Selasa, 31 Januari 2012

ASKEP EMBOLI AIR CAIRAN KETUBAN


  1. I. Pengertian

Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Dua puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis yang dibuat adalah shock obastetrik, perdarahan post partum atau edema pulmoner akut.

  1. II. Etiologi

Faktor predisposisi

  1. Multiparitas
  2. Usia lebih dari 30 tahun
  3. Janin besar intrauteri
  4. Kematian janin intrauteri
  5. Menconium dalam cairan ketuban
  6. Kontraksi uterus yang kuat
  7. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
  1. III. Patofisiologi

Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.

  1. IV. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli cairan ketuban:

  1. Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat pengukuran ( Hipotensi )
  2. Dyspnea
  3. Batuk
  4. Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia.
  5. Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia terminal.
  6. Pulmonary edema.
  7. Cardiac arrest.
  8. Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan setelah melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.
  9. Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.)
  1. V. Pemeriksaan Diagnostik
    1. Gas darah arteri : pO2 biasanya menurun.
    2. Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal tergantung pada kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis dapat mengandung debris selular cairan amninon.
    3. Gambaran koagulasi ( fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa protrombin, produk pecahan fibrin. Dan massa trombo[lastin parsial ) biasanya abnormal , menunjukkan DIC.
    4. EKG dapat memperlihatkan regangan jantung kanan akut.
    5. Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
    6. Foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan paru dapat memperlihatkan defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli paru.
  1. VI. Penatalaksanaan
    1. Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ).
    2. Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia & perdarahan .
    3. Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia uteri.
    4. Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
    5. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan menghambat proses perbekuan.
    6. Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme ..
    7. Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100 mmHg.
    8. Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
    9. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan menghambat proses pembekuan.
    10. Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.
    11. Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian trombosit.
    12. Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen.
    13. Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah.
    14. Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.
  1. VII. Komplikasi
    1. Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan.
    2. Ganguan pembekuan darah.
  1. VIII. Prognosis

Sekalipun nortalitas tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada tiap kasus. 75% wanita meninggal sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat perdarahan yang tidak terkendali. Mortalitas feral tinggi dan 50% kematian terjadi inutera.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian tehadap kesehatan pasien sangat diperlukan dalam menindaklanjuti suatu intervensi keperawatan kepada pasien. Dengan adanya pengkajian yang menyeluruh maka intervensi keperawatan kepada pasien akan semakin optimal, hal ini di awali dengan Menetapkan kapan gejala mulai timbul, Menetapkan kapan gejala timbul, apa yang menjadi pencetusnya, apa yang dapat menghilangkan atau meringankan gejala tersebut dan apa yang memperburuk gejala adalah bagian dari pengkajian, juga mengidentifikasi setiap riwayat alergi atau adanya penyakit yang timbul bersamaan.

Anamnesa,meliputi:

  1. Identitas pasien

Biasanya hal ini terjadi pada ibu yang hamil berusia 30 tahun

  1. Riwayat Sakit dan Kesehatan

Adanya pulmory edema, cardiac arrest, rahim atony,

  1. Pemeriksaan Fisik

Review Of System (ROS)

  1. B1(BREATH) : Dyspnea, batuk
  2. B2(BLOOD) : Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia, Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat pengukuran ( Hipotensi )
  3. B3(BRAIN) : kesadaran menurun
  4. B4(BLADDER): oliguri,
  5. B5(BOWEL) : -
  6. B6(BONE) : -

2.2 Diagnosa Keperawatan

  1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan Vasospasme arteri pulmonalis
  2. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi
  3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kadar oksigen dalam sirkulasi menurun
  4. Defisit volume cairan behubungan dengan pendarahan
  5. Intolensi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya oksigen dalam ginjal

2.3 Intervensi

1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan Vasospasme arteri pulmonalis

Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri

Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, tidakmampuan bicara/ berbincang.

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong nafas perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
Awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa. Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan. Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada intertisial/dekompensasi jantung.
Awasi tingkat kesadaran/ status mental. Selidiki adanya perubahan. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hypoxia, GDA memburuk disertai bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.
Kolaborasi

Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.

PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema) dan PaO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: PaCO2 “normal” atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik.
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
Bantu instubasi, berikan/ pertahankan ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI sesuai instruksi pasien. Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan penyelamatan hidup.

2. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan penurunan dalam udara inspirasi

Tindakan/intervensi Rasional
Berikan posisi fowler atau semi fowler

memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi
Ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan

membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberika pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas.
Obserfasi TTV (RR atau frekuensi permenit)

mengetahui keadekuatan frekuensi pernapasan dan keefektifan jalan napas

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kadar oksigen dalam sirkulasi menurun

Intervensi Rasional
Mandiri :
  1. Selidiki nyeri dada,dispnea
  1. Observasi ekstremitas terhadap edema

3. Observasi hematuri.

4. Perhatikan nyeri abdomen kiri atas.

  1. Dispnea diakibatkan dalam penurunan CO2 dalam aliran darah.
  2. Ketidakaktifan/tirah baring lama mencetuskan stasis vena, meningkatkan resiko pembentukan trombosis vena
  3. Menandakan emboli ginjal
  4. Menandakan emboli splenik

Defisit volume cairan behubungan dengan pendarahan

Intervensi Rasional
Mandiri :
  1. Tranfusi darah
  1. Pemberian cairan elektrolit

  1. Tranfusi darah dapat menggantikan darah yang berkurang karena pendarahan
  2. Pemberian cairan dapat memenuhi kebutuhan cairan klien sehingga tidak terjadi hipovolemia

Intolensi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya oksigen dalam ginjal

INTERVENSI RASIONAL
  1. pertahankan pasien tirah baring selama sakit akut.
  1. Pertahankan pemberian bantuan oksigen yang adekuat
  1. Pantau frekuensi atau irama jantung, tekanan darah dan frekuensi pernapasan sebelum atau setelah aktivitas dan selama diperlukan.
  2. mengurangi pemakiaian oksigen pada miokard selama beberapa hari akan meningkatkan sirkulasi dan suplai darah ke daerah yang kurang perfusi.
  1. Membantu memenuhi pasokan oksigen tubuh agar seimbang antara suplai dan kebutuhan
  1. Penurunan tekanan darah, takikardi, disritmia, dan dipsnea adalah indikasi dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar