A. Definisi
Respiratory
Distress Syndrome ( RDS ) adalah perkembangan yang imatur pada system
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD).
( Suriadi, 2001 ).
Sindrom
Distres Pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD).
B. Etiologi
Dihubungkan
dengan usia kehamilan, semakin muda seorang bayi, semakin tinggi Resiko
RDS sehingga menjadikan perkembangan yang imatur pada system pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
RDS
terdapat dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan,
insidens meningkat pada bayi dengan factor-faktor tertentu, misalnya:
ibu diabetes yang melahirkan bayi kurang dari 38 minggu, hipoksia
perinatal, lahir melalui seksio sesaria.
ARDS
berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.
C. Faktor Resiko
1. Trauma langsung pada paru
· Pneumoni virus,bakteri,fungal
· Contusio paru
· Aspirasi cairan lambung
· Inhalasi asap berlebih
· Inhalasi toksin
· Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung
· Sepsis
· Shock
· DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
· Pankreatitis
· Uremia
· Overdosis Obat
· Idiophatic (tidak diketahui)
· Bedah Cardiobaypass yang lama
· Transfusi darah yang banyak
· PIH (Pregnand Induced Hipertension)
· Peningkatan TIK
· Terapi radiasi
D. Patofoisiologi
Berbagai
teori telah ditemukan sebagai penyebab kelainan ini. Pembentukan
substansi surtaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah
satu teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang memegang
peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang
terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak. Senyawa utama zat tersebut
ialah lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan
mencapai maksimum pada minggu ke35. Peranan surfaktan ialah untuk
merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps
dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi.
Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membran
hialin menyebabkan kemanapun paru untuk mempertahankan stabilitasnya
terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga
untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks
yanglebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps
paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi
hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan :
1. oksigenasi
jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik dengan
penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan
terjadinya asidosis metabolic pada bayi.
2. kerusakan
endotel kapiler dan apitel duktus dan alveolaris yang akan menyebabkan
terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan
selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik
membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan
atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke
jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya pembentukan subtansi surfaktan.
E. Manifestasi Klinik
1. Pernafasan cepat (takipneu)
2. Pernafasan cuping hidung
3. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
4. Sianosis sejalan dengan hipoksemia
5. Peningkatan jumlah pernapasan
6. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
7. Hipotensi sistemik ( pucat perifer, edema, pengisian kapiler tertunda lebih dari 3 sampai 4 detik )
8. Penurunan keluaran urine
9. Penurunan suara nafas dengan ronkhi
10. Takhikardi pada saat terjadinya asidosis dan hipoksemia
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Thoraks
a. Pola retikulogranular difus bersama bronkhogram udara yang saling tumpah tindih.
b. Tanda paru sentral, batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.
c. Kemungkinan terdapat kardoimegali bila system lain juga terkena ( bayi dari ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif )
d. Bayangan timus yang besar
e. Bergranul merata pada bronkhogram udara, yang menandakan penyakit berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.
2. Gas
Darah Arteri menunjukkan asidosis respiratory dan metabolic yaitu
adanya penurunan pH, penurunan PaO2, dan peningkatan paCO2, penurunan
HCO3.
3. Hitung darah lengkap
4. Perubahabn elektrolit, cenderung terjadi penurunan kadar: kalsium, natrium, kalium dan glukosa serum.
G. Komplikasi
1. Pneumothorak
2. Pneumomediastinum
3. Hipotensi
4. Menurunnya pengeluaran urine
5. Asidosis
6. Hiponatremi
7. Hipernatremi
8. Hipokalemi
9. Disseminated intravaskuler coagulation ( DIC )
10. Kejang
11. Intraventricular hemorhagi
12. Infeksi sekunder
13. Murmur
H. Penatalaksanaan Terapeutik
a. Pemberian oksigen
b. Pertahankan nurtrisi adekuat
c. Pertahankan suhu lingkungan netral
d. Diit
60 kcal / kg per hari ( sesuaikan dengan protokol yang ada ) dengan
asam amino yang mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan
ketoasidosis endogenous.
e. Pertahankan PO2 dalam batas normal
f. Intubasi bila perlu dengan tekanan ventilasi positif
- Penatalaksanaan Medis
Ø Tujuan Terapi
· Support pernapasan
· Mengobati penyebab jika mungkin
· Mencegah komplikasi.
Ø TERAPI :
1 Memberikan
lingkungan yang optimal. Suhu tubuh harus selalu diusahakan agar tetap
dalam batas normal ( 36,50-37 C ) dengan cara meletakkan bayi dalam
incubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat ( 70-80 )
2 Pemberian oksigen
Pemberian
oksigen harus hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi
premature. Untuk mencegah timbulnya komplikasi tersebut pemberian O2
sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah. Rumatan PaO2 antara 59-80 mmHg dan paCO2 antara 40 dan 50 mmHg, dengan rumatan O2 2L.
· Intubasi untuk pemasangan ETT
· Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure) untuk mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
· Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator
3 Pemberian cairan dan elektrolit
Pada
permulaan diberikan glucose 5-10% 60-125 ml/kg BB/hari. Asidosis yang
selalu dijumpai. Harus segera dikoreksi dengan NaHCO3 secara intravena,
dengan rumus pemberian : NaHCO3 ( mEq ) = Defisit basa X 0,3 X BB bayi.
4 Obat-obatan
o Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :
- Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantungv & tekanan darah.
- Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Untuk mencegah
infeksi sekunder, dapat diberikan penissilin dengan dosis 50000-100000
U/kg BB/hari dengan atau tanpa gentamicin 3-5/kgBB/hari.
- Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan stabilitas membran paru.
- Kemajuan
terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan eksogen
melalui endrokhael tube. Obat ini sangat efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar