Minggu, 29 Januari 2012

ASKEP ANAK DENGAN TUBERKULOSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TUBERCULOSIS


  1. Pendahuluan

    Semenjak tahun 2000, tuberkulosis telah dinyatakan oleh WHO sebagai remerging diseases karena angka kejadian tuberculosis telah dinyatakan menurun pada tahun 1990-1n dan kembali meningkat meskipun demikian untuk kasus di Indonesia, angka kejadian tuberculosis tidak pernah menurun bahkan cenderung meningkat. Laporan internasional menyatakan bahwa Indonesia merupakan penyumbang kasus tuberculosis terbesar ketiga setelah Cina dan India. Berdasarkan SKRT tahun 1992 penyakit tuberculosis di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar estela penyakit jantung. Sebagian besar penderita tuberculosis berasal dari kelompok masyarakat yang produktif dan berpenghasilan rendah. Peningkatan jumlah penderita tuberculosis juga dipengaruhi oleh industrialisasi, kemudahan transportasi serta perubahan ekosistem. Dari hasil survey yang dilakukan oleh WHO didapatkan fakta bahwa kematian wanita akibat tuberkulosis lebih besar daripada kematian akibat kehamilan dan persalinan (Muttaqin, 2008).

    Penemuan kasus TBC di Indonesia (CDR=Case Detection Rate ) pada tahun 2005 adalah 68%, telah mendekati target global untuk penemuan kasus pada tahun 2005 sebesar 70% dan target 2007 menjadi 74%. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan (Success Rate = SR) mencapai 89,7% melebihi target WHO sebesar 85% (Murid, 2009). Setiap tahun WHO memperkirakan ada sekitar 8 juta penderita tuberkulosis di dunia, separuh di antaranya menular pada orang lain. Di Indonesia secara kasar TB menyebabkan kematian 175.000 orang per tahun. Sementara 450.000 penderita baru tiap tahun menempatkan Indonesia dalam posisi nomor tiga penyumbang TB terbesar di dunia, setelah RRC dan India (Aditama, 2000). TBC anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50% dari seluruh jumlah populasi. Seperti halnya dinegara-negara lain, besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih relatif sulit diperkirakan karena beberapa hal: 1) Sulitnya mendapatkan diagnosis pasti melalui tes sputum karena anak-anak biasanya belum dapat mengeluarkan sputum, 2) Belum adanya panduan diagnosis yang jelas, sistem kesehatan dan surveilans yang belum bisa mendapatkan data mengenai TBC pada anak. 3) Kesalahan diagnosis baik oleh dokter umum maupun dokter spesialis anak sehingga pengobatan diberikan pada anak yang tidak menderita TBC atau sebaliknya, anak penderita TBC tidak mendapatkan penanganan yang semestinya. Pemberian OAT pada anak yang tidak menderita TBC selain akan memicu pengeluaran yang tidak diperlukan, juga membuat berkurangnya persediaan obat untuk penderita TBC yang benar-benar memerlukannya (Admin, 200).

    Penyakit tuberkulosis pada bayi dan anak disebut juga tuberkulosis primer dan merupakan suatu penyakit sistemik. Tuberkulosis primer biasanya mulai secara perlahan-lahan sehingga sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama. Kadang-Kadang terdapat keluhan demam yang tidak diketahui sebabnya dan sering diserta dengan tanda-tanda infeksi saluran napas bagian atas. Penyakit ini bila tidak diobati sedini mungkin dan setepat-tepatnya dapat menimbulkan komplikasi yang berat dan reinfeksi pada usia dewasa (Ngastiyah, 1997).


  2. Tinjauan Teori
    1. Anatomi dan Fisiologi Paru

      Paru Terdiri dari paru kanan dan kiri yang kanan terdiri dari 3 lobus, kiri 2 lobus. Dibungkus oleh selaput yang disebut pleura viseralis sebelah dalam dan pleura parietalis sebelah luar yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat cavum interpleura yang berisi cairan. Di dalam saluran napas selain terdapat lendir, juga bulu-bulu getar / silia yang berguna untuk menggerakkan lendir dan kotoran ke atas. Fisiologi Pernapasan Menurut Guyton. Ae, respirasi meliputi 2 bidang yakni respirasi eksterna dan respirasi interna. Respirasi eksterna adalah pengangkutan oksigen dari atmosfer sampai ke jaringan tubuh dan pengangkutan karbon dioksida dari jaringan sampai ke atmosfer. Sementara bagaimana oksigen digunakan oleh jaringan dan bagaimana karbon dioksida dibebaskan oleh jaringan disebut respirasi internal (Karto, 2009).

      Suplai darah paru bersifat unik dalam beberapa hal. Pertama, paru mempunyai dua sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteria pulominalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kenbutuhan metabolisme jeringan paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkhialis yang besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem azigons yang kemudian bermuara di vena kava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkhialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis. Sirkulasi bronkhial tidak berperan pada pertukaran gas, sehingga darah tidak teroksinasi yang mengalami pirau sekitar 2% sampai 3% curah jantung (Price dan Wilson, 2006).



    2. Definisi Penyakit

      Merupakan penyakit infeksi menular pada sistem pernafasan yang disebabkan oleh mikobacterium tubekulosa yang dapat mengenai bagian paru (Hidayat, 2008). Tuberculosis merupakan infeksi kronis akut atau subakut yang disebabkan oleh basilus tuberculosis. Mycobacterium tuberculosia, kebanyakan mengenai struktur alveolar paru, presentasi klinisnya bervariasi berkisar asimptomatik dengan hanya menunjukkan tes tuberkulin positif sampai meliputi pulmones luas dan sistemik (Tucker, et.al, 1997).

      Tuberulosis (TBC) adalah suatu penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh suatu kuman basil tahan asam (BTA): Mikobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui percikan dahak penderita TBC pada orang sekitarnya (Murid, 2009). Klasifikasi tuberkulosis pada anak menurut admin. (2009) terbagi menjadi dua jenis yaitu:

      1. Tuberkulosis Paru

        Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenkim paru , tidak termasuk pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam:

        1. Tuberkulosis Paru BTA Positif.

          Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

        2. Tuberkulosis Paru BTA Negatif

          Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
          TBC Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto röntgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses "far advanced" atau millier), dan/atau keadaan umum penderita buruk.

      2. Tuberkulosis Ekstra Paru.

        Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

        1. TBC Ekstra Paru Ringan

          Misalnya: TBC kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang) sendi, dan kelenjar adrenal.

        2. TBC Ekstra-Paru Berat

          Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.


    3. Etiologi

      Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan dahak (droplet nuclei) yang dibatukkan. Jadi kalau Cuma bersin atau tukar-menukar piring atau gelas minum tidak akan terjadi penularan (Aditama, 2000).

      1. Merokok pasif

        Merokok pasif mungkin berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah (Reuters Health, 2007).

      2. Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007)
        1. Resiko infeksi TBC

          Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak

        2. Resiko Penyakit TBC

          Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring pertamb`han usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang,kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.


    4. Patofisologi

      Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru (Wirjodiardjo, 2008).

      Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung, seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya hádala sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, peroses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Hidayat, 2008).

      Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi. Tuberculosis hádala penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel (Price dan Wilson, 2006).

      Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa, menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang sehat (Price dan Wilson, 2006).

      Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam , anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Smeltzer dan Bare, 2002).

      Menurut Admin (2007). patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :

      1. Infeksi Primer

        Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

        Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

      2. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)

        TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

    5. Bagan Patofisiologi


























  1. Manifestasi Klinik

    Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.

    Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya. Penyebab TBC adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. "Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak angat sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC (Wirjodiardjo, 2008).

Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):

  1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
  2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan berkurang.
  3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
  4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak terkena TBC.
  5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
  6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
  7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan reaksi terhadap MT.

Menurut Supriyatno (2009) skrining tuberkulosis pada anak antara lain :

  1. Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak yang masih sangat kecil, sangat sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC. Caranya? Yang paling mudah adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak sulit dilakukan. Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.
  2. Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak spesifik (khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal sebenarnya tidak. Atau underdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan yang tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif.
  3. Karena tanda-tanda dan gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya menunjukkan apakah seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB.
  4. Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB.
  5. Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter. Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
  6. Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.
  7. Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi), artinya hasil negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB. Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang.


  1. Penatalaksanaan Medis

    Menurut Price dan Wilson (2006) pengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis. ATS (1994) menekankan tiga prinsip dalam pengobatan tuberculosis yang berdasarkan pada:

    1. Regimen harus termasuk obat-obat múltiple yang sensitif terhadap mikroorganisme
    2. Obat-obatan harus diminum secara teratur
    3. Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman pada waktu yang paling singkat.

    Obat anti tuberculosis (OAT) harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan dari pengobatan ini adalah (FKUI, 2001):

    1. Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan bakterisid
    2. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama estela pengobatan dengan kegiatan sterilisasi
    3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis.


  2. Penatalaksanaan Perawatan

    Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan melakukan :

    1. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
    2. Pemberian oksigen yang adekuat
    3. Latihan batuk efektif
    4. Fisioterapi dada
    5. Pemberian nutrisi yang adekuat
    6. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid, streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
    7. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan antara lain (Suriadi dan Yuliani, 2001) :
      1. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
      2. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang bervariasi bagi anak
      3. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas yang diinginkan
      4. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika memungkinkan
  3. Pengkajian

    Menurut Speer (2008) pengkajian fungsional pada anak dengan tuberculosis adalah sebagai berikut :

    1. Integumen

    Demam dan menggigil

    1. Gastrointestinal

    Penurunan berat badan, anoreksia

    1. Respirasi

      Batuk yang hilang timbul, efusi pleura, kalsifikasi yang tampak pada foto toraks, hemoptysis

    2. Neurologis

    Meningitis

    1. Muskuloskeletal

    Infeksi tulang

    Menurut Suriadh dan Yuliani (2001) riwayat keperawatan yang perlu dikaji pada anak dengan tuberculosis hádala :riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi penyakit yang pernah diderita sebelumnya.


  4. Diagnosa Keperawatan

    Menurut Speer (2008) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak dengan tuberculosis adalah:

    1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi
    2. Deficit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan kurang sumber informasi
    3. Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan pengobatan dalam jangka waktu lama
    4. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang berhubungan dengan isolasi pasien
    5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret
    6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


  5. Intervensi Keperawatan

    Menurut Speer (2008) fokus intervensi yang dapat mengatasi diagnosa keperawatan tersebut adalah :

    1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi
      1. Tujuan

    Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dispnea

    1. Intervensi
      1. Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnea

        Rasional : Dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat kemoterapetik dimulai untuk mendapatkan efeknya, oksigen humidifier mengurangi dispnea dan meningkatkan oksigenasi

      2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur

        Rasional : Peninggian kepala menyebabkan otot diagframa mengembang

      3. Berikan obat batuk ekspektoran sesuai dengan kebutuhan

    Rasional : Ekspektoran membantu melepaskan mucus


    1. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan kurang sumber informasi
      1. Tujuan

        Keluarga dapat mengekspresikan pemahamannya tentang proses penyakit dan pengobatan

      2. Intervensi
        1. Ajarkan orang tua dan anak tentang penularan dan pengobatan TBC, misalnya buat orang tua, hendaknya menghindari anak dekat dengan orang dewasa yang terkena tuberkulosa sedangkan buat anak sarankan untuk melakukan pengobatan sampai selesai dan patuh dalam minum obat

          Rasional : Pemahaman bagaimana penularan TBC dan penanganannya membantu mengurangi kecemasan dan peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, prosedur isolasi dan pengobatan yang diberikan

        2. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) bagaimana memberikan pengobatan (contoh: antibiotik), berapa lama terapi pengobatan harus dijalani, dan apa yang terjadi jira anak tidak manjelani tuntas pengobatannya

          Rasional : Pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan risiko bila pengobatan dihentikan di awal akan meningkatkan kepatuhan

        3. Pada saat anak diperbolehkan pulang, berikan discharge planning atau perencanaan pulang mengenai :
  • Jelaskan terapi yang diberikan, dosis, efek camping, lama pemberian terapi dan cara minum obat
  • Melakukan immunisasi jika immunisasi Belem lengkap sesuai dengan prosedur
  • Menekankan pentingnya control ulang sesuai jadual
  • Informasikan jika terdapat tanda-tanda terjadinya kekambuhan


  1. Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan pengobatan dalam jangka waktu lama
    1. Tujuan

Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman terapi

  1. Intervensi
    1. Kaji seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki orang tua dan anak, tentang TBC dan hal ketidakpahaman yang dimiliki

      Rasional : pengkajian membantu menentukan apa yang orang tua dan anak butuhkan untuk relajar agar dapat membantu mereka memenuhi pengobatan jangka panjang.

    2. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) tentang program pengobatan dan alasan menjalani pengobatan dengan tuntas, dan yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan

      Rasional : Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua dan anak dengan informasu perlunya mengikuti program pengobatan dengan tuntas dan menurunkan risiko kegagalan akibat déficit pengetahuan

    3. Identifikasi alternatif pemberi layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jira diperlukan

      Rasional : hal ini akan menurunkan risiko pengabaian dosis yang dilakukan anak selama pengobatan


  1. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang berhubungan dengan isolasi pasien
    1. Tujuan

      Anak tidak akan mengalami kecemasan karena perpisahan berhubungan dengan penurunan kontak parental

    2. Intervensi
      1. Ajarkan orang tua tentang teknik isolasi dengan benar

        Rasional : Pemahaman dan mengikuti teknik isolasi membantu mencegah penularan TBC yang memungkinkan orang tua bersama selama mungkin dengan anaknya, akan mengurangi perpisahan.

      2. Motivasi orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengunjungi secara teratur

        Rasional : Seringnya keluarga kontak akan mengurangi kecemasan akibat perpisahan


  2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret
    1. Tujuan

    Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif

    1. Intervensi
      1. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, misal krekels, mengi

        Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronkhi dan mengi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan/sputum

      2. Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi,s erta gerakan dinding dada )

        Rasional : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan paru-paru

      3. Bantu pasien latihan napas sering dengan cara meniup balon atau terapi benam. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi

        Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat

      4. Penghisapan sesuai indikasi

        Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan tingkat kesadaran

      5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat dari pada dingin

        Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret

      6. Berikan cairan tambahan, misalnya IV, oksigen humidifikasi

        Rasional : Cairan diperlkukan untuk menggantikan kehilangan (termasuk yang tidak tampak) dan memobilisasikan sekret

      7. Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti bronchodilator)

        Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret, obat bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret sehingga mudah untuk dikeluarkan


  3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
    1. Tujuan

    Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhnya kebutuhan nutrisi

    1. Intervensi
      1. Kaji nafsu makan anak dan fasilitasi anak dengan menyediakan makanan yang menarik dan hangat

        Rasional : Dapat menjadi dasar dalam melakukan pendekatan pada anak saat memberi makan sehingga anak akan dapat meningkatkan nafsu makannya

      2. Ijinkan anak untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat

        Rasional : memungkinkan anak akan mengkomsumsi makanan ektra sebagai tambahan suplay nutrisi

      3. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi

        Rasional : dalam mengobati penyakit tuberkulosis diperlukan gizi yang cukup sehingga pemberian makanan dengan diet tinggi protein dan kalori sangan diperlukan

      4. Kolaburasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika kebutuhan nutrisi melalui oral tidak mencukupi kebutuhan gizi anak

        Rasional : pemberian makanan parenteral sangat perlu dilakukan jika anak tidak menelan makanan atau muntah yang terus menerus

      5. Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar lengan dan membran mukosa)

        Rasional : indikator penilaian status nutrisi dapat menentukan jumlah nutrisi yang dibutuhkan oleh anak

      6. Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan porsi kecil tetapis ering

        Rasional : porsi kecil tetapi sering memungkinkan anak dapat mengkomsumsi makanan dengan cukup

      7. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama

        Rasional : untuk memantau status gizi atau perbaikan gizi anak

      8. Mempertahankan kebersihan mulut anak

        Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan anak

      9. Menjelaskan pentingnya intake nutrsisi yanga dekuat untuk penyembuhan penyakit

        Rasional : pendidikan kesehatan tentang nutrisi akan membuat orang tua dapat berpartisipasi dalam memberikan gizi yang baik bagi anaknya


  1. Issue di masyarakat terkait dengan Tuberculosis

    Menurut Speer (2008) dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan tuberkulosis, perawat harus mencatat antara lain

    1. Keadaan anak dan pengkajian yang dilakukan selama di rumah sakit
    2. Perubahan keadaan anak, terutama perubahan status pernapasan
    3. Hasil laboratorium dan uji diagnostik rontgen
      1. Uji Bakteriologi

        Uji bakteriologi yang umum dilakukan adalah melalui pemeriksaan sampel dahak (tes dahak atau sputum test). Bila ditemukan adanya bakteri TB di dalam 2 sampel dari 3 sampel dahak seseorang, berarti orang tersebut dikatakan positif mengidap TBC paru aktif. Pendambilan sampel dilakukan secara SPS, maksudnya Sewaktu kunjungan pertama, esok Paginya, dan Sewaktu kunjungan berikut (kedua). Selain diperiksa melalui mikroskop, sampel dahak juga dapat diperiksa dengan cara dibiakkan dalam medium tertentu (tes kultur dahak). Tetapi tes ini memakan waktu yang lama, sementara tes dahak yang biasa hanya memakan waktu beberapa jam saja untuk mendapatkan hasilnya.

        Namun tes dahak sangat sulit dilakukan pada anak-anak, karena mereka cenderung menelan dahaknya. Kalaupun ingin melakukan pemeriksaan mikroskopis BTA pada anak, caranya dengan menggunakan bilasan lambung anak. Tetapi cara ini dinilai menyakitkan bagi anak, sehingga tidak digunakan untuk deteksi dini. Bagi anak yang sudah mampu mengeluarkan dahaknya, maka tes dahak menjadi satu keharusan.

      2. Test Darah

        Biasanya, parameter yang diuji pada pemeriksaan darah adalah LED (laju endap darah) dan kadar limfosit. Tetapi keduanya ini nilai diagnostiknya bahkan lebih rendah daripada foto rontgen, sehingga hanya dapat digunakan sebagai data pendukung. Nilai LED dan limfosit yang tinggi (di atas kadar normal) hanya menunjukkan terjadinya infeksi di dalam tubuh. Akan tetapi, semua jenis infeksi juga dapat meningkatkan nilai LED dan limfosit dalam darah.

    4. Foto Rontgen

      Untuk memperkuat diagnosis, diperlukan foto rontgen paru-paru. Tapi masalahnya, gambar rontgen dari TBC paru pada anak umumnya tidak khas sehingga menyulitkan interpretasi foto. Diperlukan orang yang benar-benar ahli, untuk menghindari terjadinya overdiagnosis atau underdiagnosis.

      Pada orang dewasa, kuman TBC membangun sarangnya pada paru-paru bagian atas, sehingga pada gambar rontgennya akan terlihat adanya infiltrat pada daerah tersebut. Sedangkan pada anak-anak, kuman TB membangun sarang di kelenjar getah bening yang lokasinya berdekatan dengan jantung. Jika hanya difoto dari depan akan sulit melihat adanya infiltrat, karena terutup oleh bayangan jantung. Oleh karena itu, untuk memperkuat diagnosis, foto rontgen juga harus dilakukan dari arah samping.

      Dengan begitu, gambaran paru-paru tidak 'diganggu' oleh bayangan jantung. Tetapi, lagi-lagi keberadaan infiltrat bukan mutlak menunjukkan anak mengidap TBC. Anak yang sedang batuk dengan dahak yang banyak, meski tidak mengidap TB bila difoto rontgen dadanya, bisa memberikan gambaran infiltrat. Oleh karenanya, foto rontgen harus dilakukan pada saat anak dalam kondisi terbaik. Paling baik memang setelah anak sembuh dari batuknya. Bila tidak memungkinkan, pilih waktu ketika batuknya minimal. Sekali lagi, foto rontgen saja tidak dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis TBC.

    5. Asupan dan haluaran cairan
    6. Asupan nutrisi
    7. Kepatuhan mengikuti progran pengobatan
    8. Respon anak terhadap pengobatan
    9. Reaksi anak dan orang tua terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit
    10. Pedoman pendidikan pasien dan keluarganya
    11. Pedoman perencanaan pulang


  2. Pembahasan menurut proses keperawatan anak

    Penyakit tuberkulosis sering dijumpai di Indonesia, termasuk pada anak. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada masyarakat yang lingkungan hidupnya kurang sehat dan penghasilannya rendah. Namun, itu tak berarti mereka yang telah hidup sehat dan cukup gizi tidak mungkin tertular. Kita dapat tertular kuman tuberkulosis (TBC) jika kontak dengan penderita tuberkulosis. Anak Anda dapat kontak dengan penderita di luar rumah karena dia sudah bersekolah. Di rumah pun dia tidak hanya kontak dengan orangtua dan adiknya, tetapi juga mungkin dengan pembantu, sopir, atau orang lain yang tinggal di rumah Anda (Djauzi, 2009).

    Imunisasi terhadap TBC tidak dapat menjamin sepenuhnya anak Anda tak akan terkena TBC. Diagnosis TBC pada anak kadang kala tidaklah mudah (Djauzi, 2009). Dalam perawatan dan pengobatan anak yang menderita tuberkulosis dibutuhkan pengobatan yang tuntas dalam jangka waktu yang lama, maka dari itu pendidikan kesehatan terutama tentang pengobatan penyakit tuberkulosis dan pencegahannya bagi anak dan orang tua sangat diperlukan. Selain itu perawat juga harus membantu orang tua untuk membantu merencanakan pulang sehingga orang tua dapat menyusun langkah-langkah untuk perawatan di rumah, termasuk pengawasan minum obat dan isolasi untuk penderita tuberkulosis.

    Reaksi anak terhadap penyakit dan perawatan di rumah sakit sering kali dijumpai pada diri anak, sehingga perawat harus menindaklanjuti respon hospitalisasi yang ditunjukkan oleh anak dan hal ini dapat mengganggu proses pengobatan. Respon anak terhadap juga perlu diperhatikan, karena respon penolakan terhadap pengobatan yang diberikan dapat berisiko menimbulkan ketidakpatuhan dalam minum obat. Dalam hal ini peran orang tua sangat berperan terutama dalam pengawasan minum obat. Dalam perawatan anak dengan tuberkulosis, selain dengan pengobatan dalam jangka waktu lama, juga orang tua harus memperbaiki status nutrisi anak, karena banyak anak yang menderita menderita tuberkulosis mengalami penurunan berat badan dan jika hal ini dibiarkan akan berakibat anak akan mengalami kelemahan fisik dan menjadi tidak toleran terhadap aktivitas. Orang tua harus memahami diet yang harus diberikan pada anak karena perbaikan nutrisi akan mendukung hasil yang baik terhadap pengobatan yang telah diberikan.



  3. Daftar Pustaka


Aditama, T.Y, (2000). [balita-anda] artikel :Waspadai Tuberkulosis Pada Anak.http://www.mail-archive.com/balita-anda@indoglobal.com/msg .html. Diakses tanggal 15 Maret 2009


Admin, (2007). Tuberkulosis pada Anak
http://medlinux.blogspot.com/ 2007/08.html. Diakses tanggal 15 Maret 2009


Djauzi, S. (2009). Tuberkulosis Pada Anak. http://64.203.71.11/ ver1/Kesehatan/0609/10/095119.htm. Diakses tanggal 12 Maret 2009


FKUI. (2001). Kapita Selecta Kedokteran. Edisi Ketiga. Yakarta : Media Aesculapius Facultas Kedokteran Universitas Indonesia


Hidayat, A.A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Cetakan I. Yakarta : Penerbit salemba Medika


Murid, (2009). Tuberculosis Paru dan Tuberculosis Anak.
http://puskesmasbamban.wordpress.com/. Diakses tanggal 113 Maret 2009


Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan gangguan Sistem Pernapasan. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.


Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Prince, S.A dan Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (terjemahan). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC


Reuters Health , (2007). Merokok pasif dikaitkan dengan risiko TB pada anak-anak
http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=0159. Diakses tanggal 15 Maret 2009


Smeltzer, S.G dan Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (terjemahan). Edisi 8. Yakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC


Speer, K.M. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical Pathways (terjemahan). Edisi 3. Yakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC


Suriadi dan Yuliani, R. (2001). Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anak. Edisi 1. Jakarta : Penerbit CV Sagung Seto

Supriyatno, B. (2009). TBC Pada Anak. http://ibudananak.com/index.php?option =com. Diakses tanggal 21 April 2009


Wirjodiardjo, M. (2008). TBC Anak: Bahaya Di Balik Berat Badan Merosot
http://64.203.71.11/ver1/Kesehatan/0608/29/123336.htm. Diakses tanggal 15 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar