BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
belakang
Usia lanjut merupakan
suatu kejadian yang fisiologis dan pasti dialami oleh orang yang dikarunia usia
panjang hal ini tidak bisa dihindari
oleh siapapun .Pada usia lanjut akan terjadi penurunan pada sistem tubuh .Sehingga
banyak sekali permasalahan yang terjadi salah satunya adalah resiko infeksi.
Infeksimerupakan
kolonisasi yang dilakuakan spesies asing ( patogen ) terhadap organisme.dan
membahayakan inang menganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat luka kronik , gangren ,
kehilangan organ tubuh bahkan kematian.
Jumlah lansia saat
ini sekitar 16,5 juta termasuk didalamnya lansia yang masih potensial, dan
jumlah tahun ketahun terus meningkat menurut dirjen pelayananrehabilitasi
sosial ( yanrehsus ) .Depsos, Makmur
sanusi pada konfrensi pers dalam rangka hari lanjut usia Nasional ( HLUN ) Th 2009 di jakarta ,jum at (22/5 ).
Namun
para lansia
( Lanjut usia ) tidak usah berkecil hati tetapi harus tetap optimis
karena kesehatan akan tercapai apabila mereka selalu menjaganya oleh
karena itu kita selalu memelihara dan menyanyangi kesehatan.
1.2. Rumusan
masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas maka dapat ditemukan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana teori lansia ?
2.
Apa pengertianinffeksi ?
3.
Apa yang dimaksud TB yang
merupakan infeksi ?
4.
Bagimana asuhan keperawatan lansia dengan
infeksi ?
1.3. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah
1.
Mengetahui asuhan
keperawatan pada lansia dengan infeksi
2.
Memenuhi tugas materi keperawatan gerontik
BAB 11
PEMBAHASAN
2.1
Teori
lansia ( lanjut usia )
2.1.1
Pengertian Lansia
Lanjut usia ataupun yang sering disebut senescance adalah merupakan
suatu periode dari renteng kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau
penurunan fungsi tubuh , biasanya mulai pada usia untuk individu yang berbeda (
papalia, 2001 )
a. Primary aging
Merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan fisik yang terjadi
secara bertahap dan bersifat inevitable ( tidak dapat dihindari )
b. Secondery aging
Merupakan dari hasil dari
penyakit ,Abase, dan disuse pada tubuh yang sering kali dapat dihindari dan
dikontrol oleh induvidu dibandingan dengan premary aging ex pola makan yang
baik menjaga kebugaran fisik dll.
Sedangkan proses menua yang lain yaitu teori teori biologis. Teori
bilogis adalah sebagai berikut :
1. Teori genetik dan mutasi
Maksud teori adalah menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies2 tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
dipengaruhi oleh molekul2/DNA setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi contoh penurunan kemampuan
fungsional sel.
2. Pemakian dan rusak
Kelebihan
usaha dan stres menyebebkan sel2 lelah ( terpakai )
3. Reaksi kekebalan tubuh ( Atauimmune theory )
didalam proses metabolisme tubuh, memproduksi zat khusus. Ada jaringan tubuh yang tidak tahan terhadap
zat tersebut sehingga jaringan menjai lemah dan sakit
4. Teori immun menjadi efektif dengan bertambahnya
usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan organ tubuh
5. Teori stres menua terjadi akibat hilangnya sel
sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tubuh dapat mempertahankan
kesetbilan lingkungan internal kelebihan usaha dan stres yang menyebabkan sel
sel tubuh leleh terpakai
6. Teori radikal, radikal bebas dapat terbentuk
alam bebas tidak stbilnya bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahan bahan
organik seperti karbohidrat dan protein sehingga menyebabkan sel sel tidak
dapat regenerasi
7. Teori rantai silang reaksinya menyebabkan
kurangnya elastis kekakuan dan hilangnya fungsi
8. Teori program kemampuan organisme untuk
menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel sel tersebut mati.
2.1.2
Faktor yang mempengaruhi ketuaan (Nugroho 2000)
1. Hereditas
2. Nutrisi
3. Status pengalaman hidup
2.1.3
Klasifikasi usia lanjut :
Menurut organisasi kesehatan dunia lanjut
usia dikelompokkan:
a. Usia pertangahan ( Middle age ): 45-59 Th
b. Lanjut usia (erderly ): 60-74 Th
c. Lanjut usia tua ( old ) : 75-90 Th
d. Usia sangat tua ( Very old ) : lebih 90 Th.
2.1.4
Perubahan perubahan yang terjadi pada lansia pada dasarnya lansia
secara fisologis mengalami penurunan pada sistem.Tubuh baik itu respirsi ,
jantung, gastrointestinal, penglihatan, moskoloskeletal, indokrin, intugumen,
genetourinaria dll.
2.2
Teori
infeksi
2.2.1
Pengertian
·
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinisbaik lokal maupun sistemik
·
Infeksi penykit yng disebabkan karen masuknya bibit penyakitmenular
dari stu orang ke orang lainjadi orang yang sehat harus dihandarkan dari
oraang yang menderita penyakit dari golongan ini
2.2.2
Etiologi
Bakteri dan jasad hidup ( organisme ) kuman kuman ini menyebar dengan
berbagai cara dan vektor
2.2.3
Klasifikasi penyakit infeksi
1) Penyebab penyakit adalah bakteri ( jasad renik
atu kuman )
a. TBC → udara
b. Tetanus→Luka yang kotor
c. Mencret→ Lalat,air, tangan yang kotor
d. Pnemoni→ Lewat batuk dan udara
e. Gonorrhe dan spilis→ hubungan kelamin
2)
Penyebab adalah virus
a.
Salesma, influinsa, campak, gondok, yang ditularkan dari
batuk , udara dan lalat
b.
Rabies : Melalui gigitan binantang
c.
Penyakit melalui sentuhan
3)
Jamur, kurap kutu air dan gatal pada lipatan
paha→sentuhan atau pakaian yang dipai secara bergantian
4)
Parasit internal:
Disentri→ Kotoran ke mulut
Malaria→ Melalui gigitan nyamuk
5)
Parasit eksternal
Kutu rambut, kutu hewan kutu busuk, berupa kudus
penularannya dari orang yang terinfeksi dan pakaian yang bergantian.
2.2.4
Penatalaksanaan
·
Mencuci tangan setelah kontak dengan kotoran
·
Memakai celemek, sepatu, handscon, saat bertemu pasien
yang rawan menularkan infeksi
·
Masker
·
Pemakaian anti biotik akan tetapi juga memiliki efek
samping. Yang diperlu diperhatiakan:
1. Reaksi efek pera
2. Menganggu keseimbangan alami
3. Kekebalan terhadap penyakit
2.3 Teori penyakit TBC
2.3.1
Pangertian
Penyakit infeksi kronis
dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru.
2.3.2
Etiologi
Mycobacterium
tuberkulosis (Amin, M.,1999).
Faktor Resiko
Ü Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika,
Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.
Ü Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia
lain yang menimbulkan penurunan status kesehatan.
Ü Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
Ü Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip,
terapi steroid & kemoterapi kanker.
2.3.3
Patofisiologi
Mycobacterium TBC
Masuk jalan napas
Tinggal di Alveoli
Tanpa infeksi
Inflamasi disebar
oleh limfe
Fibrosis Timbul
jar. Ikat sifat
Elastik
& tebal.
Kalsifikasi
- Batuk Alaveolus tidak
- Spuntum purulen Exudasi kembali saat
- Hemoptisis ekspirasi
- BB menurun Nekrosis/perkejuan
Gas
tidak dapat
Kavitasi berdifusi dgn. Baik.
Sesak
Kuman
Infeksi primer
Sembuh total Sembuh dgn. Sarang Komplikasi
ghon - Menyebar ke seluruh
tubuh
scr. Bronkhogen,
limphogen, hematogen
Infeksi
post primer
Kuman dormant
Muncul bertahun kemudian
Diresorpsi kembali/sembuh Membentuk jar. keju Sarang meluas
Jika dibatukkan sembuh dgn.
membentuk kavitas. Jar. Fibrotik
.
Kavitas meluas Memadat & membungkus diri
Bersih & menyembuh
Membentuk sarang tuberkuloma
2.3.4
Gejala Klinis
1. Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C,
seperti demam influensa.
2. Batuk (kering, produktif, kadang-kadang
hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
3. Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah
bagian paru.
4. Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
5.
Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang,
nyeri otot, keringat malam.
2.4
ASUHAN
KEPERAWATAN
2.4.1
Pengkajian (Doegoes, 1999)
1. Aktivitas /Istirahat
-
Kelemahan umum dan kelelahan.
-
Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
-
Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
-
Mimpi buruk.
-
Takikardia, takipnea/dispnea.
-
Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2. Integritas Ego :
-
Perasaan tak berdaya/putus asa.
-
Faktor stress : baru/lama.
-
Perasaan butuh pertolongan
-
Denial.
-
Cemas, iritable.
3. Makanan/Cairan :
-
Kehilangan napsu makan.
-
Ketidaksanggupan mencerna.
-
Kehilangan BB.
-
Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
4. Nyaman/nyeri :
-
Nyeri dada saat batuk.
-
Memegang area yang sakit.
-
Perilaku distraksi.
5. Pernapasan :
-
Batuk (produktif/non produktif)
-
Napas pendek.
-
Riwayat tuberkulosis
-
Peningkatan jumlah pernapasan.
-
Gerakan pernapasan asimetri.
-
Perkusi : Dullness, penurunan
fremitus pleura terisi cairan).
-
Suara napas : Ronkhi
-
Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6. Kemanan/Keselamatan :
-
Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
-
Demam pada kondisi akut.
7. Interaksi Sosial :
-
Perasaan terisolasi/ditolak.
2.4.2
Diagnosa
Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan
dengan sekresi yang kental/darah.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar-kapiler.
3.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan
pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
2.4.3
Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan
napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas
efektif.
Kriteria hasil :
Ü Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan
peningkatan pertukaran udara.
Ü Mendemontrasikan batuk efektif.
Ü Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang
efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat
pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah
melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak
mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih
luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas
dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5.
Tahan napas selama 3 - 5 detik
kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua ,
tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume
udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien
batuk.
R/
Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan
viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan
cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan
dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik
setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa
kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter,
radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo
toraks.
R/ Expextorant untuk
memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
Diagnosa Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Ü Memperlihatkan frekuensi
pernapasan yang efektif.
Ü Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada
paru.
Ü Adaptive mengatasi
faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1.
Berikan posisi yang
nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk
duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi
maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2.
Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
4.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau
kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi
hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea
atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Ü Menyebutkan makanan mana
yang tinggi protein dan kalori
Ü Menu makanan yang disajikan habis
Ü Peningkatan berat badan
tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1.
Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien
memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki
kepatuhan teraupetik.
2.
Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut
menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali
sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat
menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4.
Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam
sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan
napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang
disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan
kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6.
Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen
berikut
a.
Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b.
Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan,
daging).
c.
Thiamine (kacang-kacang, buncis,
oranges).
d.
Zat besi (jeroan, buah yang
dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus
ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin
karena kerusakan jarinagn hepar.
7.
Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi
nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan
suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi merupakan adanya suatu
organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis
baik lokal maupun sistemik sehingga rentan sekali terjadi infeksi karena pada
lansia banyak mengalami penurunan system organ dalam tubuh. Oleh karena itu
kami harapkan pada keluarga maupun tim kesehatan untuk selalu memperhatikan
kesehatannya.
3.2 Saran dan Kritik
Dalam hal ini penulis menyadari bahwa
penyusunan makalah masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharap kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat konstruktif. Semoga
makalah ini membawa maneaat bagi kita semua. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya
:Airlangga Univerciti Press
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
(2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta
Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
KATAPENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
mampu menyelesaikan makalah askep infeksi pada lansia dengan baik.
Terima kasih
kepada koordinator mata ajar gerontik yang telah mamberikan kesempatan kepada
kami untuk memahami lebih dalam tentang askep infeksi pada lansia.
Kepada
teman-teman yang turut membantu menyusun makalah ini tak lupa kami ucapkan
terima kasih.
Terakhir
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang sebesarnya kepada mahasiswa
PSIK dan Program B khususnya.
Jombang, Desember 2009
Penyusun
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar