Jumat, 27 April 2012

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) MASTOIDITIS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami pemecahan membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian mengalami nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat antibiotik.

Dari catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang Januari 2004 sampai Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun termuda 5 tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita 46,3%).(anonim, 2008)

Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab yang hampir sama dengan penyebab otitis media akut. Bila tidak segera tertangani akan terjadi komplikasi serius seperti meningitis dan abses otot.

Kelompok mencoba memaparkan tentang konsep mastoiditis beserta asuhan keperawatannya dengan harapan dapat berguna bagi mahasiswa maupun praktisi kesehatan sebagai salah satu sumber referensi.

1.2 Rumusan Masalah

Apa konsep teori dari mastoiditis dan bagaimana proses keperawatan klien dengan mastoiditis?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan tentang konsep dan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien dengan mastoiditis.

1.3.2 Tujuan Khusus

  1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari mastoiditis
  2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari mastoiditis
  3. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari mastoiditis
  4. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari mastoiditis
  5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari mastoiditis
  6. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari mastoiditis, meliputi :
    1. Pengkajian
    2. Diagnosa keperawatan
    3. Perencananaan Intervensi Keperawatan
    4. WOC

1.4 Manfaat

Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan mastoiditis, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan terjadi peradangan tulang (osteitis) dan pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak,yang akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang lemah biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses superiosteum ( Sumber, tahun)

2.2 Etiologi

Menurut Reeves (2001: 19) etiologi mastoiditis adalah:

  1. Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid
  2. Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut

Menurut George (1997: 106) etiologi mastoiditis antara lain:

  1. Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya
  2. Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut yaitu streptococcus pnemonieae.

Bakteri penyebab lain ialah Streptococcus hemolytikus (60%), Pneumococcus (30 %), staphylococcus albus, Streptococcus viridians, H. Influenza

2.3 Manifestasi Klinis

Menurut George (1997: 106) manifestasi klinis pada penderita mastoiditis antara lain:

  1. Demam biasanya hilang dan timbul.
  2. Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam telinga, dan mengalami nyeri tekan pada mastoid.
  3. Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran.
  4. Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas sebaseus (lemak).
  5. Dinding posterior kanalis menggantung.
  6. Pembengkakan postaurikula.
  7. Temuan radiologis yaitu adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabukulasi normal sel-sel tersebut.
  8. Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau.

2.4 Patofisiologi

Mastoiditis umumnya disebabkan oleh Infeksi oleh streptococcus (60%), pneumococcus (30%), staphylococcus aureus/albus, s. viridians, H. influezae. Bakteri ini menyerang telinga bagian luar kemudian menjalar ke cavum tympani. Cavum tympani mengalami peradangan. Eksudat mulai terakumulasi. Kemudian infeksi menjalar ke tulang mastoid, mastoid menjadi meradang. Peradangan mastoid ini bisa menjadi 4 macam yaitu jenis I yaitu mastoiditis disertai nanah dan jaringan granulasi, jenis II mastoiditis dan kolesteatom, mastoiditis campuran (campuran jenis 1 dan 2), Mastoiditis yang sklerotik .

Bila mastoiditis ini terus berlanjut maka akumulasi eksudat dan nanah semakin meningkat, kemudian dapat menimbulkan edema dan ulserasi dibeberapa tempat. Akibat selanjutnya eksudat dan nanah menekan pembuluh darah dan penekanan ini menyebabkan nekrosis dan granulasi ruang abses. Tulang bagian dalam juga bisa mengalami peradangan (osteitis). Peningkatan akumulasi eksudat di telinga bagian dalam. Eksudat bercampur nanah mencoba mencari jalan keluar. Komplikasi selanjutnya abses subperiosteum.

2.5 Penatalaksanaan

Terapi

Harus segera dilakukan, dan pemberian antibiotik secara IV dan per oral dalam dosis besar, karena organisme penyebabnya mungkin Streptococcus β-hemoliticus atau Pneumococcus. H .influenza. Tetapi harus juga sesuai dengan hasil test kultur dan hasil resistensi.

Pembedahan

Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi diperlukan jika tidak ada respon terhadap pengobatan antibiotik selama beberapa hari. Mastoidektomy radikal/total yang sederhana atau yang dimodifikasi dengan tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-lihkan ossicles dan membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran. Seluruh jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar ke bagian yang lain.

Beberapa komplikasi dapat timbul bila bahan yang terinfeksi belum dibuang semuanya atau ketika ada kontaminasi dari struktu/bagian lain diluar mastoid dan telinga te-ngah. Komplikasi mastoiditis meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial wajah (syaraf-syaraf kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan klien untuk melihat ke arah sam-ping/lateral (syaraf kranial VI) dan menyebabkan mulut mencong, seolah-olah ke samping (syaraf kranial VII). Komplikasi-komplikasi lain meliputi vertigo, meningitis, abses otak, otitis media purulen yang kronis dan luka infeksi.

Mastoidektomi

  1. Mastoidektomi Sederhana

Masteidoktomi sederhana adalah tindakan membuka kortek mastoid dari arah permukaan luarnya, membuang jaringan patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan lunak, menemukan antrum dan membuka aditus ad-antrum bila tersumbat. Masteidoktomi simple yang lengkap harus membuang seluruh sel-sel mastoid termasuk yang di sudut sino-dura, sel mastoid di tegmen mastoid, dan sampai seluruh sel-sel mastoid di mastoid tip. Pada mastoidektomi simple untuk OMSK, jarang sekali dibutuhkan mastoidektomi simple lengkap, cukup hanya membuang jaringan patologik dan membuka aditus ad antrum bila tersumbat, sedangkan sel pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu dibuang.

Dibedakan menjadi :

  1. Operasi pada jaringan lunak

Operasi pada jaringan lunak tergantung pendekatan yang akan dipakai, apakah enaural atau retroartikuler.

  1. Operasi pada bagian tulang

Mastoidektomi simple adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid dengan tetap memperetahankan keutuhan tulang dinding belakang liang telinga.

  • Mastoidektomi Superfisial

Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang telinga, linea temporalis, spina Henle, segitiga Mc.Ewen, prosesus mastoid.pada tahap ini mata bor yang dipakai adalah mata bor yang paling besar. Sebelum pengeboran, permukaan tulang diirigasi lebih dahulu agar serbuk tulang tidak bertebangan. Irigasi juga berguna untuk meredam panas yang ditimbulkan gesekan mata bor dengan tulang.

  • Mastoidektomi dalam

Antrum Mastoid

Antrum mastoid adalah ruang di rongga mastoid yang harus dituju pada setiap mastoidektomi karena ruangan ini berhubungan langsung dengan aditus ad antrum yang menghubungkan rongga mastoid dengan kavum timpani. Dengan melanjutkan pengeboran langsung di belakang liang telinga dengan menjaga dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis, juga dengan melakukan pengeboran di rongga mastoid bertepatan dengan tegmen mastoid, maka di sebelah dalam segitiga imajiner Mc.Ewen akan ditemukan antrum mastoid.

Aditus ad Antrum

Aditus ad antrum dapat ditemukan dengan menyusuri bagian anterior-superior pertemuan dinding belakang liang telinga dengan tegmen mastoid.

Fosa Indikus

Fosa indikus paling mudah dicapai dengan mengebor bagian tulang prosesus zigomatikus yang menutupi antrum.

2. Mastoidektomi Radikal dan Timpanoplasti dinding runtuh

Timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down tympanoplasty, modified radical mastoidectomy, open method tympanoplasty) adalah modifikasi dari mastoidektomi radilkal. Mastoidektomi radikal yang klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan dinding belakang liang telinga, pembersihan seluruh sel mastoid yang mempunyai drainage ke kavum timpani, yaitu pembersihan total sel-sel mastoid di sudut sino-dura, di daerah segitiga Trautman. Mukosa kavum timpani juga dibuang seluruhnya, muara tuba eustachius ditutup dengan tandur jaringan lunak. Maksud tindakan ini adalah untuk membuang seluruh jaringan patologis dan meninggalkan kavitas operasi yang kering. Mukosa sel-sel mastoid atau kavum timpani yang tertinggal akan meninggalkan kavitas operasi yang basah yang rentan terhadap peradangan.

Pada timpanoplasti dinding runtuh, seperti pada mastoidektomi radikal, maka diusahakan pembersihan total sel-sel mastoid. Bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba eustachius tetap dipertahankan, bahkan dibersihkan agar terbuka bila tertutup jaringan patologis. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasila m.temporalis baik berupa tandur (free fascia graft) ataupun sebagai jabir fasia m.temporalis. Dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.

Perawatan Post Operasi

Rendaman antiseptik gauze (An Antiseptic-Soaked Gauze), seperti Iodoform gauze (Nuga-uze), dibalut didalam kanal auditori. Apabila dilakukan insisi postauricular atau endaural, dressing luar ditempatkan diatas tempat operasi. Dressing dijaga/dipertahankan kebersih-an dan kekeringannya. Perawat menggunakan teknik steril ketika mengganti dressing. Klien tetap dalam posisi datar dengan telinga diatas, pertahankan sedikitnya selama 12 jam post operasi. Terapi antibiotik profilaksis digunakan untuk mencegah kekambuhan. Umumnya klien melaporkan mengalami kemajuan setelah balutan pada kanal dilepaskan. Sampai saat itu, perawat menggunakan teknik komunikasi khusus karena adanya gangguan pendengaran pada klien dan melakukan percakapan langsung pada telinga yang tidak terganggu. Perawat melatih klien mengenai perawatan post operasi

2.6 Asuhan Keperawatan

2.6.1 Pengkajian

  1. Keluhan utama

Rasa nyeri di telinga.

  1. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang timbul.

  1. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.

  1. Pemeriksaan fisik
    1. Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi)
    2. Kemerahan pada kompleks mastoid
    3. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir dari telinga tengah ke auditory canal
    4. Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan)
    5. Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah)
    6. Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lain
    7. Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnya

  1. Pemeriksaan Penunjang
  2. Laboratorium

Spesimen dari sel mastoid diperoleh selama operasi dan myringotomy cairan. Specimen tersebut harus dikirim untuk kultur kedua bakteri aerobik dan anaerobic, Gram staining, dan asam-cepat staining.

b . CT Scan dan MRI

untuk mengetahui perubahan pada sel udara mastoid

c. Tympanocentesis dan myringotomy Myringotomy mungkin awalnya dilakukan, diikuti dengan terapi antibiotik.

d. Culturing cairan telinga tengah sebelum antimicrobial therapy adalah keharusan.

  1. Review Of System pada klien Mastoiditis
    1. B1 Breath : -
    2. B2 Blood : sekresi nanah
    3. B3 Brain : pusing
    4. B4 Bladder : -
    5. B5 Bowel : mual
    6. B6 Bone : nyeri pada tulang mastoid

2.6.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada mastoiditis antara lain:

  1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi
  2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
  3. Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan pendengaran.
  4. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
  5. Resiko cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
  6. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.

2.6.3 Intervensi

  1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi

Kriteria Hasil : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang

b. Skala nyeri turun

c. Wajah pasien tampak rileks

No

Intervensi

Rasional

1.

Kaji ulang skala nyeri, lokasi, intensitas

Mengetahui ketidakefektifan intervensi

2.

Berikan posisi yang nyaman

Mengurangi nyeri

3.

Ajarkan teknik relaksasi dan ciptakan lingkungan yang tenang

Mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri dan mengurangi nyeri

4.

Kolaborasi pemberian analgesik, antibiotika, dan anti inflamasi sesuai indikasi

Dapat mengurangi nyeri, membunuh kuman dan mengurangi peradangan sehingga mempercepat penyembuhan

  1. 2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh dapat normal (360-370C)

Kriteria Hasil : a. Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)

b. Kulit tidak teraba hangat

c. Wajah tidak tampak merah

d. Tidak terjadi dehidrasi

No

Intervensi

Rasional

1.

Pantau input dan output

Untuk mengetahui balance cairan pasien

2.

Ukur suhu tiap 4-8 jam

Untuk mengetahui perkembangan klien

3.

Ajarkan kompres hangat dan banyak minum

Untuk menurunkan panas tubuh dan mengganti cairan tubuh yang hilang

4.

Kolaborasi dengan pemberian antipiretik

Untuk menurunkan panas

  1. 3. Perubahan sensori/ persepsi (auditoris) berhubungan dengan kerusakan pendengaran

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu mendengar dengan baik

Kriteria Hasil : a. Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum

b. Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat

No

Intervensi

Rasional

1.

Kaji tentang ketajaman pendengaran

Menentukan seberapa baik tingkat pendengaran klien

2.

Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang tepat

Untuk menjamin keuntungan maksimal

3.

Bantu pasien berfokus pada semua bunyi di lingkungan dan membicarakannya hal tersebut

Untuk memaksimalkan pendengaran

  1. 4. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko infeksi dapat hilang atau teratasi

Kriteria Hasil : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

No

Intervensi

Rasional

1.

Observasi keadaan umum pasien selama 24 jam

Mengetahui keadaan umum pasien

2.

Anjurkan pentingnya cuci tangan

Mencegah penularan penyakit

3.

Ajarkan prosedur mencuci telinga luar

Mencegah infeksi berlanjut

4.

Kolaborasi pemberian antibiotik profilaksis

Agar dapat membunuh kuman, sehingga tidak menularkan penyakit terus-menerus

  1. Resiko cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi cidera

Kriteria Hasil : pasien tidak mengalami cidera fisik

No

Intervensi

Rasional

1.

Cegah infeksi telinga berlebih

Agar kerusakan penedengaran tidak meluas

2.

3.

4.

Meminimalkan tingkat kebisingan di unit perawatan intensif

Lakukan upaya keamanan seperti ambulasi terbimbing

Kolaborasi dengan pemberian obat antiemetika

Berhubungan dengan kehilangan pendengaran

Untuk mencegah pasien jatuh akibat gangguan keseimbangan

Mengurangi nyeri kepala sehingga terhindar dari jatuh

  1. 6. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ansietas berkurang

Kriteria Hasil : a. Menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping, kontra impuls, penahanan mutilasi diri secara konsisten dan substansial

b. Menunjukkan ketrampilan interaksi sosial yang efektif

No

Intervensi

Rasional

1.

Informasikan pasien tentang peran advokat perawat intra operasi

Kembangkan rasa percaya/ hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan kontrol pada lingkungan yang asing

2.

Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukan penundaan prosedur pembedahan

Rasa takut yang berlebihan/ terus-menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan, risiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap prosedur/ zat-zat anestesi

3.

Cegah pemajan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun pada tulang operasi

Pasien akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri dan ketidakmampuan untuk melatih kontrol

4.

Berikan petunjuk/ penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang

Ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat pasien menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit

5.

Kontrol stimulasi eksternal

Suara gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas

6.

Berikan obat sesuai petunjuk, misal; zat-zat sedatif, hipnotis

Untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum pembedahan; meningkatkan kemampuan koping

2.6.4 WOC

DOWNLOAD : WOC MASTOIDITIS

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan terjadi peradangan tulang (osteitis) dan pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak,yang akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang lemah biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses superiosteum.

3.2 Saran

Penulis menghimbau kepada semua pembaca agar selalu menjaga kebersihan telinga dari virus agar kuman, sebaliknya apabila seorang terkena otitis harus diobati secara tuntas agar tidak terjadi infeksi pada prosesus mastoiditis yang dapat komplikasi yang lebih parah.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesahatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Reeves, C.J.2001.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, S. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

Wilkinson, J. M. 2007. Buku Ajar Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC


DI APLOAD DI RSUD VVIP UPAYA WALUYA JOMBANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar