Selasa, 31 Oktober 2023

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE Aplikasi NANDA, NOC, NIC

 



ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN STROKE



A.   KONSEP PENYAKIT
1.      Pengertian
Stroke merupakan kelainan otak secara fungsional ataupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doenges, 2000). Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral, dan suatu gangguan neurologis fokal yang timbul akibat sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah serebral (Price & Wilson,1994). Stroke merupakan kehilangan fungsi otak akibat terhentinya suplai darah kebagian otak (Smeltzer & Bare, 2012).
Stroke adalah sindrom klinis yang timbul awal mendadak, progresif, cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung selama 24 jam. Efek yang akan terjadi yakni biasanya akan langsung menimbulkan kematian. Dan hal tersebut semata-mata disebabkan oleh pendarahan otak non traumatik (Mansjoer, 2001). Stroke mengacu kepada setiap neurologik mendadak akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price dan Wilson, 2006).
Stroke merupakan tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak baik lokal maupun menyeluruh yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan bisa menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2015).

2.      Epidemiologi stroke
Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke (American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Stroke merupakan penyebab utama kecacatan yang dapat dicegah (Ralph et all, 2013).
Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperlihatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian nomor satu pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Menurut Yayasan Stroke Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500.000 penduduk mengalami serangan stroke dan 25% di antaranya (125.000 penduduk) meninggal, sisanya mengalami cacat ringan maupun berat.
Di Indonesia, kecenderungan prevalensi stroke per 1000 orang mencapai 12,1 dan setiap 7 orang yang meninggal, 1 diantaranya terkena stroke (Depkes, 2013). Pada suatu survei di RS Vermont, stroke pada usia muda merupakan 8,5% dari seluruh pasien rawat; stroke perdarahan intraserebral didapatkan pada 41% pasien, dengan penyebab tersering adalah aneurisma, AVM (arteriovenous malformation), hipertensi, dan tumor. Perdarahan subaraknoid didapatkan pada 17% pasien, dan stroke iskemik terjadi pada 42% pasien. Angka kejadian stroke iskemik pada usia di bawah 45 tahun hanya sekitar 5% dari seluruh kejadian dari stroke iskemik (Primara & Amalia, 2015).

3.      Etiologi
Stroke terbagi dalam 3 penyebab antara lain:
a.    Trombosis serebral
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab utama dari trombosis serebral dan merupakan penyebab umum dari stroke (Smeltzer & Bare, 2002). Trombosis ditemukan angka 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis (Price 2005).
b.    Emboli Serebri
Embolisme serebri merupakan urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita stroke embolisme biasanya sangat mudah dibandingkan dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung (Prince 2005, 2013).
c.    Hemoragik
Hemoragik biasanya terjadi di luar durameter (hemoragik ekstra dural atau epidural) di bawah durameter (hemoragik subdural), diruang subarachnoid (hemoragik subarachnoid atau dalam substansial otak (hemoragik intra serebral) (Price 2005).

4.      Klasifikasi stroke
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala klinisnya, yaitu:
1.    Stroke Hemoragik adalah perdarahan serebral dan perdarahan subarachnoid, yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah ke otak pada area otak tertentu. Biasanya ini terjadi apabila saat melakukan aktivitas, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal yang akut dan biasanya disebabkan oleh pendarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, tetapi disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Widjaja 1994). Perdarahan otak dibagi dua yaitu:
1)    Perdarahan Intraserebral merupakan pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) karena hipertensi yang mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk masa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan tekanan intrakranial terjadi begitu cepat, yang dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan sereblum (Rohani, 2000).
2)    Perdarahan Subarachnoid merupakan perdarahan yang berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM yang pecah berasal dari pembuluh darah sirkulasi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono 1993). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid menyebabkan tekanan intrakranial meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemi sensorik, afasia, dll (Rohani, 2000).
2.    Stroke Non Hemoragik (Stroke Infark) merupakan iskemia atau emboli dan trombosis serebral, yang terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Dalam hal tersebut tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1)    TIA (Transient Ischaemic Attack)
Gangguan neurologis yang terjadi selama beberapa menit atau sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan sendirinya dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2)    Stroke Involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang, dimana gangguan neurologis terlihat maka akan semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan selama 24 jam atau beberapa hari.
3)    Stroke Komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Stroke komplit biasanya diawali oleh serangan TIA berulang.

3.    Patofisiologi
Otak mempunyai kecepatan metabolisme yang tinggi dengan berat hanya 2% dari berat badan, menggunakan 20% oksigen total dari 20% darah yang beredar. Pada keadaan oksigenisasi cukup terjadi metabolisme aerobik dari 1 mol glukosa dengan menghasilkan energi berupa 38 mol adenosin trifosfat (ATP) yang diantaranya digunakan untuk mempertahankan pompa ion (Na-K pump), transport neurotransmitter (glutamate, dll) ke dalam sel, sintesis protein, lipid dan karbohidrat, serta transfer zat-zat dalam sel, sedang menghasilkan energi 2 ATP dari 1 mol glukosa (Alireza, 2009). Keadaan normal aliran darah otak dipertahankan oleh suatu mekanisme otoregulasi kuang lebih 58 ml/100 gr/menit dan dominan pada daerah abu-abu, dengan mean arterial blood presure (MABP) antara 50-160 mmHg.
Mekanisme ini gagal bila terjadi perubahan tekanan yang berlebihan dan cepat atau pada stroke fase akut. Jika MABP kurang dari 50 mmHg akan terjadi iskemia sedang, jika lebih dari 160 mmHg akan terjadi gangguan sawar darah otak dan terjadi edema serebri atau ensefalopati hipertensif. Selain itu terdapat mekanisme otoregulasi yag peka terhadap perubahan kadar oksigen dan karbondioksida. Kenaikan kadar karbondioksida darah menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan kenaikan oksigen menyebabkan vasokontriksi. Nitrik-oksid merupakan vasodilator lokak yang dilepaskan oleh sel endotel vaskuler (Arbour et all, 2005).
Gangguan aliran darah otak akibat oklusi mengakibatkan produksi energi menurun, yang pada gilirannya menyebabkan kegagalan pompa ion, cedera mitokondria, aktivasi leukosit (dengan pelepasan mediator inflamasi), generasi radikal oksigen, dan kalsium dalam sel, stimulasi phospolipase dan protease, diikuti oleh pelepasan prostaglandin dan leukotrien kerusakan DNA dan sitoskeleton, dan akhirnya terjadi kerusakan membran sel. Perubahan komponen genetik mengatur unsur kaskade untuk mengubah tingkat cedera. AMPA (alpha amino 3 hidroksi 5 metil 4 isoxazole asam propionat) dan NMDA (N-metil d aspartat).
Tujuan utama dari intervensi adalah untuk memulihkan aliran darah nrmal otak sesegera mungkin dan melindungi neuron karena mengganggu atau memperlambat cascade iskemik. Studi menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET) menunjukkan bahwa iskemia akan cepat menghasilkan kerusakan jaringan otak yang permanen (ischemic core) dan dikelilingi oleh hipoksia tetapi berpotensi untuk diselamatkan (penumbra) bila segera dilakukan intervensi secepat mungkin. Otak sangat tergantung kepada oksigen dan otak tidak mempunyai cadangan oksigen apabila tidak adanya suplai oksigen maka metabolisme di otak mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam waktu 3 sampai 10 menit. Iskemia dalam waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat menjadi infark otak yang disertai odem otak sedangkan bagian tubuh yang terserang stroke secara permanen akan tergantung kepada daerah otak mana yang terkena. Stroke itu sendiri disebabkan oleh adanya arteroskelorosis (Junaidi, 2011).
Arteroskelorosis terjadi karena adanya penimbunan lemak yang terdapat di dinding-dinding pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah kejaringan otak. Arterosklerosis juga dapat menyebabkan suplai darah kejaringan serebral tidak adekuat sehingga menyebakan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (Nurarif et all, 2013).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
a.    Stroke Hemoragik
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid. Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal (Misbach, 2007).
b.    Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu oleh oklusi. Penyakit serebrovaskular iskemik terutama disebabkan oleh trombosis, emboli dan hipoperfusi fokal, yang semuanya dapat menyebabkan penurunan atau gangguan dalam aliran darah otak (CBF) yang mempengaruhi fungsi neurologis akibat perampasan glukosa dan oksigen. Sekitar 45% dari stroke iskemik disebabkan oleh trombus arteri kecil atau besar, 20% adalah emboli berasal, dan lain-lain memiliki penyebab yang tidak diketahui. Stroke iskemik fokal disebabkan oleh gangguan aliran darah arteri ke daerah tergantung dari parenkim otak oleh trombus atau embolus. Dengan kata lain, stroke iskemik didefinisikan sebagai onset akut, (menit atau jam), dari defisit neurologis fokal konsisten dengan lesi vaskular yang berlangsung selama lebih dari 24 jam.
Stroke iskemik adalah penyakit yang kompleks dengan beberapa etiologi dan manifestasi klinis. Dalam waktu 10 detik setelah tidak ada aliran darah ke otak, maka akan terjadi kegagalan metabolisme jaringan otak. EEG menunjukkan penurunan aktivitas listrik dan seacara klinis otak mengalami disfungsi (Nemaa, 2015). Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif (Wijaya, 2012). Sehingga terjadi membran depolarisasi.
Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi (Trent MW, 2011). Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.
Terdapat dua patologi utama stroke iskemik adalah:
1)    Trombosis
Aterosklerosis adalah salah satu obstruksi vaskular yang terjadi akibat perubahan patologis pada pembuluh darah, seperti hilangnya elastisitas dan menyempitnya lumen pembuluh darah. Aterosklerosis ini merupakan respon normal terhadap injury yang terjadi pada lapisan endotel pembuluh darah arteri. Proses aterosklerosis ini lebih mudah terjadi pada pembuluh darah arteri karena arteri lebih banyak memiliki sel otot polos dibandingkan vena. Proses aterosklerosis ditandai oleh penimbunan lemak yang terjadi secara lambat pada dinding-dinding arteri yang disebut plak, sehingga dapat memblokir atau menghalangi sama sekali aliran pembuluh darah ke otak. Akibat terjadinya aterosklerosis ini bisa juga disebabkan oleh terbentuknya bekuan darah atau trombus yang teragregasi platelet pada dinding pembuluh darah dan akan membentuk fibrin kecil ya ng menjadikan sumbatan atau plak pada pembuluh darah, ketika arteri dalam otak buntu akibat plak tersebut, menjadikan kompensasi sirkulasi dalam otak akan gagal dan perfusi terganggu, sehingga akan mengakibatkan kematian sel dan mengaktifkan banyak enzim fosfolipase yang akan memacu mikroglia memproduksi Nitrit Oxide secara banyak dan pelepasan sitokin pada daerah iskemik yang akan menyebabkan kerusakan atau kematian sel (Lakhan et al, 2009).
Apabila bagian trombus tadi terlepas dari dinding arteri dan ikut terbawa aliran darah menuju ke arteri yang lebih kecil, maka hal ini dapat menyebabkan sumbatan pada arteri tersebut, bagian dari trombus yang terlepas tadi disebut emboli.
2)    Emboli
Hampir 20%, stroke iskemik disebabkan emboli yang berasal dari jantung. Sekali stroke emboli dari jantung terjadi, maka kemungkinan untuk rekuren relatif tinggi. Risiko stroke emboli dari jantung meningkat dengan bertambahnya umur, karena meningkatnya prevelansi fibrilasi atrial pada lansia. Umumnya prognosis stroke kardioemboli buruk dan menyebabkan kecacatan yang lebih besar. Timbulnya perdarahan otak tanpa tanda-tanda klinis memburuk dan terjadi 12-48 jam setelah onset stroke emboli yang disertai infark besar.

4.      Factor Risiko
Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat meningkatkan faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol, kurang aktivitas fisik, dan kurang olahraga, meningkatkan risiko terkena penyakit stroke. Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai penyakit yang menyerang usia produktif, karena generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Selain banyak mengkonsumsi kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang berlebihan sehingga akan menimbulkan kegemukan yang berakibat terjadinya penumpukan energi dalam tubuh (Dourman, 2013).
Menurut hasil penelitian Bhat, et.al (2008), merokok merupakan faktor risiko stroke pada wanita muda. Merokok berisiko 2,6 kali terhadap kejadian stroke pada wanita muda. Merokok dapat meningkatkan kecenderungan sel-sel darah menggumpal pada dinding arteri, menurunkan jumlah HDL, menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan, serta meningkatkan oksidasi lemak yang berperan dalam perkembangan arterosklerosis. Mutmainna dkk (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa faktor risiko kejadian stroke pada usia muda adalah perilaku merokok, riwayat diabetes mellitus, riwayat hipertensi, riwayat hiperkolesterolemia. Variabel jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko kejadian stroke pada dewasa awal. Sedangkan hasil penelitian Handayani (2013) menyebutkan bahwa insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Berdasarkan Guideline Pencegahan Stroke Primer oleh Goldstein (2009), faktor risiko stroke dibagi menjadi dua yaitu, faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a.    Usia
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia, termasuk anak-anak. Kejadian penderita stroke iskemik biasanya berusia lanjut (60 tahun keatas) dan resiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan mengalaminya degeneratif organ-organ dalam tubuh (Nurarif et all, 2013). Status umur berpengaruh terhadap tingkat kecemasan ibu. Semakin bertambah umur maka penalaran dan pengetahuan semakin bertambah.
Tingkat kematangan seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan dimana individu yang matang mempunyai daya adaptasi yang besar terhadap stresor yang muncul. Sebaliknya individu yang berkepribadian tidak matang akan bergantung dan peka terhadap rangsangan sehingga sangat mudah mengalami gangguan kecemasan (Maslim, 2004).
Berikut kategori umur menurut Depkes RI (2009):
1)    Usia Muda 18-40 tahun
2)    Usia Tua 41- 65 tahun
b.    Jenis kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1. Insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rata-rata 25%-30% Walaupun para pria lebih rawan daripada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hal ini, hormon merupakan yang berperan dapat melindungi wanita sampai mereka melewati masa-Masa melahirkan anak (Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani, 2012).
Usia dewasa awal (18-40 Tahun) perempuan memiliki peluang yang sama juga dengan laki-laki untuk terserang stroke. Hal ini membuktikan bahwa resiko laki-laki dan perempuan untuk terserang stroke pada usia dewasa awal adalah sama. Pria memiliki risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20% daripada wanita. Namun, wanita memiliki resiko perdarahan subaraknoid sekitar 50%. Sehingga baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena stroke pada usia dewasa awal 18-40 Tahun (Handayani, 2013).
c.    Genetik (herediter)
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat pengaruh genetik pada risiko stroke. Namun, sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen mana yang berperan dalam terjadinya stroke.
d.    Ras dan etnis
Insiden stroke lebih tinggi pada orang berkulit hitam daripada berkulit putih setelah dilakukan kontrol terhadap hipertensi, dan diabetes mellitus.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
a.      Hipertensi
Hipertensi mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga timbul perdarahan otak. Hipertensi dapat mempengaruhi hampir seluruh organ tubuh, terutama otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer. Kemungkinan terjadinya komplikasi tergantung kepada seberapa besar tekanan darah itu, seberapa lama dibiarkan, seberapa besar kenaikan dari kondisi sebelumnya, dan kehadiran faktor risiko lain. Oleh karena itu, hipertensi diklasifikasikan oleh AHA, 2017 sebagai berikut:
Kategori
Sistolik

Diastolic
Normal
< 120 mmHg
dan
< 80 mmHg
Meningkat
120-129 mmHg
dan
< 80 mmHg
Hipertensi
Stage 1
130-139 mmHg
atau
80-89 mmHg
Stage 2
≥ 140 mmHg
atau
≥ 90 mmHg

Insiden stroke dapat bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik, perdarahan intrakranial, maupun perdarahan subaraknoid.
b.      Hiperkolestrolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol sekitar 1000 mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak dipenuhi kolesterol jika mengkonsumsi makanan berbasis hewani, kolesterol inilah yang menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang semakin hari semakin menebal dan dapat menyebabkan penyempitan dinding pembuluh darah yang disebut aterosklerosis. Bila di daerah pembuluh darah menuju ke otot jantung terhalang karena penumpukan kolesterol maka akan terjadi serangan jantung. Sementara bila yang tersumbat adalah pembuluh darah pada bagian otak maka sering disebut stroke (Burhanuddin et all, 2012).
Kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak. Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL (lemak jahat) yang akan mengakibatkan terbentuknya arterosklerosis yang kemudian diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh darah yang akan menghambat aliran darah (Junaidi, 2011).
c.      Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menghambat aliran darah dikarenakan pada kadar gula darah tinggi terjadinya pengentalan darah sehingga menghamabat aliran darah ke otak. Hiperglikemia dapatmenurunkan sintesis prostasiklin yang berfungsi melebarkan saluran arteri, meningkatkanya pembentukan trombosis dan menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri. Diabetes melitus juga dapat menimbulkan perubahan pada sistem vaskular (pembuluh darah dan jantung), diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar sehingga risiko penderita stroke meninggal lebih besar.
Pasien yang memiliki riwayat diabetes melitus dan menderita stroke mungkin diakibatkan karena riwayat diabetes melitus diturunkan secara genetik dari keluarga dan diperparah dengan pola hidup yang kurang sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan makanan siap saji yang tidak diimbangi dengan berolahraga teratur atau cenderung malas bergerak (Burhanuddin et all, 2012).
d.      Penyakit Jantung
Penyakit atau kelainan jantung dapat mengakibatkan iskemia pada otak. Ini disebabkan karena denyut jantung yang tidak teratur dapat menurunkan total curah jantung yang mengakibatkan aliran darah di otak berkurang (iskemia). Selain itu terjadi pelepasan embolus yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah otak. Ini disebut dengan stroke iskemik akibat trombosis. Seseorang dengan penyakit atau kelainan jantung beresiko terkena atroke 3 kali lipat dari yang tidak memiliki penyaki atau kelainan jantung. (Hull, 1993)
e.      Obesitas
Obesitas merupakan faktor predisposisi penyakit kardiovaskuler dan stroke (Wahjoepramono, 2005). Jika seseorang memiliki berat badan yang berlebihan, maka jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (Patel, 1995). Obesitas dapat juga mempercepat terjadinya proses aterosklerosis pada remaja dan dewasa muda (Madiyono, 2003). Oleh karena itu, penurunan berat badan dapat mengurangi risiko terserang stroke. Penurunan berat badan menjadi berat badan yang normal merupakan cerminan dari aktivitas fisik dan pola makan yang baik.
f.       Merokok
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa awal dibandingkan lebih tua. Risiko stroke akan menurun setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok.Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis (Pizon & Asanti, 2010).
Arteriskle rosis dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah yang lambat karena terjadi viskositas (kekentalan). Sehingga dapat menimbulkan tekanan pembuluh darah atau pembekuaan darah pada bagian dimana aliran melambat dan menyempit. Merokok meningkatkan juga oksidasi lemak yang berperan pada perkembangan arteriskelorosis dan menurunkan jumlah HDL (kolestrol baik) atau menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan (Burhanuddin et all, 2012)
5.      Manifestasi klinis
Pada penyakit stroke gambaran klinis berdasarkan pada pembuluh darah yang mengalami gangguan menurut Rosjidi dkk (2009) adalah:
a.    Gangguan pembuluh darah vertebrobasilaris
1)    Kehilangan keseimbangan
2)    Nistagmus
3)    Vertigo
4)    Gangguan menelan
5)    Gangguan gerak bola mata hingga diplopia (dua tampilan dari satu objek)
b.    Gangguan Pembuluh Darah Karotis:
1)    Gangguan rasa kelemahan pada daerah wajah/muka salah satu sisi dan disertai dengan gangguan rasa di lengan dan tungkai satu sisi
2)    Gangguan gerak/lumpuh satu sisi dari bagian tubuh
3)    Gangguan bicara (afasia)
4)    Mulut asimetris
5)    Disatria (pelo)
6)    Inkontinensia urine
7)    Kesadaran menurun

6.      Pemeriksaan Diagnostik
a.      Radiologi
1)    Elektroensefalogram (EEG)
Mengidentifikasi penyakit yang didasarkan pada pemeriksaan pada gelombang otak dan memungkinkan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. Pada pasien stroke biasanya dapat menunjukkan apakah terdapat kejang yang menyerupai dengan gejala stroke dan perubahan karakteristik EEG yang menyertai stroke yang sering mengalami perubahan (Hello sehat, 2018).
2)    Sinar X
Menggambarkan pada perubahan kelenjar lempeng pineal pada daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis internal yang terdapat pada trombosis serebral.
3)    Angiografi serebral
Pemeriksaan ini membantu untukmenentukan penyebab stroke secara spesifik antara lain perdarahan, obstruksi arteri, olkusi/rupture
4)    CT-Scan
Pemindaian yang memperlihatkan secara spesifik adanya edema, adanya hematoma, iskemia dan adanya infark pada stroke. Hasil pemeriksaan tersebut biasanya terdapat pemadatan divertikel kiri dan hiperdens lokal.
5)    Fungsi Lumbal
Tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli dan TIA (Transient Ischaemia Attack). Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis berhubungan dengan proses inflamasi.
6)    Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnetik dengan menentukan besar atau luas perdarahan yang terjadi pada otak. Hasil dari pemeriksaan ini digunakan untuk menunjukan adanya daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malinformasi arteriovena.
7)    Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis/ aliran darah/ muncul plaque/aterosklerosis).
8)    Pemeriksaan Thorax
Memperlihatkan keadaan jantung dan menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari masa yang meluas.
b.      Laboratoriuma.
1)    Pemeriksaan Darah Lengkap
Seperti Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Semua itu berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia, sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Jika kadar leukosit pada pasien di atas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang menyerang.
2)    Test Darah Koagulasi
Tes ini terdiri dari 4 pemeriksaan yaitu prothrombin timepartial thromboplastin (PTT), Internasional Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat tes ini berguna untuk mengukur seberapa cepat darah menggumpal. Pada pasien stroke biasanya ditemukan PT/PTTdalam keadaan normal.
3)    Tes Kimia Darah
Tes ini digunakan untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat dll. Seseorang yang terindikasi penyakit stroke biasanya memiliki gula darah yang tinggi. Apablia seseorang memiliki riwayat penyakit diabetes yang tidak diobati maka hal tersebut dapat menjadi faktor pemicu resiko stroke (Robinson, 2014).

7.      Pengobatan
Pada penderita stroke dapat diobati atau diselamatkan dengan cara melakukan pengobatan yang tepat dan akurat pada waktu terjadi serangan, khususnya strokeyang bukan pendarahan. Pengobatan yang biasanya diberikan pada pasien stroke adalah pemberian oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Adapun cara untuk mengurangi tekanan dan pembengkakan didalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Sedangkan penderita stroke yang berat sangat biasanya memerlukan respirator yang sesuai untuk mempertahankan pernafasan (Dourman, 2013).
Adapun beberapa penanganan stroke menurut (Lippincott Williams dan Wilkinson, 2011) antara lain:
a.      Diagnosa medis awal pada tipe stroke yang dipasangkan dengan penanganan obat baru yang dapat menurunkan risiko kelumpuhan jangka panjang
b.      Pembedahan dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi serebral bagi penderita stroke trombolik atau embolik meliputi endartektomi.
c.      Penanganan stroke yang berguna secara medikasi:
1)    Alteplase (activase: activator plasminogen jaringan rekombinan), efektif untuk penanganan darurat stroke embolik.
2)    Penggunaan aspirin jangka panjang atau ticlopidinen (ticlid), sebagai agens anti-keping darah untuk mencegah stroke rekuren.
3)    Antikoagulan (heparin dan warfarin) digunakan untuk menangani Transient Ischemic Attack (TIA) yang lamban dan tidak responsif terhadap obat anti-keping darah.
4)    Antihipertensi, antiaritmik, dan antidiabetik yang digunakan untuk menangani faktor risiko yang berkaitan dengan stroke.

8.      Pencegahan
Pencegahan pada kejadian stroke pada dasarnya dikelompokkan dalam 2 golongan besar yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan yang bersifat primer, jika penyakit stroke belum terjadi sedangkan pencegahan yang bersifat sekunder dilakukan dengan perawatan atau pengobatan pada penyakit dasarnya.
a.    Pencegahan Primer
Langkah utama yang dilakukan dalam mencegah stroke adalah memodifikasi segala dalam gaya hidup, memodifikasi faktor risiko dan kemudian dilakukan terapi dengan obat untuk mengatasi penyakit dasarnya bila perlu. Menjalani hidup dengan pola makan yang sehat, mengelola stress, cukup istirahat, dan mengurangi kebiasaan yang dapat merugikan tubuh
b.    Pencegahan sekunder
Pada penderita stroke biasanya memilikibanyak faktor risiko. Faktor risiko yang harus diobati, yaitu: tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung koroner, kadar asam urat darah tinggi, kegemukan, peminum alkohol, stress dan lain-lain. Dalam hal ini penderita juga harus berhenti merokok, minum alkohol, rajin dalam melakukan olah raga dan lain-lain.

9.      Komplikasi
Menurut Srikandi, (2009) terdapat beberapa komplikasi dari penyakit stroke antara lain:
a.    Dekubitus;
b.    Penekanan tekanan intrakranial;
c.    Malnutrisi;
d.    Aspirasi;
e.    Infeksi saluran kencing;
f.     Pneumonia

10.   Prognosis
Stroke dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut (Harsono, 1996 dalam Masriadi, 2016):
a.    Tingkat kesadaran: sadar 16% meninggal, somnolen 39% meninggal, stupor 71% meninggal, dan bila koma 100% meninggal.
b.    Usia: angka kematian meningkat tajam usia 70 tahun atau lebih.
c.    Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak (16%) yang meninggal daripada perempuan (39%).
d.    Tekanan darah: tekanan darah tinggi prognosis jelek.
e.    Lain-lain: cepat dan tepatnya pertolongan.
                                                     
B.   ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.      Riwayat
-     Berbagai gambaran klinis, tergantung pada arteri yang terkena, tingkat kerusakan, serta luasnya sirkulasi koalteral
-     Satu atau lebih factor risiko yang ada
-     Awitan tiba-tiba hemiparese atau hemiplegia
-     Awitan bertahap rasa pening, gangguan mental, atau kejang
-     Penurunan kesadaran atau afasia yang tiba-tiba
b.     Temuan pemeriksaan fisik
-     Pada stroke di hemisfer kiri, tanda dan gejalanya di sisi kanan
-     Pada stroke di hemisfer kanan, tanda dan gejalanya di sisi kiri
-     Pada stroke yang menyebabkan kerusakan saraf kranial, tanda dan gejala di sisi yang sama
-     Perubahan tingkat kesadaran
-     Dengan pasien yang sadar, kecemasan menyertai kesulitan komunikasi dan mobilitas
-     Inkontinensia urine
-     Hemiparesis atau hemiplegia di salah satu sisi tubuh
-     Penurunan reflex tendon profunda
-     Pada hemiplegia sisi kiri, mengalami masalah yang berhubungan dengan visuospasi
-     Kemunduran fungsi sensorik.
2.      Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosis Keperawatan
NANDA
Hasil Yang Dicapai
NOC
Intervensi
NIC
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

Factor risiko:
Embolisme, aneurisme cerebral, hipertensi, tumor otak, masa protrombin/tromboplastin parsial
Perfusi jaringan: Otak
-     Mempertahankan atau meningkatkan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motoric dan sensorik
-     Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
-     Tidak menunjukkan perburukan lebih lanjut atau pengulangan kejadian defisit
Peningkatan perfusi cerebral:
Independent
-     Tentukan factor yang berhubungan dengan situasi individual, penyebab koma, penurunan perfusi serebral, dan kemungkinan peningkatan TIK
-     Pantau dan dokumentasikan status neurologis dengan sering dan bandingkan nilai dasar
-     Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaktivitas terhadap cahaya
-     Dokumentasikan perubahan penglihatan, seperti laporan pandangan kabur dan perubahan lapang visual atau persepsi kedalaman
-     Kaji fungsi yang lebih tinggi, termasuk bicara, jika klien sadar
-     Kaji rigiditas nukal, kedutan,peningkatan kegelisahan, iritabilitas dan awitan aktivitas kejang
-     Posisikan kepala sedikit ditinggikan dan dalam posisi netral
-     Pertahankan tirah baring, beri lingkungan yang tenang, dan batasi pengunjung atau aktivitas sesuai indikasi. Beri periode istirahat antara aktivitas perawatan, batasi durasi prosedur
-     Cegah mengejan saat defekasi atau menahan nafas

Kolaboratif
-     ­Beri oksigen tambahan, sesuai indikasi
-     Beri medikasi, sesuai indikasi, mis; trombolitik intravena, antikoagulan, agens antitrombosit, antihipertensi, antikonvulsan
-     Pantau studi laboratorium.
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan:
    Kerusakan neuromuskuler; penurunan kekuatan/control otot; penurunan daya tahan
    Kerusakan/gangguan sensori persepsi atau kognitif
Konsekuensi imobilitas: Fisiologis
-     Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terganggu atau yang terpengaruh
-     Mempertahankan posisi fungsi yang optimal sebagaimana dibuktikan dengan tidak terjadi kontraktur dan footdrop
-     Mendemonstrasikan teknik dan perilaku yang memampukan pelaksanaan kembali aktivitas
-     Mempertahankan integritas kulit
Pemberian posisi
Independent
-     Kaji kemampuan fungsi dan luas hambatan pada saat pertama kali dan secara teratur
-     Ubah posisi minimal setiap 2 jam
-     Posisikan tengkurap satu atau dua kali sehari jika klien dapat menoleransinya.
-     Sanggah ekstremitas dalam posisi fungsional; gunakan papan kaki selama periode paralisis flaksid, pertahankan posisi kepala netral.
-     Gunakan mitela lengan ketika klien berada dalam posisi duduk tegak, sesuai indikasi
-     Evaluasi penggunaan dan perlunya bantuan posisi dan bebat selama paralisis spastik
Letakkan bantal di bawah aksila untuk mengabduksi lengan.
Elevasikan lengan dan tangan.
Letakkan gulungan tangan yang keras dalam telapak tangan dengan jari dan ibu jari berhadapan.
Letakkan lutut dan pinggul dalam posisi ekstensi.
Pertahankan tungkai dalam posisi netral dengan trochanter roll.
Hentikan penggunaan papan kaki, jika tepat.
-     Observasi warna, edema, atau tanda lain dari perburukan sirkulasi pada sisi yang terganggu
-     Inspeksi kulit secara teratur, terutama di atas tonjolan tulang. Secara perlahan masase setiap area kemerahan.

Kolaboratif
-     ­sediakan kasur anti decubitus
-     Rujuk pada ahli rehabilitasi medik
Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan:
    Kelemahan system musculoskeletal
    Penurunan sirkulasi ke otak, perubahan SSP
Komunikasi:
-     Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
-     Menetapkan metode komunikasi yang dapat mengekspresikan kebutuhan
-     Menggunakan sumber dengan tepat.
Peningkatan komunikasi: deficit bicara
Independent
-     Kaji tipe dan derajat disfungsi, seperti afasia reseptif.
Bedakan afasia dari disartria.
Dengarkan kesalahan dalam percakapan dan berikan umpan balik.
Minta klien mengikuti perintah sederhana, seperti “tutup mata anda”, “tunjuk ke pintu”, ulangi kata-kata atau kalimat sederhana.
Tunjuk benda-benda dan minta klien menyebutkan nama benda tersebut.
Minta klien menghasilkan suara sederhana, seperti “sh”, “ket”
Minta klien menuliskan nama dan/atau kalimat pendek. Jika tidak mampu menulis, minta klien membaca sebuah kalimat pendek.
-     Beri catatan di ruang jaga perawat dan kamar klien tentang gangguan bicara. Beri bel panggilan khusus jika perlu
-     Beri metode komunikasi alternative, seperti menulis. Beri isyarat visual—gestur, gambar—daftar “kebutuhan” dan demonstrasi.
-     Antisipasi dan berikan kebutuhan klien
-     Bicara secara langsung dengan klien, bicara secara perlahan dan jelas.  Gunakan pertanyaan tertutup dengan jawaban ya/tidak di awal, lanjut ke pertanyaan kompleks sesuai dengan respons klien.
-     Bicara dengan volume normal dan hindarai berbicara terlalu cepat. Beri waktu yang cukup untuk klien berespons. Bicara tanpa memberi tekanan untuk mendapat respons.
-     Dorong orang terdekat dan orang yang menjenguk untuk tetap berupaya berkomunikasi dengan klien.
-     Hindari berbicara merendahkan klien atau membuat komentar yang menunjukkan superioritas.

Kolaboratif
-     Konsultasi atau rujuk klien ke ahli terapi wicara.
Deficit perawatan diri (mandi, berpakaian, makan, eliminasi) yang berhubungan dengan:
    Kerusakan neuromuskuler, kelemahan, kerusakan status mobilitas
    Kerusakan persepsi atau kognitif
    Nyeri, ketidaknyamanan
Perawatan diri: Status
-     Mendemonstrasikan perubahan teknik dan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
-     Melaksanakan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
-     Mengidentifikasi sumber personal dan komunitas yang dapat memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Bantuan perawatan diri:
Independent
-     Kaji kemampuan dan tingkat deficit (skala 0 – 4) untuk melaksanakan tugas sehari-hari.
-     Hindari melakukan hal-hal untuk klien yang dapat klien lakukan sendiri, beri bantuan sesuai kebutuhan.
-     Pertahankan sikap suportif yang tegas. Beri waktu yang cukup kepada klien untuk mencapai tugas.
-     Beri umpan balik positif untuk upaya dan pencapaian.
-     Buat rencana untuk deficit visual yang ada, seperti berikut:
Letakkan makanan dan perlengkapan makan pada nampan di sisi tubuh klien yang tidak terganggu.
Atur tempat tidur sehingga sisi tubuh klien yang tidak terganggu menghadap ruangan ke sisi tubuh klien yang terganggu pada dinding.
Posisikan furniture menempel pada dinding, di luar dari alur lalu-lalang.
-     Dorong orang dekat untuk membiarkan klien melakukan tindakan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
-     Kaji kemampuan klien untuk mengomunikasikan kebutuhan untuk berkemih dan kemampuan menggunakan pispot berkemih atau pispot defekasi.

Kolaboratif
-     Beri supositoria dan pelunak feses
-     Konsultasi dengan tim rehabilitasi, seperti ahli terapi fisik atau okupasi
Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan:
    Ketidakadekuatan tingkat kepercayaan dalam kemampuan untuk melakukan koping
    Krisis situasi, ketidakadekuatan tingkat persepsi kontrol
Koping:
-     Mengungkapkan penerimaan diri sendiri dalam situasi
-     Berbicara atau berkomunikasi dengan orang dekat mengenai situasi dan perubahan yang telah terjadi
-     Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping diri sendiri
-     Memenuhi kebutuhan psikologis sebagaimana dibuktikan  dengan ekspresi perasaan, identifikasi pilihan, dan penggunaan sumber yang benar.
Peningkatan koping:
Independent
-     Kaji luasnya perubahan persepsi dan derajat disabilitas terkait. Gunakan skala pengukuran (mis. Skor pengukuran kemandirian fungsi (Fungtional independence Measure/FIM)), jika tepat (Hamilton, 1987)
-     Identifikasi makna kehilangan dan disfungsi atau perubahan pada klien. Catat kemampuan untuk memahami peristiwa dan beri penilaian realistis tentang situasi.
-     Tentukan stressor dari luar, termasuk keluarga, pekerjaan, sosial, & kebutuhan keperawatan dan asuhan kesehatan di masa depan.
-     Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, termasuk sikap bermusuhan, atau rasa marah, penyangkalan, depresi dan sensasi keputusasaan
-     Catat apakah klien menyebut sisi yang terganggu sebagai ”itu” atau menyangkal sisi yang terganggu, dan mengatakan bahwa sisi itu telah “mati”.
-     Terima pernyataan perasaan tentang penyingkapan tubuh; tetap sesuai fakta mengenai realita bahwa klien dapat tetap menggunakan sisi yang tidak terganggu dan belajar mengendalikan sisi yang terganggu. Gunakan kata-kata seperti lemah, terganggu, dan kanan kiri, yang menggabungkan sisi tubuh tubuh tersebut sebagai bagian dari tubuh secara keseluruhan.
-     Identifikasi metode sebelumnya tentang menangani masalah kehidupan. Tentukan keberadaan dan kualitas system pendukung.
-     Tekankan dan berikan pesan positif untuk pencapaian kecil baik dalam pemulihan fungsi maupun kemandirian.
-     Dukung perilaku atau upaya seperti peningkatan ketertarikan dan partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
-     Pantau gangguan tidur, peningkatan kesulitan berkonsentrasi, pernyataan tidak mampu melakukan koping, letargi, dan menarik diri

Kolaboratif
-     Rujuk untuk mendapatkan evaluasi dan konseling neuropsikologis, jika diindikasikan.
Gangguan menelan yang berhubungan dengan:
    Kerusakan neuromuskuler—penurunan reflex muntah, paralisis wajah, gangguan perseptual
    Keterlibatan saraf kranial
Status menelan:
-     Mendemonstrasi kan metode pemberian makan yang tepat bagi situasi individual, dengan mencegah aspirasi.
-     Mempertahankan berat badan yang diinginkan.
Terapi menelan:
Independent
-     Tinjau patologi individual dan kemampuan menelan, perhatikan luasnya paralisis, kejelasan bicara, keterlibatan wajah dan lidah, kemampuan untuk melindungi jalan nafas dan episode batuk atau tersedak; keberadaan suara napas tambahan dan jumlah serta karakter secresi oral.
-     Timbang berat badan secara periodik sesuai indikasi.
-     Sediakan perlengkapan pengisap (suction) di samping tempat tidur terutama selama saat-saat pertama upaya makan
-     Jadwalkan aktivitas dan medikasi untuk memberikan waktu minimal 30 menit istirahat sebelum makan.
-     Beri lingkungan yang menyenangkan yang terbebas dari distraksi seperti TV
-     Bantu klien dengan control kepala atau menopang kepala, dan posisikan berdasarkan disfungsi spesifik.
-     Letakkan klien dalam posisi duduk tegak selama dan setelah makan, dengan tepat.
-     Bumbui makanan dengan herba, cabai, dan jus lemon sesuai dengan pilihan klien, dalam batasan diet.
-     Sajikan makanan dengan suhu biasa dan air selalu dingin
-     Stimulasi bibir untuk menutup atau secara manual buka mulut dengan memberi sedikit tekanan pada bibir atau bagian bawah dagu, jika diperlukan.
-     Letakkan makanan dengan konsistensi tepat di sisi mulut yang tidak terganggu.
-     Sentuh bagian pipidengan spatel lidah atau tempelkan es pada lidah yang lemah.
-     Beri makan dengan perlahan, beri waktu selama 30 – 45 menit untuk makan.
-     Tawarkan makanan padat dan cair pada waktu berbeda.
-     Batasi atau hindari penggunaan sedotan umum minuman/cairan
-     Dorong orang dekat untuk membawakan makanan pavorit
-     Pertahankan posisi tegak selama 45 – 60 menit setelah makan.
-     Pertahankan pencatatan asupan makanan dan cairan secara akurat; catat jumlah kalori jika diindikasikan
-     Dorong partisipasi dalam program latihan atau aktivitas.

Kolaboratif
-     Beri cairan intravena (iv), nutria parenteral, atau pemberian makan melalui slang.
-     Koordinasikan pendekatan multi-dispilin untuk mengembangkan rencana terapi yang memenuhi kebutuhan individual.
Kealpaan unilateral yang berhubungan dengan hemiplegi kiri akibat strok pada hemisfer kanan; hemianopsis.
Adaptasi terhadap disabilitas fisik:
-     Mengidentifikasi tindakan adaptif atau protektif untuk situasi individual
-     Mendemonstrasikan perubahan perilaku, gaya hidup yang diperlukan untuk meningkatkan keamanan fisik.
Manajemen kealpaan tubuh unilateral:
Independent
-     Tegaskan klien tentang realita disfungsi dan kebutuhan untuk mengompensasi, hindari partisi-pasi dalam penyangkalan yang digunakan klien
-     Instrusikan klien dan pemberi asuhan/orang dekat dalam strategi terapi yang difokuskan pada perhatian pada sisi yang diabaikan
Dekati klien dari sisi yang tidak terganggu.
Dorong klien untuk memiring-kan kepala dan mata untuk “memindai” lingkungan.
Diskusikan sisi yang terganggu sambil menyentuh, memanipu-lasi, dan mengusap sisi yang terganggu; beri benda-benda dengan ukuran, berat, dan tekstur yang bervariasi untuk dipegang oleh klien.
Minta klien melihat dan memegang sisi yang terganggu, bahwa melintasi bagian tengah tubuh selama melaksanakan aktivitas asuhan.
Bantu klien memposisikan ekstremitas yang terganggu secara cermat dan memvisualisasi penempatan secara rutin atau menggunakan cermin untuk menyesuaikan penempatan.
-     Instruksikan orang dekat/pemberi asuhan untuk memantau kesejaja-ran ekstremitas dan untuk meng-inspeksi kulit secara teratur.
-     Diskusikan masalah keamanan lingkungan dan bantu dalam mengembangkan renvcana untuk memperbaiki factor risiko.
-     Dorong kontinuitas aktivitas rehabilitasi dan terapi neuropsiko-logis yang diprogramkan, sesuai indikasi.

Referensi

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan PasienEdisi III. Alih Bahasa: I Made Kriasa. Jakarta: EGC

Dosen Keperawatan Medikal Bedah. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Diagnosa NANDA-I Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. Jakarta: FKUI

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United Kingdom: Elsevier
NANDA International. (2015). Nursing Diagnoses. Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY Blackwell
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC

Primara, A. B. & Amalia, L., (2015). Stroke pada Usia MudaCermin Dunia Kedokteran
Ralph, L. et al., (2013). Public Health Burden of StrokeAmerican Stroke Association, Volume XII

Smeltzer & Bare. (2012). Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar