Jumat, 27 April 2012

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HIPERTENSI PULMONAL

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi pulmonal (Pulmonary hypertension) atau yang disebut hipertensi paru, barangkali belum familiar di telinga. Padahal ini adalah jenis penyakit fatal yang menyerang banyak orang pada usia produktif. Sedihnya, angka kejadian pada perempuan dua setengah kali lipat dibanding laki-laki. Pada kasus hipertensi pulmonal primer, penyakit ini diturunkan, atau terkait faktor genetik.

Meski diakui, meluasnya penyakit hipertensi pulmonal saat ini kurang diketahui, namun diperkirakan sekitar 1-2 juta orang per tahun terdiagnosis menderita penyakit ini. Bahkan, angka yang sebenarnya diprediksi lebih tinggi mengingat diagnosis penyakit ini masih minim.(wanita ) Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain faktor kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita hipertensi pulmonal kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak sadar bahwa mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang pengobatan yang dapat meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas hidup yang lebih baik.

Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain karena faktor kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita hipertensi paru kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak sadar bahwa mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang pengobatan yang dapat meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas hidup yang lebih baik. endala lain adalah banyak gejala yang dikaitkan dengan hipertensi paru ternyata tidak spesifik mengarah pada hipertensi paru, sehingga tak heran diagnosis penyakit ini kian sulit saja.

Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai hipertensi pulmonal yang kurang diketahui oleh masyarakat, khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien hipertensi pulmonal. Sehingga diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien hipertensi pulmonal.

1.2 Rumusan Masalah

  1. Bagaimana konsep teori dari hipertensi pulmonal?
  2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi pulmonal?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan hipertensi pulmonal

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami definisi hipertensi pulmonal.

2. Mengetahui dan memahami etiologi hipertensi pulmonal.

3. Mengetahui dan memahami patofisiologi hipertensi pulmonal.

4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan hipertensi pulmonal.

Pmx diagnostik?

5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan hipertensi pulmonal.

6. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari hipertensi pulmonal, meliputi :

  1. Pengkajian
  2. Diagnosa keperawatan
  3. Perencananaan Intervensi Keperawatan
  4. WOC

1.4 Manfaat

Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi pulmonal, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi Pulmonal

Hypertensi Pulmonary atau yang biasa disebut Hipertensi Paru merupakan kondisi yang tidak terlihat secara klinis sampai pada tahap lanjut kemajuan penyakitnya. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891.

Awalnya PH diklasifikasikan menjadi hipertensi pulmonal idiopatik (IPAH, atau hipertensi pulmonal primer) dan PH sekunder.

  1. Primer

Merupakan hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya. Keadaan ini paling sering terjadi pada usia 20 tahun sampai 40 tahun. Dan biasanya fatal dalam 5 tahun diagnosis. Hipertensi pulmonal primer lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival dari awitan penyakit sampai timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun.

  1. Sekunder

Merupakan bentuk yang lebih umum dan diakibatkan oleh penyakit paru atau jantung yang diderita oleh klien. Penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular.

Namun kemudian diketahui bahwa beberapa hipertensi pulmonal sekunder sangat mirip dengan IPAH dalam hal gambaran histopatologis, natural history, dan respon terhadap terapi. Jadi, berdasarkan mekanisme penyakitnya, WHO kemudian membagi hipertensi pulmonal menjadi 5 kelas

  1. I. Hipertensi Arteri Pulmonal (PAH). Gambaran hemodinamik kelompok ini adalah:
  • Mean pulmonary artery pressure (MPAP) >25 mmHg pada istirahat, atau > 30 mmHg pada aktivitas fisik, dan
  • Pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) > 15 mmHg, dan
  • Peningkatan tahanan vaskular pulmonal dan gradien transpulmonal (gradien tekanan tekanan diastolik arteri pulmonal dan PCWP)
  1. II. Hipertensi Vena Pulmonal. Kelompok ini disebabkan oleh kelainan pada atrium kiri, ventrikel kiri atau katup jantung kiri.
  2. III. Hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru-paru atau hipoksemia. Penyebabnya antara lain penyakit paru interstitial, PPOK, sleep-disordered breathing, kelainan hipoventilasi alveoli, dan sebab-sebab lain dari hipoksemia.
  3. IV. Hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit trombotik dan embolik kronis. Pada kelompok ini penyebab PH adalah oklusi trombus di proksimal atau distal pembuluh darah paru (misalnya penyakit tromboembolik kronis), atau emboli pulmonal nontrombotik (misalnya schistosomiasis).
  4. V. Hipertensi Pulmonal pada kelompok ini disebabkan oleh inflamasi, obstruksi mekanis, atau kompresi ekstrinsik pada pembuluh darah paru (misalnya pada sarcoidosis, histiocytosis X, dan fibrosing mediastinitis).

2.2 Etiologi

1. Hipertensi pulmonal pasif

Agar darah dapat mengalir melalui paru dan kemudian masuk ke dalam vena pulmonalis, maka tekan dalam arteri pulmonalis harus lebih tinggi daripada vena pulmonalis. Dengan demikian, maka setiap kenaikan tekanan dalam vena pulmonalis seperti pada stenosis mitral, insufisiensi mitral dan ventrikel kiri yang hipertrofi akan menyebabkan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis pula.

  1. Hipertensi pulmonal reaktif

Sebagai reaksi akibat peningkatan dalam vena pulmonalis maka pada beberapa penderita terjadi vasokonstriksi arteriol pulmonal yang aktif. Vasokonstriksi ini menyebabkan resistensi terhadap pengaliran darah melalui paru bertambah besar dan tekanan dalam arteri pulmonalis meningkat, misal pada penderita dengan stenosis mitral yang berat dan kadang-kadang pada penderita dengan insufisiensi mitral atau dengan gagal jantung kiri. Faktor penyebab ini dihubungkan pula dengan faktor familial.

  1. Aliran darah dalam paru yang meningkat

Peningkatan aliran darah paru yang sedang, bila disertai dengan dilatasi pembuluh darah paru dan terbukanya lubang saluran yang sebelumnya telah menutup, maka dapat berlangsung tanpa terjadi peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis. Kalau aliran darah itu lebih besar misalnya sampai lebih 3 kali yang normal, maka akan diperlukan tekanan yang lebih besar dalam paru agar pengaliran darah dapat berlangsung.

  1. Vaskularisasi paru yang berkurang

Bila dua pertiga atau lebih dari vaskularisasi paru mengalami obliterasi maka diperlukan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis supaya tetap ada aliran yang adekuat, misalnya pada kelainan dengan embolus paru yang berulang-ulang sehingga menyumbat arteri dan arteriol dalam paru. Pada penyakit paru yang luas seperti enfisema, fibrosis pada paru yang luas dan pada hipertensi pulmonal idiopatik.

2.3 Komplikasi

  1. Gagal jantung kanan

Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah dan di dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama- kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas

  1. Gagal Nafas

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul biasanya berupa :

  1. sesak nafas yang timbul secara bertahap

Untuk meningkatkan secara bertahap atau mendadak nafas dan kebutuhan udara bagi tubuh, pasien mengalami nafas pendek dan haus udara. Terjadi hiperventalasi (napas cepat dan dalam)

  1. kelemahan
  2. batuk tidak produktif
  3. pingsan atau sinkop

Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya mendenging atau sering pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan episode sinkope. Wajah pasien merah panas dan merasa lemah lesu.

  1. edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki)

Pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki, terutama pada pagi hari dan sore hari mengalami perbaikan. Pemasukan garam menyebabkan retensi cairan. Terjadi selisih berat badan antara oedema dan tidak.

  1. gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis (batuk berdarah)

Tanda hipertensi pulmonal berupa :

  1. Distensi vena jugularis
  2. Impuls ventrikel kanan dominan
  3. Komponen katup paru menguat.

d. S3 jantung kanan

  1. Murmur trikuspid
  2. Hepatomegali

Kelainan hepatomegali terjadi karena peningkatan kerja jantung kanan untuk memompakan darah ke paru melalui resistensi arteri pulmonal yang meningkat, sehingga terjadi hipertrofi dan dilatasi dari ventrikel kanan

Karena pada hipertensi pulmonal, curah jantung berkurang maka terjadi penimbunan darah yang abnormal dalam ventrikel kanan sehingga kemungkinan untuk mengalami gagal jantung kanan dapat terjadi setiap saat. Kelelahan, dispnoe, angina pektoris, kejang dan sinkop merupakan gejala yang umumnya ditemukan. Edema biasanya terlihat pada keadaan yang lanjut, sedangkan hemoptisis terjadi akibat adanya infark atau robeknya pembuluh darah yang abnormal dalam paru. Pada pemeriksaan fisis ditemukan anggota gerak yang dingin, sianosis perifer, nadi dengan amplitudo yang kecil, tekanan vena jugularis meningkat, aktivitas daerah jantung kanan bertambah, komponen pulmonal bunyi jantung II mengeras, terdengar pula “pulmonary ejection click” dan bising sistolik ejeksi, bising pansistolitik pada daerah tricuspid, bising mid-diastolik pada sisi tulang sternum sebelah kiri dan terdapatnya irama derap atrium pada daerah tricuspid.

2.5 Patofisiologi

Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah pada dan di dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama-kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Non Invasif

Pertama kali mencurigai klinis hipertensi pulmonal, harus melakukan pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk mengeklusi tipe lain penyebab hipertensi pulmonal,di samping untuk menentukan beratnya atau prognosis.Baru-baru ini suatu konsensus merekomendasikan pemeriksaan untuk hipertensi pulmonal.

  1. Ekokardiograf

Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosis sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan katup, disfungsi ventrikel kiri, shunt jantung. Untuk menilai tekanan sistolik ventrikel kanan dengan ekokardiografi harus ada regurgitasi trikuspid. Bila pada pasien dengan hipertensi pulmonal tidak ada regurgitasi trikuspid untuk menilai tekanan ventrikel kanan secara kuantitatif, dapat dipakai nilai kualitatif. Tanda-tanda kualitatif tersebut yaitu pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta septum yang cembung atau rata. Adanya efusi perikard menunjukkan beratnya penyakit dan prognosis yang kurang baik.

  1. Tes berjalan 6 menit

Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan fungsional klien hipertensi pulmonal adalah dengan tes ketahanan berlajan 6 menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur kapasitas fungsional klien dengan sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah digunakan secara luas dalam penelitian untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal yang diterapi. 6WT tidak memerlukan ahli dalam penilaian.

  1. Tes fungsi paru

Pengukuran kaasitas vital paksa (FVC) saat istirahat, volume ekspirasi paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum (MW), kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen penting dalam pemeriksaan Hhipertensi pulmonal, yang dapat mengidentifikasi secara significan obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan dengan penurunan volume paru pada HP.

  1. Radiografi Torak (Ro Torak)

Khas parenkim paru pada hipertensi pulmonal bersih. Foto torak dapat membantu diagnosis atau membantu menemukan penyakit lain yang mendasari hipertensi pulmonal. Gambaran khas foto toraks pada hipertensi pulmonal ditemukan bayangan hilar, bayangan arteri pulmonalis dan pada foto toraks lateral pembesaran ventrikel kanan.

  1. Elektrokardiografi

Gambaran tipikal EKG pada klien HP sering menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, terkadang dapat memperkirakan tekanan arteri pulmonal, strain ventrikel kanan ,dan pergeseran aksis ke kanan, yang juga memliki nilai prognostik. Elektrokardiogram menunjukkan perubahan hipertrofi ventrikel kanan (panah panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi pulmonal primer. Deviasi sumbu kanan (pendek panah), peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II (panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (panah putih) yang sangat spesifik tetapi tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi ventrikel kanan.

  1. CT Scan Resolusi Tinggi

CT Scan dilakukan hanya untuk membedakan apakah termasuk hipertensi pulmonal primer atau hipertensi pulmonal sekunder. Tanpa zat kontras untuk menilai parenkim paru seperti bronkiektasi, emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk mendeteksi dan melihat penyakit tromboemboli paru.

Pemeriksaan Invasif

  1. Kateterisasi jantung

Kateterisasi jantung dapat mengukur dengan tepat tekanan di ventrikel kanan dan mengukur resistensi pembuluh darah di paru. Tes vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti : adenosin, inhalasi nitric oxide atau epoprosteno) dapat dilakukan selama kateterisasi, respons vasolidatif positif bila didapatkan penurunan tekanan arteri pumonalis dan resistensi vaskular paru sedikitnya 20% dari tekanan awal.

Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal adalah gold standart untuk konfirmasi PAH. Dengan definisi hipertensi pulmonal adalah tekanan PAP ≥25 mHg pada saat istirahat, atau ≥30 mmHg pada saat aktivitas. Kateterisasi membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk prosnotik hipertensi pulmonal.

Pengukuran Kateterisasi Jantung pada Klien PAH

  • Systemic arterial pressure (BP) and heart rate (HR)
  • Right arterial pressure (RAP)
  • Right ventrikuler pressure (RVP)
  • Pulmonaly artery pressure (PAP)
  • Pulmonaly capillary wedge pressure (PCWP)
  • Cardiac output and index
  • Pulmonaly vasoreactivity
  • Sistemic and pulmonaly arteril oxygen saturation

Hemodinamik adalah prognostik untuk hipertensi pulmonal primer, nilai prognostik pengukuran hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan hidup 50 bulan bila tidak mendapat terapi vasodilator sedangkan bila RAP ≥ 20mmHg harapan hidupnya kurang dari 3 bulan.

  1. Tes vasodilator

Vasoreaktivitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal, klien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan mengunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang. Definisi respon adalah penurunan rata-rata tekanan arteri pulmonal < 10 mmHg dengan penignkatan kardiak output. Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan apakah klien bisa diterapi dengan CCB oradenganzl.

  1. Biopsi paru

Jarang dilakukan karena riskan pada klien hipertensi pulmonal, biopsi paru di indikasikan bila klien yang diduga hipertensi pulmonal primer dengan pemeriksaan standar tidak kuat untuk diagnosis definitif.

Penatalaksanaan

  1. Pengobatan

Pengobatan hipertensi pulmonal bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung kiri dengan menggunakan obat-obatan seperti : diuretik, beta-bloker dan ACE inhibitor atau dengan cara memperbaiki katup jantung mitral atau katup aorta (pembuluh darah utama). Pada hipertensi pulmonal pengobatan dengan perubahan pola hidup, diuretik, antikoagulan dan terapi oksigen merupakan suatu terapi yang lazim dilakukan, tetapi berdasar dari penelitian terapi tersebut belum pernah dinyatakan bermanfaat dalam mengatasi penyakit tersebut.

1). Obat-obatan vasoaktif

Obat-obat vasoaktif yang digunakan pada saat ini antara lain adalah antagonis reseptor endotelial, PDE-5 inhibitor dan derivat prostasiklin. Obat-obat tersebut bertujuan untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh darah paru. Sildenafil adalah obat golongan PDE-5 inhibitor yang mendapat persetujuan dari FDA pada tahun 2005 untuk mengatasi hipertensi pulmonal

Untuk vasodilatasi pada paru, ada beberapa obat-obatan yang dapat digunakan. Antara lain Beraprost sodium (Dorner), infus PGI, Injeksi lipo PGE-1, ACE Inhibitor, Antagonis Kalsium dan Inhalasi NO. Beraprost sodium efeknya tidak hanya sebagai vasodilator, tetapi juga efek pleiotropik, seperti menghambat agresi platelet, mencegah cedera sel endotel dan memperbaiki cedera sel endotel.

Pasien yang diberikan Beraprost, memiliki harapan hidup yang lebih baik (86%) dibandingkan yang tidak diberi Beraprost (75%). Hal ini karena Beraprost bekerja sebagai vasodilator yang menurunkan curah jantung dan ini mengurangi beban ventrikel kanan, menghambat progresifitas gagal jantung kanan, memperbaiki toleransi olahraga dan meningkatkan harapan hidup.

  1. Terapi bedah

Pembedahan sekat antar serambi jantung (atrial septostomy) yang dapat menghubungkan antara serambi kanan dan serambi kiri dapat mengurangi tekanan pada jantung kanan tetapi kerugian dari terapi ini dapat mengurangi kadar oksigen dalam darah (hipoksia). Transplantasi paru dapat menyembuhkan hipertensi pulmonal namun komplikasi terapi ini cukup banyak dan angka harapan hidupnya kurang lebih selama 5 tahun.

Atrial septosotomi

Blade ballon atrial septostomy dilakukan pada pasien dengan tekanan ventrikel kanan yang berat. Tujuan prosedur ini adalah dekompresi overload jantung kanan dan perbaikan output sistemik ventrikel kiri. Septastotomi atrial harus dilakukan pada. fasilitas yang memadai dan operator yang berpengalaman

Thromboenarterectomy pulmonary

Menjadi pilihan pengobatan pada pasien hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit tromboembolik kronik. Dilakukan melalui median stertonomi pada cardiopulmonary baypass. Secara keseluruhan angka kematian terus membaik dan kini kirang dari 5%.

  1. Transplantasi paru-paru

Hipertensi pulmonal primer biasanya progresif dan akhirnya berakibat fatal. Tranplantasi paru adalah suatu pilihan pada beberapa pasien lebih muda dari 65 tahun yang memiliki hipertensi pulmonal yang tidak merespon manajemen medis. Menurut AS tahun 1997 transplantasi laporan registri, 24 penerima transplantasi paru-paru dengan hipertensi pulmonal primer memiliki tingkat ketahanan hidup dari 73 persen pada satu tahun, 55 persen di tiga tahun dan 45 persen pada lima tahun. Pengurangan langsung tekanan arteri paru-paru dikaitkan dengan perbaikan dalam fungsi ventrikel kanan. Kambuhnya hipertensi pulmonal primer setelah transplantasi paru-paru belum dilaporkan.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERTENSI PULMONAL

3.1 Pengkajian

  1. 1. Identitas / biodata klien

Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/ suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, dan penanggung jawab yang meliputi nama, alamat, dan hubungan dengan klien.

  1. Keluhan utama

Dispnea, nyeri dada substernal

  1. Riwayat kesehatan sekarang

Sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Dispnea saat aktivitas, fatique dan sinkop.

  1. Riwayat kesehatan dahulu

Gagal jantung kiri, HIV, peny autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, peny bawaan, peny tiroid, PPOK, peny paru intertisial, sleep apnea, emfisema

  1. Pemeriksaan Fisik

Berdasarkan surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan manifestasi kerusakan organ.

  1. Otak – sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada ekstremitas, enchepalopati, hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma)
  2. Mata – retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan oftalmuskop, yang akan menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur
  3. Jantung – gagal jantung (dispnea pada pergerakan tenaga, takhikardia)
  4. Ginjal – penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan berat badan tiba-tiba, dan edema.

  1. 5. Review of Sistem pada klien hipertensi pulmonal

1). Pernafasan B1 (breath)

- sesak nafas yang timbul secara bertahap

- kelemahan

- batuk tidak produktif

- gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis

- nyeri (pada hipertensi pulmonal akut)

2). Kardiovaskular B2 (blood)

- tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah terganggu

- gagal jantung kanan

- oksigen yang kurang dari normal

- edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki)

- distensi vena jugularis

- hepatomegali

3). Persyarafan B3 (brain)

- pusing

4). Perkemihan B4 (bladder)

normal

5). Pencernaan B5 (bowel)

normal

6). Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

- penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas

- kelemahan

3.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada hipertensi pulmonal antara lain:

  1. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru
  2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
    1. Kelebihan volume cairan b.d edema perifer
    2. Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular
    3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.

3.3 Intervensi

  1. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru

Tujuan : Tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respon sesak napas

Kriteria Hasil : a. Secara subjectif klien menyatakan penurunan sesak napas

b. Secara objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal (RR 16-20 x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas, analisa gas darah dalam batas normal

No

Intervensi

Rasional

1.

Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku

Perubahan warna kulit, membrane mukosa dapat mengindikasikan gangguan perfusi gas ke jaringan terganggu.

2.

Berikan tambahan oksigen

Untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam proses pertukaran gas

3.

Pantau saturasi (oksimetri), PH, BE, HCO3 dengan analisa gas darah

Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas

4.

Koreksi keseimbangan asam basa

Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi penapasan

2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri dapat teratasi

Kriteria Hasil : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang

b. Skala nyeri turun

c. Wajah pasien tampak rileks

d. Tanda-tanda vital normal

No

Intervensi

Rasional

1.

Tingkatkan istirahat yang adekuat

Istirahat dapat menurunkan tingkat nyeri

2.

Lakukan manajemen sentuhan

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Massase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan menurunkan sensasi nyeri

3.

Anjurkan tindakan pengurangan nyeri untuk membantu pengobatan nyeri (misalnya, teknik relaksasi,atau distraksi)

Teknik relaksasi,atau distraksi dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri dan dapat meningkatkan produksi endorfin dan enkafalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri.

4.

Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi

Analgesik dapat menurunkan tingkat nyeri

  1. Kelebihan volume cairan b.d edema perifer

Tujuan : Tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemis

Kriteria Hasil : a. Edema ekstremitas berkurang

b. Produksi urine > 600 ml/hari

No

Intervensi

Rasional

1.

Ukur intake dan output

Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan output urin

2.

Bantu posisi yang membantu drainase ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif

Meningkatkan aliran balik vena dan mendorong berkurangnya edema perifer

3.

Kolaborasi berikan diet tanpa garam

Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung

4.

Kolaborasi berikan diuretik, contoh : furosemid, sprinolakton, hidronolakton

Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru

  1. Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular

Tujuan : Penurunan curah jantung dapat teratasi dan TTV dalam batas normal

Kriteria Hasil : a. Tidak ditemukan dyspnea

b. Turgor kulit bagus

c. Sirkulasi dan perfusi menjadi lebih baik

No

Intervensi

Rasional

1.

Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal

Istirahat dapat mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen

2.

Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20-30cm

Dengan posisi kepala yang lebih tinggi dapat mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung yang dapat mengurangi kongesti paru

3.

Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan indikasi

Meningkatkan sediaan oksigen dapat melawan efek hipoksia/iskemia

4.

Kolaborasi berikan antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, Warfarin (Coumadin)

Antikoagulan dapat mencegah pembentukan trombus/emboli perifer

  1. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, energi pasien dapat dihemat

Kriteria Hasil : Pasien tidak mengalami kondisi yang abnormal setelah melakukan aktivitas

No

Intervensi

Rasional

1.

Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat

Istirahat dapat menurunkan kerja miokardium dan konsumsi oksigen

2.

Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut

Tirah baring dapat mengurangi beban jantung

3.

Pertahankan penambahan oksigen sesuai program

Penambahan oksigen meningkatkan oksigenasi jaringan

DOWNLOAD : WOC HIPERTENSI PULMONAL

BAB 4

PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan

Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas.

Penyebab hipertensi pulmonal terdiri dari hipertensi pulmonal primer dan hipertensi pulmonal sekunder. hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular.

4.2 Saran

1. Seorang perawat hendaknya memberikan suatu health education kepada masyarakat agar hipertensi pulmonal dapat terminimalisir

2. Masyarakat hendaknya berperilaku hidup sehat sehingga memungkinkan penyakit-penyakit khususnya hipertensi pulmonal bisa dihindari dan masyarakat dihimbau untuk mengerti terhadap bahaya penyakit khususnya penyakit hipertensi pulmonal

DAFTAR PUSTAKA

Latief, abdul dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.


VVIP UPAYA WALUYO RSUD JOMBANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar