Jumat, 05 April 2013

askep hiperbilirubin




A.  Pengertian
1.    Ikterus
Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan ikterus sinonim dengan jaundice.
2.    Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.       Timbul pada hari kedua – ketiga
b.      Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
c.       Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
d.      Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
e.       Ikterus hilang pada 10 hari pertama
f.          Tidak mempunyai dasar patologis
3.    Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a.       Menurut Surasmi (2003) bila :
1)      Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
2)      Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
3)      Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan
4)      Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis)
5)      Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
b.      Menurut tarigan (2003)
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %.
4.    Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.
·      Jenis Bilirubin
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a.       Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
b.      Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
·      Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1.      Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
ü  Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
ü  Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
ü  Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
2.      Ikterus yang timbul 24  -   72 jam sesudah lahir.
ü  Biasanya Ikterus fisiologis.
ü  Masih ada kemungkinan inkompatibilitas  darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga   kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi  5mg% per 24 jam.
ü  Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
ü  Polisetimia.
ü  Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan   Hepar, sub kapsula dll).
3.      Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
ü  Sepsis.
ü  Dehidrasi  dan Asidosis.
ü  Defisiensi  Enzim G6PD.
ü  Pengaruh obat-obat.
ü  Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4.      Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
ü  Karena ikterus obstruktif.
ü  Hipotiroidisme
ü  Infeksi.
ü  Hepatitis Neonatal.
ü  Galaktosemia.
B.  Etiologi
1.      Peningkatan produksi
a.       Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
b.      Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
c.       Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
d.      Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
e.       Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid)
f.       Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR
g.      Kelainan congenital
2.      Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3.      Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.
4.      Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
5.      Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

C.  Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, dan hipoksia.
D.  Tanda dan gejala
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi:
1.      Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.      Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
E.   Pemeriksaan Diagnostik
1.      Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan  morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil).
Beberapa sumber menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu. 
2.      Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
3.      Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.
F.   Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1.      Menghilangkan anemia
2.      Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
3.      Meningkatkan badan serum albumin
4.      Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
a.       Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati.
 Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
b.      Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
1)      Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2)      Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3)      Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4)      Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5)      Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6)      Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7)      Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi pengganti digunkan untuk:
1)      Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
2)      Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3)      Menghilangkan serum ilirubin
4)      Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
c.       Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.
G.  Komplikasi
1.      Bilirubin Encephalopathy ( komplikasi serius )
Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang disebabkannya.
2.      Kernikterus
3.      Retardasi mental - Kerusakan neurologis
4.      Gangguan pendengaran dan penglihatan
H.  Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1.        Pengawasan antenatal yang baik 
2.        Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masakehamilan dan kelahiran, contoh: sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
3.        Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4.        Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5.        Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir 
6.        Pemberian makanan yang dini.
7.        Pencegahan infeksi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI HIPERBILIRUBIN
A.  Pengkajian
1.      Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan karena pengaruh pregnanediol
a.    Riwayat kelahiran
       Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan merupakn predisposisi terjadinya infeksi
       Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia), acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
       Bayi dengan apgar score renddah memungkinkan terjadinya (hypoksia), acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
       Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh (hepar).
b.    Pemeriksaan fisik
1)   Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
2)   Kepala leher
       Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
       Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
3)   Dada
       Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda peningkatan frekuensi nafas.
       Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi
4)   Perut
       Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi. Gangguan Peristaltik  tidak diindikasikan photo terapi.
       Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat  gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik
       Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
5)   Urogenital
       Urine kuning dan pekat.
       Adanya faeces yang pucat / acholis / seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran empedu
6)   Ekstremitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
7)   Kulit
       Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas menurun.
       Perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
8)   Pemeriksaan Neurologis
Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lain menunjukkan adanya tanda – tanda kern - ikterus
c.    Pemeriksaan Penunjang
1)   Darah : DL, Bilirubin > 10 mg %
2)   Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
3)   Sekrening enzim G6PD menunjukkan adanya penurunan
4)   Screnning Ikterus melalui metode Kramer dll
5)   Skreening ikterus melalui matode kremer.
B.  Diagnosa keperawatan
1.    Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.
2.    Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi
3.    Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
4.    Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan
5.    Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi
6.    Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi
7.    Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar
C.  Rencana keperawatan
1.      Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi :
Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air diantara menyusui atau memberi botol.
2.      Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi :
Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5° - 37° C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3.      Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi :
Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
4.      Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan
Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi :
Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya.
5.      Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah.
6.      Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi
Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi
Intervensi :
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.
7.      Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program.
D.  Prinsip Tindakan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncakan oleh perawat. Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan  yang lain, keluarga klien,  dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal :
1.    Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.
2.    Mengidentifikasi respon klien.
3.    Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien.
E.   Prinsip Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
Adapun evaluasi bayi dengan hiperbilirubin dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perencanaan yang diberikan pada bayi dengan hiperbilirubin.
 Daftar Pustaka
FKUI .1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: EGC.
Ladewig, patricia,dkk.2006. Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir  Edisi 5. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk  Pendidikan Bidan.Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI.
Ngatisyah.2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Surasmi,Asrining,dkk.2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar