Selasa, 24 April 2012

BAB IV PEMBAHASAN HALUSINASI DENGAR

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan melakukan pembahasan untuk mengetahui sejauh mana asuhan keperawatan jiwa yang sudah diterapkan dan adanya kesesuaian atau kesenjangan antara teori dan praktik dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada Tn. S dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi dengar di ruang P9 Wisma Gatotkaca Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang.
Dalam memberikan asuhan jiwa pada Tn. S dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi dengar di ruang P9 Wisma Gatotkaca Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang, penulis menggunakan proses keperawatan yang diadopsi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Budi Anna Keliat, dkk edisi kedua tahun 2005 yang menggambarkan proses proses keperawatan jiwa terdiri dari lima langkah yang berturut-turut secara sistematis yaitu pengkajian, analisa data, diagnosa, rencana intervensi, implementasi dan evaluasi.
Pada pengkajian pertama dilakukan pada tanggal 20 November 2010 didapatkan data subjektif sebagai berikut : klien mengatakan mendengar suara-suara yang berisi ”ngapain kamu disini? Pulang saja! Percuma hidupmu sudah hancur”, menurut klien suara itu munculnya saat menjelang tidur dan saat klien menyendiri dan klien merasa terganggu dengan suara itu. Namun selain suara itu, ada suara yang menurut klien munculnya saat di kamar mandi. Menurut klien suara itu mengajaknya bersetubuh. Menurut klien, klien sering melakukan onani karena suara itu membuat nafsu seksualnya muncul. Data Objektif : Nadi : 84 X/ menit, tekanan darah : 110/80 mmHg, klien modar-mandir, saat beraktivitas mulut klien komat-kamit, saat klien menyendiri klien sering seperi mendengarkan dengan memusatkan telinga pada suatu arah, diagnosa medis F 20 yaitu skizofren tak terinci.
Dari data tersebut dapat disimpulkan Tn. S mengalami masalah perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar. Diagnosa ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Towsend (1998) Perubahan persepsi-sensori: halusinasi pendengaran adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan-perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap stimulus. Tanda gejala yang muncul yaitu bicara, senyum dan tertawa sendiri; mengatakan mendengar suara yang tidak nyata ; merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan ; tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata ; tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi ; pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal ; sikap curiga ; menarik diri ; sulit membuat keputusan, ketakutan ; mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain ; muka merah dan kadang pucat ; ekspresi wajah tenang ; tekanan darah meningkat, nadi cepat dan banyak keringat.
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan perubahan persepsi sensori ; halusinasi dengar yaitu : membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip terapeutik. Membina hubungan saling percaya merupakan dasar dari terjadinya komunikasi terapeutik sehingga akan memfasilitasi dalam pengungkapan perasaan, emosi, dan harapan klien ; Membantu klien mengenali halusinasinya. Dengan mengetahui waktu munculnya, isi dan frekuensi dapat diketahui sampai sejauh mana tahapan halusinasi yang dialami klien dan untuk memudahkan penulis memilih cara penanganan agar sesuai dengan masalah yang dialami klien ; mengajarkan klien cara mengontrol halusinasinya. Cara-cara untuk mencagah/mengontrol halusinasi mungkin adalah hal yang baru dan perlu di diskusikan sehingga memungkinkan munculnya inisiatif klien untuk memilih cara yang dianggapnya tepat, serta aman bagi klien ataupun orang lain/lingkungan sekitarnya.
Kekuatan dari implementasi yang dilakukan adalah kemauan klien yang besar untuk menghilangkan halusinasi yang dialaminya, umur klien masih tergolong muda sehingga memudahkan penulis untuk memilih cara berkomunikasi yang tepat. Kelemahannya adalah klien lebih senang menyendiri dan malas untuk berinteraksi dengan orang lain hal ini memicu munculnya halusinasi.
Pada pengkajian kedua yaitu tanggal 21 November 2010 jam 11.00 di dapatkan data subjektif klien mengatakan merasa minder dan malu dengan tetangganya karena kondisi dirinya. Klien mengatakan hidupnya tidak berguna lagi dan klien ingin cepat mati saja supaya tidak merepotkan orang lain. Klien mengatakan jika waktu bisa diulang kembali, klien tidak akan menjadi preman dan menurut dengan perintah ibunya. Klien mengatakan dirinya adalah orang yang paling bodoh dan klien merasa orang yang paling jahat dan tidak patuh pada kedua orang tua. Data objektif : Klien tampak sering melamun dan menyendiri, klien terlihat lesu dan tidak bersemangat, klien malas beraktivitas.
Dari data tersebut penulis menyimpulkan Tn. S mengalami masalah harga diri rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Fitriyana tahun 2007. Ia menyatakan Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Manifestasi klinis dari harga diri rendah yaitu perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan penyakit. Misalnya malu karena dirawat di rumah sakit jiwa, rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak ke RS menyalahkan dan mengejek diri sendiri. Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang bodoh dan tidak tahu apa – apa. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang lain, lebih suka menyendiri. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin memilih alternatif tindakan. Mencederai diri dan akibat harga diri rendah disertai dengan harapan yang suram mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
Intervensi yang dilakukan yaitu : mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperwatan ; membantu klien menilai kemampuan yang digunakan, dengan keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah persyaratan untuk berubah dan untuk mempertahankan dirinya sendiri ; membantu klien membuat rencana kegiatan ; membantu klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakitnya untuk memberi kesempatan kepada klien supaya mandiri dan memotivasi agar klien percaya diri.
Kekuatan : ketika diajak berbincang-bincang klien kooperatif, klien selalu bisa saat diajak bertemu untuk berbincang-bincang. Kelemahan : lingkungan yang kurang mendukung, karena klien orang baru di Wisma Gatotkaca klien belum mempunyai teman, saat klien memperkenalkan diri klien sering ditertawakan oleh teman-temannya.
Pengkajian ketiga pada tanggal 22 November 2010, Tn. S mengatakan sebelum masuk ke rumah sakit jiwa, dirumah klien sering berkelahi dengan ayahnya bahkan klien juga sering mengamuk. Klien mengatakan pernah melakukan aniaya fisik terhadap dirinya yaitu dengan membentur-benturkan kepalanya di tembok, serta menyayat tangan kananya. Selain itu klien mengatakan ia pernah memperkosa saudara sepupunya. Data objektif : suhu 36,5 o C, nadi : 84 X/ menit, tekanan darah : 110/80 mmHg, RR : 20X/ menit, berat badan : 60 Kg, tinggi badan : 165 cm. Klien modar-mandir, saat beraktivitas mulut klien komat-kamit, ada jejas pada perut dan ada tato pada punggung badan klien. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah pada Tn. S adalah risiko perilaku kekerasan.
Sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Fitriana tahun 2005, sebenarnya masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori ; halusinasi dengar antara lain : Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan, Isolasi sosial : menarik diri, Defisit perawatan diri : Mandi/kebersihan, Perubahan proses pikir : Waham, Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif, Kerusakan komunikasi verbal, Gangguan pola tidur , Koping individu tidak efektif. Namun dari analisa data diatas hanya muncul tiga masalah keperawatan dengan prioritas utama gangguan persepsi sensori ; halusinasi dengar, harga diri rendah, dan risiko perilaku kekerasan. Hal ini karena Tn. S tidak menunjukkan data subjektif dan objektif yang menunjang diagnosa Isolasi sosial : menarik diri, Defisit perawatan diri : Mandi/kebersihan, Perubahan proses pikir : Waham, Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif, Kerusakan komunikasi verbal, Gangguan pola tidur.
Langkah keempat adalah perencanaan. Penulis menggunakan perencanan keperawatan jiwa dari teori yang dikemukaan oleh Budi Anna Keliat, dkk tahun 2005 yang mengungkapkan perencanana keperawatan jiwa terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana intervensi. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosis. Tujuan khusus berfokus pada etiologi dari diagnosis. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang dicapai atau dimiliki klien. Tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu: kemampuan kognitif, kemampuan psikomor, dan kemampuan afektif.
Langkah selanjutnya adalah implementasi. Implementasi merupakan tindak lanjut secara nyata dari apa yang telah direncanakan dalam langkah sebelumnya. Pada dasarnya, tindakan keperawatan terdiri dari tindakan observasi dan monitoring, terapi keperawatan, pendidikan kesehatan dan tindakan kolaborasi (Budi Anna Keliat, dkk, 2005 : 16). Pada kasus Tn. S, implementasi yang diberikan belum sesuai dengan perencanaan. Intervensi hanya terbatas klien saja belum memanfaatkan sistem pendukung keluarga. Ini merupakan salah satu masalah yang menghambat tercapainya tujuan asuhan keperawatan. Selain itu implementasi yang dilakukan hanya fokus pada satu masalah belum mencakup semua masalah yang ada.
Langkah terakhir yang dilakukan merupakan evaluasi yaitu langkah berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Dalam hal ini evaluasi yang dilakukan oleh penulis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir. Evaluasi formatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien dengan tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar