BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus kekerasan pada anak dalam kurun waktu belakangan ini semakin marak, baik kekerasan dalam bentuk fisik maupun non fisik. Untuk kasus kekerasan fisik lebih mudah dilihat karena biasanya menimbulkan bekas atau tanda fisik. Kasus ini membuat banyak pihak prihatin karena korbannya adalah anak-anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan perhatian dari orang dewasa, tetapi justru mendapat perlakuan yang sebaliknya.
Menurut Soetjiningsih ( 2006 ), meskipun sudah ada UU no 23 tahun 2002 tantang perlindungan anak, tetap saja banyak terjadi kekerasan pada anak, terutama kekerasan fisik. Data dari WHO menunjukkan bahwa 5-15% dari jumlah anak yang berumur 3-15 tahun pernah mengalami penganiayaan fisik. Jumlah ini ibarat fenomena gunung es, hanya bagian permukaannya saja yang dapat terlihat sedangkan bagian bawahnya sulit untuk diketahui. Hal ini disebabkan karena terbatasnya data dan laporan dari korban yang mengalaminya. Sebagian besar korban merasa takut untuk melapor, mungkin karena takut adanya ancaman dari pelaku dan juga tak tahu harus bertindak apa setelah mengalami penganiayaan. Akibatnya kejadian itu sulit terungkap dan pelakunya semakin berani karena tidak mendapat sanksi.
Adanya pengaruh budaya barat tentang kesetaraan gender antara pria dan wanita sedikit banyak menuntut wanita untuk sejajar dengan pria, salah satunya dengan banyaknya ibu-ibu yang bekerja. Dalam kondisi sosial ekonomi masyarakat menengah kebawah, banyak ibu yang bekerja membantu suami mencari penghasilan demi memperlancar perekonomian keluarga. Tentu saja waktu ibu untuk mengasuh anak semakin berkurang.
Banyak tuntutan dalam hidup untuk memenuhi kebutuhan keluarga menyebabkan orang tua lebih sibuk bekerja mencari penghasilan tambahan dengan waktu istirahat yang kurang. Hal ini tentu akan menyebabkan kelelahan baik kelelahan fisik maupun psikis. Di samping itu juga tak memberi kesempatan orang tua untuk bercanda dengan anaknya. Kelelah`n ini mendukung orang tua sulit mengendalikan emosi apabila ada masalah tertentu, salah satunya adalah anak yang rewel.
Anak yang sering ditinggal orang tuanya untuk bekerja seringkali rewel dan membuat ulah sebagai usaha untuk menarik perhatian orang tuanya. Pengasuh yang diserahi tanggung jawab untuk mengasuh anak kadang-kadang juga kurang sabar menghadapi anak asuhnya yang rewel, apalagi pengasuh banyak yang tidak memahami faktor tumbuh kembang anak, di samping juga karena faktor kelelahan akibat terlalu banyak pekerjaan selain mengasuh anak. Tak jarang mereka menganiaya secara fisik walaupun masih dalam tahap ringan seperti mencubit.
Semua kondisi di atas sangat potensial mendukung terjadinya physical abuse. Oleh karena itu, peran tenaga kesehatan penting, termasuk perawat penting untuk mencegah terjadinya physical abuse dan menangani kasus yang terjadi di masyarakat.
B. Tujuan Penulisan
- Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan maltreatment pada anak dengan dengan physical abuse.
- Tujuan khusus
- Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, pathofisiologi physical abuse.
- Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan pada physical abuse.
- Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada physical abuse.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Menurut Childline (2007) physical abuse adalah penganiayaan fisik ketika anak-anak mendapatkan luka atau terluka oleh karena tindakan orang tua atau orang lain. Menurut Terry (2006), physical abuse terjadi ketika orang tua atau pengasuh dan pelindung anak ( ketika sebenarnya anak membutuhkan perhatian ) melakukan pemukulan atau kekerasan secara fisik pada anak. Pukulan akan diingat anak jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu.
Penganiayaan ini dapat berupa memukul baik dengan tangan maupun dengan benda lain, menendang, melempar dengan benda, menggoncang tubuh anak, membakar/menyundut, menyiram dengan air panas atau dingin, mengikat/memasung, merendam dalam bak air, mengurung dalam ruangan tertentu, diracun dan melarang anak untuk makan. Penganiayaan fisik ini dapat menyebabkan nyeri/sakit, terpotongnya anggota tubuh, terluka, patah tulang, terbakar, cedera berat, cacat fisik maupun mental hingga kematian.
Kecurigaan atau tanda lain di kulit adalah tanda penganiayaan fisik yang khas, seperti terbakar. Tengkorak dan tulang lain retak sering dijumpai pada anak-anak yang dianiaya saat muda, dan sering menyebabkan kematian. Anak kurang dari satu tahun atau lebih tua sangat peka sekali terjadi penganiayaan fisik dan mendapatkan luka akibat goncangan. Ini adalah disebut sindrom bayi terguncang.
Penganiayaan anak terjadi dalam semua budaya, kesukuan, dan kelompok ekonomi. Menurut Medicinnet (2002), bentuk penganiayaan fisik anak yang mengakibatkan kematian adalah salah satu bentuk pengabaian. Kematian ini disebabkan oleh kecelakaan akibat tidak adanya pengawasan atau penundaan untuk mencari pertolongan medis untuk pengobatan luka-luka, penyakit, atau kondisi sakit.
Physical abuse digambarkan sebagai perilaku abnormal yang mengarah perlawanan terhadap anak-anak. Hal tersebut dapat dilakukan dalam bentuk yang berbeda dan dilakukan oleh banyak orang. Abuser adalah perilaku penganiayaan, dalam hal ini bisa orang tuanya, pengasuh anak, anggota keluarga yang lain dan orang lain di sekitar anak baik yang sudah dikenali anak ataupun belum.
B. Etiologi
Menurut Medicinnet (2002) beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya physical abuse pada anak antara lain :
- Masa kanak-kanak abuser : kira-kira 20% pelanggaran adalah diri mereka disalahgunakan ketikan anak-anak.
- Penyalahgunaan NAPZA : anak-anak dalam keluarga dengan penyalahgunaan alkohol hampir 4 kali lebih mungkin untuk dianiaya. Dari semua kasus penganiayaan anak, 50-80% melibatkan beberapa tingkat penganiayaan oleh orang tua mereka.
- Tekanan keluarga : disintegrasi keluarga inti atau sistem pendukung sistem. Ini juga dihubungkan dengan adanya penganiayaan saat hamil.
- Kekuatan sosial : suatu peningkatan gambaran kekerasan oleh media informasi dapat meningkatkan penganiayaan anak.
- Anak : pada anak-anak berisiko tinggi mengalami penganiayaan jika anak sangat rewel, anak cacat dan anak yang mempunyai penyakit kronis.
Menurut Baker (2007) physical abuse umumnya melibatkan orang tua yang kehilangan kontrol dan menyerang anaknya. Pemicunya mungkin sebenarnya adalah perilaku anak normal seperti tangisan, kata-kata anak yang jorok, dan perilaku anak yang belum bisa menjaga kebersihan.
Faktor penyebab timbulnya physical abuse menurut Komnas Perlindungan Anak (2006) adalah :
- Kekerasan Dalam Rumah Tangga : melibatkan ayah, ibu, atau saudara kandung, dengan anak sebagai sasaran/korban.
- Disfungsi keluarga : peran orang tua tak dijalankan dengan baik, terjadi overlaping peran ayah dan ibu.
- Faktor ekonomi : tertekannya kondisi keluarga karena himpitan ekonomi, hal ini paling sering terjadi di golongan ekonomi lemah.
- Pandangan yang keliru tentang posisi anak dalam keluarga : orang tua menganggap anak tidak tahu apa-apa sehingga terjadi pola asuh yang salah.
- Terinspirasi oleh media : 62% kasus terjadi karena pengaruh media (Tempo,2006)
Sihotang (2004) mengatakan bahwa pencetus penganiayaan fisik anak :
- Stres anak : kondisi anak yang berbeda yaitu anak cacat, mental yang labil, anak angkat, anak tiri, anak yang rewel dan banyak menuntut.
- Stres keluarga : tinggal di lingkungan kumuh, terisolasi, miskin, pengangguran, anak yang tidak diharapkan.
- Stres orang tua : faktor kendali diri yang jelek, adanya riwayat penganiayaan saat masih kanak-kanak.
Faktor penyebab di atas biasanya tidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan/multi faktorial untuk mendorong terjadinya physical abuse, misalnya adanya anak yang cacat dalam sebuah keluarga ekonomi lemah yang tinggal di lingkungan kumuh. Tentu saja hal ini akan memperkuat insiden terjadinya physical abuse bila faktor kendali orang tua jelek.
C. Pathofisiologi
Lebih dari 2,5 juta kasus child abuse anak dan pengabaian (neglect) dilaporkan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. 35% diantaranya melibatkan penganiayaan fisik, 15% melibatkan penganiayaan seksual, dan 50% melibatkan neglect. Berdasarkan dari hasil studi satu dari 20 anak –anak secara umum mengalami penganiayaan fisik physical abuse setiap tahun. Penganiayaan fisik melibatkan melukai/merusak badan anak dengan membakar, memukul dan mematahkan tulang anak. Adanya suatu memar menunjukkan ada jaringan tubuh yang rusak dan pembuluh darah sudah memerah. Penerapan metode disiplin dari orang tua ke anak dengan cara kekerasan seperti menjewer, menampar, dan mencubit hingga meninggalkan luka atau tanda memar adalah cara yang tidak tepat ( American Academy of Pediatrics, 2007 ).
Physical abuse ini menimbulkan dampak (Moore,2004) diantaranya :
- Anak kehilangan hak untuk menikmati masa kanak-kanaknya. Anak bisa saja kehilangan keceriaannya karena kekerasan yang dialaminya hingga malas untuk bermain.
- Sering menjadi korban eksploitasi dan penindasan dari orang dewasa. Anak yang pernah menjadi korban kekerasan lagi dan semakin ditindas orang dewasa bila tidak mendapatkan penanganan yang tepat.
- Sering pada saat dewasa membawa dampak psikologis : labilitas emosi, perilaku agresif, tindak kekerasan, penyalahgunaan NAPZA, perilaku sex bebas, dan perilaku anti sosial.
- Kerusakan fisik : pertumbuhan dan perkembangan tubuh kurang normal atau bahkan mengalami kecacatan dan rusaknya sistem syaraf.
- Besar kemungkinan setelah dewasa akan memberi perlakuan keras secara fisik pada anaknya.
- Akibatnya yang paling fatal adalah kematian.
E. Manifestasi Klinik
Tanda fisik yang bisa dijumpai pada physical abuse :
- Memar pada berbagai area tubuh
- Tanda bekas gigitan, bilur-bilur, dan luka bakar
- Fraktur, jaringan parut, cedera internal serius, bahkan kerusakan otak
- Laserasi atau perdarahan abnormal
- Area botak sebagai akibat penarikan rambut yang hebat (dijambak)
Menurut American Academy Of Child Adolescent Psychiatry (2007) anak telah mengalami penganiayaan dapat menunjukkan ciri-ciri :
- Mempunyai gambaran diri yang lemah & tidak bisa menjalankan peran
- Ketidakmampuan untuk percaya atau mencintai orang lain
- Agresif, mengganggu, dan berperilaku tidak benar
- Kemarahan dan amuk, merusak diri sendiri, pemikiran tentang bunuh diri
- Pasif, menarik diri, dan perilaku mengandung kutukan
- Ketakutan melakukan aktivitas atau hubungan interpersonal yang baru
- Khawatir dan takut, merasa sedih yang berlebih atau merasa tertekan
- Permasalahan sekolah atau kegagalan dan penyalahgunaan NAPZA
- Gangguan tidur, mimpi buruk
F. Penatalaksanaan Medis
Langkah medis yang sering diambil untuk mengoreksi penganiayaan fisik anak (physical abuse) adalah sebagai berikut :
- Mungkin diperlukan kepindahan korban dan penempatan di dalam pengawasan protektif di dalam suatu kelompok sekaligus untuk memantau perkembangannya.
- Perlu diadakan program di sekolah mengenai "touch…bad, touch…good" yang dapat mengakomodasi anak-anak dalam suatu forum dimana anak dapat bermain peran dan belajar untuk menghindari kemungkinan yang berpotensi berbahaya. Ini memerlukan kerjasama dengan Depdiknas.
- Memberikan tindakan medis dan pengobatan sesuai dengan indikasi/kondisi fisik korban penganiayaan: adanya luka bakar, luka robek, perdarahan, fraktur, trauma fisik dan luka lainnya.
- Merehabilitasi adanya trauma psikis akibat penganiayaan bekerjasama dengan psikolog.
- Bekerjasama dengan kepolisian dalam membuat visum bila kasus itu akan ditempuh dalam jalur hukum.
G. Penatalaksanaan Perawat
Prioritas penatalaksanaan perawatan adalah untuk mencegah adanya akibat fatal dari physical abuse yaitu kecacatan dan kematian segera mungkin di samping memberikan konseling supaya tidak terjadi kasus physical abuse.
Usaha yang dilakukan diantaranya :
- Memberikan nasehat yang efektif / pendidikan kesehatan untuk anak, keluarga, dan abuser yang berhubungan dengan trauma dan tekanan psikologis dan emosional.
- Memberikan perhatian lebih pada keluarga (orang tua ) yang berisiko tinggi, seperti keluarga yang mempunyai riwayat physical abuse dan perilaku substance / penyalahgunaan alkohol.
- Perlu adanya suatu struktur kelompok pendukung untuk menguatkan ketrampilan orang tua dan memonitor kesejahteraan / kesehatan anak.
- Kunjungan perawat ke rumah atau bersama social worker ke masyarakat untuk mengamati dan mengevaluasi kemajuan anak dan situasi lingkungan rumah. Banyak studi sudah menunjukkan bahwa kunjungan yang dilakukan oleh perawat bersama dengan tenaga sosial akan mencapai hasil yang terbaik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
Menurut Child Welfare Information Gateway (2006) tanda dan gejala yang sering dijumpai pada physical abuse adalah :
- Anak : menunjukkan adanya perubahan yang mendadak di dalam perilaku atau prestasi sekolah, belum atau tidak menerima bantuan baik secara fisik maupun permasalahan medis yang seharusnya diberikan oleh orang tua, selalu dalam kewaspadaan seolah-olah bersiap mengahadapi sesuatu yang tidak menyenangkan/mengancamnya akan terjadi, menuntut yang berlebihan, pasif, menarik diri, datang ke sekolah dan aktifitas lain lebih awal dan pulang terlambat (seperti ingin pergi dari rumah).
- Orang tua : Pengawasan orang tua yang kurang, menunjukkan perhatian yang sedikit pada anak, menyangkal keberadaan anak dan menyalahkan anak baik tentang permasalahan di sekolah maupun di rumah, meminta pada guru atau pejabat di sekolah untuk menggunakan kekerasan fisik dalam menegakkan disiplin pada anak yang berbuat nakal/jahat, selalu melihat anak tidak baik, tidak berharga atau membebani, menuntut tingkatan fisik serta pencapaian akademis yang tidak mungkin dicapai oleh anak.
- Orang tua dan anak : jarang bersentuhan atau saling berpandangan, memandang hubungan antara orang tua dan anak sebagai hal negatif seluruhnya, mengatakan tidak suka satu sama lain.
- Diagnosa Keperawatan
- Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perilaku agresif, perilaku anti sosial, penyalahgunaan obat, percobaan bunuh diri, masalah disekolah dan pekerjaan.
- Nyeri b/d diskountinuitas jaringan sekunder terhadap cedera.
- Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan harga diri rendah, depresi & kecemasan, gangguan makan, kecacatan.
- Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perilaku agresif, perilaku anti sosial, penyalahgunaan obat, percobaan bunuh diri, masalah disekolah dan pekerjaan.
- Intervensi Keperwatan
Menurut Betz, C.L dan Sowden, L.A (2002) ; Carpineto, L.J (1998) rencana perawatan yang dapat dirumuskan adalah :
- Resti cidera b/d perilaku agresif, perilaku anti sosial, penyalahgunaan obat, percobaan bunuh diri, masalah disekolah dan pekerjaan.
Tujuan : Anak tidak mengalami cedera
Intervensi :
- Lindungi anak dari cedera lebih lanjut
Rasional : menghindari anak dari cedera/luka yang lebih parah dan meminimalkan dampak psikologis yang ditimbulkan.
- Bantu diagnosis penganiayaan anak : fisik, seksual / emosional
Rasional : membantu dalam menentukan altenatif tindakan yang tepat untuk menghindari penganiayaan anak lebih lanjut.
- Laporkan kecurigaan adanya penganiayaan
Rasional : dengan melaporkan adanya kecurigaan adanya penganiayaan anak seperti luka pada kulit dapat mencegah terjadinya cedera yang lebih serius pada anak serta mencegah kematian anak.
- Lakukan resusitasi dan stabilisasi seperlunya
Rasional : Resusitasi dan stabilisasi dilakukan ketika anak mendapatkan penganiayaan yang menyebabkan mengalami henti nafas, dilakukan sampai stabil dan dibawa ke rumah sakit.
- Nyeri b/d diskountinuitas jaringan sekunder terhadap cedera
Tujuan : Anak dapat mengurangi atau mengontrol nyeri
Intervensi :
- Kaji skala, intensitas dan skala nyeri
Rasional : mengetahui beratnya nyeri, sehingga dapat mencari alternatif mengatasi nyeri yang tepat.
- Kaji adanya luka bekas penganiayaan
Rasional : untuk mengetahui luas dan dalamnya luka sehingga bisa dilakukan perawatan luka secara cepat.
- Monitor vital sign secara periodik.
Rasional : untuk memantau perubahan suhu tubuh, karena peningkatan suhu tubuh yang disertai peningkatan frekuensi denyut nadi menunjukkan adanya infeksi pada daerah luka.
- Atur posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi nyeri karena pengaturan posisi dapat merelaksasi bagian yang tertekan.
- Latih klien teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri
Rasional : dapat mengalihkan nyeri yang dirasakan.
- Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : pemberian analgetik menghilangkan nyeri.
- Perubahan pertumbuhan perkembangan b/d harga diri rendah, depresi & kecemasan, gangguan makan.
Tujuan : Anak menunjukkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang yang minimal.
Intervensi :
- Beri perawatan pendukung
Rasional : membantu proses perkembangan dan pertumbuhan anak.
- Ajarkan ortu tugas perkembangan yang sesuai kelompok usia
Rasional : orang tua dapat berperan serta dalam menstimulasi atau merangsang anak untuk melakukan tugas perkembangan yang harus dicapai sesuai kelompok umur.
- Kaji tingkat perkembangan anak dalam seluruh area fungsi menggunakan alat-alat pengkajian yang spesifik
Rasional : pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat untuk menentukan berat ringannya gangguan pertumbuhan serat perkembangan yang dialami oleh anak.
- Berikan kesempatan bagi seorang anak yang sakit untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan sesuai kelompok usia
Rasional : dapat membantu anak melakukan tugas perkembangannya sesuai kelompok usia.
- Koping keluarga tidak efektif b/d perilaku agresif, perilaku anti sosial, penyalahgunaan obat, percobaan bunuh diri, masalah di sekolah dan pekerjaan.
Tujuan : orang tua akan mengembangkan keterampilan yang efektif dalam menghindari terjadinya penganiayaan pada anak.
Intervensi :
- Lakukan fungsi sebagai model peran untuk menunjukkan keterampilan menjadi oran tua yang positif
Rasional : model peran membantu orang tua belajar model yang baru dalam menghindari terjadinya penganiayaan terhadap anak.
- Buat rujukan (spesialisasi kehidupan anak, lembaga perlindungan anak, pekerja sosial, perawat kunjungan rumah)
Rasional : rujukan memungkinkan anak dapat pelayanan dari ahli yang lebih profesional.
- Ajarkan pada keluarga tentang pentingnya tanggung jawab individu atas perilakunya masing-masing
Rasional : dapat menghindarkan diri dari kejadian penganiayaan pada anak yang dilakukan oleh orang tua.
- Ajarkan keluarga menghindari situasi yang dapat menimbulakn stress
Rasional : menambah pengetahuan
orang tua mengenali stress yang terjadi sehingga dapat menghindari terjadinya child abuse. - Ajarkan keluarga untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah atau strategi koping
Rasional : dapat membantu keluarga menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh keluarga.
- Ajarkan keluarga keterampilan menjadi orang tua yang efektif
Rasional : dengan keterampilan menjadu orang tua yang efektif dapat meningkatkan perlindungan bagi anak sehingga tidak terjadi penganiayaan anak.
- Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan physical abuse antara lain :
- Anak mengenali perlunya ataunya mencari perlindungan untuk mencegah dan mengatasi physical abuse.
- Keluarga berpartisipasi sebagai fungsi modal peran sebagai orang tua yang positif dan efektif.
- Keluarga mampu menjaga situasi yang dapat menimbulkan stress.
- Keluarga dan anak mampu mengembangkan strategi pemecahan masalah.
BAB IV
ISSUE KASUS TENTANG PHYSICAL ABUSE DAN PEMBAHASAN
- Issue Dimasyarakat Tentang Physical Abuse
Ada sebuah kisah nyata di masyarakat tentang physical abuse hingga korbannya meninggal dunia. Surabaya, 22 Desember 2008, masyarakat Desa Kedurus, Sawah Gede I dikejutkan dengan meninggalnya Eka Rizki Purnama (2,5 tahun) secara mendadak. Warga yang curiga melihat tanda lebam di perut bagian bawah dan organ intim Rizki membengkak saat memandikannya, lalu melaporkannya ke polisi. Akhirnya setelah diinterogasi petugas, ayah tiri korban, Purwanto (34 tahun) mengakui telah memukul tubuh Rizki berulang kali dan membenturkannya ke tembok hingga tak sadar diri. Saat ibu korban, Sunarti (26 tahun) menanyakan kondisi Rizki, Purwanto pura-pura gelisah dan akhirnya membawa Rizki ke RS Wiyung. Di perjalanan itulah ia meninggal dunia.
Sebenarnya kekerasan fisik pada balita itu sudah terjadi lama, para tetangga sering mendengar suara seperti benturan pada tembok dan kemudian suara tangisan keras dari rumah Rizki. Rizki juga pernah bercerita bahwa ia sering dipukul ayahnya dengan bahasa yang belum jelas. Ibu korban sebenarnya tahu tentang semua itu, tapi ia diancam suaminya supaya tak menceritakannya. Puncaknya, malam sebelum Rizki meninggal, Purwanto yang merasa lelah ingin tidur, tetapi Rizki malah rewel dan buang air besar di tempat tidur. Sunarti kemudian disuruh ke warung oleh Purwanto, di saat itulah Purwanto bebas menganiaya Rizki hingga tak sadar diri.
Hasil otopsi RS dr.Soetomo menyatakan bahwa Rizki meninggal karena perdarahan di bagian bawah perut. Terdapat memar di usus, lepasnya jaringan ikat di usus, luka lama di usus sepanjang 24 cm, robekan di usus halus, memar di ginjal, anak ginjal dan liver. Ini menunjukkan akibat seringnya terjadi pemukulan.
- Pembahasan
Kasus diatas menunjukkan akibat yang fatal dari physical abuse yaitu kematian. Faktor penyebabnya multifaktorial, diantaranya, diantaranya anak yang rewel (walaupun masih normal), perilaku anak yang belum bisa menjaga kebersihan, adanya anak tiri, faktor ekonomi karena tertekannya kondisi keluarga akibat himpitan ekonomi karena penghasilan orang tua korban yang kurang, dan dari faktor orang tua adalah kendali diri yang jelek, dan kelelahan fisik setelah bekerja seharian sebagai sopir truk. Ayah tiri korban juga sering berperilaku anti sosial dengan tak pernah bergaul dengan warga lain di lingkungannya.
Masalah yang muncul adalah koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perilaku agresif, dan perilaku anti sosial, dengan tujuan intervensi adalah orang tua akan mengembangkan keterampilan yang efektif dalam menghindari terjadinya penganiayaan pada anak.
Intervensi yang bisa dilakukan untuk menangani atau mencegah kasus itu adalah :
- Lakukan fungsi sebagai model peran untuk menunjukkan keterampilan menjadi orang tua yang positif.
- Buat rujukan atau spesialisasi kehidupan anak, lembaga perlindungan anak, pekerja sosial, perawat kunjungan rumah.
- Ajarkan pada keluarga tentang pentingnya tanggung jawab individu atas peril`kunya masing-masing.
- Ajarkan keluarga situasi yang dapat menimbulkan stres.
- Ajarkan keluarga untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah atau strategi koping.
- Ajarkan keluarga keterampilan menjadi orang tua yang efektif.
BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Physical abuse tidak akan terjadi apabila ada peran serta masyarakat untuk melaporkan adanya kekerasan fisik pada anak. Physical abuse terjadi ketika orang tua atau pengasuh dan pelindung anak melakukan pemukulan / kekerasan secar fisik pada anak. Hal ini akan diingat anak jika kekerasan fisik terjadi. Dan banyaknya faktor penyebab anak physical abuse karena adanya pengaruh faktor kendali diri orang tua yang buruk. Pada kenyataannya masyarakat enggan mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Beberapa bentuk prioritas penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan adalah untuk mencegah adanya akibat fatal dari physical abuse yaitu kecacatan dan kematian. Sehingga sesegera mungkin memberikan konseling supaya tidak terjadi kasus physical abuse.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat penulis sarankan pada petugas kesehatan maupun keluarga agar :
- Perawat
Melakukan konseling kepada orang tua dalam mengatasi kekerasan secara fisik pada anak dengan physical abuse.
- Keluarga
Mengembangkan keterampilan yang efektif dalam menghindari terjadinya penganiayaan pada anak dan memberikan keterampilan yang efektif dapat meningkatkan perlindungan anak.
DAFTAR PUSAKA
Prayoga, 2007. Penganiayaan Fisik Pada Anak, www.bali post.co.id/ i html, diakses tanggal 26 April 2009
Anonim, 2008. Physical Abuse, www.kharisma.de/files/home/an-makalah pdf, diakses tanggal 26 April 2009
Anonim, 2005. Child Abuse,
www.keepkidshealty.com/welcome/commonproblems/childabuse.html. di akses tanggal 15 Maret 2009Benedictie, T.A, Jatte, J dan Segal, J, 2007. Child Abuse: Types, Signs, Symptoms, Causes and help,www.helpauide.org/mental/childabusephysicalemotionalsexual
negleet.html, di akses tanggal 15 Maret 2009
Betz, C.L dan sowden, L.A, 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri (terjemahan), Edisi 3, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Carpenito, I.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan), Edisi 3, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kisah Sejati.www.Tabloid Nurani.com, diakses tanggal 20 Februari 2009
Tabloid Nurani.kisah sejati.
Naudzubillah, Bayi Mati di Tangan Ayah Tiri, Edisi 416 tahun VIII Minggu 1 Januari 2009, Jakarta:PT.Nurani Media TeguhChildline, 2007. What is Child Abuse ?, www.childline.org.uk/Childabuse.asp diakses tanggal 15 Maret 2009
Medicinehealth, 2005. Child Abuse, www.medicinehealth.com/childabuse/articleem.html, diakses tanggal 15 Maret 2009
Medicinnet, 2002. Child Abuse,www.medicinnet.com/childabuse/paee7.html. diakses tanggal 15 Maret 2009
Wikipedia, 2007. Child Abuse, http://en.wikipedia.org/wiki/Childabuse, 15 Maret 2009
D. Pathways
Efek emosional Efek fisik Efek perilaku
Harga diri rendah, depresi Gangguan kognitif, masalah Perilaku agresif, perilaku
Dan kecemasan, gangguan kesehatan yang anti sosial / kriminal,
makan, gangguan berkepanjangan, cedera penyalahgunaan obat,
berhubungan, gangguan kematian percobaan bunuh diri,
kepribadian masalah di sekolah dan
pekerjaan
MK perubahan MK nyeri MK koping MK resiko cedera
pertumbuhan & keluarga
perkembangan tidak efektif
Bethea, L (1999);Benedicti,TE, et al (2007)
Lembar Pengesahan
Makalah seminar dengan judul " Asuhan Keperawatan Maltreatment Pada Anak Physical Abuse " ini telah mendapat pengesahan untuk dipresentasikan pada :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
Dosen Pengampu
Format penilaian seminar Keperawatan Anak
STIKES Ngudi waluyo Ungaran
Kelompok :
Topik Seminar :
Tanggal :
No | Aspek Penilaian | Nilai | |||
1 | 2 | 3 | 4 | ||
1 | Persiapan
| ||||
2 |
| ||||
3. | Isi
| ||||
Total |
Nilai = Jumlah nilai Ungaran,…………………
5,2 Penilai
Nama Mahasiswa Menambahkan materi diskusi
1. ……………………………
2.
3.
4.
5.
PENILAIAN SEMINAR KEPERAWATAN ANAK
Nama :
Topik Seminar :
Tanggal :
Aspek Penilaian | Nilai | |||
1 | 2 | 3 | 4 | |
Persiapan
| ||||
Pelaksanaan
| ||||
Isi
| ||||
Total |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar