Selasa, 31 Januari 2012

ASKEP STOMATITIS (SARIAWAN)


2.1 Definisi

Sariawan merupakan bahasa awam untuk berbagai macam lesi/benjolan yang timbul di rongga mulut. Namun biasanya jenis sariawan yang sering timbul sehari-hari pada rongga mulut kita disebut (dalam istilah kedokteran gigi) adalah Stomatitis Aftosa Rekuren. Sariawan atau stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun berkelompok. Sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga mulut. Meskipun tidak tergolong berbahaya, namun sariawan sangat mengganggu. Ada pula yang mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga mulut.

2.2 Etiologi
Sampai saat ini penyebab utama dari Sariawan belum diketahui. Namun para ahli telah menduga banyak hal yang menjadi penyebab timbulnya sariawan ini, diantaranya adalah :
Penyebab yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :
- Kebersihan mulut yang kurang
- Letak susunan gigi/ kawat gigi
- Makanan /minuman yang panas dan pedas
- Rokok
- Pasta gigi yang tidak cocok
- Lipstik
- Infeksi jamur
- Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi tiruan)
- Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.

Bagian dari penyakit sistemik antara lain :
- Reaksi alergi : seriawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis
makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.
- Hormonal imbalance
- Stres mental
- Kekurangan vitamin B12 dan mineral
- Gangguan pencernaan
- Radiasi.
Infeksi virus dan bakteri juga diduga sebagai pencetus timbulnya Sariawan ini. Ada pula yang mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga mulut. Dan imunologik sangat erat hubungannya dengan psikologis (stress). Faktor psikologis (stress) telah diselidiki berhubungan dengan timbulnya stomatitis (sariawan) di sebagian besar masyarakat.

Klasifikasi Stomatitis
a. Stomatitis Primer, meliputi :
- Recurrent Aphtouch Stomatitis (RAS)
Merupakan ulcer yang terjadi berulang. Bentuknya 2 – 5 mm, awal lesi kecil, dan berwarna kemerahan. Akan sembuh ± 2 minggu tanpa luka parut.
- Herpes Simplek Stomatitis
Stomatitis yang disebabkan oleh virus. Bentuknya menyerupai vesikel.
- Vincent’s Stomatitis
Stomatitis yang terjadi pada jaringan normal ketika daya tahan tubuh menurun. Etiologinya, bakteri normal yang ada pada mulut, yaitu B. Flora. Bentuk stomatitis ini erythem, ulcer dan nekrosis pada ginggival.
- Traumatik Ulcer
Stomatitis yang ditemukan karena trauma. Bentuknya lesi lebih jelas, dan nyeri tidak hebat.
b. Stomatitis Sekunder, merupakan stomatitis yang secara umum terjadi akibat infeksi oleh virus atau bakteri ketika host (inang) resisten baik lokal maupun sistemik.
2.3 Patofisiologi
Identifikasi pada pasien dengan resiko tinggi, memungkinkan dokter gigi untuk memulai evaluasi pra-perawatan dan melakukan tindakan profilaktis yang terukur untuk meminimalkan insidens dan morbiditas yang berkaitan dengan toksisitas rongga mulut. Faktor resiko paling utama pada perkembangan komplikasi oral selama dan terhadap perawatan adalah pra-kehadiran penyakit mulut dan gigi, perhatian yang kurang terhadap rongga mulut selama terapi dan faktor lainnya berpengaruh pada ketahanan dari rongga mulut. Faktor resiko lainnya adalah : tipe dari kanker (melibatkan lokasi dan histology), penggunaan antineoplastik, dosis dan administrasi penjadwalan perawatan, kemudian area radiasi, dosisnya, jadwal dilakukan radiasi (kekerapan dan durasi dari antisipasi myelosuppresi) serta umur pasien. Keadaan sebelum hadirnya penyakit seperti adanya kalkulus, gigi yang rusak, kesalahan restorasi, penyakit periodontal, gingivitis dan penggunaan alat prostodontik, berkontribusi terhadap berkembangnya infeksi lokal dan sistemik. Kolonisasi bakteri dan jamur dari kalkulus, plak, pulpa, poket periodontal, kerusakan operculum, gigi palsu, dan penggunaan alat-alat kedokteran gigi merupakan sebuah lahan yang subur buat organisme opportunistik dan pathogenistik yang mungkin berkembang pada infeksi lokal dan sistemik. Tambalan yang berlebih atau peralatan lain yang melekat pada gigi, membuat lapisan mulut lebih buruk, menebal dan mengalami atropi, kemudian menghasilkan ulserasi local (stomatitis).

2.4 Manifestasi Klinis
a. Masa prodromal atau penyakit 1 – 24 jam :
Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar
b. Stadium Pre Ulcerasi
Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula serta terjadi peninggian 1- 3 hari
c. Stadium Ulcerasi
Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 – 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 – 5 minggu.

Gambaran Klinis dari Stomatitis
a. Lesi bersifat ulcerasi
b. Bentuk oval / bulat
c. Sifat tersebar
d. Batasnya jelas
e. Biasa singulas (sendiri-sendiri) dan multiple (kelompok)
f. Tepi merah
g. Lesi dangkal
h. Lesi sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut

2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.
Pemeriksaan laboratorium :

  • WBC menurun pada stomatitis sekunder
  • Pemeriksaan kultur virus ; cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis
  • Pemeriksaan cultur bakteri ; eksudat untuk membentuk vincent’s stomatitis

2.6 Penatalaksanaan Medis

  • Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai
  • Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya.
  • Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama

makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi.

  • Hindari stres
  • Pemberian Atibiotik

Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 – 3 ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.

  • Terapi

Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam (ja¬ngan menggunakan antiseptik karena menyebabkan iritasi) dan peng¬hilang rasa sakit topikal. Pe-ng¬¬o¬batan stomatitis aphtosa teru¬tama peng¬hilang rasa sakit topikal. Peng¬obatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor pencetus.
Digunakan satu dari dua terapi yang dianjurkan yaitu:
(1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi bawah.
(2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari.
Tidak ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.

2.7 Komplikasi
Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia
- Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur
- Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
- Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut
- Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:
1. Komplikasi akibat kemoterapi
Karena sel lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang mirip dengan leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya berhubungan dengan titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral bertepatan dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal, dan palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel epithelial. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.
2.Komplikasi Akibat Radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung, termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. Radiasi pada daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak divisi sel, mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral. Kerusakan akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume jaringan yang terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang hidupnya. Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran radiasi lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler.
3.Komplikasi Akibat Pembedahan
Pada pasien dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang wajah, maka debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan menjadi sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi hiperbarik oksigen telah berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan pada debridemen pembedahan.
4.Komplikasi Oral
1.Mucositis/Stomatitis
Defenisi mucositis dan stomatitis sering tertukar dalam penggunaannya tetapi terdapat perbedaan yang besar diantara keduanya. Mucositis dijelaskan sebagai suatu inflammatory toksik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut sampai anus, yang dapat dihasilkan akibat dari pennyorotan radiasi sampai agen kemoterapeutik atau radiasi ionisasi. Tipikal mucositis termanifestasi sebagai suatu eritematous, lesi seperti terbakar atau acak, focal to diffuse, dan lesi ulseratif. Mucositis dapat tereksaserbasi dengan factor lokal. Stomatitis merujuk pada suatu reaksi inflamasi yang terjadi pada mukosa oral, dengan atau tanpa ulserasi dan dapat berkembang oleh faktor lokal seperti yang teridentifikasi pada etiologi/patofisiologi pada pembahasan ini. Stomatitis dapat menjadi berkadar ringan atau parah. Pasien dengan stomatitis yang parah tidak akan mampu memasukkan apapun kedalam mulutnya. Mucositis eritematous dapat terjadi 3 hari setelah pemaparan kemoterapi, tapi secara umum berkisar 3-7 hari. Perkembangan menuju mucositis ulseratif umumnya berlangsung 7 hari setelah kemoterapi. Dokter gigi harus waspada terhadap potensi berkembangnya toksisitas akibat peningkatan dosis atau lamanya perawatan pada percobaan klinik yang menunjukkan toksisitas gastrointestinal. Dosis tinggi kemoterapi seperti yang dilakukan pada perawatan leukemia dan pengaturan jadwal obat dengan infus berlanjut, berulang dan tidak terputus (seperti bleomycin, cytarabine, methotrexate dan fluororacil) sepertinya merupakan penyebab mucositis dibanding obat infus satu bolus dengan dosis yang setara. Mucositis tidak akan bertambah parah jika tidak terkomplikasi oleh infeksi dan secara normal dapat sembuh total dalam waktu 2-4 minggu. Beberapa garis panduan untuk perawatan mulut termasuk penilaian sebanyak dua kali sehari untuk pasien dirumah sakit dan perawatan mulut yang sering (minimal 4 jam dan sewaktu akan tidur) malahan meningkatkan keparahan dari mucositis.

2.Infeksi
Mucositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistim imun yang menurun. Tidak hanya mulut itu sendiri yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu protektif barrier terjadi pada infeksi lokal dan menghasilkan jalan masuk buat mikroorganisme pada sirkulasi sistemik. Ketika ketahanan mukosa terganggu, infeksi lokal dan sistemik dapat dihasilkan oleh indigenous flora seperti mikroorganisme nosokomial dan oportunistik. Ketika jumlah netrofil menurun sampai 1000/kubik/mm, insiden dan keparahan infeksi semakin meningkat. Pasien dengan neutropenia berkepanjangan berada pada resiko tinggi buat perkembangan komplikasi infeksi yang serius.
Penggunaan antibiotik berkepenjangan pada penyakit neutropenia mengganggu flora mulut, menciptakan suatu lingkungan favorit buat jamur untuk berkembang yang dapat bereksaserbasi oleh terapi steroid secara bersamaan. Dreizen dan kawan-kawan melaporkan bahwa sekitar 70 % infeksi oral pada pasien dengan tumor solid disebabkan oleh Candida Albicans dan jamur lainnya, 20 % disusun oleh Herpex Simplex Virus (HSV) dan sisanya disusun oleh bakteri bacillus gram negatif. Pada pasien dengan keganasan hematologik, 50 % infeksi oral akibat bakteri Candida Albicans, 25 % akibat HSV, dan 15 % oleh bakteri bacillus gram negatif. HSV merupakan gejala paling umum pada infeksi oral viral.

3.Hemorrhage
Hemorrhage dapat terjadi sepanjang perawatan akibat trombositopenia dan atau koagulasipati. Pada lokasi terjadinya penyakit periodontal dapat terjadi perdarahan secara spontan atau dari trauma minimal. Perdarahan oral dapat berbentuk minimal, dengan ptekiae berlokasi pada bibir, palatum lunak, atau lantai mulut atau dapat menjadi lebih parah dengan hemorrhage mulut , terutama pada krevikular gingival. Perdarahan gingiva spontan dapat terjadi ketika jumlah platelet mencapai paling kurang 50.000/kubik/mm.

4.Xerostomia
Xerostomia dapat dikenali sebagai berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik tanda xerostomia termasuk diantaranya : rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah), bibir retak-retak, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, kesulitan untuk memakai gigi palsu, dan peningkatan frekuensi dan atau volume dari kebutuhan cairan. Pengaturan perawatan preventif oral, termasuk applikasi topikal flour harus segera dimulai untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Xerostomia dapat dihasilkan melalui reaksi inflammatory dan efek degeneratif radiasi ionisasi pada glandula saliva parenkim, khususnya pada serous acinar. Perubahan ini biasanya sangat pesat dan bersifat irreversible, khususnya ketika glandula saliva termasuk daerah penyorotan radiasi. Aliran saliva mengalami penurunan 1 minggu setelah perawatan dan berkurang secara progresif ketika perawatan terus dilanjutkan, Derajat dari disfungsi tersebut sangat berhubungan dengan dosis radiasi dan volume jaringan glandula pada lapangan radiasi. Glandula parotid dapat menjadi lebih rentan terhadap efek radiasi daripada glandula submandibular, sublingual, dan jaringan glandula saliva minor.
Xerostomia mengganggu kapasitas buffer mulut dan kemampuan pembersihan mekanis, sering berkonstribusi pada dental karies dan penyakit periodontal yang progresif. Perkembangan dental karies berakselerasi dengan sangat cepat pada terjadinya xerostomia akibat hilangnya immunoprotein protektif yang merupakan komponen dari saliva. Saliva dibutuhkan untuk eksekusi normal dari fungsi mulut seperti mengecap, mengunyah, dan berbicara. Keseluruhan kecepatan aliran saliva yang kurang dari 0,1 ml/menit dianggap sebagai indikasi xerostomia (normal = 0,3-0,5 ml/menit).

Xerostomia menghasilkan perubahan didalam rongga mulut antara lain:
1.Saliva tidak melakukan lubrikasi dan menjadi menebal dan atrofi, yang akan
mengganggu kenyamanan pasien.
2.Kapasitas buffer menjadi tereliminasi, pada mulut kering yang bersih pH
umumnya 4,5 dan demineralisasi dapat terjadi.
3.Flora oral menjadi patogenik.
4.Plak menjadi tebal dan berat, debris tetap bertahan akibat ketidakmampuan
pasien untuk membersihkan mulut.
5.Tidak ada mineral (kalsium, fosfor, fluor) yang tersimpan pada permukaan gigi.
6.Produksi asam setelah terpapar oleh gula dihasilkan oleh demineralisasi
selanjutnya pada gigi dan kemudian dapat menimbulkan kerusakan gigi
5.Nekrosis Akibat Radiasis
Nekrosis dan infeksi pada jaringan yang telah dilakukan penyorotan radiasi
sebelumnya (osteoradionekrosis) merupakan suatu komplikasi yang serius bagi
pasien yang menjalani terapi radiasi pada tumor kepala dan leher. Komplikasi
oral akibat terapi radiasi memerlukan terapi dental yang agresif sebelum, selama
dan setelah terapi radiasi untuk meminimalisasi tingkat keparahan (xerostomia
permanent, karies ulseratif, osteomyelitis akibat radiasi dan osteoradionekrosis).

2.8 Prognosis
Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah yang menyebabkan adanya gangguan ini. Infeki pada stomatitis biasanya dapat disebabkan karena pengobatan atau bila masalahnya disebabkan oleh obat-obatan maka yang harus dilakukan adalah dengan mengganti obat. Stomatitis yang disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan oral hygene yang bagus, memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan pengobatan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas ( Data Biografi)
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun lebih cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau mempunyai riwayat sariawan pada keluarga.

3.1.2 Riwayat sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama rasa nyeri di mulut
2. Riwayat kesehatan sekarang
Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena intoleransi dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis, misalnya faringitis, panas dalam, mengkonsumsi makanan yang berlemak , kurang vitamin C, vitamin B12 dan mineral.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun sehingga lebih mudah terkena stomatitis.
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya
stomatitis. Ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan adalah keturunan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih rentan untuk mengalami SAR juga.
5. Pengkajian Psikososial :sterss, gaya hidup (alkohol, perokok) serta kaji fungsi dan
penampilan dari rongga mulut terhadap body image dan sex.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas : lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
7. Riwayat nutrisi : kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.

8. Riwayat pertumbuhan perkembangan :
- Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang ( energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses penyembuhan).
- Penurunan berat badan
Biasanya pasien yang menderita stomatitis mengalami penurunan berat badan karena intake nutrisi yang kurang.

3.1.3. Pemeriksaan fisik
B1 (Breath) : Bau nafas, RR normal
B2 (Blood) : Hemorrhage (perdarahan) akibat kerusakan membrane mukosa oral,
resiko kekurangan volume darah.
B3 (Brain) : Nyeri
B4 (Bladder) : Secara umum tidak mempengaruhi kecuali jika ada kondisi dehidrasi
akibat intake cairan yang kurang
B5 (Bowel) : - Mukosa oral mengalami peradangan, bibir pecah-pecah, rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah)
- Hipersalivasi
- Perubahan kulit mukosa oral, tampak bengkak dan kemerahan (hiperemi)
B6 (Bone) : Kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang

3.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Data Subyektif :
Pasien mengeluh nyeri saat mengunyah makanan.
Data Obyektif :
- Antropometri: penurunan berat badan
- Biokimia : Hb dan albumin menurun
- Klinik : perubahan kulit mukosa oral (bengkak dan kemerahan).
- Diet : makan tidak habis, nafsu makan menurun

Intoleransi pasta gigi, kurang vitamin C, oral hygene yang buruk

Kerusakan vaskular,selular,dan matrik

Perubahan mukosa

Nafsu makan berkurang

Risiko kekurangan nutrisi
Resiko kekurangan nutrisi
Data Subyektif :
Pasien mengatakan nafsu makan berkurang
Data Obyektif :
- Suhu tubuh naik
- - Adanya lesi di membran mukosa oral
- Membran mukosa tampak
bengkak dan kemerahan

Alergen

Alergi dan defisiensi immunologi

Inflamasi (peradangan)

Pelepasan mediator inflamasi (prostalgadin)

Nyeri

Perubahan membran mukosa oral
Perubahan membrane mukosa oral

Data Subyektif :
Pasien mengatakan susah bergaul/berkomunikasi dengan orang lain.
Data Obyektif :
- Mukosa mulut tampak bengkak dan memerah (hiperemi)
Kerusakan vaskular,selular,dan matrik

Perubahan membran mukosa oral

Timbul lesi

Nyeri

Gangguan komunikasi

verbal Gangguan komunikasi verbal
Data Subyektif :
Pasien mengeluh lesu, lemas (malaise)
Data Obyektif :
- Membran mukosa kering
- Tekanan turgor turun
- Suhu badan naik

Inflamasi

Metabolisme meningkat

Hipertermi

Intake cairan kurang

Risiko kekurangan cairan
Risiko kekurangan cairan

Data Subjektif:
Pasian gelisah
Data Objektif:
- Perubahan mucosa oral
- Suhu tubuh naik
-Membran mukosa bengkak dan kemerahan Intoleransi pasta gigi, kurang vitamin C, oral hygene yang buruk

Peradangan (inflamasi)

Kerusakan membran mukosa

nyeri
Nyeri

3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan (inflamasi)
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral
3. Risiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan perubahan mucosa oral penurunan keinginan untuk makan sekunder akibat rasa nyeri di mukosa mulut.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut
5. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan kurang akibat proses inflamasi.

3.4 Intervensi dan Rasional
1. Diagnosa Keperawatan : Perubahan mukosa oral berhubungan dengan proses
peradangan (inflamasi)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan mukosa oral
kembali normal dan lesi berangsur sembuh.
Kriteria Hasil :
- Mukosa oral kembali normal (tidak bengkak dan hiperemi)
- Lesi berkurang dan berangsur sembuh.
- Membran mukosa oral lembab

Intervensi Rasional
Mandiri :
- Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang bisa memicu terjadinya stomatitis (oral hygene yang buruk, kurang vitamin C, kondisi stres, makanan/minuman yang terlalu panas dan pedas)
- Kaji adanya komplikasi akibat kerusakan membran mukosa oral

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat kumur

Health education :
- Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.
- Ajarkan oral hygene yang baik

Observasi :
- Catat adanya kerusakan membran mukosa ( bengkak, hiperemi/kemerahan)

- Personal hygene yang buruk, asupan nutrisi yang kurang vitamin C, kondisi psikologis (stres) merupakan pemicu terjadinya stomatitis

- Stomatitis bisa mengakibatkan
komplikasi yang lebih parah jika
tidak segera ditangani

- Antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi dan obat kumur bisa menghilangkan kuman-kuman di mulut sehingga bisa mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut.

- Reaksi alergi bisa menimbulkan infeksi

- Oral hygene yang baik bisa
meminimalisir terjadinya stomatitis

- Membran mukosa yang bengkak dan
hiperemi adalah indikasi adanya
peradangan.

2. Diagnosa Keperawatan :Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan sekunder akibat rasa nyeri di mukosa mulut.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- nafsu makan klien timbul kembali
- berat badan normal
- jumlah Hb dan albumin normal

Intervensi Rasional
Mandiri :
- Beri nutrisi dalam keadaan lunak ; porsi sedikit tapi sering.
- Pantau berat badan tiap hari

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemasangan NGT jika klien tidak dapat makan dan minum peroral
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet
Health education :
- Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh

Observasi :
- Catat kebutuhan kalori yang dibutuhkan

- Monitor Hb dan albumin

- Makanan yang lunak meminimalkan kerja mulut dalam mengunyah makanan.
- Nutrisi meningkat akan meningkatkan
berat badan

Agar nutrisi klien tetap terpenuhi

- Tubuh yang sehat tidak mudah untuk terkena infeksi (peradangan)

- Adanya kalori (sumber energi) akan mempercepat proses penyembuhan
- Indikasi adekuatnya protein untuk sistem imun

3. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa
oral
Tujuan : Membran mukosa oral kembali normal
Kriteria Hasil :
- Hilangnya rasa sakit dan perih di mukosa mulut
- Tidak bengkak dan hiperemi
- Suhu badan normal
Intervensi Rasional
Mandiri :
- Memberikan makanan yang tidak merangsang, seperti makanan yang mengandung zat kimia
- Menghindari makanan yang terlalu panas dan terlalu dingin
- Menghindari pasta gigi yang merangsang
- Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makanan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid

Health education :
- Beri penjelasan tentang faktor penyebab

- Menganjurkan klien untuk memperbanyak
mengkonsumsi buah dan sayuran terutama
vitamin B12, Vitamin C dan zat Besi

Observasi :
- Monitor kandungan vitamin C, vitamin B12, zat besi dan mineral

- Kaji status nutrisi

- Makanan yang merangsang, terlalu panas dan terlalu dingin, serta pasta gigi yang merangsang dapat menimbulkan nyeri di bagian yang sariawan

- Analgesic dapat mengurangi rasa nyeri
Dan kotikosteroid untuk mengurangi peradangan.

- Jika klien mengetahui factor penyebab maka klien dapat mencegah hal tersebut terjadi kembali.
- Sayuran, Vitamin B 12, Vitamin C dan
zat besi dapat mencegah terjadinya
sariawan.

- Adanya vitamin C, vitamin B12, zat besi, dan mineral merupakan faktor yang dapat mencegah terjadinya stomatitis
- Nutrisi yang meningkat akan memperceoat proses penyembuhan

4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri
di mukosa mulut
Tujuan : Mengalami perubahan konsep diri, dan peningkatan harga
diri
Kriteria Hasil :
- Klien mau bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain
- Klien mengalami peningkatan harga diri dan konsep diri
- Nyeri berkurang

Intervensi Rasional
Mandiri :
- Berikan kondisi lingkungan yang nyaman untuk klien

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid

Health education :
- Beri penjelasan dan pengetahuan
mengenai konsep diri

- Dorong klien untuk ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan

Observasi :
- Catat perubahan perilaku klien

- Lingkungan yang nyaman akan membuat klien aktif dalam beraktifitas

- Analgesic dapat mengurangi rasa nyeri dan kortikosteroid dapar mencegah peradangan akibat kerusakan membran mukosa

- Konsep diri penting untuk meningkatkan hubungan sosial
antar sesama
- Dengan mengikuti kegiatan akan mudah untuk beradaptasi dengan kondisi sekitar sehingga bisa mengurangi stres

- Perubahan perilaku tanda bahwa klien mengalami peningkatan harga diri dan konsep diri

5. Diagnosa Keperawatan : Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan intake
cairan yang kurang akibat proses inflamasi membran
mukosa oral
Tujuan : Intake cairan kembali normal
Kriteria Hasil :
- Klien mengalami peningkatan aktivitas
- Membran mukosa oral basah
- Tekanan turgor kembali seperti semula.
Intervensi Rasional
Mandiri :
- Pemberian cairan melalui infus ( NaCl
0,9 % /isotonik, atau RL)
- Pantau pemasukan cairan perhari
( normal 8 gelas/hari)

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antibiotik dan
obat kumur

Health education :
- Dorong klien untuk minum kurang lebih 8 gelas/hari
- Berikan informasi tentang pentingnya mengkonsumsi buah-buahan, dan sayur-sayuran
Observasi :
- Catat perubahan membran mukosa oral, dan tekanan turgor

- Kaji adanya perubahan aktivitas

- Pemasangan infus untuk menghindari tubuh kehilangan banyak cairan
- Peningkatan metabolisme dapat dikurangi dengan intake cairan yang adekuat

- Antibiotik dapat digunakan untuk mencegah inflamasi lebih lanjut sehingga kenaikan metabolisme dapat dicegah dan obat kumur bisa menghilangkan kuman-kuman di mulut sehingga bisa mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut.

- Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh
- Buh-buahan dan sayuran banyak mengandung vitamin, mineral, dan zat-zat yang diperlukan oleh tubuh

- Membran mukosa oral basah, dan tekanan turgor kembali seperti semula indikasi tidak terjadinya dehidrasi
- Aktivitas yang meningkat menunjukkan bahwa tubuh tidak kekurangan cairan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar