Selasa, 31 Oktober 2023

ASKEP GANGGUAN TYROID APLIKASI NANDA, NOC NIC

 

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
GANGGUAN TIROID

A.    KONSEP MEDIK
1.      Anatomi Tiroid
Thyroidea (Yunani: thyreos = pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang dihubungkan oleh isthmus pada garis tengah. Tiap lobus mencapai superior sejauh linea oblique cartilago thyroidea, isthmus terletak di atas cincin trachea kedua dan ketiga, sedangkan bagian terbawah lobus biasanya terletak di atas cincin trachea keempat atau kelima. Kelenjar ini dibungkus oleh selubung yang berasal dari lapisan pretrachealis fascia cervicalis profunda. Beratnya sekitar 25 gram biasanya membesar secara fisiologis pada masa pubertas, menstruasi dan kehamilan (Suen C. Kenneth, 2002; Gharib H, 1993).
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media danfascia pre vertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid (Syamsuhidayat R, 1998).



Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutupcincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasiapretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior (cabang dari a.Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto, 2001). Nodus Lymfatikus (nl) tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl.Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001)

Vaskularisasi kelenjar tiroid

2.      Fisiologi
Kelenjar tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid pada banyak keadaan. Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor dari kasus primer penyakit tiroid. Jika TSH tidak normal, lihat nilai dari T4 bebas/ free T4 (fT4). Ketika ada faktor resiko, lihat free T3 (fT3) ketika fT4 normal dan diduga ada tirotoksikosis.

Diagram pengaturan sekresi tiroid
3.      Factor Risiko Gangguan Tiroid
Faktor risiko gangguan tiroid adalah:
a.       Riwayat penyakit tiroid-Riwayat keluarga dengan penyakit tiroid
b.      Diagnosa penyakit autoimmune
c.       Riwayat radiasi leher
d.      Terapi obat seperti lithium dan amiodaron
e.       Perempuan di atas usia 50 tahun
f.       Pasien lanjut usia
g.      Perempuan post pasrtum 6 minggu sampai 6 bulan

4.      Gangguan Fungsi Tiroid
a.      Hipotiroid
1)      Pengertian
Hipotiroid adalah suatu penyakit akibat penurunan fungsi hormon tiroid yang dikikuti tanda dan gejala yang mempengaruhi sistem metabolisme tubuh. Faktor penyebabnya akibat penurunan fungsi kelanjar tiroid, yang dapat terjadi kongenital atau seiring perkembangan usia. Pada kondisi hipotiroid ini dilihat dari adanya penurunan konsentrasi hormon tiroid dalam darah disebabkan peningkatan kadar TSH (Tyroid Stimulating Hormon).
Hipotiroidisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormontiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak berakibat pertambahan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot dan kulit,yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi (Anwar R, 2005).
2)      Insiden dan etiologi
Hipotiroid merupakan kelainan endokrin kedua yang paling banyak dijumpai di Amerika Serikat setelah diabetes mellitus (Hueston, 2001). Hipotiroid lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dan insidensinya meningkat dengan pertambahan umur. Hipotiroid primer lebih sering di jumpai dibanding hipotiroid sekunder dengan perbandingan 1000 : 1 (Roberts & Ladenson, 2004 ).
Pada suatu survei komunitas di Inggris yang dikenal sebagai the Whickham study, tercatat peningkatan kadar hormon tirotropin (TSH) pada 7,5 % wanita dan 2,8 % pria (Tunbridge et al,1977). Pada survey NHANES III (National Health and Nutritional Examination Survey III) di Amerika Serikat, terdapat peningkatan kadar tirotropin pada 4,6% responden, 0,3% diantaranya menderita hipotiroid klinis. Pada mereka yang berumur di atas 65 tahun hipotiroid klinis dijumpai pada 1,7 % populasi, sedangkan hipotiroid subklinis dijumpai pada 13,7 % populasi (Hollowell et al , 2002). Pada penelitian terhadap wanita berusia 60tahun keatas di Birmingham, hipotiroid klinis ditemukan pada 2,0% kasus sedangkan hipotiroid subklinis ditemukan pada 9,6% kasus. (Parle et al , 1991).
3)      Klasifikasi
Hipotiroid dapat diklasifikasikan berdasar waktu kejadian (kongenital atau akuisital), disfungsi organ yang terjadi (primer atau sekunder/ sentral), jangka waktu (transien atau permanen) atau gejala yang terjadi (bergejala/ klinis atau tanpa gejala/ subklinis). Hipotiroid kongenital biasa dijumpai di daerah dengan defisiensi asupan yodium endemis. Pada daerah dengan asupan yodium yang mencukupi, hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dari 4000 kelahiran hidup, dan lebih banyak dijumpai pada bayi perempuan (Roberts & Ladenson, 2004).
Pada anak-anak ini hipotiroid kongenital disebabkan oleh agenesis atau disgenesis kelenjar tiroid atau gangguan sintesis hormon tiroid. Disgenesis kelenjar tiroid berhubungan dengan mutasi pada gen PAX8 dan thyroid transcription factor 1 dan 2 (Gillam & Kopp, 2001).
Hipotiroid akuisital disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah tiroiditis autoimun yang sering disebut tiroiditas Hashimoto. Peran auto imun pada penyakit ini didukung adanya gambaran infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dan adanya antibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Operasi atau radiasi (mis: radioterapi eksternal pada penderita head and neck cancer, terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis, paparan yodium radioaktif yang tidak disengaja, infiltrasi besi di kelanjar tiroid pada hemokromatosis. Beberapa bahan kimia maupun obat (misal: amiodarone, lithium, interferon) juga dapat menyebabkan hipotiroid dengan cara mempengaruhi produksi hormon tiroid atau mempengaruhi autoimunitas kelenjar tiroid (Roberts & Ladenson, 2004).
Berdasarkan disfungsi organ yang terkena, hipotiroid dibagi dua yaitu hipotiroid primer dan hipotiroid sentral. Hipotiroid primer berhubungan dengan defek pada kelenjar tiroid itu sendiri yang berakibat penurunan sintesis dan sekresi hormon tiroid, sedangkanhipotiroid sentral berhubungan dengan penyakit penyakit yang mempengaruhi produksi hormon thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipothalamus atau produksi tirotropin(TSH) oleh hipofisis (Roberts & Ladenson, 2004).
Hipotiroid berdasarkan kadar TSH dibagi beberapa kelompok yaitu:
a)      TSH < 5,5 μIU/L  à normal
b)     
Hipotiroid biokimia
 
TSH 5,5 ≤  μIU/L - 7 μIU/L à Hipotiroid ringan
c)      THS 7 ≤ μIU/L  -  15 μIU/L à Hipotiroid sedang
d)     TSH ≥ 15 μIU/L à  Hipotiroid berat
Selain itu pasien dinyakan hipotiroid klinis jika dijumpai peninggian kadar TSH (TSH ≥ 5,5 μIU/L) disertai adanya simptom seperti fatique, peningkatan BB, gangguan siklus haid, konstipasi, intoleransi dingin, rambut dan kuku rapuh (Wiseman, 2011).
4)      Manifestasi klinis
Gejala secara umum yaitu kelelahan dan kelesuan, sering mengantuk, jadi pelupa, kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan, peningkatan sensitivitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi yang banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita yang hamil (Wiseman, 2011).
5)      Penegakan diagnosis
Pada tiroiditis Hashimoto, pemeriksaan goiter yang terbentuk dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik, dan keadaan hipotiroid diketahui dengan identifikasi gejala dan tanda fisik yang khas, serta melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Peningkatan antibodi antitiroid merupakan bukti laboratorik paling spesifik pada tiroiditis Hashimoto, namun tidak semuanya dijumpai pada kasus. Pemeriksaan hormon tiroid biasanya diperiksa kadar TSH. Dikatakan hipotiroid apabila terjadi peningkatan kadar TSH.
Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan secara histopatologis melalui biopsi. Kelainan histopatologisnya dapat bermacam – macam yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid, dan fibrosis. Aspirasi jarum halus biasanya tidak dibutuhkan pada penderita tiroiditis ini, namun dapat dijadikan langkah terbaik untuk diagnosis pada kasus yang sulit dan merupakan prosedur yang dibutuhkan jika nodul tiroid terbentuk.
Fungsi tiroid dinilai secara prospektif dengan mengukur kadar TSH sesuai algoritme yang telah ditetapkan. Waktu pengukuran kadar TSH untuk mendeteksi dan memberikan terapi hipotiroid post operasi adalah 1. preoperasi 2. fase awal post operasi ( 6 minggu) 3. fase lanjut post operasi (12 bln) (Wiseman, 2011).
Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat mempengaruhi hasil akhir operasi dan kualitas hidup pasien. Hampir 100% mengalami peningkatan kadar TSH. Tetapi peningkatan kadar TSH tidak selalu menjadi patokan untuk memulai terapi hormon. Semakin awal dideteksi dapat mencegah terjadinya keluhan dan komplikasinya (Wiseman, 2011).

b.      Hipertiroid
1)      Pengertian
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah produksi jumlah hormon tiroid dalam tubuh.dengan katalain kelenjar tiroid bekerja lebih aktif,dinamakan dengan thyrotoksikosis, dimana berarti terjadi peningkatan level hormon tiroid yang ekstrim dalam darah (Abdulraouf, 2011)
2)      Patofisiologi
Hormon tiroid mempunyai banyak peran yang sigmifikan di dalam proses di dalam tubuh, proses-proses ini yang kita sebut metabolisme. J ika terdapat banyak hormon tiroid, setiap fungsi dari tubuh akan diatur untuk bekerja lebih cepat. Karena selama hipertiroid terjadi peningkatan metabolisme, maka setiap pasien akan mengalami kehilangan banyak energy (Abdulraouf, 2011)
3)      Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang sering tampak adalah sering gugup, iritabilitas, peningkatan respirasi, berdebar-debar, tremor, ansietas, susah tidur (insomnia), berkeringat banyak, rambut rontok, dan kelemahan pada otot, khususnya kerja dari otot lengan dan kaki, frekwensi buang air besar terganggu, kehilangan berat badan yang cepat, pada wanita periode menstruasi lebih cepat dan aliran darah lebih kencang. Hipertiroid biasanya mulainya lambat, tetapi pada beberapa pasien muda perubahan ini terjadi sangat cepat. awalnya gejela dirasakan yang diartikan salah,contoh perasaan gugup yang dianggap karena stress (Abdulraouf, 2011).
4)      Penyebab Hipertiroid
a)      Penyakit Grave’s
Hiperthiroid terjadi pada penyakit Grave’s, yang umumnya yang ditandai biasanya mata akan kelihatan lebih besar karena kelopak mata ataas akan membesar,kadang-kadang satu atau dua mata akan tampak melotot.Beberapa pasien tampak terjadi pembesaran kelenjar thiroid (goiter) pada leher.Penyebab umum yang paling banyak (>70%) adalah produksi berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.kondisi ini juga disebut penyakit Grave’s. Grave’s disebabkan oleh antibodi dalam darah yang ada pada tiroid menyebabkan banyak sekresi hormon tiroid ,dipengaruhi oleh riwayat keluarga dan sering terjadi pada wanita (Abdulraouf, 2011).
b)      Tiroiditis
Tiroiditis adalah peradangan pada kelenjar tiroid. Penyebab lain dari hipertiroid adalah ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul atau benjolan pada tiroid yang tumbuh dan membesar yang menggangu pasien. Sehingga total output hormon tiroid dalam darah meningkat dibanding normal, kondisi ini di ketahui sebagai toxic nodular atau multi nodular goiter juga disebut sebagai tiroiditis, kondisi ini disebabkan oleh masalah sistem hormon atau infeksi virus yang menyababkan kelelnjar menghasilkan hormon tiroid (Abdulraouf, 2011).
5)      Klasifikasi Hipertiroid
Hipertiroid memiliki klasifikasi klinis dan subklinis. Hipertiroid klinis bila Kadar TSH <0.3 mIU/L dan disertai dengan beberapa manifestasi klinis (Abdulraouf, 2011). Sedangkan hipertiroid subklinis dikarakteristikkan dengan kadar TSH serum rendah yaitu <0.1 mIU/L dengan level normal dari free T3 dan free T4. Hipertiroid subklinis terjadi pada 2 % dari jumlah populasi di Amerika. Penyebabnya sama dengan hipertiroid klinis, hanya tambahannya, dapat disebabkan karena pengobatan hormon tiroid yang berlebihan pada kejadian hipotiroid (Abdulraouf, 2011). The American Association of Clinical Endocrinologistsmerekomendasikan pemeriksaan laboratorium dan periode klinis dari pasien dengan subklinis hipertiroid (TSH = 0.1 – 0.5 mIU/ml), termasuk memeriksa ulang kadar TSH, free T3 dan free T4 dengan interval tiap 2 sampai dengan 4 bulan. Pengobatan hipertiroid diindikasikan bila kadar TSH serum < 0.1 mIU/L (Abdulraouf, 2011)

c.       Eutiroid
Eutiroid adalah keadaan normal dari kadar TSH serum dengan nilai 0.3-5.5 mIU/L (Abdulraouf, 2011).

d.      Struma
Pembesaran kelenjar tiroid dapat merupakan suatu kelainan radang, hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma. Struma adalah kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid noduler. Menurut American Society for Study of Goiter membagi struma menjadi 4 kelas yakni: Struma difusa non toksik, struma nodusa non toksik, struma difusa toksik, struma nodusa toksik. Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan difusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
Prevalensi nodul tiroid meningkat secara linier dengan bertambahnya usia, ekspos dengan radiasi dan defisiensi iodium. Secara keseluruhan nodul tiroid lebih sering terdapat pada wanita dibanding pria. Studi Framingham pada kelompok usia 30-59 tahun, mendapatkan angka prevalensi nodul tiroid sebesar 6,4% pada wanita dan 1,5% pada pria. Pada studi rumah sakit, penelitian menunjukan bahwa nodul tiroid menempati lebih dari 50% dari seluruh kasus tiroid (Anwar R, 2005)
Maka saat ini American Thyroid Association Guidelines merekomendasikan tindakan total/near total tiroid lobektomi yaitu merupakan teknik operasi sederahana untuk penanganan pasien dengan nodul tiroid. Secara umum penanganan nodul tiroid meliputi: observasi, operasi, radiasi eksterna, radiasi interna dan hormonal (supresi) terapi (Wiseman 2011)
Sebelumnya pasien-pasien pasca dilakukannya lobektomi mendapat terapi pemberian hormon tiroid karena dijumpai keadaan hipotiroid secara biokimia dimana terjadi peninggian kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH). Hipotiroid merupakan morbiditas yang paling sering dilaporkan paska lobektomi yaitu 10-45% kasus. Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi yang sangat mempengaruhi hasil operasi dan kualitas hidup pasien (Wiseman, 2011).
Klasifikasi struma:
1)      Struma endemik (Simple goiter) – Eutiroid.
Struma hiperplastik difusa (area endemik dan struma pubertas). Stadium akhir dari:
-          Folikel-folikel terisi
-          Struma koloid dengan koloid karena fluktuasi persisten kadar TSH nodul
-          Struma nodular multiple.
2)      Struma toksika
a)      Primer – Struma toksika difusa – (Penyakit Grave).
b)      Sekunder (nodular) - Struma nodular toksika - Struma nodular non toksika.
3)      Struma neoplastik.
c)      Jinak.
d)     Ganas.
4)      Tiroiditisa.
a)      Tiroiditis suburatif akut
b)      Tiroiditis sub akut.
c)      Tiroiditis hasimoto.
d)     Tiroiditis Riedel (Sachdova, 1996)

5.      Penatalaksanaan Hipertiroid
a.       Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
1)      Obat Anti-Tiroid.
Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme. Contoh obat adalah sebagai berikut:
-          Thioamide
-          Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari 3)
-          Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari
-          Potassium Iodide
-          Sodium Ipodate
-          Anion Inhibito
2)      Beta-adrenergic reseptor antagonist.
Obat ini adalah untuk mengurangi gejala-gejala hipotiroidisme. Contoh: Propanolol.
Indikasi:
a)      Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tiroktosikosis  
b)      Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
c)      Persiapan tiroidektomi
d)     Pasien hamil, usia lanjut
e)      Krisis tiroid
Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan di nilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemidian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
b.      Surgical
1)      Radioaktif iodine.
 
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif  
2)      Tiroidektomi.
Tindakan Pembedahan ini untuk
mengangkat kelenjar tiroid yang
membesar

B.     ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Aktivitas atau istirahat
1)      Gejala: Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah, gangguan koordinasi, Kelelahan berat
2)      Tanda: Atrofi otot
b.      Sirkulasi
1)      Gejala: Palpitasi, nyeri dada (angina)
2)      Tanda: Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, Peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat. Sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis)
c.       Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia), Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan abdomen, Diare, Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
d.      Integritas / Ego
1)      Gejala: Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
2)      Tanda: Ansietas peka rangsang
e.       Makanan / Cairan
1)      Gejala: Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet: peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid)
2)      Tanda: Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran thyroid (peningkatan kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah), bau halitosis atau manis, bau buah ( napas aseton)
f.       Neurosensori
1)      Gejala: Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot parasetia, gangguan penglihatan
2)      Tanda: Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru masa lalu) kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD menurun; koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
g.      Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h.      Pernapasan
1)      Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)
2)      Tanda: sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan meningkat
i.        Keamanan
1)      Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit
2)      Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum / rentang gerak, parastesia atau paralysis otot termasuk otototot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
j.        Seksualitas
1)      Gejala: Rabas wanita (cenderung infeksi), masalah impotent pada pria ; kesulitan orgasme pada wanita
2)      Tanda: Glukosa darah: meningkat 100-200 mg/ dl atau lebih. Aseton plasma: positif secara menjolok. Asam lemak bebas: kadar lipid dengan kolosterol meningkat

2.      Diagnose keperawatan, kriteria (NOC), Intervensi (NIC)
Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil
(NOC)
Intervensi
(NIC)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Berhubungan dengan benda asing dalam jalan napas

1.      Respiratory status: ventilation
2.      Respiratory status: Airwapatency
3.      AspiratioControl:

Kriteria Hasil :
a.       Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal.
b.      Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

Airway suction:
-          Auskultasi suara nafas pasien  
-          Monitor status oksigen pasien
-          Berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, penurunan saturasi O2, dll.

 Airway Management
-          Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
-          Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
-          Monitor respirasi dan status O2
-          Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
-          Identifikasi pasien perlunya  pemasangan alat jalan nafas  buatan
-          Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
·         Nausea and fomiting controle
·         Nausea and fomiting severity

Kriteria hasil :
-          Pasien mengatakan rasa mual berkurang atau tidak mual lagi
-          Pasien mengatakan tidak muntah
-          Tidak ada  peningkatan kelenjar saliva
-          Pasien dapat menghindari faktor  penyebab nausea dengan baik
Nausea Management
-          Kaji rasa mual secara komperehensif mulai dari frekuensi, durasi, tingkat mual dan faktor yang menyebabkan pasien mual
-          Evaluasi efek mual terhadap nafsu makan pasien, aktivitas sehari-hari dan pola tidur  pasien
-          Berikan istirahat dan tidur yang adekuat
-          Berikan HE makan sedikit-sedikit tetapi sering dan dalam keadaan hangat
-          Kolaborasi pemberian antiemetic

Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama  jantung
·         Cardiac pump effectiveness
·         Circulation status
·         Vital sign status

Kriteria Hasil:
-          TTV dalam batas normal
-          Tidak ada kelelahan
-          Tidak ada Edema paru
-          Tidak ada Asites
-          Tidak trejadi penurunan kesadaran
Cardiac care
Vital sign monitor
-          Monitor TTV dan keadaan umum pasien
-          Observasi tanda-tanda adanya edema
-          Observasi status pernafasan
-          Observasi adanya nyeri dada (intensitas, durasi, skala, lokasi nyeri)
-          Monitor balance cairan
-          Anjurkan istirahat yang cukup
-          Anjurkan menurunkan stress
Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi; misinterpretasi informasi
·         Anxiety self controle
·         Anxiety level
·         Coping

Kriteria Hasil:
-       Mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan (tanda dan gejala) kecemasan
-       Mengatakan kecemasan sudah berkurang yang dinyatakan secara verbal maupun nonverval
-       Tampak adanya dukungan keluarga
1.      Anxiety reduction
-          Gunakan  pendekatan yang menenangkan dan meyakinkan
-          Dorong pasien mengungkapkan kecemasan yang dialaminya
-          Kaji tanda kecemasan yang diungkapkan secara verbal maupun nonverbal
-          Beri pujian atau kuatkan perilaku yang baik secara tepat
-          Ajak melakukan teknik relaksasi nafas dalam

2.      Peningkatan koping
-          Berikan informasi tentang penyakit yang dideritanya
-          Dukung keterlibatan keluarga untuk mendampingi pasien
Postoperatif
Nyeri akut  berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
·         Pain level
·         Pain control
·         Comfort level
Kriteria hasil :
-          Pasien mengatakan nyeri berkurang yang diekspresikan melalui verbal dan non verbal
-          Mampu mengontrol nyeri dengan manajemen nyeri

1.      Pain Management
2.      Analgesic administration

-          Observasi TTV  
-          Kaji karakteristik nyeri secara komprehensif (penyebab, kualitas, intensitas, skala nyeri) yang diungkapkan secara verbal dan nonverbal
-          Berikan posisi yang nyaman
-          Ajarkan teknik relaksasi baik nafas dalam ataupun distraksi
-          Kolaborasi pemberian obat analgesik
Risiko infeksi  berhubungan dengan prosedur invasif
·         Immune status
·         Knowledge infection controle
·         Risk controle

Kriteria Hasil:
-          Tidak tampak adanya tanda dan gejala infeksi
-          Jumlah lekosit dalam batas normal
-          Menunjukkan perilaku hidup sehat
Kontrol Infeksi
-          Monitor keadaan luka
-          Monitor tanda dan gejala infeksi
-          Monitor kadar WBC, granulosit
-          Berikan perawatan luka secara  berkala dengan teknik yang tepat
-          Berikan lingkungan yang bersih
-          Berikan KIE pasien dan keluarga mengenai personal hygiene (seperti cara mencuci tangan yang benar) untuk menghindari adanya factor pemicu infeksi
-          Kolaborasi pemberian antibiotic

Referensi
Abdulraouf G, Carin R. Hyperthyroidism: A Stepwise Approach To Management. Department of Family and Community Medicine, University of Missouri- Columbia. The Journal of Family Practice. Vol 60. No 7. July 2011.

Anwar R. (2005) Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid. Pertemuan Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Bagian Obstetri dan Ginekologi RSHS/FKUP Bandung. pp.1-64

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier

Djokomoeljanto, R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Dalam : Sudoyo A.W. et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat.

Gharib H, Goellner J, (1993), Fine-Needle Aspiration of the Thyroid – An Appraisal, Volume 118, Issue 4; p. 282-289

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United Kingdom: Elsevier

NANDA International. (2015). Nursing Diagnoses. Definitions and Classification 2015 – 2017. 10th Ed.: WILEY Blackwell

Syamsuhidayat,R.Wim De Jong, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Suen C. Kenneth, (2005), Fine-Needle Aspiration Biopsy of Thyroid, CMAJ, September 3; 167.

Tunbridge WM, Evered DC, Hall R, et al. 1977.The spectrum of thyroid disease in a community: the Whickham survey.http://emedicine.medscape.com/

Wiseman SM, et al. Detection and Management of Hypothyroidism Following Thyroid Lobectomy: Evaluation of a Clinical Algorithm. Ann. Surg Oncol, 2011; 18: 2548-2554.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar