- PENDAHULUAN
Kekurangan energi protein merupakan penyakit gangguan gizi yang cukup penting di Indonesia. Di Indonesia angka kejadiannya cukup tinggi pada anak di bawah 5 tahun. Untuk menentukan klasifikasi berat ringannya KEP dapat menggunakan beberapa cara, yang paling sering digunakan dan cukup mudah adalah dengan melihat berat badan dan umur anak disesuaiakan dengan grafik KMS (Kartu Menuju Sehat).
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah kekurangan energi dan protein (KEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis KEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah, 1997).
Marasmus adalah suatu masalah serius di seluruh dunia yang melibatkan lebih dari 50 juta anak-anak di bawah 5 tahun. Menurut WHO, 49% dari 10.4 juta kematian terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun di negara berkembang yang dihubungan dengan kekurangan energi dan protein (Gehri, M, 2006).Menurut DEPKES bahwa standar nasional penderita KEP tidak lebih dari
1,12 % penderita KEP dari total anak di suatu wilayah.
- TINJAUAN TEORI
1. Anatomi dan Fisiologi
(Gambar 1. Wikipedi`, 2007)
Saluran gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas duodenum, jenunum, dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter dan diameter 2,5 cm. Usus besar terdiri atas secum, colon, dan rectum yang kemudian bermura pada anus. Panjangnya usus besar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat) dari lambung untuk mengabsorbsi air, nutrien, dan elektrolit. Usus sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat dan enzim. Chyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai mencapai rektum normalnya diperlurkan waktu 12 jam.
- Definisi Penyakit
Kurang energi protein (KEP) adalah keadaan patologis yang disebabkan kekurangan energi dan protein. KEP disebut pula sebagai protein energy malnutrition (PEM), protein calorie malnutrition (PCM), dan kurang kalori protein (KKP). Salah satu jenis KEP berat adalah marasmus atau kwasiorkor.
Marasmus adalah bentuk PEM terutama disebabkan oleh kekurangan kalori berat dalam jangka lama, terutama terjadi setelah tahun pertama kehidupan.
Kwashiorkor adalah suatu bentuk PEM yang ditimbulkan oleh defisiensi protein yang berat (Dorland, 2002). Ahli penyakit anak-anak di Britania Cicely D. Williams memperkenalkan nama Kwashiorkor ke dunia international sejak tahun 1935. Ketika seorang anak sedangdalam perawatan, yang menerima protein tertentu, bahan yang penting untuk pertumbuhan ini didapatkan dari air susu ibu. Ketika anak dipisahkan dari ibu, sedangkan jika diet yang menggantikan susu adalah karbohidrat dengan tajin yang tinggi, dan protein yangtak mencukupi pada umumnya kebutuhan diet anak, maka anak akan berkembang kearah kwashiorkor (Wikipedia, 2007).
Kejadian marasmus meningkat sebelum umur satu tahun sedangkan kejadian kwashiorkor meningkat setelah umur 18 bulan. (Wikipedia, 2007).
- Etiologi
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999). Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116). Marasmus diakibatkan oleh suatu keseimbangan energi ke arah negatif. Ketidakseimbangan ini dapat diakibatkan oleh suatu masukan energi dikurangi, penggunaan energi yang ditingkatkan, atau kedua-duanya, seperti halnya pada penyakit yang akut atau penyakit kronis. Anak-Anak beradaptasi terhadap suatu defisit energi dengan suatu penurunan aktivitas phisik, kelesuan, suatu penurunan metabolisme energi fundamental, lambat pertumbuhan, dan akhirnya menimbang kehilangan berat badan (Gehri, M, 2006)
Kwashiorkor terjadi paling umum pada daerah yang kelaparan, persediaan makanan yang terbatas, dan untuk tingkat rendah pendidikan, yang dapat mendorong kearah pengetahuan yang tidak cukup tentang diet yang sesuai (Newmark, C, 2002). Faktor yang utama yang menyebabkan suatu defisit kalori dan masukan protein meliputi yang berikut: transisi dari masa menyusui ke nutrisi dari makanan pada masa kanak-kanak, infeksi/peradangan yang akut pada traktus gastrointestinal, dan infeksi/peradangan kronis seperti HIV atau Tuberkulose. Ketidak seimbangan antara masukan energi dan protein (kurang dari kebutuhan mengakibatkan suatu keseimbangan energi yang negative (Anonim, 2007).
4. PATOFISIOLOGI
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi.Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/"decompensated malnutrition"). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.
Manifestasi Klinik
Kwashiorkor adalah kondisi yang disebabkan oleh suatu kekurangan masukan protein. Gejala khas adalah lesu, sifat lekas marah dan cepat lelah. Jika kondisi mengancam/lebih lanjut akan tampak penurunan massa otot dan pertumbuhan dan perut bulat/membucit akibat kegagalan/bengkak. Tanda lebih lanjut adalah rambut rontok warna putih yang tidak teratur pada badan. Biasanya shock dan coma akan terjadi sebelum kematian.
Sedangkan Marasmus adalah suatu kondisi yang terjadi yang disebabkan oleh kekurangan beberapa bahan makanan seperti kekurangan protein dan masukan kalori. Penyakit ini menyebabkan infeksi/peradangan serius dan ketidak-mampuan anak untuk bertahan dari penyakit sehingga sering berlanjut ke kematian. Kebanyakan kematian pada anak-anak muda dikaitkan dengan adanya kurang gizi yang disebabkan oleh gangguan ini (Anonim, 2002).
(Gambar 2. WHO, 2000)
Beberapa kekurangan gizi mengambarkan adanya oedema kedua kaki, atau pembuangan beberapa beberapa jenis bahanmakanan (< 70% berat badan atau <- 3SD (a)), atau beberapa tanda klinis dari kekurangan gizi menjengkelkan. Tidak ada perbedaan yang telah dibuat antara kondisi-kondisi kwashiorkor yang klinis, marasmus, dan kwashiorkor marasmic sebab pendekatan keperawatan yang diberikan pada mereka adalah serupa. Anak-Anak dengan beberapa kekurangan gizi berhadapan dengan beberapa resiko masalah yang mengancam kehidupan seperti hypoglycaemia, hypothermia, infeksi/peradangan serius, dan gangguan keseimbangan asam basa. Oleh karena mempunyai sifat mudah luka, maka memerlukan pemeriksaan yang seksama dan hati-hati, manajemen dan perawatan khusus, dengan pemberian makan reguler dan monitoring. Perawatan di rumah sakit harus diorganisir baik dan diberikan oleh staff yang terlatih secara khusus. Kesembuhan panyakit ini dapat dicapai dalam beberapa minggu (WHO, 2000).
DIAGNOSA BANDING
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu dibedakan dengan :
- Sindroma nefrotik
- Sirosis hepatis
- Payah jantung kongestif
- Pellagra infantil
Pemeriksaan untuk Diagnosis KEP
Depkes RI, berdasarkan temu pakar gizi di Bogor tanggal 19-21 Januari dan di Semarang 24-26Mei 2000, merekomendasikan baku WHO-NCHS untuk digunakan sebagai baku antropometris di Indonesia sebagai berikut (Almatsier, 2004):
Indeks | Simpangan Baku | Status gizi |
BB/U | ≥2 SD -2 SD sampai +2 SD <-2 SD sampai -3 SD <-3 SD | Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk |
TB/U | Normal Pendek | -2 SD sampai +2 SD <-2 SD |
BB/TB | ≥2 SD -2 SD sampai +2 SD <-2 SD sampai -3 SD <-3 SD | Gemuk Normal Kurus Sangat kurus |
Marie dan Mahan (1984) (dikutip dari Almatsier, 2004) menyebutkan salah satu cara
untuk membedakan marasmus dan kwasiorkor adalah sebagai berikut:
Tanda yang ada | Tetapan |
| Tanda yang ada | Tetapan |
Edema Dermatosis Edema + dermatosis Perubahan rambut Hepatomegali
| 3 2 6 1 1
|
| Serum Albumin Protein total (gr/100ml) (gr/100ml) <1,00 (<3,25) 1,00-1,49 (3,25-3,99) 1,50-1,99 (4,00-4,74) 2,00-2,49 (4,75-5,49) 2,50-2,99 (5,50-6,24) 3,00-3,49 (6,25-6,99) 3,50-3,99 (7,00-7,74) >4,00 (>7,75) | 7 6 5 4 3 2 1 0 |
Skor 0-3 = marasmus
Skor 4-8 = marasmik kwasiorkor
Skor 9-15 = kwasiorkor
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi KEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (KEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (KEP berat)
3) Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (KEP berat)
4) Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (KEP berat)
(Ngastiyah, 1997)
Pemeriksaan Laboratorium:
- Gula darah: Hipoglikemia (> 2 mmol/L)
- Pemeriksaan hapus darah tepi secara mikroskopi tampak parasit bila disertai dengan infeksi
- Hemoglobin: pada tingkal < 40 g/L diindikasikan adanya anemia.
- Pemeriksaan urine dan kultur, terdapat leukosit lebih dari 10 per high-power field bila ada infeksi.
- Pada pemeriksaan feses secara mikroskopis dijumpai adanya parasit dan darah mengindikasikan adanya disentri.
- Albumin: Meskipun tidak selalu dijadikan sebagai dasar untuk mendiagnosis, jika albumin < 35 g/L, dapat diartikan sintesis protein mengalami gangguan yang masiv.
- Electrolit: Pengukuran elektrolit dapat membantu dan dapat membantu terapi yang tepat, terutama sehubungan dengan hiponatremia.
- Pada pemeriksaan roentgen dada dijumpai adanya infeksi pada paru seperti lesi tuberculosis, kardiomegali atau tanda rakhitis
- Tes kulit (tuberculin) menunjukkan adanya tuberkulosis
- a.Pathways Marasmus
b. Pathways Kwashiorkor
- Penatalaksaan Medis dan Keperawatan
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)
1.1. Penanganan hipoglikemi
1.2. Penanganan hipotermi
1.3. Penanganan dehidrasi
1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
1.5. Pengobatan infeksi
1.6. Pemberian makanan
1.7. Fasilitasi tumbuh kejar
1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro
1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Pengobatan penyakit penyerta
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau
sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan
vit. A dengan dosis :
* umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
* umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali
* umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan :
· Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam
selama 7-10 hari
· Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari
· Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit
mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi
sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1%
selama 10 menit
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.
4. Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan
formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis
merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan
pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi)
dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman
pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan
a. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan
intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap
terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan
kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
§ Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan
status hidrasi ® syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti
di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian
Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam,
selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
§ Bila tidak ada perbaikan klinis ® anak menderita syok septik. Dalam hal ini,
berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah
sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian
mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
· Hb <>
· Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung
Transfusi darah :
Ø Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan 'packed red cells' untuk transfusi dengan
jumlah yang sama.
Ø Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak
dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap <>
7. Pengkajian Keperawatan
Riwayat Keperawatan
Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
Pengkajian Fisik
.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit).
Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
Penurunan ukuran antropometri
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom.
Adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
Pengkajian data Fokus
Menurut Suriyadi dan Yuliani, R (2001) pengkajian fokus yang dapat dilakukan pada anak dengan malnutrisi kalori dan protein adalah sebagai berikut:
1. Kwashiorkor
- Muka sembab
- Lethargi
- Edema
- Jaringan otot mengecil
- Jaringan subkutan tipis dan lembut
- Warna rambut pirang atau seperti rambut jagung
- Kulit kering dan bersisik
- Alopecia atau rambut rontok/ mudah dicabut
- Anorexia/ kehilangan nafsu makan
- Gagal dalam pertumbuhan
- Tampak anemia
2. Marasmus
- Badan kurus kering
- Tampak seperti orang tua
- Lethargi
- Iritabel
- Kulit keriput
- Ubun-ubun cekung pada bayi
- Jaringan subkutan hilang
- Turgor kulit jelek
- Malaise
- Apatis
- Kelaparan
8. Kemungkinan masalah /Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak kekurangan energi dan protein menurut Suriyadi dan Yuliani, R (2001) adalah:
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake nutrisi.
- Kurangnya volume cairan dan konstipasi berhubungan dengan kurangnya intake cairan.
- Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tidak adanya kandungan makanan yang cukup.
- Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan respon imun sekunder dari malnutrisi.
- Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan tidak tahu memberikan intake nutrisi yang adekuat pada anak.
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan albumin serum
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik sekunder terhadap atropi otot
- Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan penurunan intake energi dan protein
9. Perencanaan Perawatan
Menurut Suriyadi dan Yuliani, R (2001) rencana keperawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan di atas antara lain
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake nutrisi.
- Tujuan: Anak akan memperlihatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi secara adekuat yang ditandai dengan berat badan normal sesuai dengan usia, napsu makan meningkat, dan tidak ditemukan manifestasi malnutrisi.
- Intervensi :
- Kaji antropometri
- Kaji pola makan
- Berikan intake makanan tinggi : kalori, protein, mineral dan vitamin.
- Frekuensi makan dapat ditingkatkan setiap 3 – 4 jam dan selingi dengan makanan kecil yang tinggi kalori dan protein.
- Timbang berat badan setiap hari
- Tingkatkan pemberian ASI dengan pemasukan intake nutrisi yang adekuat pada orang tua (ibu)
- Kurangnya volume cairan dan konstipasi berhubungan dengan kurangnya intake cairan.
- Tujuan : Anak tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan ubun-ubun tidak cekung, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, output urine sesuai, berat jenis urine normal dan anak menunjukkan kebiasaan buang air besar dengan konsistensi lembek.
- Intervensi :
- Berikan cairan yang adekuat sesuai dengan kondisi
- Berikan cairan per oral
- Berikan cairan atau nutrisi perparenteral, pantau kepatuhan infus
- Ukur intake dan output 2 – 3 ml / kg / jam
- Ukur berat jenis urine
- Auskultasi bising usus
- Kaji tanda-tanda dehidrasi
- Pantau adanya overload cairan
- Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tidak adanya kandungan makanan yang cukup.
- Tujuan : Anak menunjukkan keutuhan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tidak bersisik, tidak kering, dan elastisitas kulit normal.
- Intervensi :
- Kaji keutuhan kulit setiap pergantian dinas
- Berikan suplemen vitamin
- Berikan alas matras yang lembut
- Berikan cream kulit
- Ganti segera pakaian yang lembab atau basah
- Lakukan kebersihan kulit
- Hindari penggunaan sabun yang dapat mengiritasi kulit
- Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan respon imun sekunder dari malnutrisi.
- Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan suhu tubuh normal dan lekosit dalam batas normal
- Intervensi
- Kaji tanda-tanda infeksi, ukur suhu tubuh setiap 4 jam
- Gunakan standar pencegahan universal, kebersihan, mencuci tangan yang benar bila akan kontak pada anak, menghindari dari anak yang infeksi.
- Berikan immunisasi bagi anak yang belum immunisasi.
- Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan tidak tahu memberikan intake nutrisi yang adekuat pada anak.
- Tujuan :Orang tua memahami pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak.
- Intervensi :
- Ajarkan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
- Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat
- Jelaskan kondisi yang terkait dengan malnutrisi
- Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi nutrisi yang adekuat untuk meningkatkan produksi ASI.
- Libatkan keluarga dalam perawatan anak untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
- Susun perencanaan pulang:
- Jelaskan kebutuhan nutrisi yang adekuat dengan menggunakan gambar-gambar
- Jelaskan komplikasi yang dapat terjadi akibat malnutrisi
- Ajarkan dan jelaskan orang tua untuk mengkonsumi makanan yang tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
- Berikan penjelasan tentang makanan yang perlu diberikan pada anak.
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan albumin serum
- Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan cairan
- Interevensi
- Monitor output dan input cairan 24 jam
- Timbang BB tiap hari
- Batasi intake cairan dan diet rendah garam
- Rubah posisi 1-2 jam, tinggikan bagian kaki
- Catat adanya edema
- Monitor vital sign tiap 4 jam
- Dengar kan bunyi nafas secara rutin
- Kolaburasi pemberian diuretic
- Kolaburasi pemberian diet tinggi protein
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot sekunder terhadap atropi otot
- Tujuan : Klien mampu mentoleransi peningkatan aktivitas secara progresif dengan kriteria hasil:
- Tidak sesak nafas setelah aktivitas
- Peningkatan frekuensi nadi kembali normal setelah 3 menit
- Intervensi
- Anjurkan tirah baring pada fase sesak nafas
- Sarankan melakukan aktivitas secara bertahap, misalnya membaca ditempat tidur, sikat gigi di tempat tidur
- Rujuk klien dalam latihan fisik di fisioterapi
- Anjurkan klien latihan minimal selama 15 menit bagian pemanasan
- Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi fisik dan mental untuk mencegah ancaman serangan
- Sarankan klien untuk menggunakan inhaler sebelum aktivitas
- Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan penurunan intake energi dan protein
Menurut Alimul Hidayat (2005) untuk mengatasi masalah keperawatan risiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang mengalami hospitalisasi akibat kejang demam antara lain :
- Tujuan : Klien dapat menjalankan tugas perkembangannya sesuai umur dan dapat meminimalkan dampak serangan kejang
- Intervensi:
- Berikan kesempatan anak untuk melaksanakan tugas perkembangan anak.
- Lakukan tindakan keperawatan sesuai dengan kelompok usia tumbuh kembang seperti di bawah ini :
- 0 – 1 tahun
- Berikan stimulasi dengan menggunakan bermacam mainan yang berwarna di tempat tidur seperti mobil, mainan dengan musik, dan lain-lain.
- Pangku atau gendong anak saat mau makan dalam lingkungan yang tenang.
- Berikan waktu istirahat dan lakukan observasi kepada orang tua selama interaksi dan makan.
- Berikan perawatan secara penuh (pengasuhan).
- Biarkan tangan dan kaki bebas jika memungkinkan.
- 1 – 3 ½ tahun
- Anjurkan melakukan perawatan diri sendiri seperti makan sendiri, pakai baju sendiri, mandi, dan lain-lain.
- Berikan stimulasi atau dorong untuk mengemukakan kata atau bahasa.
- Beri kesempatan bermain dengan kelompok sebayanya seperti teka-teki, buku dengan gambar-gambar, mobil-mobilan, balok mainan, dan lain-lain.
- Anjurkan orang tua untuk aktif dalam perawatan anak.
- 3 ½ - 5 tahun
- Anjurkan melakukan perawatan diri sendiri seperti pakai baju sendiri, mandi, merawat mulut rambut, dan lain-lain.
- Beri kesempatan bermain dengan kelompok seperti model mainan musik, boneka, buku-buku, kendaraan sepeda roda tiga, dan lain-lain. Dan berikan buku cerita.
- Anjurkan orang tua untuk aktif dalam perawatan anak.
- 5 – 11 tahun
- Bicarakan dengan anak tentang perawatan yang akan dilakukan dan mintakan masukan dari anak.
- Beri kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan anak-anak lainnya. dan Hargai perilaku yang positif.
- Berikan buku cerita dan mainan seperti buku teka-teki, video games, melukis atau lainnya.
- Orientasikan dengan lingkungan sekitar.
- 11 – 15 tahun
- Bicarakan dengan anak tentang perawatan yang akan dilakukan dan mintakan masukan dari anak.
- Beri kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan anak-anak lainnya.
- Libatkan dalam segala tindakan keperawatan.
- Anjurkan orang tua, saudaranya untuk berkunjung atau berinteraksi dengan anak.
- Lakukan identifikasi minat atau hobi anak.
10. Issue Kasus Di Masyarakat
Keadaan kesehatan masyarakat Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Timbulnya berbagai bencana telah menyebabkan kondisi kesehatan di Indonesia makin terpuruk. Rangkaian bencana yang terjadi juga turut menyumbang berbagai masalah baru di bidang kesehatan yang menyita perhatian berbagai pihak dan semakin memperparah situasi kesehatan di tanah air.
Salah satu masalah kesehatan di Indonesia adalah masalah KEP ( Kekurangan Energi Protein ) yang telah menjadi isu hangat dalam tiga dasawarsa terakhir. Data pemetaan skala nasional menunjukkan bahwa di 72% kabupaten di Indonesia ditemukan balita dengan kurang gizi.
Sungguh sebuah ironi, semua kasus gizi buruk ( KEP ) ini masih terjadi setelah hampir 20 tahun Konvensi Hak Anak (KHA) disetujui oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989. Konvensi ini mengatur bahwa anak-anak berhak untuk mendapatkan dan menikmati status kesehatan tertinggi yang dapat dicapai dan untuk memperoleh sarana-sarana perawatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Di sisi yang lain, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mengatur hak-hak anak di bidang kesehatan dengan jelas.
Berdasarkan dua dasar hukum tersebut, dengan demikian, dapat dipastikan bahwa selama ini hak-hak anak Indonesia belum terpenuhi secara memadai dan merata. Berita-berita di media masa tentang anak-anak yang mengalami gizi buruk ( KEP ) menunjukkan bahwa masih banyak kewajiban kita terhadap mereka yang belum kita penuhi.
Komisi IX DPR RI mencatat 30 persen dari 110 juta balita di Indonesia mengalami KEP, tingginya kasus
KEP di Indonesia ini berpotensi mengancam kelangsungan generasi muda, maka Indonesia akan mengalami kehilangan satu generasi.
Sebagai contoh kejadian di daerah,
Jumlah anak balita penderita KEP di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sampai akhir tahun 2008 tercatat sebanyak 1.399 anak atau 0,8 persen dari jumlah anak balita yang ada di daerah ini.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi mencatat hingga menjelang akhir tahun 2008 terdapat 1,76 persen dari kurang lebih 30.000 balita, menderitaKEP. Salah satu faktor yang diduga menjadi pemicu terjadinya peningkatan jumlah kasus KEP ini adalah krisis keuangan global.
Dalam kurun waktu 2008 hingga awal 2009, tercatat enam orang anak warga eks pengungsi Timor Timur yang bermukim di lokasi pemukiman Desa Oebelo (NTT), meninggal dunia akibat KEP,hidup mereka masih serba memprihatinkan akibat lemahnya ekonomi keluarga.
Sebanyak 10 bayi di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, meninggal dunia akibat mengalami KEP selama tahun 2008. Mereka rata-rata mempunyai penyakit bawaan sejak lahir sehingga mengakibatkan KEP, beberapa penyakit bawaan tersebut di antaranya paru-paru, jantung, kegagalan fungsi organ, dan gangguan mental.
11. Pembahasan
Anak yang kekurangan gizi mudah terinfeksi penyakit dan bahkan bisa dibayangi resiko kematian. Dengan kondisi seperti ini, dapat dijelaskan bahwa permasalahan KEP bukan hanya berkutat pada kurangnya asupan makanan pada anak-anak, akan tetapi faktor kesehatan ibu juga turut mempengaruhi di samping faktor ekonomi,fakta yang tak terbantahkan bahwa akibat dari KEP sangat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. Asupan gizi yang kurang dapat menyebabkan berbagai permasalahan dan penyakit pada usia belia anak, yang pada gilirannya mempengaruhi kualitas hidup si anak sampai dewasa.
KEP ( gizi buruk ) balita ini karena 6 faktor. Pertama, pengetahuan ibu tentang gizi yang rendah. Kedua, pendapatan keluarga yang rendah. Ketiga, persediaan pangan tingkat rumah tangga yang rendah. Keempat, perilaku pengasuhan yang belum sehat. Kelima, konsumsi makanan yang tidak mengikuti kaidah gizi dan kesehatan dan keenam, kondisi kesehatan anak.
Operasi sadar gizi dan keluarga berkualitas secara swadaya. Pastikan KMS, KIA, PMT, tenaga dokter, bidan, kader tersedia dan Posyandu berjalan untuk seluruh bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur. Pastikan Desa Siaga.
Dengan penimbangan seluruh balita tanpa kecuali, tetapkan status gizinya, laporkan secara berjenjang dengan jujur. Penderita KEP atau di bawah garis merah segera lakukan reelementasi dengan PMT pemulihan di fasilitas kesehatan terdekat, Upaya perbaikan gizi, terutama bagi mereka yang berada di bawah 'garis merah', dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang mengandung empat sehat lima sempurna. KEP yang sudah mendapat pemulihan dikembalikan ke masyarakat melalui kader posyandu, bidan desa, dan puskesmas
Pola perbaikan gizi balita, sangat tergantung pada perilaku ibu dalam pemberian makanan dan pengasuhan anak. Perilaku merupakan cerminan dari pengetahuan ibu tentang gizi, pangan, kesehatan dan pemahaman terhadap tahapan tumbuh kembang anak.
Kenyataannya, masih banyak ibu-ibu yang belum mengerti arti pentingnya gizi pada anak. Untuk itu, pola pendampingan secara langsung dalam upaya perbaikan gizi merupakan langkah kebijakan gizi yang harus kita jalankan secara berkelanjutan.
Disinilah dirasakan penting adanya Pondok Gizi Budarzi (Ibu Sadar Gizi), yaitu sebuah program perbaikan gizi yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat (Community Development) dalam menangani masalah-masalah gizi suatu masyarakat.
Program Pondok Gizi Budarzi (PG Budarzi) sendiri merupakan program pelayanan gizi masyarakat yang berorientasi pada pemeliharaan kesehatan dan gizi balita, pembangunan kesadaran masyarakat khususnya ibu untuk menerapkan kaidah gizi dan kesehatan dalam menyusun menu keluarga khususnya balita, mendampingi dan melayani serta memanfaatkan potensi lokal dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki status gizi masyarakat.
Lingkup kegiatan Pondok Gizi Budarzi meliputi scaning status gizi, scanning kualitas konsumsi, pemberian makanan tambahan, konsultasi gizi dan kesehatan, pendampingan keluarga dan pemberdayaan masyarakat.
- Daftar Pustaka
Alimul, H, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, Cetekan I, Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Anonim 2002. Nutrition and Malnutrition, http://conted-aux.acadiau.ca/conted/Outreach/Smedia2002/NUT.html, diakses tanggal 17 Maret 2009
Anonim, 2007. Marasmus, http://www.hpathy.com/diseases/marasmus.asp, diakses tanggal 17 Maret 2009
Anonim, 2007. Marasmus, http://www.faqs.org/nutrition/Kwa-Men/Marasmus.html, diakses tanggal 17 Maret 2009
Benyamin, 2006. Kwashiorkor, http://www.umm.edu/ency/article/001604.htm, diakses tanggal 17 Maret 2009
Gehri, M, 2006. Marasmus, http://www.emedicine.com/ped/topic164.htm, diakses tanggal 17 Maret 2009
Emedicine, 2007. Excerpt from Protein-Energy Malnutrition, http://www.emedicine.com/derm/byname/protein-energy-malnutrition.htm, diakses tanggal 17 Maret 2009
CompasCom,
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/07/Akibat_kurang_gizi_10_bayi_meninggal.htm , di akses tanggal 17 Maret 2009
Newmark, C. Kwashiorkor, http://health.allrefer.com/health/kwashiorkor-info.html, diakses tanggal 17 Maret 2009
Ngastiyah. (1997). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC.
Suriyadi, Yuliani, R (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I, Jakarta, Penerbut CV Sagung Seto.
WHO, 2000. Severe Malnultrition, http://www.who.com/malnutrition, diakses tanggal 17 Maret 2009
Wikipedia, 2007. Kwashiorkor, http://en.wikipedia.org/wiki/Kwashiorkor, Diakses tanggal 17 Maret 2009
Wikipedia, 2007.Marasmus, http://en.wikipedia.org/wiki/Marasmus, diakses tanggal 17 Maret 2009
Apakah penulis KEP ini Saudara pasangan muda? sungguh luar biasa kalo saudara sudah terbiasa menulis dan Care thd Profesi Keperawatan. teruskan dan lanjutkan Berkarya...agar Profesi Perawat dpt mengharumkan Profesinya...dan dirasakan oleh Masyarakat akan pentingnya Profesi Perawat yang dulu dianggap sebagai pembantu dokter bahkan sekarang masih belum dan banyak yg hanya dilihat sebelah mata oleh Masyarakat. Sebenarnya tergantung Individu Perawatnya sendiri. tapi Oknum yg tdk membuat Citra perawat menjadi Baik....itulah yang merusaknya. tapi Yakinlah suatu saat nanti Profesi Perawat akan diperhitungkan,,,mungkin Generasi Anda yang masih Muda....SEMANGAT.......Merdeka.Saran saya...ANDA AKTIF di Organisasi krn yg akan merobah Citra profesi adalah Organisasinya yang bangkit, Bangun dan mau peduli terhadap Anggotanya bukan sibuk sendiri atau sibuk hanya dengan membuat kegiatan sesama pengurus Organisasinya, tapi TIDAK memperhatikan dan tidak Peduli akan kemajuan atau kebutuhan Anggotanya. Salam Semangat.
BalasHapus