi dapat bergerak pada hipoksia
Dengan mengobservasi tingkat kesadaran klien dapat diketahui perkembangan klien dan keberhasilan operasi, serta menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
Obstruksi jalan napas dapat terjadi, larutan section bila perlu atau mucus didalam tenggorokan/trakea.


Memaksimalkan O2 intake untuk berkaitan dengan Hb





2. Diagnosa II: Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai dengan keluhan rasa nyeri terus menerus operasi, ekpresi wajah meringis, nyeri pada angka….(dengan skala 0-10), tingkah laku, focus pada diri sendiri
No DX Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2 gangguan rasa nyaman nyeri teratasi setelah dilakukan tindakan keperwatan selama1 x 24 jam dengan criteria hasil :
 Melaporkan keluhan nyeri berkurang ,
 klien tampak tenang dan tidak meningkatkan.
 klien dapat tidur/istirahat yang cukup.
 Skala nyeri: 0-3
 Pasien tidak mengeluh kesakitan.
 TTV normal:
N : 60-100x/mnt
S: 36,5-37,5 oC
R : 14-20 x/mnt
TD: 120/80 mmHg

Mandiri:
• Monitor dan dokumentasikan lokasi dan tempat dari nyeri, catat umuir klien, berat badan, catatan medis/problem psikologis, kesensitipan terhadap analgetik tertentu, hasil intraOperatif seperti ukuran, lokasi, insisi
• Review laporan intraoperatif/respirasi atau mengetahui tipe anastesi dan obat-obatan yang dilakukan.



• Evaluasi nyeri secara teratur (setiap 2 jam), catat karakteristik lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10)
• Anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti latihan napas dalam
• posisikan sesuai indikasi, misalnya semifowler.

• Berikan informasi tentang ketidaknyamanan yang akan terjadi yang hanya bersifat sementara
Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian analgetik intravena sesuai indikasi
Pendekatan penagananan nyeri post operatif tingkatan pada berbagai factor.



klien yang dianastesi dengan fluthane dan ether dapat mengalami efek analgetik sisa/residu sebagai tambahan, intraoperatif : Blokoka/regional memiliki waktu yang bervariasi yaitu 1-2 jam untuk regional atau lebih 2-6 jam untuk lokal
Memberikan informasi tentang kebutuhan untuk dan atau keaktifan intervensi

Menghilangkan ketegangan otot dan dapat meningkatkan kemampuan koping
Dapat menghilangkan nyeri dan menunjang sirkulasi jaringan, semifowler dapat menurunkan tegangan otot abdomen dan tulang belakang
Pemahaman tentang ketidaknyaman dapat memberikan keterangan emosional


Analgetik intra vena akan mencapai pusat nyeri dengan segera.

3) Diagnosa III: Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan kulit
No DX Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
3 Gangguan integritas jaringan kulit teratsi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam dengan criteria hasil:
• luka sembuh sesuai dengan waktu yang ditentukan,
• klien dapat mendemontrasikan teknik/prilaku yang menunjang penyembuhan dan pencegahan komplikasi
Mandiri:
• Lepaskan plester dan balutkan dengan lembut
• Infeksi luka secara teratur, catat karakteristik dan integritasnya.


• Kaji jumlah dan karakteristik drainase




• Anjurkan klien untuk tidak menyentuh luka
• Ganjal area insisi pada abdomen dengan bantal pada saat batuk/ bergerak


Ganti dan keluarkan balutan sesuai indikasi, rawat luka yang menggunakan teknik aseptic



Kolaborasi:
• Kolaborasi dalam pemberian es jika diperlukan, penmggunaan abdominal binder-iritasi luka disertai debridement sesuai kebutuhan
Menurunkan resiko trauma pada kulit dan gangguan pada luka operasi
Pengenalan dini terhadap adanya penyembuhan yang terlambat atau perkembangan kearah komplikasi dapat mencegah situasi yang lebih serius
Penurunan jumlah drainase mengarah kepada kemajuan proses penyemabuhan, sedangkan drainase yang tepat/ mengandung darah eksudat menandakan adanya komplikasi.
Mencegah terkontaminasinya luka

Menggunakan tekanan pada luka, meminimalkan resiko terputusnya jahitan atau rupturnya jaringan

Melindungi luka dari injuri mekanik dan kontaminasi, mencegah akumulasi cairan/eksudat yang dapat mengakibatkan infeksi




Menurunkan pembentukan edema


4) Diagnosa IV: Resiko tinggi infeksi
No Dx Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
4 infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam dengan criteria hasil:
 tidak ada tanda-tanda infeksi luka : purulent, drainase, eritema,
 luka sembuh pada waktunya.
 Tanda – tanda vital normal
N : 60-100x/mnt
S: 36,5-37,5 oC
R : 14-20 x/mnt
TD: 120/80 mmHg

 Mandiri:
Observasi tanda-tanda infeksi pad luka post operasi


Monitor tanda-tanda vital, catat serangan panas, perubahan kesadaran, atau keluhan meningkatnya nyeri yang hebat.
Infeksi insisi dan balutan, catat karakteristik drainase dari luka/drainase adanya erytema

Monitor kelancaran drain, hitung output dan warna cairan

Berikan informasi tentang hal-hal yang mempengaruhi daya tahan tubuh



Berikan diit TKTP
Tinggi kalori berguna untuk :
1. Sebagai sumber energi/tenaga atau proses pergerakan tubuh
2. menyediakan structure material utnuk jariangan tubuh seperti tulang dan otot. Tinggi zat pembangun, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, pengganti zat-zat yang rusak/aus
3. sebagai badan-badan inti, berfungsi sebagai pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan zat-zat toksin yang dating dari luar tubuh
4. sebagai zat pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormone
5. sebagai salah satu sumber utama energi bersama-sama dengan karbohidrta dan lemak
6. dalam bentuk kromosom, protein berperan dalam penyimpanan dan meneruskan sifat-ifat keturunan dalam bentuk gen.

Lakukan cuci tangan yang baik dan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan



Kolaborasi:
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat yang sesuai

Dapat diketahui secra dini tanda-tanda infeksi pada luka operasi seperti edema, kemerahan, nyeri, yang bertambah berat/terdapat pus pada luka tersebut
Merupakan tanda-tanda adanjya peradangan/sepsis yang berkembang

Infeksi dini dari perkembangan proses infeksidan atau memonitor perkembangan kearah abses
Dapat diketahui adanya infeksi pada luka operasi

Dengan meningkatkan pengetahuan klien tentang hal-hal yang mempengaruhi daya tahan tubuh diharapkan klien dapat kooperatif dengan tindakan keperawatan yang akan dilakuakan


Makanan yang bergizi dapat menambah meningkatnya daya tahan tubuh, sehingga resiko infeksi dapat diperkecil





















Menurunkan resiko penyebaran bakteri, mencegah terjadinya infeksi nosokomial





Dapat memberikan propilaksis/menurunkan jumlah organisme untuk menurunkan membrane lebih lanjut.


IV. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan.

V. EVALUASI
NO Dx Evaluasi Paraf
1 S: Pasien mengatakan nyerinya berkurang
O : klien tampak relaks
 TTV normal:
N : 60-100x/mnt
S: 36,5-37,5 oC
R : 14-20 x/mnt
TD: 120/80 mmHg
A;
P: masalah teratasi
2 S: klien mengatakan bisa BAK dengan lancar tanpa menetes
O: Urine dalam jumlah normal
A:
P: masalah teratasi
3 S: klien mengatakan mampu mengidentifikasi cara yang tepat untuk menangani kecemasannya
O: Klien tampak rileks dapat tidur/istirahat dengan cukup
A:
P: masalah teratasi
4 S: klien mengatakan mampu bernafas dengan lancar.
O: Tidak ada ronchi dan stridor,
• Tidak adanya sianosis dan
• tanda-tanda hipoksia lainnya
A:
P: masalah teratasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar